Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176800 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robert Jauri
"Sejak tahun 1984 Pemerintah, dalam rangka mewujudkan 'Kesehatan Bagi Semua pada Tahun 2.000' dikembangkan suatu pendekatan yang disebut Keterpaduan KB-KES. Pendekatan ini di dasarkan pada keterpaduan lima program prioritas yakni 1) program KIA, 2) KB, 3) Gizi, 4) lmunisasi dan 5) Penanggulangan Diare. Keterpaduan ini sudah dilaksanakan secara luas dan merupakan kegiatan yang dikenal sebagai Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Hampir disetiap tempat, pelaksanaan Posyandu tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini disebabkan karena hambatan-hambatan yang bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan tujuan kegiatan tidak tercapai.
Di Kelurahan Penjaringan, khususnya daerah binaan ATMA JAYA, pelaksanaan program secara umum dapat dikatakan cukup lancar, meskipun masih ada hambatan yang dirasakan. Beberapa hambatan yang dirasakan antara lain kehadiran Kader, pencatatan dan pelaporan, ketidak hadiran ibu Balita serta rendahnya tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita di Posyandu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan karakteristik dengan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita di Posyandu.
Penelitlan ini merupakan penelitian deskriptlf dan analitik dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi untuk memperoleh data primer, sedang data sekunder diperoleh melalui hasil pencatatan dan pelaporan pada setiap Posyandu.
Hasil penelitian ditemukan ada hubungan antara motivasi dengan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita dan secara bersama-sama umur, tingkat pengetahuan dan motivasi berhubungan dengan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita.
Untuk meningkatkan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita pada Posyandu di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, disarankan agar dalam pemilihan Kader diperhatikan umur, tingkat pengetahuan mengenai Posyandu, penyusunan suatu standar dan prosedure yang baku dan pengawasan yang ketat serta peningkatan motivasi melalui pemberian pengahrgaan bagi Kader dan yang berprestasi, blmbingan dan pembinaan Kader demi kelangsungan Posyandu seperti pelatihan dari petugas kesehatan.

Since In 1984, government, to realize her aim " Health for All by the Year 2000 ' has developed a comprehensive approach known as Family Planning and Health. This approach Is based on the comprehensiveness of five main programs, they are 1) Mother and Child Health Care program, 2) Family Planning, 3) Nutrition, 4) Immunization and 5) Overcoming the problem of diarrhea. This comprehensiveness has been executed extensively and known as Posyandu (Pops pelayanan terpadu=Integrated service post).
Almost everywhere, the execution of Posyandu does not work out satisfactorily. Just because of some hindrances which, if aren't solved immediately, can cause failure.
In Penjaringan sub-district, especially in the areas under Atmajaya's supervision, the program generally runs well, although some shortcomings still .can be detected. The shortcomings among others are the absence of the cadre, the recording, the reporting, the absence of the mothers of some under five years old and the low level of competence of the cadre in weighing under five years old at Penjaringan.
The aim this observation is to study the characteristics correlation in the competence of the cadre to weigh under five years old at Posyandu.
This is a descriptive and analytical observation based on data compiling through interviews and observation to obtain primary data, whereas secondary data are taken from the result of the recording and reporting of each Posyandu.
The result of the observation finds out that there is a correlation between motivation and the level of competence of cadre in weighing under five years old, the level of knowledge, age and the motivation all together correlation with the level of competence Of cadre in weighing under five years old.
To Increase cadre's level of competence In weighing under five year old at Posyandu in Penjaringan subdistrict, North Jakarta, it is suggested that in selecting cadre, age as well as knowledge about Posyandu should be taken into consideration. Fixed standardization and procedure should be made, intensive supervision should be done together with effort to increase motivation by giving awards to cadre with satisfying achievement. For the progress of Posyandu, trainings for cadre should also be executed such as training for health attendants.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binawati Hadikusuma
"ABSTRAK
Dari hasil Supas 1985 diketahui angka kematian bayi masih cukup tinggi yaitu 70 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini secara umum masih cukup tinggi walaupun telah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sejak tahun 1984 Pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan "Kesehatan Bagi Semua Orang Pada Tahun 2000" telah mengembangkan suatu pendekatan baru yang disebut Keterpaduan KB-Kes. Pendekatan ini didasarkan pada keterpaduan 5 program prioritas yang meliputi program KIA, KB, Gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Keterpaduan ini telah dilaksanakan secara luas dan merupakan kegiatan yang dikenal sebagai posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Hampir di semua tempat, pelaksanaan posyandu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya hambatan-hambatan yang bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan kegiatan tersebut.
