Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibnu Kadarmanto
"ABSTRAK
Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari kungkungan penjajah, mempunyai kedaulatan dan kebebasan untuk menentukan arah kehidupan yang sesuai dengan cita-cita luhur yang diinginkan.
Perjuangan mencapai cita-cita bangsa yang luhur tersebut diwujudkan dalam tahap-tahap pembangunan nasional yang arah tujuannya termuat dalam UUD 1945, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang merdeka, bersatu dan berdaulat, dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, agar dapat mencapai tujuan, diperlukan adanya Wawasan Nasional. Wawasan Nasional bangsa Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara tercipta karena bangsa Indonesia secara rasional dan realistis menyadari akan diri dan lingkungannya, untuk memanfaatkan kondisi geografi wilayah negaranya.
Hakekat Wawasan Nusantara adalah :
a. Jiwa Persatuan Kesatuan, yang mendorong bangsa Indonesia untuk bertekad mewujudkan kesatuan wilayahnya, yaitu Kesatuan bidang-bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
b. Rasa Tanggung Jawab, terhadap pemanfaatan dan kelestarian lingkungan hidup untuk digunakan sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran dan kesejahteraan serta keamanan bangsa dan negara. Agar jalannya pembangunan nasional dapat mencapai tujuan yang dii nginkan, dan mampu untuk secara efektif mengatasi AGHT (Ancaman, Gangguan, Hambatan, Tantangan) yang timbul, baik dari dalam maupun dari luar negeri, diperlukan penyelenggaraan pembangunan nasional dengan pendekatan konsepsi Ketahanan Nasional. Adapun unsur esensial konsepsi Ketahanan Nasional adalah :
a. Kemampuan mempertahankan kehidupan bangsa, identitas dan integritas bangsa dan negara.
b. Kemampuan mengembangkan kelangsungan negara dan bangsa dalam mencapai cita-citanya.
Dalam pembangunan lima tahun kelima, kebijaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu :
a. Pemerataan Pembangunan.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.
Dengan hakekat Wawasan Nusantara dan unsur-unsur esensial konsepsi Ketahanan Nasional serta kebijaksanaan yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan Nasional, maka lengkaplah dasar-dasar perlunya pemerataan pembangunan keseluruh pelosok tanah air yang merupakan salah satu penjabaran menuju cita-cita bangsa Indonesia. Terlebih bagi daerah Batas wilayah kedaulatan nasional Indonesia yang masih terisolir, yang belum cukup mantap tingkat ketahanan wilayahnya, untuk tangguh menghadapi setiap AGHT terhadap kedaulatan negara dan persatuan kesatuan bangsa.
Salah satu daerah perbatasan yang masih terisolir adalah perbatasan darat di Kalimantan yang berbatasan dengan wilayah Malaysia Timur.
Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar diwilayah Republik Indonesia, dengan luas seluruhnya 549.032 km2, mempunyai kelangkaan dalam transportasi darat. Beberapa sungai dapat dimanfaatkan sebagai jal an air, namun demikian tidak seluruh wilayah dihubungkan oleh transportasi sungai."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhardi
"Garin-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengamanatkan bahwa perhatian sebesar-besarnya perlu diberikan kepada peningkatan pembangunan pedesaan terutama melalui prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun yang tidak langsung diperuntukan bagi pembangunan pedesaan. Dan pembangunan pedesaan perlu terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan. Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan masyarakat pedesaan untuk berproduksi serta menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian masyarakat pedesaan makin mampu mengarahkan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya segala dana dan daya bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidup (1988: 70).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan pedesaaan tidak terlepas dari usaha empowerment (pemberdayaan) masyarakat desa (pembangunan sosial budaya), khususnya usaha peningkatan kemampunan sumber daya manusia untuk berproduksi dan menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan ekonomi keluarga.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarno Putra R.
"Sebagai pola dasar pembangunan nasional, ketahanan nasional Indonesia yang tangguh akan lebih mendorong laju pembangunan nasional, dan berhasilnya pembangunan nasional akan lebih meningkatkan ketahanan nasional (Lemhan.nas 1993: 25). Ini berarti terdapat kaitan timbal balik antara pembangunan dan ketahanan nasional, Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian pertumbuhan dan perobahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (national-building) (Siagian 1985 : 3). Proses pembangunan terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Proses ini berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem pembangunan, yang dikelola dalam administrasi pembangunan.
