Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140632 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syukri Mustafa
"ABSTRAK
Keratomikosis adalah infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur. Penyakit ini, dalam bentuk Aspergillosis kornea, pertama kali dilaporkan oleh Theodore Leber pada tahun 1879.(1) Sejak itu selalu ada laporan tentang kasus ini setiap tahun, dan selama 30 tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah kasus keratomikosis. Hal ini diduga karena meluasnya penggunaan antibiotik spektrum luas dan kortikosteroid. Disamping itu juga karena meningkatnya perhatian dan pengenalan serta kemajuan yang dicapai dalam pengetahuan klinis dan laboratorium dalam mendiagnosis penyakit ini.(1-7)
Di Indonesia dalam survei tahun 1982 didapatkan jumlah penderita radang kornea sebanyak 0,22% dari penduduk.( 8 ) Kalau persentase tersebut dipakai sekarang dengan jumlah penduduk kira-kira 170 juta, maka terdapat kira-kira 374.000 penderita, yang sebahagian diantaranya adalah karena infeksi oleh jamur. Karena keratomikosis sering terdapat di lingkungan masyarakat agraris dan beriklim tropis sampai subtropis, dapat diperkirakan bahwa angka kejadian keratomikosis di Indonesia cukup tinggi mengingat sebagian besar masyarakat kita tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian.(9)
Di Bagian Mata Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dari tahun 1968 sampai dengan 1971 terdapat 68 kasus yang dicurigai keratomikosis dimana 22 kasus diantaranya positif keratomikosis berdasarkan pemeriksaan laboratorium.(2) Sedangkan dari bulan Juni 1984 sampai dengan Desember 1988 terdapat 117 kasus ulkus kornea pada penderita dewasa (berumur diatas 12 tahun) yang dirawat, dimana 13 kasus ( 11% ) diantaranya adalah keratomikosis. (10)
Mengenal infeksi jamur pada kornea sangat perlu, karena infeksi jamur pada kornea tidak dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik untuk bakteri, sehingga bila tidak dikenal maka infeksi jamur pada kornea akan dapat berakhir dengan kebutaan.(11) Upadhyay (12) pada penelitiannya di Nepal dari Mei 1975 s/d April 1976 mendapatkan dari 25 kasus keratomikosis, 5 kasus (20%) berakhir dengan enukleasi atau eviscerasi, dan 5 kasus (24%) mempunyai tajam penglihatan akhir kurang dari 6/60.
Keratomikosis masih tetap merupakan tantangan bagi dokter mata dalam hal diagnosis dan pengobatan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemiripan keratomikosis dengan peradangan kornea yang disebabkan oleh organisme lain, terbatasnya obat anti jamur yang tersedia disertai penetrasinya yang buruk ke dalam jaringan kornea.(7,13)
Pada sebahagian besar kasus, tidak mungkin mendiagnosis keratomikosis hanya berdasarkan gambaran klinis.(7,13,14). Diagnosis dini dan tepat keratomikosis merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatannya.(9) Diagnosis pasti keratomikosis adalah dengan memastikan adanya jamur di lesi kornea tersebut dengan pemeriksaan laboratorium.(2,3,14,15)?
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisa Shihab
"Latar Belakang Ulkus kornea merupakan kondisi yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, sehingga penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dan keparahannya. Penelitian ini berfokus pada profil faktor risiko dan tingkat keparahan ulkus kornea pada pasien RSCM Kirana pada tahun 2023. Metode Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa penelusuran data rekam medis elektronik yang dilakukan bulan agustus – September 2024. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengidentifikasi profil faktor risiko dan tingkat keparahan ulkus kornea. Hasil Dari 121 pasien yang diteliti, 78 pasien (64,5%) adalah laki-laki dan 43 pasien (35,5%) perempuan. Sebagian besar pasien berusia 30-60 tahun (65,3%), dengan trauma okular menjadi faktor risiko utama pada 98 pasien (81,0%). Sebagian besar pasien mengalami gejala selama 15-29 hari (28,9%). Sebagian besar pasien mengalami ukuran ulkus 2-6mm (61,98%) dan kedalaman ulkus 1/3-2/3 stroma (65%). Lokasi ulkus lebih dominan di bagian sentral/parasentral (83,5%). Perforasi ditemukan pada 41 pasien (34,7%), dan infiltrasi pada 36 pasien (29,8%). Sebagian besar pasien mengalami penglihatan <1/60- LP (17,4%) . Hasil uji Chi-Square menunjukkan hubungan signifikan antara trauma okular dan tingkat keparahan ulkus kornea (p = 0,002), namun tidak ada hubungan signifikan dengan faktor lainnya secara statistik. Kesimpulan Faktor risiko trauma okular merupakan penyebab utama terjadinya ulkus kornea, dengan proporsi pasien yang mengalami ulkus sedang dan berat yang signifikan.

