Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146779 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riyanto
"At present state revenues from taxation form the backbone of state budgets and in fact in terms of percentage, such revenues continue to increase from year to year. For this reason, the Directorate General of Taxation has made continued efforts to reach potential taxes which are somewhat hidden. One source of these taxes which can be collected to help increase revenues is the party which or who makes a gain on auction transactions.
An auction is any sale of goods to the public through oral as well as written bids and the gathering of bidders by auctioneers. Public auctions generate certain advantages over ordinary auctions.
As of 1996 the Indonesian Government has deregulated the auction field whereby the private sector has been allowed to engage itself there. Until then, auctions were conducted only through state auction houses.
Given the advantages and deregulation above and the fact that there has been a significant increase in the number of voluntary auctions from year to year which have been conducted through auction houses, private and public, sale by auction may be considered a promising method in the future.
In general there are two types of goods which may be put on auction, movable and immovable goods. The current tax rules which apply to auctions are those concerning income taxation on the transfer of titles to land and/or buildings, or stated in other words, immovable goods, such that there have been no tax rules concerning movable goods.
1n order to determine who the highest bidders are, auction officials refer to the price limits set by goods owners. These limits are the minimum amounts demanded by the owners. in general these limits are set by the owners (a little) above benchmarks. The difference which may occur is an added economic value to owners.
This research has been aimed at identifying (1) whether there is potential taxable revenue from auction transactions, (2) the amount of potential tax which may be collected from the auctions of movable goods, and (3) any tax policy which may effectively be applied to auction transactions.
The research employed a descriptive and analytical method. In order to help validate the method, the author used tables and statistic test (t-test) to find the difference in tax potential between immovable and movable goods. And to determine tax potential, trend analysis is used.
Based upon the results of the t-test, the author concludes that the difference between the prices of movable and immovable goods is not significant.
The result of trend analysis for the next five semesters on voluntary auction, from the firs semester 2004 until the second semester 2006, produce income tax potential amounted Rp58.759,15 million.
Convenience is one of the tax collection principles whereby the government should take into account the convenient times for taxpayers. These times may be realized through levying tax at source. For this reason, it should auction officials who collect taxation given the fact that any payments which flow from the hands of highest bidders to goods owners should be acknowledged by these officials.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Winarti
"Penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 ditargetkan sebesar 70 % dari seluruh penerimaan. Posisi ini menggantikan pinjaman luar negeri yang selama ini mendominasi sumber penerimaan dalam APBN. Oleh karena itu segala upaya untuk mencapai target tersebut harus diusahakan untuk menjamin keamanan APBN.
Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang umum dikenal adalah intensifikasi dan eksensifikasi. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih dari krisis moneter dan untuk mewujudkan sistim perpajakan yang adil, dimana semua Wajib Pajak yang berpenghasilan sama harus dikenakan pajak yang sama, maka penulis berusaha melakukan penelitian yang mendiskripsikan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak penghasilan dengan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah Wajib Pajak berhasil ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatkan penerimaan negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak Wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. Oleh karena itu ekstensifikasi yang dilakukan harus ditindak lanjuti dengan intensifikasi.
Untuk meningkatkan kinerja maka dipaparkan bagaimana National Tax Administration Jepang memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui public relation yang baik dan sosialisasi yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan kewajiban Perpajakannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Aryanid
"Skripsi ini membahas mengenai perubahan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas Pegawai Negeri Sipil golongan III yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan dasar pertimbangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan perbedaan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas honorarium dan imbalan lain yang diterima Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV, menganalisis bagaimana implementasinya, dan menjelaskan dampak kebijakan perbedaan tarif Pajak Penghasilan final tersebut terhadap take home pay Pegawai Negeri Sipil. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan perbedaan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas honorarium dan imbalan lain yang diterima Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV adalah untuk menciptakan rasa keadilan bagi masing-masing golongan. Implementasi dari kebijakan perubahan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas honorarium dan imbalan lain yang diterima Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV yaitu atas golongan III dikenakan tarif 5% dan golongan IV dikenakan tarif 15%.