Mengingat kemungkinan kekeliruan dan dalam keseluruhan proses pembangunan itu, maka dilakukanlah pengawasan pembangunan. Pengawasan dalam pembangunan sangat penting, karena bila tidak, maka tidak mungkin dilakukan koreksi/perbaikan manajemen (administrasi) pembangunan. Tanpa pengawasan maka pembangunan tidak akan berj,alan sebagaimana mestinya. Dengan demikian pengawasan pembangunan merupakan bagian integral dari pembangunan itu sendiri.
Perencanaan pembangunan merupakan produk hukum yang akan diimplementasikan dalam proses pelaksanaan pembangunan. Bentuk pengawasan pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan saat ini adalah oleh atasan langsung (Pengawasan Melekat) dan oleh aparat pengawas (pengawasan fungsional).Pengawasan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T5610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyono Hendarsin
"ABSTRAK
Sesudah Pulau Greenland, pulau Irian adalah merupakan pulau kedua terbesar di dunia. Ia berbentuk sebagai seekor naga, kepalanya menghadap ke arah Barat tepat di bawah garis Khatulistiwa. Badan serta ekornya terletak di sebelah Utara dari setengah bagian Timur benua Australia.
Tetapi ada pula yang menggambarkan pulau yang letaknya di ujung Timur Indonesia ini sebagai seekor burung raksasa.
Pada saat ini pulau Irian dipisahkan oleh garis perbatasan yaitu 141° Bujur Timur yang membagi pulau itu menjadi dua ialah :
a. Sebelah Timur, bermula adalah daerah perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diserahkan administrasinya kepada Australia kemudian pada tahun 1975 menjadi sebuah negara merdeka dengan nama Papua New Guinea (PNG).
b. Sebelah Barat yang mula-mula bernama Irian Barat karena terletak di sebelah Barat, kemudian Irian Barat merupakan suatu propinsi sendiri dengan nama baru Irian Jaya.
Garis perbatasan 141º yang berlaku sekarang ini baru diadakan pada tanggal 16 Mei 1895 di Graven hage, negeri Belanda pada waktu pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris merasa perlu menetapkan perbatasan antara wilayah kekuasaan masing-masing di pulau Irian. Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya terletak antara 0°Garis Khatulistiwa-9° Lintang Selatan, 130° Bujur Timur -141° Bujur Timur dengan jarak terjauh dari Barat ke Timur sekitar 1.221 km dan jarak terjauh dari Utara ke Selatan sekitar 999 km merupakan propinsi yang termuda setelah Propinsi Tingkat I Timor Timur. Tanggal 1 Mei 1986 genap sudah usia Propinsi Irian Jaya 23 tahun sejak kembalinya ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Walaupun telah berusia 23 tahun keadaan Propinsi Irian Jaya pada umumnya masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan Propinsi Daerah Tingkat I lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini disebabkan pemerintah jajahan Hindia Belanda dahulu tidak pernah menaruh perhatian terhadap pulau Irian ini, seperti diungkapkan oleh R.C. Bone dalam bukunya "The Dynamics of the Western New Guinea (Irian Barat) Problem" yang dikutip oleh Ross Garnaut-Chris Manning, menyebutkan :
"Irian jajahan Belanda sebagai anak tiriHindia Belanda, daerah terlupa yang hanya berguna sebagai benteng terhadap gangguan asing, suatu tempat tamasya untuk hukuman tugas bagi pegawai- pegawai sipil yang melanggar disiplin dan sebagai tempat pengasingan untuk pejuang-pejuang kemerdekaan".
Di samping faktor tidak diperhatikannya Pulau Irian oleh penjajah Hindia Belanda dahulu faktor-faktor lainnya adalah:
a. Faktor geografis yang sangat luas (diperkirakan sekitar 410.660 km2 atau 3,5 x pulau Jawa) dengan topografinya yang sangat bervariasi.
b. Faktor penduduk yang sangat langka dibandingkan luasnya dengan jumlah hanya sekitar 1,2 juta jiwa hidupnya terpencar-pencar dengan isolasi alam yang masih sulit dijangkau dengan komunikasi dan transportasi."
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Puteh
"Pendahuluan
Latar Belakang
Di dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa bangsa Indonesia terbagi menjadi daerah-daerah propinsi, dan daerah-daerah propinsi terbagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil yang masing-masing bersifat otonom. Implikasi dari ketentuan tersebut dikeluarkannya Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kemudian untuk tingkat yang lebih rendah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 yang mengatur Pokok-Pokok Pemerintahan Desa.
