Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Kurniawan
"Mekanisme hubungan kerja antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Poiri dalam proses penyidikan tindak pidana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Hubungan kerja tersebut meliputi pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberian petunjuk, bantuan penyidikan (berupa bantuan teknis, bantuan taktis atau bantuan upaya paksa), penyerahan berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti, penghentian penyidikan, serta pelimpahan proses penyidikan tindak pidana. Dalam praktek di lapangan, hubungan kerja tersebut seringkali tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga menjadi penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana.
Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan aplikasi hubungan kerja penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Polri dalam proses penyidikan tindak pidana yang terjadi selama ini. Fokus tesis ini adalah hubungan kerja dalam bentuk koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh penyidik Polri pada Seksi Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan menerapkan beberapa teknik pengumpulan data berupa pengamatan, wawancara dengan pedoman, dan kajian dokumen. Metode tersebut dipilih karena sifat dari masalah penelitian ini memerlukan pendalaman di mana peneliti harus memusatkan perhatiannya pada konteks yang dapat membentuk pemahaman mengenai fenomena yang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan kerja dalam bentuk koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh penyidik Polri dalam proses penyidikan tindak pidana belum seluruhnya berjalan dan bahkan ada yang tidak berjalan sama sekali, sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa aplikasi hubungan kerja tersebut telah menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang ada. Hal ini disebabkan adanya perbedaan batas-batas kewenangan yurisdiksi dari masing-masing aparat penegak hukum, tidak efisiennya koordinasi dan pengawasan yang dilakukan penyidik Poiri terhadap penyidik pegawai negeri sipil, adanya perbedaan persepsi-dari instansi lain terhadap penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik Polri, dan tidak adanya ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap penyimpangan hubungan kerja yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut.
Implikasi dari tesis ini adalah perlunya perubahan terhadap ketentuanketentuan yang mengatur tentang mekanisme hubungan kerja antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Polri agar tidak menghambat proses penyidikan tindak pidana dan tidak menyimpang dari ketentuan perundangundangan.
Daftar Kepustakaan : 22 buku + 18 perundang-undangan + 3 bacaan dari internet + lampiran-lampiran."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Hartanto
"Tesis ini tentang peran penyidik dan penyidik pembantu dalam penyelesaian tindak pidana penipuan dan penggelapan yang difokuskan pada peran yang dimainkan ( role playing ) oleh penyidik dan penyidik pembantu. Tesis ini disusun berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, melalui metode etnografi dimana teknik pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan dokumen, pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara.
Tesis ini menunjukan bahwa didalam laporan tindak pidana penipuan dan penggelapan terbentuk suatu lingkungan sosial yang didalamnya terdapat struktur sosial dimana pada lingkungan tersebut terdapat jaringan sosial yang terjadi karena ada hubungan sosial antara penyidik atau penyidik pembantu dengan atasannya, hubungan atasan penyidik dengan pihak yang berperkara (pihak pelapor dan pihak orang yang dilaporkan), hubungan penyidik atau penyidik pembantu dengan pihak penegak ketentuan peran dan hubungan penyidik atau penyidik pembantu dengan pihak berperkara yang kemungkinan satu kelompok dalam lingkungan sosial lain dalam kehidupannya sebagai manusia. Pada hubungan ini terjadi pertukaran sumber daya dan hubungan kekuasaan-ketergantungan yang mana hubungan tersebut pada dasarnya merupakan tata hubungan antar peran. Pada posisi penyidik dan penyidik pembantu sebagai pelaksana proses penyidikan mereka bertindak sebagai aktor dan individu lain sebagai target. sebagai seorang aktor, penyidik dan penyidik pembantu diminta untuk melakukan peran tertentu oleh individu lain. Peran yang diharapkan tidak selalu sesuai dengan ketentuan didalam proses penyidikan (ketentuan peran) sehingga timbul konflik antar peran ketika terjadi pertentangan diantara peran yang diharapkan berkaitan dengan peran mana harus dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu. Pada kondisi seperti ini penyidik dan penyidik pembantu akan mempertimbangkan pengambilan peran berdasarkan kekuasaan dan ketergantungannya pada seseorang. Tingkat kekuasaan dan ketergantungan dapat dianalisa dengan memperhitungkan sumberdaya yang dipertukarkan, nilai sumber daya dan keberadaan serta keterbatasan sumber daya dimana pada akhirnya dapat diketahui keberadaan persediaan ( supply ) dan permintaan ( demand) seorang penyidik dan penyidik pembantu terhadap suatu sumber daya.
