Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85894 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Niken Pramanik
"Tesis yang berjudul "Medan Makna Ranah Emosi" ini mengkaji makna kata yang terdapat dalam ranah emosi. Objek penelitian ini adalah kata-kata emosi yang berasal dari penelitian terdahulu dan kata-kata emosi yang berasal dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Penelitian dalam tesis ini bertujuan untuk menemukan kata emosi dalam bahasa Indonesia, merumuskan klasifikasi semantis kata-kata yang terdapat dalam ranah emosi bahasa Indonesia, menemukan komponen makna yang terdapat dalam kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari ranah emosi, dan menemukan relasi makna kosakata ranah emosi bahasa Indonesia. Cakupan penelitian ini dibatasi pada tataran kata, khususnya kata sifat dasar. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan teori-teori semantis yang berhubungan dengan analisis komponen dan relasi makna. Selain itu, juga digunakan teori emosi untuk menunjang penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kata sifat dasar terdapat 80 kata emosi. Dan 80 kata emosi tersebut, 78 di antaranya dapat dikelompokkan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penentuan komponen makna kata emosi banyak ditentukan oleh faktor penyebab emosi tersebut.

The thesis entitled "The Semantic Field of Emotion Domain" was analyzed the meaning of words that were existed in the field of emotion. The objects of this research are the words of emotion, which were taken from the previous research of emotion and from Kamus Besar Bahasa Indonesia.
The objectives of the research were (1) to determine the words of emotion in Indonesian, (2) to formulate the semantics classification of the emotion words in Indonesian, (3) to find the component meaning of Indonesian words which are included in the domain of emotion, (4) and to find the lexical semantics relation of emotion words in Indonesian.
The boundary of the research was on the word, especially basic adjective word. To reach the objectives of the research, the researcher used the theories of semantics, which have relations to the component and lexical semantics relation analysis. Besides those theories, the researcher also makes use of the theory of emotion to support the research.
The result of the research showed that there were 80 emotion words. From 80 words of emotion, there are 78 words that could be grouped in the semantics dimension. The result also showed that determination of component of meaning influenced by antecedent of the emotion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Purwaningtyas
"ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Medan Makna Ranah Warna dalam Bahasa Indonesia ini mengkaji makna istilah-istilah warna yang terdapat dalam ranah warna bahasa Indonesia. Objek penelitian ini adalah istilah-istilah warna yang berasal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Istilah-istilah warna yang ada dikelompokkan untuk menemukan fokus (warna dasar) dalam bahasa Indonesia. Istilah-istilah warna ini dikelompokkan berdasarkan kriteria warna dasar B. Berlin dan Paul
Kay. Setelah dikelompokkan, istilah warna tersebut diklasifikasikan berdasarkan aspek semantis untuk menemukan medan makna ranah warna dalam bahasa Indonesia.

ABSTRACT
The thesis entitled ?The Semantic Field of Color Domain in Indonesian
Language? analysed the meaning of the terms that were existed in the color domain of Indonesian language. The objects of this research are the terms of color which is taken from Kamus Besar Bahasa Indonesia. The terms of color which have been collected grouped to find focus (basic colors) in the Indonesian language. The terms of color is grouped by basic color criteria of B. Berlin and Paul Kay. After that, that terms of color is classified based on semantic aspects to
find the semantic field of color domain in Indonesian language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1666
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Artha Indra Tama
"ABSTRAK
Dalam makalah ini, penelitian difokuskan kepada medan makna kata bau di dalam bahasa Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data di dalam penelitian ini adalah kata-kata yang memiliki hubungan makna dengan kata bau di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori analisis komponen makna Nida 1975 . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kata bau memiliki dua kategori, yaitu bau sedap dan bau tidak sedap.Kata kunci: bau, medan makna, komponen makna.

ABSTRACT
In this paper, the research focused on the field of the meaning of the word odor in Indonesian. The method used in this study is qualitative. The data in this study are words that have a meaning relationship with the word odor in the Kamus Besar Bahasa Indonesia. The theory used in this study is the component analysis of meaning Nida 1975 . The results of this study indicate that the word odor has two categories, namely pleasant odor and unpleasant odor.Keyword: odor, semantic field, component of meaning."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"Pendahuluan
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup dan memenuhi semua kebutuhannya sendiri sehingga dalam aspek kehidupannya, manusia selalu berhubungan dengan sesamanya. Dalam berkomunikasi dengan sesama manusia, bahasa memegang peranan yang sangat penting karena fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat komunikasi. (Martinet: 1979:9).