Di Kelurahan Penjaringan khususnya di daerah binaan Atma Jaya pelaksanaan program secara umum dapat dikatakan cukup lancar meskipun ada hambatan-hambatan yang masih dirasakan. Beberapa hambatan yang dirasakan antara lain kehadiran kader, pencatatan dan pelaporan, ketidakhadiran ibu balita serta rendahnya cakupan, hasil kegiatan dan pencapaian program.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kader dan faktor pengelolaan dengan penggunaan posyandu.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan mengadakan wawancara dan uji ketrampilan pada semua kader di Kelurahan Penjaringan serta mendapatkan data sekunder tentang jumlah balita dan pencatatan pelaporan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi drop out kader semakin rendah penggunaan posyandu. Kesimpulan lain yang didapat yaitu semakin sedikit jumlah balita semakin tinggi penggunaan posyandu.
Untuk meningkatkan penggunaan posyandu di Kelurahan Penjaringan disarankan jumlah posyandu diperbanyak, jumlah kader ditambah, pemberian penghargaan pada kader, bimbingan dan pelatihan dari petugas puskesmas/dokter ditingkatkan bagi para kader yang tergolong pengetahuan/ ketrampilan kurang."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dista Karlita
"Persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan faktor penting dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan di Kelurahan Cimahpar Wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara sebesar 71,9% masih di bawah target SPM.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kelurahan Cimahpar Wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 80 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa 61,3% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan 38,8% ditolong oleh tenaga non kesehatan.
Dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikaan ibu, sikap terhadap pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, dan persepsi kebutuhan kesehatan yang dirasakan dengan pemilihan penolong persalinan. Sedangkan umur, paritas, kunjungan ANC , kepemilikan jaminan kesehatan, dan akses pelayanan kesehatan tidak teridentifikasi berhubungan secara signifikan.

Deliveries by health professionals is an important factor in efforts to reduce maternal mortality. The scope of deliveries by health professionals in Cimahpar District the Work Area of North Bogor Health Center is 71,9% and still under target.
The aim of this study is to find out maternity factors related to selection helper delivery in Cimahpar District the Work Area of North Bogor Health Center 2015. Cross Sectional approach was used with primary data that collected by spread out the questionnaire to 80 respondents. The results showed that 61,3% of births attended by health professional and 38,8% of births attended by non health professional.
From statistic results showed there are relationships between education level, attitude toward health care, family income, and perceptions to need of health service with the utilization of delivery assistance by health professionals. For age, parity, Antenatal Care visit, property insurance, and access of health service, was not significantly associated.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Pudjiastuti
"Analysis on the Compliance Rate of Health Personnel towards the Integrated Management of Childhood Illness at DKI Jakarta Health Center Year 2001The Ministry of Health Republic of Indonesia in collaboration with the World Health Organization, since 1997, has developed an approach in managing sick child under-five at the primary health services known as Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Today, IMCI has been implemented in 26 provinces (of 30 provinces present) covering 128 districts/municipalities in Indonesia.
The province of DKI Jakarta, using regional budget 2000, has started socializing the IMCI to 14 health centers in 5 regions of Jakarta. How is the compliance of health worker in implementing the IMCI has never been studied.
The objective of this study is to have a outline information on factors related to the health worker's compliance towards IMCI implementation at HC in Jakarta. The study will use "cross-sectional" design with quantitative and qualitative approach and total sample of 23 IMCI-implement health workers. Data collection is conducted by direct observation to the health workers during sick child examination using a checklist. After the observation, the health workers will fill in a questionnaire. Some secondary data will also be collected using the checklist for Monitoring IMCI record and checklist for supporting facilities.