Dampak yang ditimbulkan dengan adanya perbedaan tarif tersebut yaitu terjadi ketimpangan take home pay antara Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV karena perbedaan tarif dibedakan berdasarkan golongan, bukan berdasarkan jumlah honorarium dan imbalan lain yang diterima. Hendaknya pemerintah dalam membuat kebijakan diikuti dengan pengetahuan mengenai besaran honorarium dan imbalan yang diterima Pegawai Negeri Sipil sehingga tidak terjadi ketimpangan take home pay.

This paper will discuss withholding tax income art. 21 final of tariff alteration on 3rd rank of Public Servants that had been regulated in a Government Regulation number 80, year of 2010 which has been applied since 1 January 2011. The purpose of this research is to explain a government's base consideration in implementing of withholding tax income art. 21 final of tariff differentiation policy over honorarium and other rewards where the 3rd and 4th rank of Public servants received, and to analyze on how to implement it and elaborates the impact of this withholding tax income final of tariff differentiation against their take home pay. This research is using a qualitative method by descriptive research type.
Research output has concluded that government's basic consideration during implementing withholding tax income art. 21 final of tariff differentiation policy over other rewards and honorarium that shall be received by 3rd and 4th rank public servants were to build an equal justice to the grade respectively. Withholding tax income art. 21 final of tariff alteration policy implementation over other rewards and honorarium which had been received by 3rd and 4th rank of public servants state that 3rd rank will be taxed on 5% rate and 15% for 4th rank.
A consequences had incurred of tariff differentiation shows that there is a take home pay imbalances among 3rd and 4th rank of public servants since tariff differentiation is differed based on grade not by other rewards and honorarium. Supposedly for the government in making of policy shall be followed by knowledge of rewards and honorarium measurement for Public Servants in order to prevent a take home pay imbalances.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siringo Ringo, Basri
"Potensi penerimaan pajak dari High Net Worth Individual (HNWI) masih dapat dioptimalkan dikarenakan persentase penerimaannya masih lebih kecil dari WP Badan sehingga unit khusus yang mengadministrasikan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) HNWI memiliki peranan yang cukup penting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis optimalisasi pemungutan Pajak Penghasilan HNWI di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Empat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil menunjukkan pemungutan PPh WP OP HNWI di KPP WP Besar Empat kurang efektif berdasarkan kerangka evaluasi teori efektivitas organisasi (Campbell, 1974). Keberhasilan program bernilai belum efektif dikarenakan masih terdapat Wajib Pajak Nonefektif dan beberapa Klasifikasi Lapangan Usaha tidak menggambarkan HNWI. Keberhasilan sasaran belum efektif dalam pertumbuhan penerimaan PPh WP OP HNWI namun kepatuhan WP OP HNWI bernilai efektif. Kualitas input dan output juga cukup efektif dengan sedikitnya jumlah SP2DK dari Account Representative yang diusulkan pemeriksaan namun porsi pemeriksaan terhadap WP OP dari pemeriksa masih rendah. Porsi penerimaan PPh WP OP HNWI dari target masih rendah sehingga dinilai kurang efektif.