Corneal ulcer is a condition that can cause significant visual impairment, so it is important to understand the factors that influence its occurrence and severity. This study focuses on the risk factor profile and severity of corneal ulcer in RSCM Kirana patients in 2023. Method This study uses secondary data in the form of electronic medical record data searches conducted from August to September 2024. Data analysis was carried out descriptively to identify the risk factor profile and severity of corneal ulcers. Hasil Of the 121 patients studied, 78 patients (64.5%) were male and 43 patients (35.5%) were female. Most patients were aged 30-60 years (65.3%), with ocular trauma being the main risk factor in 98 patients (81.0%). Most patients experienced symptoms for 15-29 days (28.9%). Most patients experienced ulcer size 2-6mm (61.98%) and ulcer depth 1/3-2/3 stroma (65%). Ulcer location was more dominant in the central/paracentral part (83.5%). Perforation was found in 41 patients (34.7%), and infiltration in 36 patients (29.8%). Most patients experienced vision <1/60- LP (17.4%). The results of the Chi-Square test showed a significant relationship between ocular trauma and the severity of corneal ulcers (p = 0.002), but there was no statistically significant relationship with other factors. Conclusion Ocular trauma risk factors are the main cause of corneal ulcers, with a significant proportion of patients experiencing moderate and severe ulcers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabery, Helena M.
"This book presents the morphological features, dynamics, and sequelae of adenovirus and Thygeson's keratitides captured at high magnification in the living human cornea. It thereby fills the existing void between conventional photographs and slit-lamp observations. Case reports demonstrate the importance of patient history in differential diagnosis, illustrate the need for familiarity with early manifestations of adenovirus infections, and assist in the diagnosis of rare variants of TSPK. Furthermore, the detailed observations on the natural course of the diseases ensure that the book will serve not only as a diagnostic tool but also as a reference when evaluating the effects of potential new treatments.
"
Berlin: Springer, 2012
e20420681
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Susastrawan
Yogyakarta: Andi, 1991
001.642 SUS a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Zaim Saidi
Yogyakarta: Delokomotif, 2012
297.28 ZAI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juan, Tjiu Sion
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 1995
S32011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Tan
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011
155.9 ANT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Roro Inge Ade Krisanty
"Gupta dkk (2000) melakukan uji in vitro suseptibilitas spesies Malassezia terhadap obat antijamur ketokonazol, itrakonazol, vorikonazol dan terbinafin. Hasil uji memperlihatkan adanya varfasi suseptibiilitas spesies Malassezia terhadap antijamur tersebut. Walaupun masih harus dibuktikan lebih lanjut dengan pengamatan in vivo, data ini mungkin dapat menjelaskan perbedaan rata-rata kesembuhan mikofogis pada pasien PV dengan terapi antijamur. Savin di New york dan Budimulja di Jakarta melakukan penelitian efektivitas pengobatan solusio terbinafin 1% yang digunakan 2 kali sehari seiama 1 minggu pada pasien PV. Budimulja dkk melaporkan angka kesembuhan sebesar 65%, sedangkan Savin 70-80%. Belum diketahui secara pasti apakah perbedaan ini semata-mata terkait dengan faktor geografik atau melibatkan faktor-faktor lain.
Selain menggunakan metode biomolekular, identifikasi spesies Malassezia dapat dilakukan dengan teknik biokimia. Guillot memperkenalkan metode biokimia praktis dengan memanfaatkan perbedaan morfologi, toleransi terhadap suhu tinggi, kemampuan aktivitas katalase, serta kemampuan tumbuh pada berbagai media Tweenn. Faergemann melakukan modifikasi metoda Guillot dengan cara menghilangkan tahapan biakan pada media Tween®, dan menggantikannya dengan pemeriksaan difusi Cremophor EL® dan pengamatan aktivitas 13 - g l u kos idase.
Sejauh pengetahuan peneliti, di Indonesia belum pernah dilakukan identifikasi spesies Malassezia pada pasien PV. Hal tersebut menjadikan dorongan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
RUMUSAN MASALAH
Di antara tujuh spesies Malassezia, spesies manakah yang ditemukan pada Iesi PV di Poliklinik Divisi Dermatomikologi 1KKK FKUI 1 RSCM ?