Berdasarkan ketentuan tersebut, desa merupakan bagian yang integral dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T 5609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodik Umar Sidik
"Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa dinamika masyarakat pada tingkat desa dapat terwadahi dalam tiga institusi utama yaitu Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan sebagai mitra kerja pemerintah desa untuk mengelola, merencanakan dan melaksanakan pembangunan dengan menggali swadaya gotong royong masyarakat. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan pengganti dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan semangat otonomi daerah. Pembangunan desa merupakan upaya pembangunan yang dilaksanakan di desa dengan ciri utama adanya partisipasi aktif masyarakat dan kegiatannya meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik fisik material maupun mental spiritual. Untuk itu dilakukan penelitian tentang peranan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan desa di Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.
Penelitian ini ingin mengkaji dan mengungkap peranan LPM serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor. Selain itu juga mengetahui bagaimana hubungan peranan LPM dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan desa, serta kontribusi pembangunan desa dalam rangka meningkatkan ketahanan daerah. Penelitian dilakukan dengan metode survey. Dilaksanakan penelitian deskriptif maupun asosiatif agar dperoleh kejelasan terhadap variabel yang diteliti. Data dikumpulkan melalui kegiatan wawancara, observasi, kuesioner dan pemanfaatan data sekunder yang selanjutnya diolah serta dianalisis dengan analisis korelasi dan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan tingkat sedang sebesar 0,56 antara peranan LPM dan partisipasi masyarakat secara bersama-sama terhadap pembangunan desa. Peranan LPM dan partisipasi masyarakat saling mendukung dan memperkuat dalam meningkatkan pembangunan desa. Pengaruh peranan LPM dan Partisipasi masyarakat terhadap pembangunan desa dinyatakan ke dalam persamaan regresi Y = 46,67 + 0,1 X1 + 0,28 X2 untuk keperluan prediksi. Sesuai nilai koefisien determinasi (r2) = 0,32 mencerminkan bahwa 32 % variasi variabel pembangunan desa dipengaruhi oleh adanya variasi variabel peranan LPM dan partisipasi masyarakat secara simultan.
Diperoleh kesimpulan bahwa peranan LPM belum optimal dan merata diwujudkan di seluruh desa. Hal ini karena terbatasnya kemampuan pengurus LPM, kurangnya sosialisasi tugas dan fungsi LPM kepada masyarakat, kurangnya pembinaan dari Pemda serta tidak ada dukungan dana operasional. Partisipasi masyarakat lebih besar kontribusinya dari peranan LPM dalam pembangunan desa. Adanya partisipasi masyarakat tidak selalu dimotori oleh pengurus LPM, bisa oleh tokoh masyarakat lainnya sehingga menjadi tantangan bagi pengurus LPM untuk menarik dan memperoleh dukungan masyarakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kontribusi pembangunan desa di Kecamatan Bojonggede dalarn rangka meningkatkan ketahanan daerah di Kabupaten Bogor antara lain adanya pemahaman dan pengamalan ideologi Pancasila cukup baik oleh masyarakat, Pemilu berlangsung lancar dan pilihan kepada desa berlangsung secara demokratis, kegiatan ekonomi masyarakat cukup dinamis walaupun jumlah pengangguran, keluarga pra sejahtera cukup banyak, perubahan struktur sosial maupun gaya hidup sangat drastis akibat pengaruh kota sehingga perlu diwaspadai perkembangannya, saat ini kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat terkendali.

Act Number 32, 2004 on Local Government Stated that the community activities on the rural level conducted through three principal institutions, which are, the rural government, rural house of deliberation, and the society institution. Society Empowerment Institution (SEI) is one of the society institutions which functioned as working partner of the rural government for managing, planning and executing the development projects through the elaboration of the community's local resources. SEI is the replacement as well as continuation of the now abolished rural society resilience institution which considered being no longer relevant with the local autonomy spirit. Rural development is the effort of development which carried out in rural areas, with main characteristics of the presence of active participation from the local community and its activities are encompassing all aspects of the local community's daily life, both material and spiritual. It is in the light of the principal that this research was conducted to study the role of SEI in the rural development, in Bojonggede, regency of Bogor.