Potential tax revenue from High Net Worth Individuals (HNWI) can be optimized since the percentage of its revenue still lower than Corporate Tax revenue thus special unit administrating HNWI has a significant role. The aim of this study is to analyze the optimization of Income Tax collection from HNWI at the Tax Service Office (KPP) of the Large Tax Office Four (LTO 4). This research uses a qualitative method with descriptive analysis. The results indicate that the collection of Income Tax from Individual Taxpayers from HNWI at the LTO 4 is less effective based on the evaluation framework of organizational effectiveness theory (Campbell, 1974). The success of the program is deemed not yet effective due to the presence of non-effective Taxpayers and some Business Field Classifications that do not depict HNWI. The success of the objectives is not yet effective in the growth of income tax revenue from WP OP HNWI but effective in the compliance of WP OP HNWI. The quality of input and output is also quite effective with a small number of proposed SP2DK (Tax Audit Reports from Account Representative) for examination but the proportion of tax audit by Auditor is still remaining low to the HNWI. The proportion of Income Tax revenue from WP OP HNWI compared to the target is still low, hence considered less effective."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidillasari
"Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (ISAK 16) merupakan ketentuan perlakuan akuntansi bagi pihak operator yang terlibat dalam suatu perjanjian konsesi jasa atau kerjasama pemerintah dan swasta. Ketentuan ISAK 16 ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2012. Peneltian ini bertujuan membahas tentang perlakuan perpajakan atas penerapan ISAK 16 pada PT XYZ selaku perusahaan pembangkit listrik yang memiliki kontrak kerja sama dengan PLN pada masa konstruksi. Selain itu, penelitian ini membahas pula mengenai permasalahan yang timbul akibat penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini adalah pada masa konstruksi PT XYZ tidak dikenakan pajak serta masalah utama yang timbul adalah kesuiltan manajemen untuk menjelaskan penerapan SAK baru ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan tidak didapatnya kepastian hukum dalam pengenaan pajak.

Interpretation of Financial Accounting Standards Number 16 (ISAK 16) is accounting rule for Private as operator who has Concession Agreement with the Government. ISAK 16 applicable since 1st January 2012. This research addresses implementation of ISAK 16 in PT XYZ as an Independent Power Producer who has an Agreement with PLN on construction term. Beside, this research explains about the problems as the effect of this implementation. This research used qualitative descriptive approach. The data were collected by interviews and study of literature. The result of this research is PT XYZ cannot be taxed for construction term. Then, the main problem is difficulty to explain implementation of this new accounting rule to all parties and there is not certainty for taxation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ines Nastasya
"Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai penerapan perencanaan pajak pada PT RBA dan mengetahui alternatif-alternatif yang ada dari perencanaan pajak dalam berbagai transaksi bisnis perusahaan. Dan selanjutnya dapat diterapkan alternatif yang terbaik yang memberikan penghematan pajak dan laba bersih setelah pajak yang paling maksimal. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada PT RBA, teknik pengumpulan data yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan wawancara dengan pihak perusahaan maupun melalui observasi secara langsung.

The objectives of this study is to provide an overview of the implementation of tax planning on a PT RBA and knowing that there are alternatives of tax planning in a variety of business transactions. Then can be applied to the best alternative that provides tax saving and net profit after tax at the maximum. Scope in this study is limited within PT RBA data collection technique with library research and field research by interviewing with the manajemen as well as direct observations."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Arif Primajati
"Skripsi ini membahas tentang analisis pengenaan Pajak Penghasilan terkait pembayaran Jaminan Hari Tua yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero) selaku badan yang ditunjuk pemerintah sebagai badan penyelenggara jaminan sosial ditinjau dari asas kepastian hukum serta kendala yang ditmbulkan karena diberlakukannya UU No.36 Tahun 2008, namun tidak dibarengi dengan Peraturan Pemerintah yang terkait pembayaran Jaminan Hari Tua. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian dalam penentuan dasar pengenaan pajak terkait pembayaran Jaminan Hari Tua. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan apakah dasar pengenaan Pajak Penghasilan atas pembayaran Jaminan Hari Tua yang dibayarkan oleh PT Jamsotek berdasarkan PP 149 Tahun 2000, masih sesuai dengan asas kepastian hukum. Selain itu juga Untuk menjelaskan kendala yang dihadapi serta langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Jamsostek. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah No. 149 Tahun 2000 tentang Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua masih sesuai dengan Asas Kepastian Hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap yang dapat dijadikan dasar pengenaan pajak penghasilan atas pembayaran Jaminan hari Tua yang dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero), serta kendala-kendala yang dihadapi oleh PT. Jamsostek Persero adalah tidak adanya kepastian aturan yang mengatur tentang pengenaan Pajak Penghasilan atas pembayaran Jaminan Hari Tua saat awal mula diberlakukan Undang-Undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008, namun kendala tersebut dapat diselesaikan oleh PT Jamsostek Persero

