Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136018 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daradjatun M.
"ABSTRAK
Laporan pendahuluan dari patah tulang tibia terbuka derajat 3 didapat 5 kasus dengan 2 kasus derajat III A, 2 kasus derajat III B dan 1 kasus derajat III C. Walaupun belum dapat diambil kesimpulan karena belum lengkap jumlah kasus dan waktu yang diperlukan, namun pengamatan sementara dari lima kasus yang mendapat pengobatan Cypro Floxacin 2 x 750 mg maupun 2 x 500 mg secara klinis umum dan lokal dinilai baik.
Perlunya mempercepat penutupan jaringan granulasi dan "Bone expose" oleh tandur alih kulit dan flap serta mengevaluasi kuman yang muncul apakah merupakan nosokomial infeksi atau penyebab osteomyelitis di kemudian hari terutama jenis pseudomonas aerogenosa.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Maulana
"Reservoir terekahkan merupakan reservoir dimana fluida tersimpan dan dapat teralirkan melalui porositas dan permeabilitas sekunder dari rekahan. Salah satu kompleksitas dari reservoir minyak dan gas bumi yang memiliki rekahan adalah bagaimana kondisi geologis dapat mempenngaruhi bentuk dan persebaran dari rekahan yang ada di bawah permukaan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi rekahan, membuat model intensitas rekahan, dan mengkaitkannya dengan keadaan geologi pada lapangan penelitian. Penelitian dilakukan dengan melakukan interpretasi data rekahan dari log FMI, interpretasi data seismik, pembuatan atribut seismik, dan pembuatan model dengan menggunakan neural network untuk mendistribusikan intensitas rekahan dengan arahan atribut seismik yang dibuat. Hasil penelitian menunjukkan rekahan bersifat resistif dan konduktif yang masing-masing berjumlah 163 dan 291 rekahan. Orientasi patahan mayor dan rekahan-rekahan pada tiga sumur menunjukkan orientasi NE-SW, NW-SE, dan N-S. Model intensitas rekahan lateral Lapangan Arwintar menunjukkan bahwa keterbentukan rekahan relatif lebih banyak terjadi pada daerah yang memiliki perubahan elevasi curam, yang mana berarti wilayah tersebut mengalami tingkat deformasi yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian lainnya. Diperkirakan patahan dan rekahan yang ada pada lapangan dipengaruhi oleh kejadian tektonik besar berupa subduksi.

Fractured reservoir is a reservoir with fluid storage and pathway comes from fractures as a secondary porosity and permeability. The complexity of fractured reservoirs is how geological conditions can affect the shape and distribution of the subsurface fractures. This research aims to characterize fractures, make a fracture intensity model, and correlate it to the geological conditions in the field. The research was conducted by interpreting fracture data from FMI logs, interpreting seismic data, creating seismic attributes, and making models using a neural network to distribute the fracture intensity with the direction of the seismic attributes created. The results showed there are 163 resistive fractures and 291 conductive fractures. The orientation of the major faults and the fractures showed NE-SW, NW-SE, and N-S trends. The fracture intensity model of Arwintar Field showed that fracture is more common in areas that have steep elevation changes. It means these areas experience a higher level of deformation than in other areas. It is assumed that the faults and fractures were generated because of subduction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Dwi Winanto
"Pendahuluan
Salah satu tantangan dalam tatalaksana fraktur saat ini adalah rekonstruksi fraktur dengan defek tulang yang luas, di mana dibutuhkannya restorasi alignment dan fiksasi yang stabil untuk keberhasilan rekonstruksi. Pada kasus fraktur dengan defek tulang tidak ada lagi komponen osteoinduksi dan osteokonduktif sehingga diperlukan penggunaan graft tulang ataupun tindakan transport tulang. Walaupun perkembangan teknologi dan kemajuan dalam pembedahan orthopaedi telah berkembang saat ini, hasil akhir dari penyembuhan tulang paska pembedahan pada beberapa kasus fraktur akan mengalami penyembuhan tulang yang kurang baik yang akhirnya akan menyebabkan defek ataupun non-union dari fraktur tersebut.