The result of the study shows that of 23 IMCI-implement health workers in DKI Jakarta 21.72% comply with interval value 58.61% - 90.28%, with cut off point value 80. The Internal factors is proven to have significant correlation with health worker's compliance with p = 0.04. While the external factors is proven to have significant correlation with human resources/MMCI facilities with p = 0.02 and leader's commitment with p = 0.009.
In conclusion, the compliance rate of HC personnel in DKI Jakarta towards IMCI has not adequate. It is suggested to the Provincial Health Services DKI Jakarta to provide a health policy in managing sick child under-five using IMCI approach and at the same time improving quality of its monitoring and supervision.
Health Center needs to have a clear task description for each of their personnel and a continued monitoring/supervision. A reward system should also be considered. The Ministry of Health needs to review the IMCI Monitoring and Supervision Checklist also considers Cut of Point of IMCI compliance rate and finalizing the Essential Drug for IMCI."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuwat Sri Hudoyo
"Indonesia memiliki lebih dari 7.200 Puskesmas dengan beberapa jenis petugas kesehatan di Puskesmas memiliki risiko tinggi kontak dengan darah dan cairan tubuh tertentu lainnya pada saat bekerja. Penelitian yang mengamati penerapan kewaspadaan universal dengan status HbsAg petugas kesehatan di Puskesmas masih jarang.
Tujuan penelitian ini mengetahui prevalensi HbsAg petugas kesehatan di Puskesmas dan hubungannya dengan penerapan kewaspadaan universal. Penelitian dilakukan secara kros seksional dengan sasaran dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas laboratorium di Puskesmas Jakarta Timur pada bulan Desember 2003 sampai Januari 2004. Penelitian dilakukan dengan pengamatan saat tindakan, pemeriksaan laboratorium dan penilaian pengetahuan. Populasi pada penelitian ini sebanyak 207 orang terdiri dari dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas laboratorium serta populasi yang menyetujui dan memenuhi kriteria sebanyak 114 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi HbsAg 4,4 %, dengan proporsi paling tinggi pada petugas laboratorium sebesar 13,3 %, tingkat kepatuhan petugas menerapkan kewaspadaan universal pada setiap tindakan sebesar 18,3%, dengan proporsi dokter gigi sebesar 62,5 %, cakupan vaksinasi Hepatitis B petugas 12,5 %, tingkat pengetahuan baik baru mencapai l5,7 % dengan proporsi dokter 20 % dan dokter gigi 25 % , serta riwayat tertusuk jarum bekas 84,2%. Sarana minimal untuk menerapkan kewaspadaan universal sudah tersedia di setiap Puskesmas, permasalahannya bagaimana sarana tersebut dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan.
Kesimpulanya prevalensi HbsAg padan petugas kesehatan 4,4 %, dengan faktor-faktor risiko yang sangat tinggi, yaitu riwayat trauma jarum suntik bekas tiaggi, tingkat perlindungan dengan vaksinasi hepatitis B rendah dan kepatuhan petugas menerapkan kewaspadaan universal dalam setiap tindakan masih rendah meskipun sarana prasarana sudah tersedia.

Correlation Between The Implementation of Universal Precaution and HbsAg Status Among Community Health Center Personnel in East JakartaIndonesia has more than 7200 Community Health Centers with health personnel who have high risk getting in touch with' blood and body fluids. There are few studies conducting the correlation between the implementation of universal precaution and HbsAg status on community health center personnel.
The aims of this study are to identify HbsAg prevalence correlation with the implementation of universal precaution. It is cross sectional study with the subject doctor, dentist, midwives, nurse and laboratories in community health center in East Jakarta, from December 2003 until January 2004. The data are collected from medical care observation, laboratory examination and knowledge judgment. A total of 114 subjects out of-207 were eligible.
This study shows that HbsAg prevalence is 4.4 %, with the highest proportion is laboratories 13.3%, compliance rate the implementation of universal precaution 18.3%, dentist proportion 62.5 %, Coverage of Hepatitis B immunization 12,5 %, the level of good knowledge 16,7 % with doctor and dentist proportion higher than other personnel. The history of needle stick injury is 84,2 %, every community health center provide minimal facility to implement of universal precaution. This problem is how the health personnel could beneficially use the facility.