This thesis deals with analysis related to the imposition of income tax payments Old Aged Benefits by PT Jamsostek (Persero) as a government-appointed bodies as providers of social security agencies in terms of the principle of legal certainty and the constraints that ditmbulkan since enactment in 2008 of Law Number 36 Year, but not accompanied by the relevant government regulation Old Days Security payments. This has resulted in uncertainty in determining the tax base related to the Old Days Security payments. The objective is to clarify whether income tax base for the payment of Old Aged Benefits paid by PT Jamsotek based PP 149 of 2000, still in accordance with the principle of legal certainty. It is also to explain the constraints faced and the steps carried out by PT Jamsostek. This study was a descriptive qualitative research. Based on the research results can be stated that the Government Regulation no. 149 of 2000 on revenue of Severance Money, Money Ransom Pensions, and Benefits or Old Aged Benefits is still in accordance with the Principle of Legal Certainty and have permanent legal force which may form the basis of income tax for the payment of Old Aged Benefits made by PT. Jamsostek (Persero), and the constraints faced by PT. Jamsostek Persero is no certainty about the rules governing the imposition of income tax for the payment of Security Day at the beginning of the Old Law applied the Income Tax No. 36 of 2008, but these constraints can be solved by PT Jamsostek Persero"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyanti Rahayu
"Kejelasan peraturan merupakan salah satu faktor yang mendorong kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Dalam rangka alih teknologi, perusahaan KPS di Indonesia mengirimkan karyawan WNI ke luar negeri dan terdapat tiga jenis pembiayaan, yaitu pembiayaan yang ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan tempat para karyawan tersebut bekerja di luar negeri, pembiayaan ditanggung oleh perusahaan KPS di Indonesia, dan kombinasi dari kedua jenis pembiayaan ini.
Masalah yang timbul dalam pengiriman karyawan KPS ke luar negeri adalah kewajiban perpajakan apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan KPS XYZ, Ltd. selaku pemberi kerja dan kewajiban perpajakan karyawan KPS sebagai wajib pajak orang pribadi di Indonesia serta apakah persetujuan penghindaran pajak berganda cukup efektif dalam menyelesaikan masalah wajib pajak penduduk rangkap.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat panting yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Setiap negara mempunyai wewenang untuk memungut pajak atas penghasilan dari wajib pajak di wilayahnya. Dengan semakin berkembangnya pendagangan internasional, konflik yurisdiksi pemajakan tidak dapat dihindari. Perjanjian penghindaran pajak berganda merupakan perjanjian bilateral antara dua negara untuk mengatasi masalah pengenaan pajak berganda karena konflik adanya konflik yurisdiksi pemajakan ini.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif (desknptif analisis). Metode pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan dengan membaca dan mempelajan teori, peraturan perpajakan yang terkait dengan masalah ini serta peraturan pelaksanaannya dan pengamatan praktek di lapangan pada perusahaan KPS XYZ, Ltd. di Indonesia. Penelitian ini juga dilengkapi dengan membandingkan praktek pemajakan di beberapa negara dan perjanjian penghindaran pajak berganda Indonesia dengan Amerika Serikat.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa XYZ, Ltd. bukan pemberi kerja dalam hal pembiayaan ditanggung oleh perusahaan tempat karyawan KPS tersebut bekerja di luar negeri; sebagai pemberi kerja jika pembiayaan seluruhnya ditanggung oleh perusahaan XYZ, Ltd. di Indonesia. Jika pembiayaan sebagian ditanggung oleh perusahaan di Indonesia dan sebagian ditanggung oleh perusahaan tempat karyawan KPS tersebut bekerja di luar negeri, terdapat dua (2) pemberi kerja, yakni XYZ, Ltd. di Indonesia dan perusahaan tempat karyawan KPS tersebut bekerja di luar negeri. Karyawan KPS yang bekerja di luar negeri, tetap merupakan wajib pajak dalam negeri orang pribadi di Indonesia, akan tetapi peraturan perpajakan di Indonesia belum mengatur mengenai mekanisme pelaporan SPT dari luar negeri. Dalam menyelesaikan masalah wajib pajak penduduk rangkap, persetujuan penghindaran pajak berganda Indonesia belum efektif. Sebaiknya, peraturan perpajakan yang ada disempumakan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak, dengan memberikan ketentuan yang lebih rinci mengenai pengertian pemberi kerja, mekanisme pelaporan SPT dan luar negeri serta dibenkannya ketentuan yang lebih tegas dalam P3B dalam menyelesaikan masalah penduduk rangkap.