TUJUAN PENELITIAN
Identifikasi spesies Malassezia pada pasien PV yang berobat di Poliklinik Divisi Dermatomikologi 1KKK FKUI 1 RSCM."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Azwar Nurdin
"ABSTRAK
Ada beberapa cara pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah. Salah satu :ara yang dianjurkan oleh International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) yang kemudian ditetapkan oleh NHD eebagai metoda rujukan adalah :ara hemiglobineianida (HiCN). Cara ini menggunkan larutan aianioa menurut van Kampen dan Zijlstfa yang terdiri dani beberapa b5h&D kimia dan larutan etandar HiCN. Larutan standar ini tidak eelalu tersedia di pasaran, eehingga banyak laboratorium klinik terutama di daerah terpaksa masih menggunakan Cara Sahli, eedangkan Cara ini tidak dianjurkan lagi oleh WHO karena mempunyai keealahan yang cukup besar. Cara lain yang lebih aederhana aoalah pemeriksaan Hb eecara oksihemoglooin (HbD7} yang hanya menggunakan larutan amonia encer aeoagai reagen.
Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menetapkan pemeriksaan hemoglobin :ara HbU7 kiranya dapat dipakai di lahoratorium klinik, dengan membandingkannya dengan :ara HiCN. Ditentukan atabilitae larutan HbU2. larutan amonia encer, ketelitian dan ketepatan pemeriksaan kadar Hb cara HDUQ, linieritas kadar hemoglobin :ara HbO2 dan korelasi antara haeil pemerikeaan kadar hemoglobin :ara HiCN dan HDD2.
Bahan penelitian diperoleh dari pengunjung yang memeriksakan darahnya ke hagian Patologi Hlinik FKUI/RSCM yang diambilleebanyak 100 contoh darah secara acak. Tiap contoh darah diperikea kadar hemoglobinnya dengan memakai epektrofotometer Perkin Elmer 55 E menurut :ara HiCN dan Cara HhG2. Penentuan Cara HbD2 ada dua macam, pertama dengan menggunakan kurva standar dan kedua ditentukan dengan mempergunakan rumue yaitu membaca serapan pada panjang gelomoang 541 nm dan 560 nm :
a) pada 541 nm = S x 0,0011E x 250 x 100
b) pada 560 nm = 5 x 0,00193 x 250 x 100
kadar hemoglobin (g/dl]-adalah rata-rata dari nilai a) dan b). Perhitungan ini hanya berlaku jika rasio S? fS` barkisar antara 1.57 - 1.72.
Hasll panelitian yang dldanat adalah larutan HbG~ stabil sampai 25 jam pada suhu kamar dan larutan amonia ancar masih atabil sampai 26 jam nada aunu kamar. Pada uji ketelitian aecara within run dipercleh CV = 1,14 1/2 yaitu masin dalam batas nilai yang diparkanankan olah WHO dan Secara day to day aampai hari ke~1O didapat CV = 8.69 I yaitu telan melewatl bata5 nilai yang diparkenankan Glen NHC. Hal ini diaababkan karena larutan HDD, hanya stabil 25 jam pada penalitian ini. Pada penentgan linieritaa kacar Hb didapatkan bahwa Radar Hb masih dapat diukuf dengan apektrofntometer Ferkln Elmer 55 E untuk :ara HiCN dan HbQ~ sampai dangan kadaf 22,9 g/dl. Hasil pemarikaaan dari 100 Contoh darah EDTA, didapatkan Radar H: denqan cara HDDZ rata-rata lebih randah daripada :ara HiCN. Perbadaan ini, dengan mampargunakan kurva standar adalan 0,06 gfdl atau 0,43 Z dan dangan mampergunakan rumus didapatkan perbedaan 0,03 g/dl atau 0,22 Z dan Secara statistik dinyatakan tidak barheda Dermakna (Q * 0,05) dan antara pamerikaaan kadar Hb ini 'terdapat koralasi yang baik.
Dari panalitian ini dapat disimpulkan bahwa pameriksaan Hb Cara HbD~ dapat dipakai di laboratorium klinik gina cafa I-iicm tidal: dapat dilakukar..
Untuk menjamin hasil yang lebih dapat dianjutkan mambuat larutan amnnia ancar segaf tiap hafi pemariksaan dan pambacaan larutan HDD, sagara dikarjakan. Spektrofotomatar yang dipakai harus mampunyai panjang galombang yang tapat pada 541 nm dan 560 nm.
"
1898
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>