The goal of this research is to study and reveal the role of SEI, as well as the local community participation toward the rural development, and the contribution of the rural development in enhancing the regional resilience. This research was conducted by utilizing survey method. Both descriptive and associative research was used, to achieve a degree of accuracy and clarity of the variables being studied. The data were collected through interviews, observations, questioners, and the proper utilization of secondary data which were analyzed with correlation and regression analysis.
The outcome of the research indicated the existence of medium level relation 0.56 between the SET role and the community participation, which simultaneously affected the rural development. Both of the SEI role and the rural community participation are mutually supporting as well as mutually strengthening in enhancing the rural development. The influence of SEI role and community participation toward rural development are stated in the following regression equation = 46,67 + 4,lXfi + 0,28X2 for the means of prediction. According to the determination of coefficient value (?) = 0.32 indicated that the 32% variation of rural development variables was influenced by the presence of variation of simultaneous SEI role and community participation variables.
The research concluded that the SEI role has not reached its utmost optimality, and the presence throughout the rural area is still considered to be uneven. The primary causes of such condition mainly are the limited capability of the SEI personnel, the lack of socialization on the task and function of the SEI among rural community, and the lack of assistance as well as operational budget from the regional government. Currently, the contribution of community participation is still larger in comparison to the SEI role, since that traditional participation frequently do not initiated by the SEI personnel, which become a considerable challenge for the SEI to be able to attract and to win popular support in executing its task and function of developing rural area. The primary contributions of the rural development in Bogor regency are correct understanding and application of Pancasila within Bogor society, the success of the 2004 general election, as well as the local rural government executive official election, which also achieved a considerable success. The contribution also reflected in economic domain, visible from the dynamic economic activity of the society, in spite of the still quite high number in jobless persons, poor families, and the changes in both social structure as well as the way of life which drastically altered due to the urban influence which are needed' special attention. However, above all else, the condition of the local resilience, security and public order, is still in favorable term."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
"Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya.
Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997.
Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997.
Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997.
Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah.
Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01).
Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan.
Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat).
Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah.
Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi.
Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant).
Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah.
Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan.
Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala, Bems
"Masalah dalam penelitian ini adalah efektivitas LKMK di Kelurahan Duren Sawit, yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan ; mengapa LKMK Kelurahan Duren Sawit tidak berfungsi efektif ?. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : untuk mengungkapkan dan mengetahui latar belakang LKMK di Kelurahan Duren Sawit serta fungsinya sebagai lembaga yang dapat menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat kurang efektif. Tujuan lainnya adalah untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit saat ini sehingga dapat diketahui korelasinya dan bagaimana bentuk kelembagaan LKMK dan struktur organisasinya yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di Kelurahan Duren Sawit.
Untuk menganalisa data yang sudah terkumpul melalui observasi, interview, studi kepustakaan , informan digunakan dengan teknik deskriptif analitis.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak efektifnya LKMK di Kelurahan Duren Sawit ada beberapa hambatan yang ditemui antara lain : Kurangnya komunikasi dengan masyarakat, kekurangan dana, lemahnya sumber daya manusia, kerabat dekat, kuatnya kontrol pemerintah, kurang melibatkan RT/RW, kelembagaan masa lalu, tempat kerja di LKMK sambilan, dan yang terakhir adanya Dewan Kelurahan.
Untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit melalui lembaga LKMK, selain memperhatikan hambatan tersebut diatas, juga ada dua hal yang perlu diperbaharui (reaktualisasi) yaitu ; reaktualisasi peran LKMK dan reaktualisasi kedudukan LKMK.
Ditinjau dari perspektif ketahanan wilayah maka ketangguhan dan keuletan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang tercermin dalam LKMK Kelurahan Duren Sawit kurang berperan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dumatubun, Agapitus Ezebio
"ABSTRAK
Latar belakang masalah adalah, bahwa setiap program pembangunan yang direalisir pada orang Amungme masih banyak menunjukkan kurangnya peranserta aktif mereka. Timbul pertanyaan: Mengapa orang Amungme kurang berperanserta aktif dalam pembangunan ? Tulisan ini berusaha mengungkapkan pertanyaan tersebut dengan menunjukkan adanya perbedaan antara pola pembangunan yang ada dengan pola tradisional orang Amungme. Menurut peneliti perbedaan ini terletak pada perbedaan persepsi peranserta dan jenis peranserta orang Amungme dengan persepsi pelaksana pembangunan. Lebih lanjut peneliti mengungkapkan bahwa perbedaan itu terwujud dalam hubungan antara pola program pembangunan dengan aspek kekuasaan dalam keluarga, kepemimpinan dan pengambilan keputusan.
