Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmi Nurharini
"Penulisan tesis ini bertujuan untuk memperlihatkan beroperasinya nilai budaya persamaan dan nilai budaya kejujuran di dalam proses pengalihan kemampuan dari pekerja asing kepada pekerja lokal terutama karyawan lokal PT Freeport Indonesia. Penelitian ini mencoba untuk menelaah apakah budaya korporasi yang diproduksi dan direproduksi oleh pekerja asing dan pekerja lokal itu, berpengaruh terhadap implementasi. dari program counterpart yang dicanangkan oleh PT Freeport Indonesia. Walaupun dipahami bahwa kebudayaan bukanlah merupakan faktor penentu dari keberhasilan pengalihan kemampuan, tetapi budaya korporasi tidak bisa diabaikan sebagai kebudayaan dalam arti konteks, yaitu sebagai acuan atau menawarkan sejumlah konsepsi yang menjadi bahan pertimbangan bagi para pekerja dalam menentukan tindakannya. Hai ini dikarenakan nilai budaya meletakkan fondasi untuk memahami sikap dan motivasi para pekerja, selain itu nilai budaya memiliki kemampuan untuk mernpengaruhi persepsi kita.
Pembahasan dalam tesis ini bertumpu pada teori kebudayaan mencakup budaya korporasi, dan teori hubungan internasional, dengan menggunakan pendekatan poststructuralist atau constructivist, yang menekankan pemahaman kebudayaan pada: (I) Norma-norma, nilai-nilai, dan pranata-pranata dikonstruksikan oleh praksis-praksis dari para pekerja yang tentu saja bermuatan kepentingan-kepentingan dan kekuasaan yang mereka miliki; (2) Pranata dipahami sebagai kumpulan praksis yang merefleksikan pengamatan pada pandangan subyektif di antara para pekerja; (3) Para pekerja tidak terpisah dengan pekerja lainnya, atau dari pranata yang ada, sebaliknya tujuan dan perilaku mereka dikondisikan oleh keduanya. Jadi, para pekerja merupakan pengendali dalam mengkonstruksikan, memelihara dan merubah budaya korporasi, dan melalui praksispraksis mereka, para pekerja diberdayakan sekaligus dibatasi oleh struktur sosial di dalam lingkungan kerja PT Freeport Indonesia. Pendek kata, kebudayaan dalam teori ini didekati sebagai suatu praksis termasuk praksis kewacanaan, suatu proses, dan suatu konsep.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan mengandalkan data kepustakaan yang didukung oleh data dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh Tim URGE LTI Penelitian lapangan dilakukan secara acak dan kualitatif melalui `in-depth interview' dengan sejumlah responden para eksekutif dan manajemen menengah, yang diambil dari para pekerja asing dan lokal yang terpilih, di PT Freeport Indonesia. Pengupasan gejala memakai metoda interpretatif dan metoda verstehen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, perbedaan intensitas kadar nilai persamaan dan kejujuran yang digunakan sebagai acuan bertindak dari praksis-praksis para pekerja, memiliki kecenderungan menghambat proses program counterpart di PT Freeport Indonesia; kedua, komitmen positif dari manajemen puncak yang didukung oleh manajemen menengah, memberi pengaruh penting dan menentukan bagi pengalihan teknologi dari para pekerja asing kepada para pekerja lokal.

Corporate Culture and Transfer of Technology in American Transnational Companies: A Case Study of Counterpart System in PT Freeport Indonesia, 1997 period. The object of this theses is to explore equality and honesty values in operation during the process of disembodied technology transfer between expatriates and local workers at PT Freeport Indonesia. This research tries to answer whether corporate culture which is produced and reproduced by both expatriates and local employees, impact the implementation of counterpart program in PT Freeport Indonesia. Although culture is certainly not a determining factor in the disembodied technology transfer process, but it can not be disregarded as a context. Because it lays the foundation for the understanding of attitudes and motivation and also influences our perceptions.
This study relies on the poststructuralist or constructivist approach of both corporate culture and international relations theory, which emphasizes the following: (1) Norms, values and institutions are constructed by the practices of the workers in which involved their interests and powers; (2) The conception of institutions as "sets of practices," reflects this focus on intersubjectivity: (3) Workers are not divorced by other employees or from its institutional setting, conversely their goals and behavior are conditioned by both. So, workers are centrally involved in the construction, maintenance, and change of corporate culture, and through their practices they are enabled as well as constrained by social structure in PT Freeport Indonesia environment. Shortly, culture is approached as practice including discursive practice, as a process, and as a context.