A clear and firm tax regulation is one of the most significant factors which will influence the taxpayer to fulfill their tax obligation.
Due the need of the transfer of technology in oil and gas exploration, Production Sharing Contractor assigns their employee working overseas. There are 3 (three) types of the costing for this kind of assignment. First, the employee remuneration is fully borne by the company overseas; the second type is fully covered by the Production Sharing Contractor in Indonesia and the third one is partly borne by the Production Sharing Contractor in Indonesia and by the company overseas.
There are cases impacted by that kind of assignment and costing such as the tax obligation which has to be fulfilled by the Production Sharing Contractor as the employer as well as for those employees as an individual taxpayer in Indonesia. Another issue is whether the tax treaty effectively resolves the dual resident taxpayer cases.
Tax contributes significantly to the government revenue. For this purpose, each country has their right to collect the tax from the taxpayer income within their country. Along with the international trade, conflict of the tax jurisdiction can not be avoided. Tax treaty is one of the ways to resolve this problem.
This research is based on the qualitative methodology approach (descriptive analysis) which uses the secondary data though literatures; text books; the respective tax regulations as well as the tax procedures. This research is a study case at XYZ, Ltd., a Production Sharing Contractor, in Indonesia. As a comparison, this research has also been referred to the several countries' tax regulation and implementationaswellas the tax treaty within the Government of Indonesia and the United States of America.
This research proves that XYZ, Ltd. is categorized as the employer in case of the employment cost is fully borne by XYZ, Ltd. in Indonesia; not as an employer when the cost is fully covered by the company overseas. For the cost shared, there will be 2 (two} employers which are XYZ, Ltd. in Indonesia and the company overseas. Even though working and living overseas, employee of XYZ, Ltd. are categorized as the individual taxpayer in Indonesia and has to fulfill their tax obligation in Indonesia, however the tax report mechanism form abroad has not been clearly defined. To anticipate the dual resident taxpayer, the Indonesian tax treaty does not effectively resolve the issue. To influence the taxpayer to fulfill their tax obligation, a clear definition of an employer, a definite tax report mechanism from abroad has to be covered by the tax regulation in Indonesia. The Indonesian tax treaty has to cover a firm rule on how to resolve the dual resident taxpayer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Anwar
"Pasar modal di Indonesia terus berkembang di tengah berbagai perubahan ekonomi dan politik yang terjadi balk di Iingkungan nasional maupun internasional. Dengan perkembangan tersebut pasar modal di Indonesia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi guna mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif, salah satunya adalah perangkat peraturan perpajakan khususnya pajak penghasilan.
Pajak Penghasilan dlkenakan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan nama dan bentuk apapun yang digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak. Penjualan saham dl pasar modal merupakan Salah satu objek pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (2) UU PPh.