Studi ini berupaya mendeskripsikan, mencari, menjelaskan sistem peranserta, kepemimpinan, kekuasaan dan pengambilan keputusan orang Amungme. Analisa dilakukan secara kualitatif. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui teknik observasi langsung dan partisipasi serta wawancara. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci, dan wawancara terbuka dilakukan juga terhadap berbagai orang dan pada berbagai kesempatan. Selain pengumpulan data di lapangan, dilakukan juga di perpustakaan dan lembaga-lembaga terkait di Irian Jaya dan Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, peneliti menemukan bahwa persepsi peranserta dalam pembangunan menunjukkan perbedaan. Persepsi peranserta orang Amungme dalam pembangunan lebih mengarah pada wujud gotong royong tolong menolong dalam berbagai aktivitas hidup yang dinyatakan dengan suatu perhitungan secara tajam dan spontanitas berdasarkan kategorisasi kegiatan. Sedangkan persepsi peranserta pelaksana pembangunan lebih mengarah pada upaya keterlibatan aktif penduduk dalam pengambilan keputusan, pengalokasian kebijaksanaan, dan distribusi serta implementasi perencanaan. Di sini dituntut bahwa orang Amungme harus terlibat dan memelira serta mengembangkan program pembangunan sebagai bagian untuk mereka. Dalam pelaksanaan, pelaksana pembangunan lebih banyak menerapkan bentuk kekuasaan paksaan atau coercive power.
Dikaitkan dengan kekuasaan secara tradisional pada orang Amungme yang masih menerapkan bentuk kekuasaan konsensus atau consensual power, menujukkan adanya perbedaan. Selain itu peranan Me-ki sebagai pemimpin tradisional dalam pengambilan keputusan, kurang memainkan peranan penting. Kepala desa serta istrinya lebih banyak memainkan peranan dalam pengambilan keputusan. Akibat perbedaan tersebut di atas, maka orang Amungme kurang berperanserta aktif dalam segala program pembangunan yang direalisir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmi
"Bergulirnya Undang-Undang nomor 22 / 1999, tentang pemerintahan daerah, memberi peluang bagi daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Sistem pemerintahan Nagari yang semenjak dahulu pernah berlaku di Minangkabau, kembali muncul. Pemerintahan Nagari mempunyai suatu wilayah kesatuan masyarakat hukum adat yang otonom yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional. Dengan demikian pemerintahan Nagari dapat mengembangkan peran serta seluruh masyarakat secara demokratis dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya Minangkabau serta peranan lembaga adat dan lembaga lainnya sebagai mitra kerja dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Keinginan yang kuat bagi masyarakat Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung untuk kembali pada sistem pemerintahan Nagari pada hakekatnya masyarakat sangat ingin memfungsikan kembali unsur-unsur yang terdapat dalam sistem pemerintahan Nagari yang disebut dengan Tungku Tigo Sajarangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat Nagari. Tiga unsur yang saling memberi kontribusi satu sama lainnya dan mempunyai peranan masing-masing yang sangat penting dalam suatu Nagari. Tiga unsur tersebut adalah Penghulu sebagai pemegang kekuasaan dibidang adat, Alim Ulama sebagai pemegang kekuasaan tertinggi bidang agama, cerdik pandai memegang peranan sebagai pemikir, peranan ketiga unsur ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nagari.
Adapun pemulihan sistem pemerintahan Nagari yang dilaksanakan saat ini tidak seratus persen kembali pada sistem pemerintahan Nagari yang berlaku pada zaman dahulu, namun tentulah sistem pemerintahan Nagari yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena sebagai suatu aturan hidup adat Miinangkabau tidaklah bersifat kaku, sifat adat Babuhue Sintak yang artinya simpul atau ikatannya dapat dikencangkan atau dilonggarkan. Adat Minangkabau dapat menerima perkembangan baru sesuai pertimbangan Attie jo Patuik, menurut logika orang Minangkabau.
Dengan berhasilnya sistem pemerintahan Nagari dalam mempertahan ketahanan daerahnya dari ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam daerahnya, sekaligus dapat meningkatkan ketahanan Nasional dan integrasi Nasional dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>