It is an investigation which uses qualitative research methodology, based on an intensive literature review combined with the result of in-depth interview of the executives and middle management of selected expatriates and local workers in PT Freeport Indonesia. The narrative highlights the importance of the verstehen and interpretative method.
The conclusion of this study indicated that: firstly, the various degree of intensity of particular values such as equality and honesty as a context of employee's practices, tend to inhibit the process of counterpart program in PT Freeport Indonesia; and secondly, the commitment of top management combined with middle management support, has an important and a determined impact on the disembodied technology transfer between expatriates and local employees.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desideria Lumongga Dwihadiah
"ABSTRAK
Era Globalisasi melanda dunia, batas antar negara semakin tidak terasa.Tiap negara bebas berhubungan dengan negara lain. Kerjasama dalam berbagai bidang terbuka lebar termasuk dalam dunia bisnis. Perusahaan berskala internasional membuka cabangnya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dalam satu perusahaanpun terjadi. Komunikasi seperti ini memberikan peluang besar terjadinya salah paham akibat berbedanya persepsi, cara berpikir maupun cara kerjanya karena berbeda budaya.
Penelitian ini ingin menggali nilai-nilai budaya kerja Indonesia dan budaya kerja Ekspatriat yang berasal dari Barat itu. Budaya kerja memiliki sifat-sifat tersendiri tetapi memiliki pula persamaan dengan budaya induknya. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara mendalam (depth interview) dan pengamatan tak berperanserta (non participant interview) pada para pemimpin suatu perusahaan multinasionai di Jakarta.
Kerangka penelitian yang dipakai menggunakan daftar nilai budaya kerja yang telah dilakukan oleh seorang ahli komunikasi & manajemen multikultural. Ia telah membuat 20 daftar nilai budaya yang ada di hampir semua budaya di dunia, meliputi hubungan, kerjasama, keamanan keluarga dsb. Para responden diminta untuk memberikan rangking terhadap ke 20 nilai tsb. Berdasarkan rangking-rangking yang dibuat oleh para responden maka kemudian dicari bagaimana praktek sehari-hari dari nilai-nilai tersebut dalam dunia kerja mereka.. Apakah ada perubahan-perubahan setelah orang-orang yang berbeda budaya ini bekerjasama dalam satu perusahaan. Masing-masing mungkin mengalami perubahan-pembahan yang mendorong terjadinya suatu bentuk baru yang disebut budaya kerja alternative.
Budaya kerja alternatif ini merupakan hasil dari perubahan budaya kerja orang-orang dalam perusahaan itu. Perubahannya tidak selalu drastis, terkadang hanya terjadi perubahan sedikit. Pada penelitian baik orang Indonesia maupun ekspatriat mengalami perubahan dari budaya kerja asal mereka. Para ekspatriat mengalami perubahan yang lebih besar dari dibanding orang-orang Indonesia dalam perusahaan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwini Cahya Wardani
"Dengan adanya budaya perusahaan yang kuat, setiap pegawai akan mengerti dengan jelas apa yang diharapkan perusahaan darinya dan apa sebenarnya tujuan perusahaan. Sehingga dengan mengetahui apa yang diharapkan perusahaan, apa yang tidak disukai, imbalan apa yang akan diterima dan sangsi apa yang dikenakan apabila melakukan sesuatu yang tidak berkenan untuk perusahaan, maka pegawai akan bisa bekerja sendiri tanpa banyak mendapat peraturan formal, dan tercipta situasi kerja menyenangkan.
Dengan terciptanya situasi, kerja yang menyenangkan, pegawai akan dapat merasakan kepuasan kerja. Dan dampaknya terlihat dari perilaku pegawai tersebut yaitu antara lain dari absensi serta keinginan untuk pindah atau keluar dari perusahaan tempat mereka sekarang bekerja.
Setiap perusahaan akan mempunyai budaya yang memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan lingkungan budaya dimana perusahaan tersebut tumbuh dan berkembang. Sehingga budaya perusahaan yang tumbuh dan dibesarkan dalam lingkup golongan etnis Cina mempunyai ciri tersendiri dan biasanya merupakan budaya perusahaan yang berakar dari budaya Cina.