Sumber daya yang dipunyai ( supply) oleh seorang penyidik dan penyidik pembantu adalah kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum selama dalam proses pidana sebagai proses awal untuk menentukan seseorang berbuat atau tidak berbuat suatu tindak pidana disamping itu selama melaksanakan proses pidana secara hukum ia diberikan kesempatan untuk menggunakan atau tidak menggunakan kewenangan tertentu misalnya kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan, penangguhan penahanan, penyitaan, dan lain-lain dimana kewenangan tersebut berhubungan dengan kepentingan atau kebutuhan orang lain sedangkan sumber daya yang dibutuhkan ( demand) oleh penyidik dan penyidik pembantu sebagai manusia yang mempunyai berbagai lingkungan sosial secara umum sama. Sumber daya tersebut berbentuk pertama kebutuhan biologi atau kebutuhan primer. Kedua Kebutuhan sosial atau kebutuhan sekunder. :Ketiga Kebutuhan adab atau kemanusiaan.
Pada jaringan sosial yang terjadi karena hubungan antar peran, peran yang dimainkan (role playing ) oleh penyidik dan penyidik pembantu dalam penyelesaian tindak pidana penipuan dan penggelapan dipilih peran dari yang berasal dari posisi yang menguntungkan ( posisi yang menyediakan demand / kebutuhan sumber daya yang bernilai ) bagi penyidik dan penyidik pembantu sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan hidup. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan sikap dan perilaku atasan, Penegak ketentuan hukum ( ketentuan peran ), Motivasi dari diri pribadi. Berdasarkan hal ini peran yang dimainkan tidak selalu sesuai dengan ketentuan peran ( peraturan atau ketentuan hukum) sehingga terbentuk peran-peran yang mungkin salah satunya dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu. Peran tersebut adalah peran sebagai fasilitator, peran sebagai mediator, peran sebagai alat bagi kepentingan pihak tertentu dan sebagai penegak hukum.
Kepustakaan : 83 Buku + 30 Dokumen + 9 Internet."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Idris
"Secara khusus tesis ini meneliti tentang koordinasi antara penyidik dan oditur militer dalam penyelesaian perkara di daerah hukum Pengadilan Militer 11-08 Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut . (1) Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana koordinasi antara penyidik dan Oditur Militer dalam penyelesaian Perkara di Daerah Hukum Pengadilan Militer 11-08 Jakarta, (2) Untuk mengetahui dan menggambarkan hambatan dalam melakukan koordinasi tersebut, (3) Untuk mengetahui dan menggambarkan kebijakan apa yang telah ditempuh dalam mengatasi hambatan tersebut, (4) Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana pengawasan oditur militer terhadap berkas perkara yang dikembalikan kepada penyidik.
Dalam Sistem Peradilan Pidana Militer, oditur militer bukanlah yang berwenang menentukan apakah suatu perkara pidana dilimpahkan ke peradilan militer seperti pada Kejaksaan artinya meskipun sebelumnya Perwira Penyerah Perkara meminta saran pendapat hukum oditur militer karena sifatnya saran pendapat jadi tidak mengikat, akhirnya Perwira Penyerah Perkara juga menentukan. jika terdapat pertentangan antara oditur militer dengan keputusan Perwira Penyerah Perkara maka perbedaan pendapat tersebut diputus oleh Pengadilan Militer Utama. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997.