Vanoye (1973:13) dalam bukunya Expression Communication menyebutkan bahwa dalam setiap komunikasi selalu terdapat dua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Kedua belah pihak tersebut adalah: yang pertama pengirim berita, dan yang kedua adalah penerima berita.
Dalam penyampaiannya, komunikasi bahasa disampaikan melalui dua cara, yaitu penyampaian bahasa secara lisan dan penyampaian bahasa secara tertulis. Dalam penyampaian bahasa secara lisan, pembicara berhadapan dengan kawan bicara. Dalam penyampaian bahasa seperti ini, mimik, gerakan tangan serta intonasi dapat membantu pemahaman berkomunikasi. Lain halnya dengan penyampaian bahasa secara tertulis. Penyampaian komunikasi melalui bahasa tulis merupakan realisasi dari pengungkapan grafis dari bahasa lisan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Setiyanto
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1997
499.222 2 EDI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lindawati
"Dalam suatu bahasa, ujaran tanya jawab menduduki fungsi yang sangat penting. Dalam pertuturan sehari-hari, seperti di kelas, di ruang sidang, atau di tempat-tempat umum, peristiwa komunikasi sering terjadi dalam bentuk tanya jawab. Pandangan ini merupakan hal yang universal pada bahasa di dunia. Akan tetapi, Cara mengungkapkan pertanyaan atau jawaban berbeda pada satu bahasa dengan bahasa yang lainnya.
Ujaran jawaban merupakan suatu cara untuk merespon pertanyaan dalam bentuk verbal. Di samping dengan cara verbal, sebuah pertanyaan dapat juga direspons dengan gerakan tubuh, seperti mengangguk, menggeleng, dan mengangkat bahu.
Dalam bahasa Indonesia, pemakaian ujaran tanya tidak hanya digunakan untuk menanyakan sesuatu yang tidak diketahui atau sesuatu yang tidak pasti, tetapi sering juga digunakan sebagai ujaran untuk memerintah, mengajak, dan meyakinkan seseorang.
Pentingnya masalah tanya jawab dalam suatu bahasa terlihat dari kajian kebahasaan yang sering membicarakan masalah tanya jawab Goffman <1981:.5>, menyatakan bahwa orang berkomunikasi sehari-hari pada umumnya terjadi dalam bentuk tanya jawab. Tanya jawab merupakan ujaran yang terjadi pada waktu yang berbeda, tetapi dalam satu rangkaian yang tidak terputus. Isi dari suatu pertanyaan bergantung pada apa yang dibicarakan, sedangkan isi jawaban tergantung pada pertanyaan yang mendahuluinya.
Di samping itu, Goffman juga menjelaskan bahwa dalam percakapan paling sedikit terdapat sepasang ujaran, yaitu ujaran pertanyaan dan jawaban yang diujarkan oleb dua orang dalam waktu relatif berbeda. Bagian pertama disebut dengan ujaran pertanyaan dan bagian yang diujarkan setelah pertanyaan disebut dengan ujaran jawaban. Isi atau makna dari pertanyaan ataupun jawaban sangat tergantung pada makna kata yang membentuk pertanyaan atau, jawaban itu.
Dalam Bahasa Indonesia, masalah tanya jawab juga sudah mendapat perhatian dari peneliti. Kridalaksana (1985.78), menjelaskan bahwa jawaban mempunyai hubungan yang bersifat menggantikan sesuatu yang tidak diketahui penanya atau mengukuhkan apa yang diketahui penanya. Apa yang diketahui dan apa yang ingin diketahui disebutnya anteseden. Anteseden ini selamanya berada di luar pertanyaan, dan baru diketahui setelah adanya jawaban?."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Novianty Marlan
"Tesis ini membahas konseptualisasi metafora emosi dalam rubrik konsultasi majalah mingguan wanita Femina. Masalah yang diketengahkan dalam tesis ini adalah pengungkapan verbal emosi dalam rubrik konsultasi majalah Femina yang berbentuk metafora, serta pengaruh latar belakang masyarakat bahasa Indonesia terhadap konsep metafora emosi bahasa Indonesia. Tujuan penulisan tesis ini untuk mengungkapkan konseptualisasi metaforis emosi dalam bahasa Indonesia dan menunjukkan pengaruh latar belakang budaya penutur dalam pembentukan metafora emosi bahasa Indonesia, apakah bersifat universal atau bersifat khas? Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua majas digunakan untuk ungkapan emosi. Pembentukan metafora emosi menunjukkan konsep yang bersifat universal.