Mengapa golongan etnis Cina lebih berhasil dibanding penduduk asli Indonesia dalam berbisnis, hal ini oleh banyak ahli dikaitkan dengan adanya budaya golongan etnis Cina yang sangat menopang kegiatan bisnis mereka. Budaya Cina mempunyai etos kerja yang menekankan pada keuletan dan kerajinan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana budaya perusahaan di Prima Express Bank (PEB) dan pengaruh kekuatan budaya perusahaan tersebut terhadap kepuasan kerja, tingkat absensi dan tingkat pegawai yang keluar. Dan dari penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut:
- Budaya perusahaan PEB masih berakar dan bercirikan budaya Cina. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari Lingkungan usaha, Keyakinan akan nilai-nilai tertentu, Pahlawan atau Tokoh, Tata Cara I Prosedur / Upacara dan Jaringan informasi budaya yang ada di PEB.
- Terdapat hubungan antara kekuatan budaya perusahaan dengan kepuasan kerja pegawai FEB.
- Terdapat hubungan antara kekuatan budaya perusahaan dengan tingkat absensi (ketidak hadiran) pegawai PEE.
- Terdapat hubungan antara kekuatan budaya perusahaan dengan tingkat pegawai yang keluar (labour turn over) dari PEB.
- Kekuatan budaya perusahaan paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai PEB, dimana nilai CC = 0,57."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medda Heptriasti Suharno
"This research is aimed to test two hypotheses: (a) the strength of division cultures effects the reliability of the performances of PT Telkomsel's divisions and (b) the effects of the strength of division cultures on the performances of PT Telkomsel's divisions decline after the implementation of changes in the key performance indicators ("KPI") and targets. Since PT Telkomsel's corporate targets are detailed into divisional targets, it is important for PT Telkomsel to be able to predict its company-wide performances through the reliability of its divisional performances.
Based on organizational theories suggesting the importance of variability in firm performance and prior researches evidencing that strong cultures can enhance the reliability of firm performances, the writer conducted a research in PT Telkomsel using the following research methodology. Primary data for the independent variable of the strength of the division cultures were collected through questionnaires distributed to employees stationed minimum one semester in the same division.
The questionnaires used Likert scale of one to five, indicating the weakest to the strongest cultures. Data for the dependent variable of the reliability of divisional performances are obtained from reports on each division monthly performance scores, produced by Department of Performance Management of PT Telkomsel. The reliability of division performance is indicated by the calculated standard deviation of each division monthly score during the observed periods. The smaller the standard deviation, the more reliable the performance. These data of the two variables were then analyzed using statistical tools of regression and Pearson Co-relation coefficient.
The results of this research concluded that there is a strong relation between the strength of division culture and the reliability of 2003 divisional performances. The effect of the strength of division culture on the reliability of performance declined during the first quarter of 2004, after the changes in KPI. Even though the reasons why the effect declined still need to be verified by further researches, the writer suggests that PT Telkomsel provide sufficient time for learning and socialization processes for divisions with strong cultures, before the company imposes on changes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iing Iskandar GP
"PT. Sempati Air adalah perusahaan penerbangan domestik dan Internasional yang berkembang pesat pada saat ini dimana dalam waktu relatif singkat dapat melayani jalur penerbangan hampir keseluruh pelosok tanah air dan negara-negara tetangga. Berkembang pesatnya perusahaan mengakibatkan kebutuhan Sumber Daya Manusia tidak bisa dihindari, sedangkan untuk merecruit dan mencetak SDM yang berkualitas sesuai kebutuhan dalam waktu singkat tidaklah mudah. Sehingga karena secara kuantitas didesak kebutuhan, maka perusahaan "merekrut" tenaga Sumber Daya Manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan latar belakang sudah barang tentu menimbulkan pula perbedaan-perbedaan dalam pemahaman budaya perusahaan dan kinerja komunikasinya.
Pada tesis ini persoalan perbedaan dalam pemahaman budaya tersebut dikaji dengan memakai pendekatan perusahaan sebagai kultur. Dengan pendekatan ini, ingin diketahui bagaimana kejadian-kejadian dalam perusahaan diciptakan, disebar-luaskan, dimiliki dan dipahami bersama secara interaktif dan komunikatif.
Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif dan kajiannya dilakukan secara kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara mendalam (depth interview) terhadap informan-informan kunci (key informants) dan dengan cara melalui dokumentasi.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa nilai utama budaya perusahaan PT. Sempati Air adalah merujuk pada suatu kondisi yang oleh Direktur Utamanya disebut "memelihara kemelut dan kerancuan". Dengan nilai ini, PT. Sempati Air menjadi dikenal dengan pelayanannya yang baik, utilitas pesawat yang tinggi, dan berusaha untuk on time dalam penerbangan. Akan tetapi, nilai-nilai budaya tersebut belum diformalkan dan belum disadari oleh semua staf. Ini pula yang mesti dirumuskan supaya menjadi acuan kerja para stafnya.