Hasil penelitian menunjukan bahwa koordinasi antara penyidik dan oditur militer belum berjalan sebagaimana yang telah ditentukan Hukum Acara Pidana Militer. Hambatan yang paling mendasar adalah menyangkut sarana dan komunikasi. Sedangkan upaya yang dilakukan adalah dengan terus meningkatkan koordinasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syam Ramadhan Putra
"Penelitian ini membahas bagaimana pengaruh Elektronik Manjemen Penyidikan (EMP) terhadap efektivitas kinerja dari penyidik SUBDIT JATANRAS Polda Metro Jaya. Kemudian penelitian ini juga akan menguku secara empirical mengenai implementasi EMP dengan substansi visi dan misi kepolisian Republik Indonesia atau POLRI yang tertuang dalam program PROMOTER. Analisa awal menunjukkan bahwa dengan adanya EMP penyidik di SUBDIT JATANRAS Pola Metro Jaya dapat menyelesaikan proses penyidikan lebih efisien dan meningkatkan kinerja penyidik. Namun demikian, belum terdapat indikator yang diukur secara empirik mengenai factor yang menyebabkan EMP menjadi pendorong dalam efektivitas kinerja penyidik. Selain itu, penerapan IT merupakan hal yang dituntut untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat modern yang sangat kompleks. Oleh karenanya, perlu diuji apakah EMP merupakan tuntutan perubahan zaman yang dibutuhkan oleh penyidik, dan apakah EMP telah merepresentasikan kebutuhan POLRI dalam visi misi yang tertuang secara komprehensif pada PROMOTER. Penelitian ini menggunakan mix-method research yang mana data kuantitatif melalui kuesioner akan diukur secara numerical dan menemukan indikator yang perlu di gali lebih jauh mengenai implementasi EMP. Penelitian ini menggunakan tiga teori yang spesifik menjelaskan pengaruh implementasi IT di kepolisian, teori efektivitas kinerja di departemen kepolisian yang membahas manajemen system informasi, dan konseptual mengenai strategi manajemen strategis, yang mana akan menjawab indikator-indikator dalam kuesioner. Penelitian ini akan menemukan factor yang spesifik terhadap efektivitas kinerja penyidik melalui penerapan EMP. Hal ini akan menunjang perbaikan system dan improvisasi kelembagaan jika peneliti menemukan indikator yang kurang memenuhi tujuan dari program PROMOTER dan efektivitas kinerja penyidik.

This research is a descriptive explanatory to answer how the impact of IT implementation that represented by Elektronik Manajemen Penyidikan (EMP) towards the effectivity performances of investigator personnel at SUBDIT JATANRAS Polda Metro Jaya. Furthermore, this research will examine the effectiveness indicators through perspective of PROMOTER agenda and examines that with empirical evidence that found by field study through this research. The initial findings that became this research foundation for research questions found that the EMP implementation shows its effectiveness by examine through job performances quality of the investigators at SUBDIT JATANRAS Polda Metro Jaya. However, this IT implementation among the investigation has been never evaluate yet or even reviewed by recent research. Moreover, the EMP implementation was not the only factor that could works to examine investigators performance. There are several factors that could be another reason why the effectivity of SUBDIT JATANRAS Polda Metro Jaya increasing, such as the line goals of PROMOTER that complemented the EMP implementation. Therefore, this research will not only measure the EMP implementation, yet the other factors such as PROMOTER agenda. Since EMP was implemented while the PROMOTER also pushed by the POLRIs structure which one of the agenda is to answer the society complexity that also has effects to the police performance. This research employs several theories and concept that usually also employed by recent research about measuring IT implementation among police officers. Those theory and concepts such as IT implementation for law enforcement, data management, theory of police effectivity, and the management strategic concept. This research also will employ mixed-method research, where the quantitative will answer this research by numerical measurement, and the qualitative will completing and explaining what numerical data has found. From comprehensive data gathering, this research aims to evaluate the EMP implementation among SUBDIT JATANRAS Polda Metro Jaya and found the most and the lowest indicators that could improving the EMP implementation."