This study concluded that HbsAg prevalence on health personnel 4.4 %, with high risk factors caused by needle stick injury is very high, low protection level of Hepatitis B immunization and low compliance rate the implementation of universal precaution."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafleziani
"Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia terserang TB paru dengan kematian 3 juta pertahun (WHO,1993). D negara-negara berkembang, 25% dari kematian merupakan kematian yang dspat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB paru berada di negara-negara berkembang WHO mencanangkan kedaruratan global untuk penyakit TB paru pada tahun 1993, karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Pitman TB.(Profil Departemen Kesehatan, 1999). Ditahun 1990 yang lalu, dikawasan Asia Tenggara telah muncul 3,1 juta penderita baru TB paru dan terjadi lebih dari 1 juta kematian akibat penyakit ini. Ditahun 2000 diseluruh dunia muncul lebih dari 10,2 juta penderita TB paru serta 3,5 juta kematian (Aditama 1999).
Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahuu 1995 menunjukkan bahwa TB paru menrpakan penyebab kematian nomor 3 (10,9%) setelah penyakit kardiovaskuler (14,3%) dan penyakit saluran pernapasan (16%) pada semua golongan usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Secara nasional saat ini diperkirakan setiap tahun terjadi penularan 500.000 kasus TB paru dan 175.000 kasus diantaranya meninggal dunia. Hampir 70% penderita TB paru adalah penduduk yang berusia produktif (kelompok umur 15 - 54 tahun), terutama mereka yang berasal dari kalangan sosial ekonomi lemah. (Abednego, 1996).
Angka kesakitan penderita TB paru hasil Tahan Asam Positif (BTA+) yang berumur besar dari 15 tahun di Indonesia per 100.000 penduduk dari tahun 1993 sampai dengan 1997 cenderumg normal, yaitu 90 per 100.000 penduduk pada tahun. 1993 menjadi 34,3 per 100.000 penduduk pada tahun 1996, tetapi meningkat kembali menjadi 53,1 per 100.000 penduduk pada tahun 1997. (Departemen Kesehatan., 1999). Pada Propinsi Sumatera Barat, angka kesakitan penderita TB pare BTA+ tahun 1999/2000 adalah 33,2 per 100.000 penduduk, sedangkan pada Kabupaten Pesisir Selatan 33,7 per 100.000 penduduk.
Pola kematian meenurut penyebab kematian rawat inap di RSU M.Zein Painan (Kota Kabupaten), merupakan urutan pertama (16,2%) dari penyakit yang ada untuk semua umur. Sampai saat ini program penanggulangan TB paru dengan strategi Directly Observed Treatment .Shortcourse (DOTS) artinya pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari, belum menjangkau seluruh puskesmas . Pelaksanaan di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, DOTS baru 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupan penemuan TB paru sebesar 56% dengan angka kesembuhan masih rendah yaitu 40-46%. (Departemen Kesehatan, 1998).
Di Propinsi Sumatera Barat dari tahun 1999/2000 didapatkan penemuan tersangka TB paru deugan manisfetasi klinik yang diperiksa dahaknya sebanyak 0,6% dari jumlah penduduk yang berumur diatas 15 tahun. Sedangkan di Kabupaten Pesisir Selatan didapat angka penemuan tersangka yang diperiksa dahaknya 0,2 %, dibandingkan dengan Kabupaten Padang Pariamam 0,8% dan Kabupaten Agam 1,6%, penemuan tersangka TB paru di Kabupaten Pesisir Selatan masih rendah. Target untuk penemuan tersangka TB paru adalah 10% dari jumlah penduduk yang berumur diatas 15 tahun, realisasi di. Pesisir Selatan 0,2 %. Kemudian dibandingkan dengam tahun 1998/1999 terdapat penurunan penemuan tersangka TB paru sebanyak 50% dibandingkan dengan realisasi tahun 1999/2000. Penemuan tersangka TB paru yang diperiksa dahaknya di puskesmas merupakan salah satu rujukan dari paramedis pustu dan unit kesehatan lainnya dalam hal ini yang lebih berperan dalam rujukan penemuan tersangka TB paru ini adalah paramedis pustu?"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
"Program imunisasi merupakan program yang mempunyai daya ungkit besar terhadap Angka Kematian Bayi, oleh karena itu perlu adanya Sumber Daya Manusia yang potensial dan berdedikasi. Penelitian ini bersifat cross sectional dengan analisis deskripsi kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja petugas penanggung jawab imunisasi puskesmas dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya.