This thesis discusses the conceptualization of metaphorical emotion in consultation weekly women's magazine Femina. Objectives of the thesis is to reveal metaphorical emotion's concepts in bahasa Indonesia and shows the influence of speakers cultural background in the conceptualization of metaphorical emotion language, whether this concept is are used to express universal or typical? Results of research indicate that not all figurative language emotion and thw conceptualization of metaphorical emotions has universal character."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25898
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Keaspekan merupakan salah satu makna kewaktuan yang bersifat semesta. Baik bahasa beraspek maupun bahasa takberaspek mampu mengungkapkan makna keaspekan tersebut. Keterkaitan antara keaspekan dan makna kewaktuan lain, yaitu keaksionalan dan kekaiaan, menyebabkan banyak ahli bahasa merumuskan ketiga konsep tersebut secara tumpang tindih. Di satu kelompok mereka merasa tidak perlu memisahkan keaspekan dan keaksionalan (lihat Verkuyl 1993), sementara kelompok lain berpendapat bahwa keaspekan, keaksionalan, dan kekaiaan harus diperlakukan sebagai konsep yang terpisah (lihat Bache 1997).
Penelitian ini bertujuan meneliti kesemestaan konsep keaspekan, khususnya keimperfektifan, dengan berpijak pada pendapat yang menyatakan bahwa keaspekan harus dipisahkan dari keaksionalan dan kekalaan meskipun ketiganya berhubungan sangat erat. Ancangan tersebut acapkali disebut sebagai ancangan komposisional.
Dengan menggunakan ancangan tersebut, kita dapat menentukan makna dasar keaspekan dan makna yang dihasilkan dari interaksi antara keaspekan, keaksionalan, dan kekalaan. Sifat kesemestaan tersebut diuji dengan menggunakan metode analisis kontrastif, yaitu membandingkan dua bahasa yang sistem pengungkapan keimperfektifannya berbeda. Kedua bahasa itu ialah bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris adalah contoh bahasa beraspek. Dalam mengungkapkan keimperfektifan, bahasa tersebut mempunyai peranti gramatikal yang berupa bentuk progresif, yaitu be-ing yang melekat pada predikat verba. Sementara itu, bahasa Indonesia adalah contoh bahasa takberaspek. Untuk mengungkapkan keimperfektifan, penutur bahasa Indonesia menggunakan pemarkah leksikal tertentu.
Penggunaan novel berbahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai data didasari oleh kesistematisan pengungkapan keimperfektifan dalam bahasa Inggris, sementara dalam bahasa Indonesia, pemarkahan keimperfektifan yang sistematis, setahu saya, belum dirumuskan. Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini juga mempunyai tujuan menemukan pemarkah pemarkah yang berpotensi mengungkapkan keimperfektifan dalam bahasa Indonesia, serta merumuskan persamaan dan perbedaan sistem pengungkapan keimperfektifan tersebut.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara konseptual, bahasa Indonesia mampu mengungkapkan makna dasar keimperfektifan serta maka hasil interaksi antara keaspekan, keaksionalan, dan kekalaan yang terdapat dalam metabahasa dan dalam bahasa Inggris. Perbedaan sistem pengungkapan yang ditemukan disebabkan oleh perbedaan fungsi pragmatis antara dua bahasa tersebut. Di dalam bahasa Inggris, persesuaian antara bentuk progresif dan pemunculan elemen-elemen tertentu menentukan kegramatikalan suatu kalimat atau klausa. Sebaliknya, jika elemen-elemen yang mengimplikasikan keimperfektifan muncul dalam kalimat/klausa bahasa Indonesia, pemarkah keimperfektifan tidak harus diungkapkan secara eksplisit. Kesan bahwa penutur bahasa Indonesia merasa tidak perlu menggunakan alat keaspekan dalam berkomunikasi disebabkan oleh keleluasaan penutur dalam mengungkapkan situasi secara netral. Dalam bahasa Inggris, penutur jarang mengungkapkan situasi secara netral karena penggunaan bentuk verba simpleks atau progresif menghasilkan tafsiran pemfokusan situasi tertentu atau menghasilkan tafsiran penggambaran situasi yang legap. Oposisi bentuk verba simpleks vs. verba progresif dengan kala kini menghasilkan oposisi makna keimperfektifan vs. kehabitualan, sedangkan oposisi bentuk verba simpleks vs. verba progresif dengan kala lampau menghasilkan oposisi makna keimperfektifan vs. keperfektifan.