Jakarta: Sekolah kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rachmawati
"Masalah illegal logging adalah masalah yang yang harus dicermati dan diberi perhatian khusus. Selain dampaknya yang luar biasa terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang, juga keterlibatan pelaku yang sangat banyak. Dampak kerusakan hutan yang terjadi akan menimbulkan kurang tertahannya resapan air tanah oleh pohon-pohon di kawasan hutan sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dampak lain juga terhadap habitat hutan yang apabila tidak sesuai dengan penggunaannya dapat penghilangkan spesies yang dilindungi. Jika ditinjau dari keterlibatan pelaku, maka yang berkontribusi dalam tindak pidana illegal logging sangatlah banyak, dari penduduk lokal yang menyediakan jasa pemotongan dan pembukaan lahan, penyedia jasa angkutan berupa truk dan kapal sampai indikasi keterlibatan aparat dalam mengeluarkan ijin. Hal itu membuat sulitnya memberantas tindak pidana illegal logging sampai keakar-akarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana hubungan antara penyidik Polri dan penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam tindak pidana illegal logging menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan fungsi penyidik yang sangat penting dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging. Adanya 2 (dua) aparat yang memiliki kewenangan yang sama dalam melakukan penyidikan membuat adanya kerancuan dalam hal tugas dan kewajiban siapakah untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging. Kewenangan khusus yang telah diberikan undang-undang Kehutanan kepada penyidik PPNS ternyata tidak menjadikan penyidik PPNS berperan lebih daripada penyidik Polri. Dalam penanganan proses penyidikan illegal logging, penyidik Polri tetap mendapat porsi besar untuk melakukan penyidikan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdul Mun`im
"Koordinasi dan pengawasan penyidik Polri terhadap proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah diatur dalam KUHAP, UURI Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, dan Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, serta Peraturan Kapolri Nomor 20 tahun 2010 tentang Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Penyidikan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Koordinasi tersebut meliputi kegiatan pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberian bantuan penyidikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (berupa bantuan teknis, bantuan taktis, bantuan upaya paksa, dan bantuan konsultasi), penyerahan berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti, penghentian penyidikan, tukar menukar informasi, rapat secara berkala, dan penyidikan bersama. Sedangkan pengawasan meliputi kegiatan menghadiri dan memberikan petunjuk dalam gelar perkara yang dilaksanakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, meminta dan meneliti laporan kemajuan penyidikan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil, bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil meneliti berkas hasil penyidikan lalu meneruskan kepada Penuntut Umum, melakukan supervisi bersama ke jajaran Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai permintaan pimpinan instansi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, melakukan pendataan jumlah, instansi dan wilayah penugasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, penanganan perkara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan bantuan penyidikan, serta menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Dalam praktek di lapangan, koordinasi dan pengawasan tersebut tidak terlaksana secara optimal, bahkan ada yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk menunjukkan pelaksanaan koordinasi dan pengawasan penyidik Polri pada Seksi Korwas PPNS Dit Reskrimsus Polda Jabar terhadap proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di daerah hukum Polda Jabar yang terjadi selama ini. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif melalui beberapa teknik pengumpulan data berupa pengamatan, wawancara, dan studi dokumen. Metode tersebut dipilih karena masalah yang diteliti termasuk katagori penelitian tindakan yaitu merupakan refleksi antara teori dan praktek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi dan pengawasan penyidik Polri terhadap proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di daerah hukum Polda Jabar belum berjalan secara optimal, bahkan ada yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Coordination and Controlling function of the Police Investigators on the process of criminal investigations by the Civil Servant Investigators has been regulated in the Criminal Law Code of Criminal Procedure, Law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2002 on the Indonesian National Police, and the Regulations of the Indonesian National Police Chief number 6 of 2010 concerning investigations management by the Civil Servants investigators and the Regulation of the Indonesian National Police Chief number 20 of 2010 on Coordination, Supervision and Development Investigations for Civil Servants Investigators.
Coordination activities include notification of commencement of the investigation, providing investigative assistance to the civil servants Investigator (in the form of technical assistance, tactical aid, relief efforts to force, and consulting assistance), submission of case files, the transfer of suspects and material evidence, termination of the investigation, information exchange, regular meetings, and joint investigations. While controlling function includes to attend and give instructions in case the title is held civil servant investigator, ask for and examine the progress of the investigation report of the civil servant investigators, examine the results of the investigation file and then going to the General Prosecutor, with the ranks of supervision civil servant investigators as requested by agency investigators led civil servants, perform data collection on the number of civil servant investigator, institution and area of assignment civil servant investigator, handling the case made by the civil servant investigators and aid the investigation, and analyze and evaluate the implementation of the investigation by the civil servants investigators. In practice in the field, coordination and controlling function does not ensure an optimal, even in defiance of regulations.
This thesis aims to demonstrate the implementation of coordination and control conducted by Investigators of Indonesian National Police in Section Coordination and Controlling the civil servant investigators, Directorate of Special Criminal Investigation at Indonesian National Police in West Java to civil servant investigators in the process that occurred during this investigation. The research method used is qualitative research methods through data collection techniques, is observation, interviews and document studies. This method was chosen because of the problems examined include the category of action research is a reflection of theory and practice.