Hasil penelitian menunjukan 51,8 % petugas mempunyai kinerja baik dan sisanva 48,2 % kinerjanya kurang. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan motivasi dengan kinerja petugas penanggang jawab imunisasi puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, dapat dikemukakan beberapa saran antara lain :
  1. Kegiatan tambahan di puskesmas untuk meningkatakan kejujuran, tanggung jawab, kerja sama dan inisiatif.
  2. Job Training diharapkan tidak hanya pada sisi pengetahuan kerja, mutu pekerjaan atau pemanfaatan waktu saja akan tetapi lebih menitik beratkan perilaku kerja.
Demikian gambaran penelitian ini dan semoga hasilnya dapat merupakan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis dalam rangka meningkatkan kinerja.

The immunization program is a program, which has a great influence on the Infant Mortality Rate due to this; potential and dedicated Health Human Resources for health is a must.
This Scientific Research is cross sectional with a quantitative and qualitative description analysis with the aim and purpose to abstain true a picture regarding the performance Health Care Immunization Coordinated and the relating factor.
The outcome of this and research indicated that 51,8 % of the Immunization Coordinated are in a good performance, while the remaining 48,2 % are not. There exist, a significant correlation between the level of education Immunization Coordinated and performance, also between motivation and performance of the Immunization Coordinated Health Care.
Based on the above research several advices, recommendation on put forward:
  1. Additional activities in the Health Center should be implementation to increase honesty, responsibilities, collaboration and initiatives.
  2. It is that the job training would not only cover the working aspect, quality of work or time utilization, but also all the more emphasize on working behavior.
It is hoped that this research outcome to become an input for this personal performance improvement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Nurhayati
"Infeksi Nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di Rumah Sakit setelah pasien dirawat lebih dari tiga hari. infeksi ini menjadi masalah besar pada setiap rumah sakit, di Amerika angka kejadian infeksi nosokomial mencapai rata-rata 6 persen. Di Indonesia, beberapa hasil survailens menunjukkan angka kejadian infeksi nosokomial berkisar 1 -15 persen, dengan angka kejadian infeksi paling tinggi di bagian bedah.
Kejadian infeksi nosokomial dapat memberikan kerugian, baik terhadap pasien, Rumah Sakit maupun terhadap tenaga kesehatannya. Selain hari rawat akan bertambah dan biaya perawatan tinggi, pasien akan mengalami gangguan fungsi tubuh dari yang paling ringan sampai gangguan berat pada seluruh sistem tubuh. Oleh karenanya, angka kejadian infeksi nosokomial ini telah digunakan sebagai salah satu tolok ukur mutu pelayanan Rumah Sakit.
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, pada tahun 1987 telah dimulai upaya pengendalian infeksi nosokomial dengan menunjuk lima Rumah Sakit Umun Pusat untuk dijadikan Rumah Sakit rujukan pengendalian infeksi nosokomial, termasuk diantaranya RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Lingkup kegiatannya mencakup pelatihan tim pengendalian infeksi nosokomial, penyusunan komite pengendalian infeksi nosokomial , penyusunan standar operasional prosedur, surveilens, dan pelaksanaan tindakan pencegahan. Program ini bertujuan membentuk perilaku petugas kesehatan agar tetap patuh dalam melaksanakan tindakan medic atau keperawatan, dan pengendalian lingkungan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial.
Prioritas pengendalian infeksi nosokomial di RSVP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah pencegahan infeksi luka operasi yang memiliki angka kejadian infeksi nosokomial paling tinggi di bagian bedah. Kegiatan pengendaliannya mencakup tindakan pencegahan sebelum pasien di operasi, selama pasien di operasi dan sesudah pasien di operasi.
Atas dasar hal tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi di bagian bedah RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung.
Penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan survai kros-seksional survei, menggunakan responden tenaga dokter dan perawat yang bekerja di bagian rawat inap bedah dan kamar operasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pengambilan total sampel adalah sebanyak 117 responden dan pertigumpulan data dilakukan melalui observasi tindakan medis 1 keperawatan dan wawancara.
Analisis statistik dilakukan dengan univariat, Kai-kuadrat untuk melihat hubungan variabel dependen dengan variabel independen, dan untuk mengetahui variabel independen yang paling berhubungan dilakukan uji multivariat regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara perilaku kepatuhan petugas kesehatan dengan latar belakang pendidikan petugas kesehatan yang tinggi, pengetahuan petugas yang balk, dan sikap petugas kesehatan yang balk dan pengawasan yang baik umumnya dapat melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial luka operasi yang baik pula.
Rata-rata tingkat kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial tersebut di bagian bedah. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah 40,2 % baik, 39,3 % sedang, dan 21,5 % kepatuhan rendah. Variabel pengawasan tim menunjukkan hubungan paling bermakna terhadap perilaku petugas kesehatan dalam pengendali infeksi nosokomial tersebut. Dengan pengawasan yang baik, petugas kesehatan mempunyai peluang untuk patuh melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial mencapai 89 persen.
Keberadaan tim pengendali infeksi nosokomial di Rumah Sakit memberikan dampak yang cukup baik bagi terwujudnya perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi.

Nosocomial infection is an infection on patient which occured after care more than three days. This infection become a big problem for every hospital, in America, it have achieved average occurance value of 6 percent for nosocomial infection. In Indonesia, some surveilens results showed the occurence value of nosocomial infection was about 1-15 percent with the highest occurance at the surgical division.
The occurance nosocomial infection could gave disadvantages directly to the patients, hospitals, and also health providers. Besides a long stay care and expensive cost, the patient will faced problem of body faction systems, either from light to heavy disturbances. So that, the occurance value of nosocomial infections was use as measures of quality services of hospital.
To antisipate those conditions, in 1997, it .was started the preventing effort of nosocomial infection with address to five hospitals center as reference to prevent those infections, including for the RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Scope activities covered training for the prevention team, commitee arragement, standard arragement for operational procedure of preventing nosocomial infections, and surveilens.
The prevention priority ofnosocomial infection in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung is to prevent of wounds which have highest occurance value for nososcomial infection at the surgical division. Those activities also covered preventive measures of the patient before operation, during the operation, and after the operation process.
Based on the above mentions, the objectives of this research was to obtain information concerning factors which retalted to compliance behavior of health providers in preventing nosocomial infections of wounds at the surgical division of RSVP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
The research was conducted through the activities of cross sectional survey, using respondents of medical doctors and nurces which worked at division of surgical care stayed and the operation room in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. The total samples were 117 respondents, and data collection was done through observation of medical I nursing activities and also the discussion.
Statistical analysis used distribution frequencies and Xi-square analysis to find the relationship among the dependance variable and each independance variables. However, multivariate analysis with the logistic regression was also use to find a dominance independence variable which gave the highest relation.
The research results showed there was significant relationships among compliance behavior of health providers with education level, knowledge, attitudes of health providers, and the monitoring team. The health providers which have higher level education, better knowledge, and better attitudes were usually done better in preventing nosocomial infection of wounds.
The average value of compliance behavior for health providers in preventing nosocomial infections at the surgical division of RSUP Dr, Hasan Sadikin Bandung were 40.2 % better, 39.3 % fair, and 21,5 % low, respectively. The role of monitoring team gave better relationships to the behavior of health providers in preventing those nosocomial infections. The compliance behavior of health providers could be improve to 89 percent in preventing nosocomial infection, through better team monitoring activities.
The availability team of preventing nosocomial infection in the hospitals gave better impacts on the improving compliance behavior of health providers to prevent nosocomial infection of the wounds.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"Untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, perlu diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dengan berkesinambungan. Penyelengaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan memerlukan berbagai Janis tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradikma sehat, yakni yang lebih mengutamakan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Mengacu pada UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah , UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan antara pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom. Semenjak dimulainya otonomi daerah tahun 2001, maka Dinar Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang dirasakan perlu mempunyai rencana strategis didalam pengembangan SDM kesehatan seiring dengan pengembangan fasilitas kesehatan yang sudah ada.