Temuan lainnya, adalah besarnya pengaruh Direktur Utama PT. Sempati Air terhadap kinerja komunikasi atau kinerja budaya maskapai penerbangan yang satu ini. Sebagian besar kebijakan perusahaan yang dikemas dalam jargon perusahaan dan nilai budaya perusahaan berasal dari tangan Direktur Utama PT. Sempati Air. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T3220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Novianti
"Muara dari semua persoalan-persoalan empiris kekaryawanan adalah lahirnya ketidakpuasan kerja (job unsatisfaction) yang dirasakan karyawan terhadap perusahaan. Pola representasi dan ketidakpuasan kerja itu beragam. Bisa dalam bentuk keluar (exit) dari organisasi, menyuarakan ketidakpuasan pada perusahaan (voice), melalaikan tugas (neglect) dan juga bisa dalam bentuk loyalitas (loyalty) pada perusahaan. Studi menunjukkan bahwa bila karyawan yang mempersepsikan perusahaan memberikan kepuasan baginya, ia akan bekerja lebih efektif dibandingkan perusahaan yang dipersepsikan tidak memberikan kepuasan. Bila perusahaan dipersepsikan akan memberikan kepuasan pada karyawan, maka tingkat absensi karyawan tersebut akan rendah. Hubungan negatif juga terjadi antara kepuasan kerja dengan tingkat keluarmasuknya karyawan pada perusahaan.
Beragam realitas variasi perilaku individu karyawan yang merugikan perusahaan (tampak pada kasus di atas) setidaknya menggambarkan pada kita bahwa perusahaan perlu menyadari, mengetahui dan memahami pola keragaman perilaku karyawan, baik di level individu atau kelompok untuk kepentingan kordinasi, adaptasi dan integrasi dalam sebuah organisasi. Tidak cukup sekedar memahami diversitas latar belakang karyawan saja, misal aspek demografis (usia, orientasi seksual, pendidikan, etnisitas dan sebagainya), aspek nilai-nilai psikologis (kepribadian) saja atau latar belakang budaya. Namun, aspek-aspek lain dari individu karyawan juga perlu dipahami.
Berpijak pada pendekatan yang memandang budaya dalam komunikasi sebagai pendekatan yang diaplikasikan dalam penelitian ini, peneliti mencoba mendapatkan penjelasan proses munculnya salah satu variabel komunikasi, yakni communication apprehension yang diartikan sebagai kecemasan ayau ketakutan dalam berkomunikasi dalam diri individu karyawan ketika dikaitkan dengan budaya dan faktor-faktor lain.
Ada beberapa konsideran isu setelah penulis melakukan penelusuran pada berbagai literatur sehingga penulis tertarik pada analisis atau kerangka teoritik yang menjelaskan hubungan communication apprehension dengan budaya dan faktor-faktor lainnya.
Dan berbagai literatur dibidang komunikasi organisasi dijelaskan bahwa perlu dipahami kondisi awal yang meunculkan keragaman perilaku seorang karyawan yang merugikan perusahaan diluar aspek-aspek diatas. Kondisi itu adalah munculnya ketakutan, kecemasan, keengganan, kegugupan atau rasa mall untuk mengkomunikasikan ide atau pendapatnya kepada rekan sekerja, bawahan maupun atasannya, sehingga menghambat proses komunikasi dalam sebuah organisasi. Komunikasi tersebut dalam berupa komuniaksi langsung atau pun yang dilakukan secara tidak langsung (melalui media). Secara konseptual hambatan komunikasi ini disebut sebagai communication apprehension.
Berbagai literatur juga mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang melahirkan communication apprehension dalam diri seorang karyawan tersebut. Faktor-faktor itu adalah budaya organisasi yang dipersepsikan karyawan, iklim komunikasi yang dipersepsikan karyawan, gaya kepemimpinan pada organisasi yang dipersepsikan karyawan, serta variabilitas budaya nasional yang dipersepsikan karyawan.
Berangkat dari paradigma positivistik klasik penulis menggunakan penelitian kuantitatif yang bersifat eksplanatif untuk menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan terhadap pembentukan communication apprehension pada diri individu atau karyawan dalam suatu organisasi, dalam hal ini organisasi yang menjadi objek penelitian penulis adalah PT. Terminal Petikemas Koja (PT. TPKK). Organisasi PT. TPKK adalah suatu anak perusahaan dari sebuah BUMN yang bekerjasama dengan pihak asing melalui proses privatisasi. Penulis tertarik untuk melihat lebih jauh proses-proses komunikasi organisasi dengan mengacu kepada berbagai literatur seperti yang telah dijelaskan diatas.