Saat ini sistem pajak penghesilan di Indonesia memberlakukan kebijakan pemungutan PPh Final untuk transaksi penjualan saham di bursa efek yang tarifnya sebesar 0,1 % untuk saham biasa dan 0,5 % untuk saham pendiri. Pemungutan PPh Final bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajlban perpajakan. Permasalahan yang teijadi apakah pemilihan kebijakan pemungutan PPh final tersebut menjadi pemilihan kebijakan yang efektif bagi fiskus dalam usaha menghimpun dana masyarakat untuk pembangunan maupun bagi Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajian perpajakan. Permasalahan selanjutnya selain tentang efektivitas pemungutan pajak adalah masalah keadilan (equality) yang menjadikan azas dalam pemungutan pajak.
Dalam tesis ini penulis mencoba melakukan analisis terhadap permasalahan diatas dengan menggunakan pendekatan kualitatif guna menjelaskan efektivitas pemungutan pajak penghasiIan atas transaksi penjualan saham di bursa efek dan azas keadilan dalam pemungutan pajak. Penulis menggunakan pendekatan pencapaian tujuan, pendekatan sistem, pendekatan konstituensi strategis dan pendekatan nilai-nilai bersaing. dalam mengukur efektivitas. Untuk mengukur keadilan dalam pemungutan pajak penulis menggunakan pendekatan keadilan horizontal dan keadilan vertikal.
Informan yang memberikan informasi dalam penulisan tesis ini berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, pelaku pasar dan akademisi. Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpuian bahwa kebijakan pemungutan PPh Final atas transaksi penjulan saham di bursa efek merupakan kebijakan yang efektif dalam pemungutan pajak. Efektivitas tersebut tercermin dari kemudahan, kesederhanaan dan faktor economic of collection dalam pemungutan pajak serta kepastian dalam penerimaan pajak. Efektivitas dalam pemungutan pajak tersebut ternyata tidak dibarengi dengan penerapan azas keadilan karena PPh Final yang dipungut tidak mencerminkan tax base penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

Capital market in Indonesia is expanding in the middle of various changes in economics and politics that occur surroundings both National and International. Along with the development of capital market in Indonesia is demanded to adjust with various changing to support the creation of condusive investment climate, one thing is tax law, especially in income tax.
Income tax is subject to income, is only realized increase in the tax payers economics well being, whether originating within or without Indonesia, that may be used for consumption or to increase the wealth of such tax payers. Selling of stock in the stock exchange is one of the object to income tax as defined in article 4 of income tax law.
Now, Indonesian income tax system put the policy into effect of final income tax collection upon transaction of stock selling on the stock exchange with rate 0,1 % for common stock and 5% for stock holder. Collection of final income tax intend to facilitate the tax payers to fulfilment his taxation, obligation. The problem that occur, whether the election of final income tax collection policy has become an effective policy for liscus in order to accumulation effort of people's fund to both development and the tax payers to fulfillment his taxation obligation. In addition to the effectiveness of tax collection, the next problem is equality that has become a principle of tax collection.
In this thesis, the writer try to analize all problems above with qualitatif method to explain the effectiveness of tax collection upon transaction of stock selling on the Stock Exchange and equality principle in tax collection. The writer uses: aims achievement approach, System approach, strategic constituency approach, and value competitive approach to measure effectiveness. To measure the equality of tax collection, the writer uses horizontal equality and vertical equity approach.
The informants who has has given informations in this thesis come from Directorate General of Taxation, practitioners, and academicians. The research results in a summary, which implies that find income tax collection policy upon transaction of stock selling on the Stock Exchange facilitate the form of effective policy in tax collection. Effectiveness is reflected from easy, simplicity, and economic of collection factors in tax collection and also certainty in tax revenues. Effectiveness in tax collection that?s not together with equality principle implementation because the collection of final income tax is not reflected the tax base of income that's received or accrued from transaction of Stock selling on the Stock exchange.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Mansury
Tangerang: YP4, 1999
336.24 MAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>