Agar dapat menyusun rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pads Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang , maka dilakukan penelitian operasional dengan analisis kuantitatif dan kualitatif Penyusunan rencana strategis ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu : tahap I tahap Input Stage yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal pada dinas kesehatan yang dilakukan oleh seluruh peserta CDMG ( Concensus Decision Making Group ) yang terdiri dari kepala dinas kesehatan , kepala tata usaha, kepala subdinas pelayanan kesehatan dasar , kepala subdinas P2PL , kepala subagian kepegawaian, kepala subagian perencanaan , kepala subagian keuangan serta organisasi profesi (IDI , IBI , PPNI dan HAKLI ). Kemudian dilanjutkan pada tahap II yaitu tahap Making Group pada tahap ini dilakukan indentifikasi alternatif strategi dengan analisis internal - ekstemal matriks ( IE Matriks) dan SWOT Matriks. Setelah itu dilanjutkan tahap III yaitu tahap Decision Stage dengan metode QSPM ( Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan prioritas strategi terpilih.
Berdasarkan hasil analisis dengan matriks IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya berada pada posisi sel V yaitu Hold and Maintaince yang berarti Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang masih mempunyai peluang untuk melakukan pengembangan SDM nya baik secara kualitas maupun kuantitasnya .
Berdasarkan hasil analisis tersebut , maka strategi prioritas yang cocok untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya adalah strategi market penetration dan product development.
Dengan demikian , maka disarankan agar rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang yang telah dibuat ini dapat dibuat suatu perencanaan operasional , maka pihak Dinas Kesehatan perlu mengadakan advokasi yang kuat terhadap pihak penentu kebijakan agar mendapat dukungan didalam pengembangan SDM kesehatan pada masa yang akan datang.

In order to accomplish the national objectives as stated in the opening of UUD 45, that there is a need to undertaken planned, expanded, extensive, systematic and continuous national developments. Accomplishment of national developments with health visionary needs various health resources types which have the ability to carry out health efforts through health paradigm, which emphasize more on improvement efforts and health preservation and disease.
Referring to Reg. No. 22 Year 1999 concerning the district government, Reg. No. 25 Year 1999 concerning the financial equilibrium between the central and district government, and Gov. Reg. No. 25 Yr. 2000 regarding the authority between the central and provincial government as autonomy districts. Since the beginning of the district autonomy in 2001, thus the Health Board of Tulang Bawang Regency feels that there is a need to have a strategic planning in the development of health human resources along with the development of the existing health facilities.
In order to arrange the strategic plan for the human resources development on the Health Board of Tulang Bawang Regency, thus an operational study is undertaken using quantitative and qualitative analysis. The arrangement of this strategic planning is carried out through 3 (three) Stage: Stage I is the Input Stage which consist of external and internal environment analysis on the health board, which is carried out by Consensus Decision Making Group (CDMG) participants, which include the head of the health board, head of the administration, head of the basic health sub board, head of P2PL sub board, head of human resources sub division, head of the financial sub division, and professional organization (DI, IBI, PPM and HAKLI). Next it is continued by Stage II, the Making Group Stage, In this stage, identification of alternative strategy is undertaken using internal-external matrix (IE Matrix). Then comes to Stage III, which is the Decision Stage using Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) methods to determine the priority of the selected strategy.
According to the analysis result using IE Matrix, it shows that the position of the Health Board of Tulang Bawang Regency in its human resources developments is on the V cell, that is Hold and Maintenance which means that the Health Board of Tulang Bawang Regency still has an opportunity to make developments of its human resources as qualitatively and quantitatively.
Based on the analysis result, thus the priority strategy which is appropriate the Health Board of Tulang Bawang Regency on its human resources developments is strategy of market penetration and product development.