Dari hasil penelitian didapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik bahwa pertama, masalah communications apprehension ditemukan pada diri karyawan PT.TPKK dengan kecenderungan ke arah trait apprehension. Kedua, semua hubungan bivariat yang terlibat dalam model lajur (path model) menunjukkan hubungan yang signifikan. Ketiga, pola hubungan antara budaya perusahaan, variabilitas budaya nasional, iklim komunikasi, gaya kepemimpinan dengan communication apprehension bersifat langsung dan tidak langsung. Keempat, terdapat empat tahap pengujian model, balk dari hubungan langsung atau tidak langsung. Kelima, hubungan tidak langsung antara budaya perusahaan, variabilitas budaya nasional, iklim komunikasi, gaya kepemimpinan dengan communication apprehension memiliki bobot efek yang lebih kuat (lebih baik) daripada hubungan tidak langsung. Keenam, ketika budaya perusahaan, variabilitas budaya nasional, iklim komunikasi, gaya komunikasi diagregatkan (diuji secara simultan) untuk memprediksi variansi communication apprehension, ternyata gaya kepemimpinan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan communication apprehension. Ketujuh, kemampuan prediksi atau menjelaskan budaya perusahaan, variabilitas budaya nasional, iklim komunikasi, gaya kepemimpinan diagregatkan (diuji secara simultan) untuk memprediksi variansi communication apprehension sebesar 64%, sisanya (36%) dijelaskan oleh faktor lain. Kedelapan, ketika model diuji kembali dengan tidak melibatkan gaya kepemimpinan, kemampuan budaya perusahaan, variabilitas budaya nasional, iklim komunikasi, mprediksi variansi communication apprehension sebesar menurun menjadi 20%. Sisanya (80%) dijelaskan oleh faktor lain.
Terakhir, hash uji fit coefficient menunjukkn bahwa model yang disesuaikan (fit model) lebih baik dari model dasar. Artinya, model tanpa menyertakan faktor gaya kepemimpinan lebih baik dari model yang menyertakan faktor gaya kepemimpinan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikra Yudha
"Dewasa ini kesadaran mengenai pentingnya peranan budaya dalam sebuah perusahaan makin mengemuka. Studi mengenai budaya perusahaan telah banyak yang dilakukan para ahli manajemen. Budaya perusahaan memiliki peranan strategis dalam suatu perusahaan karena keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat hard-side seperti struktur dan strategi, namun juga oleh faktor soft-side yaitu faktor budaya. Budaya perusahaan dianggap sebagai jiwa yang memberi hidup dan mendukung strategi. Keberhasilan implementasi strategi ditentukan oleh keselarasan antara budaya dengan strategi perusahaan. Meskipun disadari bahwa mengubah budaya membutuhkan proses dan waktu yang rumit dan panjang, tetap disarankan agar budaya perusahaanlah yang sebaiknya diselaraskan dengan strategi. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan dewasa ini semakin ketat dan kompleks, dengan derajat ketidak-pastian yang tinggi. Diperlukan budaya perusahaan yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Budaya sebagai suatu pola pikir dan pola perilaku, memiliki nilai-nilai utama dan nilai-nilai dasar yang dianut secara kolektif oleh karyawan suatu perusahaan.