Metode
Desain penelitian adalah studi post test control group design. Sampel yang digunakan adalah dua puluh delapan tikus putih Sprague Dawley yang telah mengalami maturasi skeletal (8-12 minggu), dibagi menjadi empat kelompok, tiap tikus akan dilakukan tindakan fraktur dengan defek tulang pada tulang femur selebar 4mm, kemudian tikus dibagi berdasarkan implantasi yang diberikan, yaitu kelompok kontrol, kelompok implantasi amnion liofilisasi steril, kelompok implantasi xenograft morcalized bovine, dan kelompok implantasi kombinasi amnion dengan xenograft. Hewan coba akan dikorbankan setelah 8 minggu, kemudian dilakukan pemeriksaan radiologis dan histopatologis dari fraktur. Evaluasi radiologis menggunakan skor menurut Lane dan Sandhu, evaluasi histopatologis menggunakan skor menurut Salkeld.
Hasil
Berdasarkan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis terhadap skor radiologis tulang pada minggu ke-8 paska pembedahan didapat nilai p 0,25. Secara statistik dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna perbandingan skor radiologis antara empat kelompok tersebut. uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis pada skor histopatologis menurut Salkeld minggu ke-8 paska pembedahan didapat nilai p 0,001 secara statistik, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bermakna perbandingan skor histopatologis antara empat kelompok tersebut.
Kesimpulan
Skor radiologis pada implantasi amnion liofilisasi steril dibanding dengan kelompok kontrol pada fraktur dengan defek tulang tidak memberikan perbedaan bermakna, sementara skor histologis memberikan perbedaan percepatan penyembuhan bermakna pada implantasi amnion liofilisasi steril dibanding dengan kelompok kontrol. Skor radiologis dan histologis pada implantasi xenograft morcalized bovine dibanding kelompok kontrol tidak memberikan perbedaan percepatan penyembuhan bermakna. Skor radiologis pada implantasi kombinasi amnion liofilisasi steril dan xenograft morcalized bovine dibanding dengan kelompok kontrol tidak memberikan perbedaan bermakna, sementara skor histologis memberikan perbedaan percepatan penyembuhan bermakna dibanding dengan kelompok kontrol.

Introduction
One of the current chalenge on fracture treatment is reconstruction of fracture with critical size bone defect, where the restoration of the alignment dan stable fixation for succesfull result is necessary. bone graft or bone transport is usually needed for bone defect reconstruction because there isnt any osteoinductive and osteoconductive component on fracture with bone defect. Although new technologies and advances in orthopaedic surgery have enhanced fracture healing and surgical outcomes, there are fracture that continue to be deficient in bone repair or become non-union.
Methode
The research design is post test control group using twenty eight skeletally matured Sprague Dawley rats, divided into four groups, 4mm sized femoral defects were surgically created in the right femur of 28 rats. 7 rats were ran­domly assigned to each treatment group, in which the femoral defect was filled with sterile lyophilized amnion, morcalized bovine xenograft and combination. In the empty defect group (control group) defects were left empty. Animals were sacrificed at 8 weeks postoperatively. Then the radiologic and histopathologic examination were completed. Radiologic evaluation using Lane and Sandhu score, histologic evaluation using Salkeld score.
Result
Non parametric Kruskal-Wallis statistic analysis for the radiologic score 8 weeks postoperatively reveal p value 0,25 which mean there is no significance difference between four groups. However for the histopathologic score statistic analysis examination reveal the p value 0,001 which mean there are significance differences between four groups. The statistic analysis for histopathologic is then continued with Man Whitney analysis.