Perbedaan lain disebabkan oleh sifat pertelingkahan antara pemarkah keimperfektifan dengan elemen-elemen lain yang berbeda antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Inggris, kata still atau always dapat berkombinasi dengan predikat verbal berbentuk progresif, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata masih atau selalu harus berkombinasi dengan bentuk predikat simpleks. Sebaliknya, di dalam bahasa Indonesia, pemarkah keimperfektifan dapat berkombinasi dengan predikat nonverbal, sedangkan di dalam bahasa Inggris, tipe kombinasi itu hampir tidak ditemukan.

Aspectuality is one of the universal temporal-meanings found both in an aspect language and in a nonaspect language. The other temporal meanings are actionality and temporality. They are realized grammatically or lexically. The three meanings interact closely to express a situation perceived by the lectionary agent in a sentence or a clause. The close relationship has caused some grammarians conceive aspect and tense as the same concept (Comrne 1976:1). Other grammarians such as Lyons (1977), Alive (1992), and Verkuyl (1993) have also conceived the concept of aspectuality and actionality as one concept with different realizations.
Beside the two groups, there are other grammarians such as Brinton (1988), Smith (1991), and Bache (1997) that have treated actionality and aspectuality as different concepts, Their argument was aimed to solve the problem of the confusing definitions of aspect and Aktionsart. Bache (1997:12) even said that aspect, action, and tense should be kept distinct as separate categories.
This research aimed at proving that the features of the universal concept of aspectuality, especially imperfectivity can be expressed in a non-aspect language. This research is based on the notional approach that differenciates aspectuality from actionality and temporality in a sentence. The three meanings interact thightly. By using that approach, we could establish the basic meaning of aspectuality and meanings derived from the interaction among aspectuality, actionality, and temporality of object languages.
To analize the universal meanings, I contrasted two object languages, English and Indonesian, which have different systems of expressing imperfectivity. English is an example of an aspect language. It has a grammatical form to express imperfective meaning. That form is be-ing embedded in a verbal predicate. In contrast, Indonesian is one of the nonaspect languages. It expresses the imperfective meaning by using certain lexical markers.
The data contrasted consist of some English sentences and their translations in Indonesian, I chose the type of the data because I assumed that imperfectivity is expressed systematically in English, whereas, as far as I know, the system of expressing imperfectivity in Indonesian has not been established systematically. Based on the fact above, the aim of this research is also to find out the potential imperfective marker of Indonesian. By finding out the markers, we could describe the similarities and the differences of the two systems. The result could be used as a test frame to prove whether Indonesian sentences or clauses theoretically containing the imperfective markers are always translated into English by using progressive form.
One of he findings of the research showed that Indonesian could express both the basic imperfective meaning and their interactional meaning as English does. The different system of expressing imperceptivity is as a result of the different feature of grammaticality and pragmatically function between the two languages. In English, the concord relation between the progressive form and the occurrence of the other Imperfectives, Meaning, English Language, Indonesian Language, Aspectuality, Novel, Translations, 1999.
LINGUISTICS
sentential elements concerns the grammatical acceptability of a sentence. On the contrary, the imperfective markers in Indonesian could be expressed explicitly or implicitly whenever there are other elements that imply the imperfective meaning.
An opinion that Indonesian speakers do not need aspectual markers in an act of communication is due to the fact that generally they express a situation without focusing on a particular situation. In English, it is difficult to get examples of expressing a situation without giving a certain focus.
The other difference concerns the different incompatibility of the imperfective markers and other sentence elements between English and Bahasa Indonesia. In English, we could combine adverbs still or always with the progressive verb. In bahasa Indonesia, the words masih and selalu are usually incompatible with an imperfective marker such as sedang. In Indonesian, we could combine the imperfective markers such as sedang, masih, and lagi with a nonverbal predicate, whereas we have hardly ever found the combination in English."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnetia Maria Cecilia Hermina Sutami
Jakarta: UI-Press, 2003
PGB 0255
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Laksman-Huntley
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>