The results show that the coordination and control of police investigators to the process of criminal investigations conducted by the Civil Servant investigators in the Law of the Republic of Indonesia Police Region of West Java is not running optimally, and even some that are not appropriate statutory provisions in force.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29688
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Sumantri
"Tesis ini adalah tentang penyelidik swasta dalam mengungkap tindak pidana. Perhatian utama tesis ini adalah pada keberhasilan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik swasta dalam mengungkap tindak pidana di bidang HAKI.
Tesis ini untuk menunjukkan bahwa keberhasilan penyelidik swasta mengungkap tindak pidana di bidang HAKI, merupakan tindakan-tindakan penyelidik swasta secara individual melakukan penyelidikan sesuai dengan yang ditugaskan oleh pimpinan organisasi, dengan menggunakan tehnik dan pendekatan metode ilmiah yang di dukung oleh proses manajemen dan sumber daya manusia yang berkualitas serta pembiayaan penyelidikan yang memadai dari perusahaan.
Masalah penelitian dalam tesis ini adalah keberhasilan penyelidik swasta dalam mengungkap tindak pidana di bidang HAKI, meskipun tanpa memiliki suatu kewenangan penegakkan hukum seperti layaknya penyelidik Polisi. Sedangkan pertanyaan dari tesis ini adalah mengapa penyelidik swasta dapat mengungkap kasus-kasus yang diterima dari pimpinan organisasinya dapat berhasil.
Dalam tesis ini, keberhasilan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik swasta, dari prespektif penyelidik swasta, oleh karena itu saya menggunakan metodelogi etnografi, yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan dan wawancara dengan pedoman untuk mengungkapkan tindakan-tindakah individu penyelidik swasta dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh para individu penyelidik swasta.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa tindakan penyelidik swasta secara individu berhasil mengungkap kasus-kasus yang diberikan oleh pimpinan organisasinya dengan menggunakan tehnik dan pendekatan metode ilmiah, dan individu-individu penyelidik swasta memiliki kemampuan intelektual, yaitu mempunyai inisiatif, kreatifitas, ketabahan, ketekunan, kemampuan menyusun serta manjalankan strateginya sesuai dengan lingkungan kasus yang ditangani, kemampuan berkomunikasi untuk membangun jaringan sosial dengan individu dan individu organisasi atau institusi lainnya yang berkaitan dengan pekerjaannya sehingga jaringan sosial tersebut menjadi jaringan informannya, dan kemampuan untuk bekerja sama di antara sejawat serta untuk mendukung mobilitas penyelidikan dibutuhkan pula kemampuan fisik yaitu kesehatan, daya tahan tubuh dan tenaga.
Dan yang mendukung keberhasilan pengungkapan kasus oleh individu penyelidik swasta, adalah manajemen yang profesional. Salah satu yang terpenting dari kegiatan manajemen adalah melakukan identifikasi dan menentukan sasaran-sasaran yang harus dicapai secara jelas serta pelaksanaannya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, merubah perilaku individu menjadi perilaku organisasional dengan memberikan penguatan-penguatan, untuk menunjang operasional pengungkapan kasus di dukung dengan pembiayaan yang memadai sesuai dengan kebutuhan penyelidik.
Implikasi tesis ini adalah perlunya pembenahan dalam organisasi penyidikan yaitu dengan pemisahan fungsi penyidikan dan fungsi penyelidikan, manajemen dilaksanakan secara profesional dan di dukung dengan biaya penyelidikan yang memadai, serta perlunya hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antara penyelidik swasta dengan Satuan Reserse dan pembinaan terhadap penyelidik swasta untuk memperkuat jaringan informasi untuk pengungkapan kasus tindak pidana."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T7587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Sonita
"ABSTRAK
Penelitian dilakukan pada analisis kerja PPNS Pemda Bekasi, tefokus pada tiga indikator yaitu: a. Kelembagaan/organisasi, b. Motivasi, dan c. Koordinasi. Sedangkan terhadap penegakan peraturan Daerah. Penelitiannya difokuskan pada: a. Ketaatan Masyarakat terhadap Perda, b. Penyidikan terhadap Pelanggaran Perda.