Hofstede (1980) membedakan dimensi budaya masyarakat dan budaya organisasi. Karakteristik utama yang membedakan keduanya adalah pada tingkat kedalamannya. Budaya perusahaan lebih bersifat superfisial dan tampak pada ekspresi perilaku karyawan, sedangkan budaya masyarakat bersifat lebih dalam dan tertuju pada nilai-nilai yang mendasari suatu budaya. Budaya masyarakat dibedakan dalam dimensi power distance, uncertainty avoidance, indivdualism, dan femininity-masculinity. Sedangkan dimensi budaya perusahaan terdiri dari process vs. result oriented, job vs. people oriented, parochial vs. professional, tighly vs. loosely controled, open vs. closed system, dan pragmatic vs. normative oriented. Kecenderungan dari tiap dimensi budaya dapat dinilai efektif atau tidak bila telah dikaitkan dengan pilihan strategi perusahaan. Dimensi budaya yang selaras dengan strategi terpilih perusahaan, tentu bernilai baik, karena akan mendukung keberhasilan implementasi strategi. Penelitian ini dilakukan di PT Pos Indonesia sebagai subyek penenlitian. Pertimbangan utama adalah karena Pos Indonesia yang lahir jauh sebelum kemerdekaan tahun 1945 -bahkan praktek kegiatan jasa pos telah ada sejak jaman kerajaan- namun juga karena dalam perkembangannya Pos Indonesia telah menerapkan konsep manajemen strategi yang terencana.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik budaya Pos Indonesia bersifat kolektif yang dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan nilai yang signifikan antara masing-masing kelompok responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, masa kerja, unit kerja, maupun jabatan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa budaya Pos Indonesia cukup homogen. Tidak terlihat sub budaya tertentu yang menonjol dikalangan karyawan Pos Indonesia. Meskipun tingkat homogenitas budaya perusahaan dapat dijadikan kriteria untuk menyatakan kuat atau lemahnya suatu budaya perusahaan, namun demikian dimensi dan nilainilai budaya yang dianut mencerminkan masih lemahnya budaya perusahaan Pos Indonesia. Dimensi dan nilai-nilai budaya yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya Pos Indonesia belum mampu berperan sebagai alat kontrol sosial yang efektif dalam kehidupan perusahaan. Hal itu juga tercermin dari panjang dan berbelitnya birokrasi di Pos Indonesia. Perusahaan terlalu rinci mengandalkan ketentuan-ketentuan detail yang bertujuan untuk mengontrol perilaku karyawannya. Budaya perusahaan yang lemah tidak mendorong karyawan Pos Indonesia untuk menjadikan budaya perusahaan sebagai acuan berprestasi. Akibatnya budaya perusahaan belum mampu berfungsi sebagai motivator yang kuat bagi karyawannya sendiri. Budaya perusahaan Pos Indonesia juga belum mampu membangun identitas karyawan. Citra Pos Indonesia yang masih rendah di mata masyarakat menyebabkan budaya perusahaan tidak membantu karyawan dalam membangun komunikasi dengan pelanggan.
Dalam kaitannya dengan strategi, ditemui bahwa pemahaman visi dan misi Pos Indonesia dari karyawan masih rendah. Sasaran strategik Pos Indonesia ditekankan pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, peningkatan mutu layanan, serta pertumbuhan pendapatan. Strategi terpilih perusahaan tahun 2007-2008 adalah turn around dengan kontraksi dan konsolidasi. Namun demikian dimensi dan sistem nilai-nilai budaya yang dianut menunjukkan bahwa budaya Pos Indonesia belum mampu mendukung strategi yang dipilih. Dimensi dan nilai-nilai budaya yang berkembang di Pos Indonesia cenderung job oriented, power distance tinggi, uncertainty avoidance yang tinggi, individualism yang rendah, cenderung femininity, cenderung process oriented, cenderung parochial, close system, tighly controlled, dan lebih berorientasi normative. Penelitian ini mengajukan beberapa saran yang ditujukan pada manajemen Pos Indonesia. Saran utama adalah agar manajemen Pos Indonesia mulai secara terstruktur dan terencana melakukan manajemen budaya perusahaan. Hal ini penting agar perusahaan secara proaktif mampu menjaga keselarasan budaya dengan strategi perusahaan.

Nowadays, awareness on the importance of culture's role in a firm become more increased. There were huge of study about corporate culture done by management scholar. Corporate culture holds a strategic role in a firm because the success of the firm is not only defined by hard side Indonesia's independence in 1945. Furthermore, indeed the practice of postal services actually has been done to some extend since kingdom era. And during its journey, Pos Indonesia has tried to implement a planned strategic management concept. This research concluded that the culture of Pos Indonesia characterised by collectivism. It's proved by the absence of significant differences between each groups of respondent divided by gender, age, level of education, duration of employment, working unit, and management position.
So, it can be concluded that Pos Indonesia's culture is homogen. There weren't any particular subculture existed among employees. Eventhouh the level of culture homogenity can be used as criteria to examine the strength of corporate culture, the dimension and culture values held clearly indicated the weakness of Pos Indonesia's corporate culture. Dimension and culture values found in this research shown that the firm's culture couldn't serve as an effective social control tool. It was indicated from the long and complex of bureachracy exist in the firm. The firm was too detailed in controlling the behavior of its employee. That's why the corporate culture couldn't serve as a strong motivator for its own employees. The firm's corporate culture also couldn't build employee identity. The company's image that still low from customer standpoint has caused the corporate culture couldn't help its employee to build a good communication with customer.