Conclusion
Regarding the radiologic score, amniotic membrane has similar radiological score to control, however the histopathologic score is better. Xenograft have similar radiological and histopathological score to the control. Combination of amniotic membrane with xenograft has better histopathological score to control. Although the radiologic score is similar.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatul Ulya
"Skripsi ini membahas mengenai studi sosiologi kesehatan tentang keputusan pemilihan pengobatan alternatif pada pasien patah tulang. Studi-studi terdahulu yang membahas mengenai faktor-faktor pemilihan pengobatan alternatif kebanyakan menggunakan faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor budaya untuk menjelaskan penyebabnya. Pada penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan pada pengobatan alternatif dan tingkat kepuasan pada pengobatan konvensional untuk melihat pengaruhnya terhadap keputusan pemilihan pengobatan alternatif patah tulang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif eksplanatif untuk menjelaskan hubungan antar variabel dengan uji statistik Goodman and Kruskal Tau. Sampel pada penelitian ini berjumlah 160 responden, dengan kriteria yang pernah mengalami patah tulang, pernah melakukan pengobatan alternatif dan konvensional, berusia 15-64 tahun dan berdomisili di Jabodetabek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan pada pengobatan alternatif terhadap keputusan pemilihan pengobatan alternatif. Adapun dimensi kepercayaan paling tinggi yang mempengaruhi pemilihan pengobatan alternatif adalah cues to action, yaitu 71,25%. Namun, penelitian ini juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat kepuasan pada pengobatan konvensional terhadap keputusan memilih pengobatan alternatif. Hal ini karena responden memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pengobatan konvensional. Salah satu dimensi kepuasan yang tinggi adalah dimensi responsiveness, yaitu kesigapan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis sebesar 68,13%.

This thesis discusses the sociology of health regarding the decision to choose alternative medicine in fracture patients. Previous studies that discussed the factors for choosing alternative medicine mostly used economic factors, social factors, and cultural factors to explain the causes. This study uses the level of belief in alternative medicine and the level of satisfaction with conventional treatment to see the effect on the decision to choose alternative treatment for fractures. This study uses an explanatory quantitative method to explain the relationship between variables using the Goodman and Kruskal Tau statistical test. The sample in this study amounted to 160 respondents, with criteria that had experienced a fracture, had done alternative and conventional treatment, aged 15-64 years and lived in Jabodetabek. The results of this study indicate that there is a relationship between the level of trust in alternative medicine and the decision to choose alternative medicine. The highest dimension of trust that affects the choice of alternative medicine is cues to action, which is 71.25%. However, this study also shows that there is no relationship between the level of satisfaction with conventional treatment and the decision to choose alternative medicine. This is because respondents have high satisfaction with conventional treatment. One of the dimensions of high satisfaction is the dimension of responsiveness, namely the responsiveness of services provided by medical personnel by 68.13%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Noviandi Syarif
"Latar Belakang: Fraktur zygoma merupakan salah satu fraktur wajah yang paling sering terjadi. Namun demikian, untuk evaluasi pascaoperasi belum ada metode yang standard dan dapat diandalkan, seringkali berdasarkan penilaian subjektif dan fotografi. Sebuah metode baru untuk membuat fotografi standard telah dikembangkan di institusi kami, yaitu Portable Mirror Stand Device MiRS . Menggunakan alat ini dan dibantu dengan program komputer memungkinkan sebuah metode standard baru untuk mengevaluasi hasil akhir pascaoperasi fraktur zygoma.Metode:Portable Mirror Stand Device ditempatkan pada klinik rawat jalan di Cleft Craniofacial Center Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Foto dari 11 pasien pascaoperasi diambil dengan bantuan alat