Pendekatan yang dilakukan dalam mengungkapkan fakta dalam penelitian digunakan metode deskriptif yaitu hanya menggambarkan apa adanya tentang keadaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kinerja PPNS Pemda Bekasi belum efektif. Adapun penyebab belum efektif kinerja Penyidik PNS Pemda Bekasi dalam penegakan peraturan daerah, dapat dikemukakakn hal-hal sebagai berikut:
1. Di bidang organisasi atau kelembagaan, terdapat sejumlah masalah/ kesulitan. Satu diantaranya yaitu: kurang ada prioritas dalam mendukung tugas-tugas PPNS, baik yang menyangkut dana maupun dalam tata pelaksanaan tugas, dengan kata lain, kurang keseriusan dalam pembinaan PPNS Pemda Bekasi secara organisatoris.
2. Di bidang Motivasi menunjukkan kecenderungan motivasi PPNS Pemda Bekasi yang rendah, sebagai akibat yang ditimbulkan oleh masalah yang ada di bidang organisasi.
3. Di bidang Koordinasi, khususnya dalam aspek : a. Keterpaduan kegiatan tergolong "Kurang Baik", b. Keterpaduan Waktu dan Pelaksanaannya tergolong "Kurang Jelas", c. Keterpaduan Sasaran dan Tujuan, tergolong "Kurang Jelas"
Saran pemecahan atas masalah yang disebutkan di atas dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. PPNS Pemda Bekasi perlu diupayakan menjadi unit kerja yaitu Dinas Otonom agar Rentang Manajemen dapat berfungsi dan efektivitas organisasi dapat dicapai.
2. Dengan menjadikan PPNS Pemda Bekasi menjadi Dinas Otonom, Rentang Manajemen dapat berfungsi, maka pegawai lebih termotivasi dalam bekerja
3. Dalam Bidang Koordinasi, tiga hal dapat dilaksanakan yakni :
a. Keterpaduan Kegiatan, yaitu menjalin komunikasi dengan semua unit kerja terkait, sebagai mekanisme yang baik untuk menciptakan koordinasi kegiatan kerja.
b. Keterpaduan Waktu dan Pelaksanaan, yaitu pengaturan yang baik terhadap waktu yang akan digunakan dan pelaksanaannya melalui tiga tahap yakni : (1) kegiatan yang akan dikerjakan harus dipecah menjadi tugas-tugas tersendiri, (2) kegiatan tersebut ditempatkan secara logis dan berurut dan terpadu, (3) lamanya waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan ditaksir.
c. Keterpaduan sasaran atau tujuan yaitu memberdayakan semua potensi yang ada di dalam organisasi secara terpadu ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan organisasi yang sudah ditetapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heidi Melissa
"Kenaikan harga obat-obatan akibat melemahnya Rupiah terhadap dolar mengundang para sindikat pemalsu obat bergerilya untuk membuat produk palsu. Masalah obat palsu di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah tentang Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dan beberapa peraturan lain. Untuk menangani peredaran obat palsu di Indonesia, diperlukan keterlibatan pihak pemerintah seperti Departemen Kesehatan, Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan, Kepolisian, dan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Dalam Undang-undang Kesehatan, guna melindungi masyarakat dan menegakkan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan obat, maka ditunjuk penyidik selain penyidik pada tindak pidana umumnya. Penyidik yang dimaksud adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Kesehatan. Akan tetapi dengan timbulnya Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang diganti dengan Keputusan Presiden No. 105 Tahun 2001, maka Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berubah menjadi Badan Pengawas Obat Dan Makanan, yaitu sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah Presiden dan tidak lagi menjadi bagian dari Departemen Kesehatan. Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pemalsuan obat masih banyak mengalami kesulitan, antara lain kedudukannya yang dianggap tidak memiliki dasar hukum. Masih banyaknya para pelaku pemalsuan obat yang tidak dihukum atau dipidana dengan hukuman yang sangat ringan, juga menjadi penyebab maraknya tindak pidana pemalsuan obat di Indonesia. Oleh karenanya, dalam skripsi ini mencoba membahas bagaimana tugas dan kewenangan pejabat Badan Pengawas Obat Dan Makanan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan tindak pidana pemalsuan obat, dengan contoh kasus tindak pidana pemalsuan obat yang dilakukan oleh terdakwa Doris Leman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>