In relation with strategy, it's found that employee's understanding of company's vision and mission still low. Strategic objective of the firm stressed on human resources development, improvement of service quality and revenue growth. Choosen strategy for the period of 2007 - 2008 was turnaround strategy with contraction and consolidation as the main program. At the other side, dimensions and culture values held by the employees as discovered in this research indicated that the firm's culture still couldn't support the strategy choosed. Dimensions and culture values existed at Pos Indonesia tend to be job oriented, high power distance, low individualism, feminity, process oriented, parochial, close system, tigjhly controlled and normative oriented.factors such as structure and strategy, but also by the soft one, that is culture factor. Ther successful of strategy implementation is primarily defined by alignment between culture and the strategy itself. Eventhough it was known that cultural change involve a complex process and should be done in a long period of time, but in order to succeed, it is crucial to align culture with the strategy. This alignment required by the complexity and high competitive situations today that come with high degree of uncertainty. As a framework and also as a set of behavior, culture has main values as well as the basic one that collectively held by employees in a firm.
Hofstede (1980) differentiated societal culture from organizational culture in term of its depth. Organizational culture is superficial and can be observed from employees daily behavior, while societal culture has a more deep characteristic and served as an underlying values for the culture. Societal culture can be defined in term of its dimension, such as power distance, uncertainty avoidance, indivdualism, and femininitymasculinity. While dimensions of corporate culture can be defined as: process vs. result oriented, job vs. people oriented, parochial vs. professional, tighly vs. loosely controled, open vs. closed system, and pragmatic vs. normative oriented Tendency of culture dimensions can be examined as efective or not if it linked with the strategy choosed by the firm. Dimension of the culture that was aligned with choosen strategy would have a good score because it will support the successful of strategy implementation. The subject of this research was PT.Pos Indonesia. The main consideration was because Pos Indonesia has been existed long before Based on the result of this research, the author propose some suggestion for management of Pos Indonesia. The main suggestion is to start managing corporate culture with a well-structured and well-planned program. This initiative is important in order to increase the firm's ability to maintain alignment between its culture and strategy choosen."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25523
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Delfri Zain
"Budaya organisasi perusahaan merupakan seperangkat pengetahuan yang terdiri dari nilai-nilai, norma, serta aturan yang dijadikan pedoman bagi seluruh anggota perusahaan dalam berperilaku pada kehidupan perusahaan tersebut. Budaya organisasi perusahaan menjadi sangat penting dalam mengatur bagaimana setiap anggota perusahaan melakukan kegiatan kerja guna mencapai tujuan perusahaan tersebut. PT. Dapur Cipta Utama sebagai perusahaan event organizer yang berpengalaman juga memiliki budaya organisasi perusahaan dalam kehidupan perusahaan mereka. Event pameran Indonesia Mining Exhibition 2015 merupakan event pameran skala internasional untuk alat-alat berat konstruksi dan pertambangan yang diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya. Tulisan ini akan melihat melalui penyelenggaraan event pameran Indonesia Mining Exhibition 2015, PT. Dapur Cipta Utama sebagai event organizer pelaksana acara untuk perusahaan Sumitomo dan sebagai kontraktor event untuk perusahaan Yutong akan memberikan gambaran mengenai budaya organisasi perusahaan yang dimiliki perusahaan tersebut dalam kinerja para karyawan ketika melakukan kegiatan kerja penyelenggaraan event. Tulisan ini juga akan memberikan gambaran mengenai tipe budaya organisasi perusahaan yang dimiliki oleh PT. Dapur Cipta Utama. @page margin: 2cm p margin-bottom: 0.25cm; direction: ltr; line-height: 120 ; text-align: left; orphans: 2; widows: 2 Kata Kunci: event, event organizer, budaya organisasi perusahaan, tipe budaya organisasi.