tersebut. Foto kemudian dianalisis dengan metode manual dan program komputer imageJ 1.46 untuk menilai simetri, dan kedua metode dibandingkan untuk mencari korelasi dan kesesuaian antara metode pengukuran tersebut.Hasil:Pengukuran dengan metode manual dan dengan program komputer tidak berbeda secara signifikan dan mempunyai tingkat kesesuaian yang baik. Hasil simetri yang ditemukan pada institusi kami mirip dengan institusi lain di daerah Asia, ?Zy= 3,4 1,5 mm, ?Bc= 2,6 1,6 mm, ?Ch= 2,3 2,4 mm dibanding ?Zy= 3,2 1,7 mm, ?Bc= 2,6 1,6 mm, ?Ch= 2,3 2,5 mm .Kesimpulan:Tatalaksana pasien Fraktur Zygoma di institusi kami memberikan hasil simetri yang baik.Penggunaan Portable Mirror Stand Device dibantu dengan program komputer imageJ 1.46 bermanfaat dalam menilai simetri pada pasien pascaoperasi fraktur zygoma. Kata Kunci: Evaluasi Simetri, fraktur zygoma, Mirror Stand Device, imagej

Background Zygomatic fracture is among the most common fracture of facial skeleton. However in assessing post operative patients, we haven rsquo t had any standard and reliable method of evaluation, we often rely on photographs and subjective assessments. A new method for standardization of photography developed in our institution is Portable Mirror Stand Device MiRS . Using this device and image analysis software provide a new method to evaluate outcome after open reduction and internal fixation of zygomatic fracture.Methods Portable Mirror Stand Device set in our outpatient clinic in the Cleft Craniofacial Center of Cipto Mangunkusumo Hospital. Photographs of 11 postoperative patients were taken with aid of the device and were analyzed with manual methods and with image analysis software imageJ 1.46 for symmetry. The two methods then compared to assess correlation and agreement.Results Measurement with manual and software assisted method was not significantly different and proved to have good agreement between the two methods. Result of symmetry achieved in our center is similar to other center in the Asian region, Zy 3,4 1,5 mm, Bc 2,6 1,6 mm, Ch 2,3 2,4 mm compared to Zy 3,2 1,7 mm, Bc 2,6 1,6 mm, Ch 2,3 2,5 mm .Conclusion The treatment of Zygomatic fracture in our center achieved good results.Portable Mirror Stand Device assisted with image analysis software imageJ 1.46 is beneficial in assessing symmetry in Postoperative Zygomatic Fracture Patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Joserizal Jurnalis
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bramadita Satya
"ABSTRAK
Latar Belakang: Impaksi Molar 3 rahang bawah telah diketahui akan meningkatkan resiko fraktur tulang mandibula terutama di daerah angulus mandibula. Fraktur angulus mandibula sering terjadi akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Masyarakat belum mengetahui pentingnya odontektomi sebagai langkah awal pencegahan fraktur angulus mandibula.Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan dari adanya fraktur angulus mandibula dengan adanya impaksi molar 3 rahang bawah.Material dan Metode: Rekam medis pasien poli Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Umum kabupaten Tangerang selama periode Januari 2013-Desember 2017 dikumpulkan dan didapatkan 41 orang dengan fraktur angulus mandibula. Setiap sampel diidentifikasi adanya fraktur angulus mandibula, adanya impaksi molar 3 rahang bawah, posisi erupsi impaksi molar 3 dan kelas impaksi menurut Pell dan Gregory. Data diolah dengan uji Chi Square dan Kolmogorov Smirnov, serta ditentukan Odd Ratio. Uji hipotesis korelatif dilakukan dengan Uji Contingency Coeficient, Phi ? ? ?, Cramer rsquo;s V, dan Kendall rsquo;s Tau-b.Kesimpulan: Ditemukan hubungan antara terjadinya fraktur angulus mandibula dengan adanya impaksi molar 3 bawah mandibula dengan p = 0,01 p < 0,05 dengan Odd Ratio = 4,615; memiliki hubungan korelatif dengan p = 0,010 p < 0,05 dengan kekuatan r = 0,272 lemah . Tidak ditemukan hubungan bermakna antara fraktur angulus mandibula dengan posisi erupsi Suprabony,Infrabony p=0,375 p>0,05 . Tidak ditemukan hubungan bermakna antara fraktur angulus mandibula dengan kelas impaksi menurut Pell dan Gregory p=0,087, p>0,05 .Tidak ditemukan hubungan bermakna antara fraktur angulus mandibula dengan Jenis Kelamin p=0,763 p>0,05 . Tidak ditemukan hubungan bermakna antara fraktur angulus mandibula dengan Usia p=1,000 p>0,05. ABSTRACT