Therefore, it is advised that this strategic planning of the health human resources development of the Health Board of Tulang Bawang Regency which has been made to formulate an operational planning. Hence the Health Board needs to make strong avocation towards the decision making group so that they could acquire support in the developments of the health human resources in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baderel Munir
"Meskipun sebagian diantara pakar antropologi meragukan adanya kebudayaan di rumah sakit, namun penelitan ini memperlihatkan banyaknya peranan unsur-unsur kebudayaan terlibat dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
- Tesis mengkaji masalah hubungan antar pelaku dan masalah dalam proses pelayanan kesehatan di IGD, Rumah Sakit Umuum Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta, yang pada hakekatnya adalah tinjauan tentang subkebudayaan rumah sakit.
Kajian dalam tesis ini berhasil mengangkat dua hal pokok mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku para pelaku dalam proses pelayanan kesehatan di IGD.
Pertama, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi secara positif terhadap perilaku para pelaku, sehingga proses pelayanan yang terjadi berdampak pada terpenuhinya standar ideal pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ialah adanya kesamaan diantara para pelaku dalam hal pengetahuan dan penghayatan terhadap nilai luhur yang menganggap penting, mulia dan terpuji upaya memberikan pertolongan kepada orang sakit untuk mencegah kematian atau keadaan kesehatan yang semakin memburuk. Selain itu diantara para pelaku pemberi pelayanan kesehatan, mereka memiliki pengetahuan dan kepatuhan terhadap tatanan birokrasi yang telah digariskan. Adanya peranan unsur kekerabatan diantara para pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, disatu sisi memberikan dukungan terhadap kelancaran pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD.
Kedua, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi secara negatif terhadap perilaku para pelaku, sehingga proses pelayanan yang terjadi berdampak pada belum terpenuhinya. standar' ideal pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ialah adanya perbedaan persepsi diantara para pelaku yang terlibat, pengaruh negatif dari perilaku birokrasi, pengaruh negatif dari peranan unsur kekerabatan dan adanya pengaruh negatif dari primordialisme berdasarkan spesialisasi medis.
Adanya perbedaan persepsi antar para pelaku bersumber dari kebutuhan yang berbeda-beda dan berbeda pula dalam hal model-model pengetahuan yang dimiliki yang secara selektif digunakan sebagai rujukan untuk memahami dan menginterpretasi kan objek yang dihadapi serta melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut,. sedangkan di IGD tidak tersedia forum yang memungkinkan berbagai pihak yang .terlibat untuk dapat saling memahami mengapa seseorang berbuat seperti apa yang ia lakukan, juga tidak tersedia petugas yang bertugas memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang mekanisme pelayanan kepada pasien.
Adanya pengaruh dari perilaku birokrasi yang bersumber dari aturan birokrasi yang bersifat imperatif dan hierarkikal, yang menuntut kepatuhan mutlak dan melihat manusia dari sudut pandang pangkat dan jabatan, yang diterapkan secara kurang bijaksana, ternyata berdampak kepada terabaikannya etika profesi dan kode etik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien di IGD.
Selain itu peranan hubungan kekerabatan, sebagai salah satu unsur kebudayaan, yang ada diantara pemberi dan penerima pelayanan, berpengaruh pula terhadap pengambilan keputusan dalam pemberian prioritas pelayanan, dan melemahkan komitmen petugas terhadap pelaksanaan etika profesi dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dalam pemberian prioritasnya seyogyaanya berdasarkan kepada tingkat kegawaian pasien tanpa membedakan suku bangsa, agama, status sosial ekonomi, namun pada kenyataannya sering berorientasi kepada ada atau tidaknya hubungan kekerabatan diantara pemberi dan penerima pelayanan.
Adanya sifat primordialisme spesialisasi yang ternyata berpengaruh terhadap model pembagian ruangan-ruangan IGD, berpengaruh pula terhadap proses pelayanan kepada pasien, dan berdampak mengurangi sifat integratif pelayanan, sebagai sifat yang menjadi ide dasar pembentukan unit pelayanan gawat darurat menjadi satu instalasi tersendiri. Dalam pelayanan kesehatan di IGD, ruang spesialisasi masih sangat menonjol dalam pembagian ruangan, khususnya di lantai I, sehingga pemanfaatan ruangan meniadi kurang efisien bagi pelayanan kepada pasien."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>