Corporate culture is a set of knowledges consist of values, norms, and rules used as guidelines for all the company member in the life of the company. Corporate culture becomes significant in regulating every member to do work activities in order to achieve compony goals. PT. Dapur Cipta Utama, as an experienced event organizing company also have corporate culture in the life of their company. Event Indonesia Mining Exhibition 2015 is an exhibition event in international scale for construction and mining equipments which held annually. This essay will look through the organization of Indonesia Mining Exhibition Event 2015, PT. Dapur Cipta Utama as event organizer implementing event for Sumitomo Company and as the contractor event for Yutong Company will provide overview of the corporate culture which owned by the company in the performance of the employees when performing work activities organizing the events. This essay will also describe about the type of corporate culture owned by PT. Dapur Cipta Utama. page margin 2cm p margin bottom 0.25cm direction ltr line height 120 text align left orphans 2 widows 2 Keywords event, event organizer, corporate culture, types of corporate culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Roosandyaningtyas
"Skripsi ini membahas mengenai budaya perusahaan dalam kegiatan pelayanan santunan yang dilakukan pegawai PT. Jasa Raharja (Persero) studi kasus Perwakilan Jakarta Selatan dan Bogor. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan teknik penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam, pengamatan dan participant observation.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan PT. Jasa Raharja ( Persero) secara teori tidak tersosialisasikan dengan baik. Namun secara praktik dalam kegiatan pelayanan santunan yang dilakukan pegawai sudah mengimplementasikan sebagian nilai budaya perusahaan khususnya dalam kegiatan pelayanan yang dilakukan di lapangan seperti survey dan jemput bola.
Budaya perusahaan bukan sebatas konsep tiga T, yaitu Tanggap, Tangkas dan Tangguh seperti yang telah dirumuskan namun segala bentuk aktifitas yang terjadi di Kantor Perwakilan serta yang dilakukan oleh pimpinan dan pegawai merupakan bagian dari budaya perusahaan. Pelayanan disini bukan hanya menjadi tugas Front Office melainkan tugas semua bagian yang berada di belakang proses pelayanan yang terjadi.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perusahaan seharusnya lebih mensosialisasikan budaya perusahaan secara berjenjang ke semua level jabatan dan mengevaluasi efektifitas budaya perusahaan secara periodik khususnya dalam kegiatan pelayanan.

This undergraduate thesis discusses the corporate culture in compensation payment service activity by the employees of PT. Jasa Raharja (Persero), a case study of South Jakarta and Bogor representatives. The research methodology used in this undergraduate thesis is a qualitative descriptive research, and the technique used is an in-depth interview, observation, and participant observation.
The result of this research shows that the corporate culture of PT. Jasa Raharja (Persero) is theoretically not socialized well. However, practically, the compensation payment service activity by the employees has partially implemented the corporate culture, especially during the service activity in the field, such as survey and jemput bola activities.
The corporate culture discussed is not limited to the three Ts (Tiga T) concept which are Tanggap (Responsive), Tangkas (Agile), and Tangguh (Strong) like what has been defined, but it includes all activities in the Representative Office and also the activities by the management and employees as parts of corporate culture. The service discussed here is not only the duty of Front Office but also the duty for all divisions behind the process of service.
The result of this research suggests that corporate should socialize the corporate culture gradually to all position level and evaluate the effectiveness of corporate culture periodically, especially in the service.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Anjanie
"Manajemen dan pekerja merupakan dua bagian penting dalam sebuah perusahaan. Kedua bagian ini terbagi atas spesialisasi kerja berbeda yang menciptakan pola pikir dan tindakan yang juga berbeda. Human Capital dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) merupakan dua divisi berbeda dalam maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Human Capital merupakan divisi yang mengelola sistem kerja perusahaan, sedangkan APG merupakan serikat pekerja para pilot. Penelitian ini fokus pada interaksi kedua divisi tersebut dalam satu kerangka kebudayaan perusahaan.
Human Capital dan APG mendapat banyak hambatan dalam sosialisasi dan implementasi kebudayaan perusahaan karena sulitnya menyamakan interpretasi terhadap corporate values. Hambatan tersebut kemudian terakumulasi sehingga memicu ketidakharmonisan di antara keduanya saat program Quantum Leap dianggap lemah perencanaan dan tidak memiliki antisipasi jangka panjang. Penelitian ini juga akan membahas etnografi konflik yang terjadi antara Human Capital dan APG akibat pola pikir dan tindakan yang berbeda antara kedua belah pihak.

Management and workers are two important parts of a company. The difference of work specialization between these two parts creates different paradigm and action. Human Capital and Asosiasi Pilot Garuda (APG) are two different divisions inside the Garuda Indonesia Company. Human Capital is the division which manages the working system of the company, while APG is a worker union of the Garuda Indonesia pilots. This research focuses on the interaction between those different divisions inside one frame of corporate culture.
Due to the different interpretation toward corporate values, Human Capital and APG have encountered so many obstacles in term of socializing and implementing the corporate culture. The obstacles then accumulated and slowly triggered disharmony between Human Capital and APG when the Quantum Leap Program was considered as a poorly-planned program. This research also discusses about the ethnography of conflict between Human Capital and APG because of the different paradigm and action.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>