Background: Impacted third molar of mandibula have been studied to have a role in increasing mandible fracture especially in the mandibular angle region. Mandibular angle fractures are often the result of traffic accidents in Indonesia. People do not yet know the importance of odontectomy as a first step to prevent fracture of the mandibular angle.Objective: To determine whether there is association or correlation of the presence of angular fracture in the presence of lower third molar impaction.Materials and Methods: Medical records of patients with Oral and Maxillofacial Surgery of Tangerang District General Hospital during the period of January 2013-December 2017 were collected and obtained 41 people with mandibular angle fractures. Each sample identified an mandibular angle fracture, a lower third molar impaction, third molar impaction eruption position and an impaction class according to Pell and Gregory. The data were processed by Chi Square and Kolmogorov Smirnov, and Odd Ratio was determined. Test the correlative hypothesis with Contingency Coefficient, Phy ? ? ?, Cramer rsquo;s V, and Kendall Tau B test.Conclusion: There was found a association between the presence of mandibular angle fracture in the presence of mandibula lower 3 molar impaction with p = 0,01 p 0,05 . There was no significant association between mandibular angle fracture and Gender p = 0,763 p> 0,05 . There was no significant association between mandibular angle fracture and Age p = 1,000 p> 0,05"
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Ardian Noor
"Pendahuluan: Rekonstruksi anatomi dan biomekanik panggul yang akurat sangat penting untuk mendapatkan luaran klinis yang optimal pasca THR. Kesejajaran stem femur yang sesuai berperan dalam mendapatkan luaran yang diharapkan, terutama mencegah terjadinya impingement dan loosening. Meski demikian, tilting stem femur pada bidang sagital belum banyak diteliti dan pengaruhnya pada luaran klinis dan radiologis masih belum jelas. Pada studiini, peneliti ingin mengevaluasi posisi stem femur pada bidang sagital pasca THR cementless dan menganalisis hubungannya dengan luaran klinis dan parameter radiologis pascaoperasi.
Metode: Studi analitik observasional dengan desain potong lintang dilakukan pada total 71 panggul (67 pasien, usia 18-85 tahun) yang telah dilakukan prosedur THR cementless di dua pusat orthopedi di Jakarta, Indonesia. Semua panggul dioperasi dengan teknik anterolateral atau posterior dan menggunakan implan dengan desain extended/full- coating wedge tapered stem (Corail, Depuy) atau proximal-coated wedge tapered stem (EcoFit, Implantcast; M/L Taper, Zimmer). Evaluasi dilakukan pada satu waktu dengan median 1,1 tahun (13,7 bulan). Luaran klinis dievaluasi menggunakan penilaian dengan kusioner mHHS, nilai VAS pada nyeripaha depan, dan penilaian derajat lingkup gerak sendi panggul. Kesejajaran sagital stem femurdan variabel radiologis lainnya diukur dari foto polos pelvis dan femur. Subjek dibagi ke dalam3 grup (anterior tilt, netral, dan posterior tilt) dan dilakukan analisis luaran pada ketiga grup tersebut. Pada studi ini, peneliti juga melakukan studi bivariat antara kesejajaran sagital stem femur dengan morfologi femur, approach, dan desain implan untuk melihat efeknya terhadapposisi stem.
Hasil: Nilai median kesejajaran sagital stem adalah 2o (-4,3o – 7.2o) dengan posisi stem netralditemukan lebih banyak dibandingkan stem yang mengalami tilting (54,9% vs. 45,1%). Tidakditemukan perbedaan bermakna antara skor mHHS, nilai VAS nyeri paha, dan derajat ROM diantara ketiga grup stem alignment. Nilai anteversi dan offset implan pasca prosedur juga tidakdipengaruhi oleh posisi stem femur. Studi ini menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kesejajaran sagital stem yang bermakna secara statistik. Uji regresi linier pada morfologi femurmendapatkan bahwa setiap penambahan sudut kelengkungan anterior femur (femoral tilt) 1o berpotensi meningkatkan tilting stem femur sebesar 0,69o ke posterior (Coeff. = 0,502). Posisistem netral lebih banyak ditemukan pada approach anterolateral dibandingkan posterior(56,9% berbanding 50%; p=0,000). Anterior tilt ditemukan hanya pada approach posterior dansebaliknya posterior tilt ditemukan lebih banyak pada approach anterolateral approach (43,1%berbanding 20%). Deviasi stem juga ditemukan lebih besar secara proporsi pada proximal- coated stem dibandingkan dengan fully-coated stem (66,6% berbanding 37,7%; p=0,000).
Kesimpulan: Perbedaan kesejajaran stem femur di bidang sagital tidak mempengaruhi luaran klinis maupun radiologis pasien pasca operasi. Meskipun demikian, dalam memposisikan stem, approach ̧anterolateral merupakan teknik terbaik untuk mendapatkan posisi stem netral. Sebaliknya, deviasi stem banyak ditemukan pada approach posterior maupun tipe implant proximal-coated. Terkait morfologi femur, setiap penambahan 1o anterior bowing, posterior tilting dapat bertambah 0,69o. Temuan ini akan sangat berguna bagi klinisi dalam melakukan perencanaan preoperasi THR cementless untuk medapatkan posisi stem femur yang ideal.

Introduction: Optimal stem alignment is essential after THR. However, stem sagittal tilting has not been sufficiently investigated and outcome is still unclear. We aimed to evaluate sagittal stem position following cementless THR and its relationship with functional and radiological outcomes.
Method: Seventy-one hips underwent primary cementless THR. Median follow up was 1,1 years. Postoperative clinical and radiological outcomes were evaluated. Subjects divided based on tilting degree and outcomes were compared between groups. Bivariate analysis was performed between sagittal alignment and several influencing factors for stem position.
Results: Median sagittal alignment was 2º (-4,3º – 7.2º) with neutral stem more frequent. There were no significant differences on clinical or radiological outcomes. Test result showed 0,69º increase of posterior tilt for every 1º anterior bowing. Anterior tilting found only in posterior approach. Conversely, more posterior tilting after anterolateral approach. Larger stem deviation were found on proximal-coated stem.
Conclusion: Stem tilting in sagittal plane did not affect patient’s functional or radiological outcome postoperatively. Although, in term of stem positioning, anterolateral is the best approach to obtain neutral stem. In addition, for every degree of increased anterior femoral bowing, 0,69º increase in posterior stem tilting can be expected.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Rofina F K
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Putri Arfianti
"ABSTRAK
Bentuk oval pada sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah seringkali tidak dapat terpreparasi dan dapat menyebabkan kegagalan. Tujuan: Mengetahui prevalensi variasi penampang melintang sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah. Metode: Penelitian ini menggunakan 80 sampel gigi, di-scan menggunakan micro-CT Bruker SkyScan 1173. Masing-masing sepertiga apikal saluran akar dipotong dengan perangkat lunak DataViewer. Rasio diameter maksimum dan minimum dihitung dengan perangkat lunak Fiji ImageJ dan dikategorikan: bulat, oval, long oval, flat. Hasil: Prevalensi penampang melintang saluran akar premolar dua rahang atas, oval 66,7 , long oval 24,6 , flat 7 , bulat 1,7 . Molar satu rahang atas akar mesiobukal, oval 68,2 , long oval 22,7 , flat 9,1 ; distobukal, oval 94,1 , long oval 5,9 ; palatal oval 100 . Molar satu rahang bawah akar mesiobukal, long oval 47,4 , oval 36,8 , dan flat 15,8 ; mesiolingual oval 100 ; dan distal, oval 68,4 , long oval 21,1 , flat 10,5 . Kesimpulan: Penampang melintang oval pada sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah ditemukan paling banyak, kecuali pada akar mesiobukal gigi molar satu rahang bawah ditemukan long oval 47,4 .

ABSTRACT
Oval shaped in apical one third maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars often can rsquo t be cleaned and shaped, and could cause failure in the process. Objective To know the prevalence variation of apical one third cross section in root canals of maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars. Methods This research used 80 tooth samples, were scanned using micro CT Bruker SkyScan 1173. Each of apical one third root canal were sectioned using DataViewer software. Maximum and minimum diameter ratio was calculated using the Fiji ImageJ software and categorized round, oval, long oval, and flat. Results Prevalence of apical one third root canal cross section shape in maxillary second premolar, oval 66,7 , long oval 24,6 , flat 7 , round 1,7 . Maxillary first molar mesiobuccal root, oval 68,2 , long oval 22,7 , flat 9,1 distobuccal, oval 94,1 , long oval 5,9 and palatal oval 100 . Mandibular first molar mesiobuccal root, long oval 47,4 , oval 36,8 , flat 15,8 mesiolingual oval 100 and distal, oval 68,4 , long oval 21,1 , flat 10,5 . Conclusion Oval shape in cross section of apical one third in root canals of maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars were most found, except in mesiobuccal root in mandibular first molar was found long oval 47,4 . "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>