Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123410 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tb. Rachmat Sentika
"Persepsi dan pengalaman Kepala SMF terhadap perubahan UPF menjadi SMF di RSHS, merupakan informasi yang relevan untuk digali sebagai masukan guna memperbaiki pelaksanaan kebijaksanaan. Informasi ini terasa penting, karena kebijakan perubahan UPF menjadi SMF berdasarkan S.K. Menkes 983/92, merupakan hal baru dalam rangka penyesuaian organisasi RSHS agar memiliki daya saing organisasi maupun individu dalam menghadapi perubahan lingkungan. strategis seperti globalisasi, liberalisasi jasa kesehatan, beralihnya rumah sakit dari orientasi sosial ke orientasi bisnis, berubahnya RSHS menjadi Rumah Sakit Swadana, dan dijadikannya RSHS sebagai Pusat Rujukan Kesehatan Jawa Barat, serta dijadikannya RSHS sebagai Rumah Sakit Umum Pendidikan Percontohan di Indonesia.
Dalam masalah penelitian, pelaksanaan perubahan UPF menjadi SMF dirasakan sangat sentralistik dan kurang menggali masukan dari bawah. Informasi dari Kepala SMF tentang hal-hal tersebut belum digali secara baik. Untuk itu, perlu informasi sebagai umpan balik pengambil keputusan dalam memperkaya atau memperbaiki pedoman organisasi rumah sakit menurut S.K. Menkes 983/92 maupun petunjuk Dirjen Yanmed 811/93.
Metode penelitian bersifat kualitatif dengan studi kasus perubahan UPF menjadi SMF di RSHS dengan subyek penelitian seluruh Kepala SMF di lingkungan RSHS, khususnya persepsi Kepala SMF terhadap perubahan UPF menjadi SMF dan berkaitan dengan beberapa topik utama, seperti Kejelasan Informasi ; Kejelasan Materi.; Komunikasi ; Dampak yang Terjadi dan Harapan-harapan Kepala SMF.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mengetahui perubahan UPF menjadi SMF, tetapi kurang menguasai materi lengkap dari perubahan tersebut, sehingga secara formal perubahan UPF menjadi SMF telah berjalan, dan secara konseptual sangat baik. Hal ini dikarenakan ada pembagian fungsi yang jelas antara SMF dan Instalasi. Akan tetapi, secara operasional belum berjalan lancar, karena belum terkomunikasikan dengan baik, Instalasi belum berfungsi optimal, dan Kepala SMF masih berorientasi sebagai Kepala UPF. Selanjutnya, mayoritas responden menyatakan bahwa sosialisasi perlu ditingkatkan, Depkes dan Depdikbud segera membuat kaji ulang untuk menyusun organisasi RSU Pendidikan yang berorientasi pada peningkatan mutu, pemberian otonomi lebih Iuas di tingkat bawah, khususnya menterpadukan SMF, Bagian, dan Instalasi."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Lanang Suartana Putra
"ABSTRAK
Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai kespesifikan dalam
hal sumber daya manusia. Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah melalui mekanisme penilaian kinerja. Di RSUP Sanglah Denpasar belum
pernah dilakukan analisis mengenai sistem penilaian kinerja staf medik sehingga belum
diketahui bagaimana penilaian kinerja staf medik yang efektif. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisa sistem penilaian kinerja staf medik di RSUP Sanglah
Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan melakukan
wawancara dan penelusuran dokumen. Analisa data dengan content analysis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penilaian kinerja staf medik berdasarkan enam kriteria
penilaian belum berjalan dengan baik. Pedoman, instrument, indikator, serta kebijakan
penilaian perlu direvisi dan disempurnakan. Perlu dibentuk tim khusus untuk melakukan
penilaian kinerja staf medik di rumah sakit.

ABSTRACT
Hospital services is an organization that has specificity in terms of human resources. One
strategy to improve human resources quality is through performance appraisal
mechanisms. In Sanglah Hospital had not done an analysis of the performance appraisal
system of the medical staff. It is not known how the medical staff performance
assessment system are effective. The aim of this study was to describe the performance
appraisal system of the medical staff at Sanglah Hospital in Denpasar. This research was
a qualitative descriptive study, by conducting interviews and document review. Data
analysis with content analysis. The results showed that the medical staff performance
appraisal system based on six criterias have not been going well. Guidelines, instruments,
indicators, and assessment policy needs to be revised and refined. Need to set up a special
team to conduct performance appraiser in the hospital medical staff."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Suryawati
"Proporsi kematian karena MDR TB di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 12,73%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat factor factor yang mempengaruhi ketahanan hidup pasien MDR TB di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Desain penelitian yang digunakan adalah kohort retrospektif dengan jumlah sampel 216 di mana 80 sebagai event dan sisanya sebagai sensor. Hasil analisis dengan Survival dengan Spss memperlihatkan predictor utama dari ketahanan hidup pasien MDR TB di RSHS adalah pola resistensi(HR 0,3 ; 95% CI 0,2-0,5; P value 0,000), efek samping obat berhubungan dengan waktu(HR 1,12; 95% CI 1,02-1,22; P value 0,013)dan BMI kurang (HR 1,8; 95%CI 1,02-3,3; P value 0,04). Efek samping obat sebelum terapi bulan kedelapan efeknya proteksi, sedangkan sesudah itu meningkatkan resiko kematian. Konfoundingnya adalah riwayat merokok, jenis kelamin, umur dan pekerjaan. Probabilitas ketahanan hidup pasien MDR TB 0,56. Oleh sebab itu peningkatan kepatuhan minum obat, konsistennya pengukuran tinggi badan dan berat badan pasien MDR TB dan efektivitas manajemen efek samping OAT dapat meningkatkan ketahanan hidup pasien MDR TB di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Proportion death caused by MDR TB at Hasan Sadikin General Hospital in Bandung (RSHS) is 12,73%. This study is observe factors affecting the survival of patient with MDR TB at Hasan Sadikin General Hospital Bandung. The study design uses retrospective cohorts with sample size 216 patient, whereas 80 of them is used as event and the rest is treated as sensor. Survival analysis results using SPSS demonstrated main predictors of survival among MDR TB patient in RSHS, which are : resistancy pattern (HR 0,31; 95%CI 0,2-0,5; P value 0,000), drug side effect with time dependent (HR 1,12; 95%CI 1,02-1,22; P value 0,013), and BMI (HR 1,8; 95% CI 0,2-3,3, P value 0,04). Confounding factors found was smoking history, sex/gender, age and occupation. The propability of MDR TB patient?survival is 0,56. Therefore improving drug taking compliance, consistant monitoring and improvement of BMI as well as management of anti TB drug side effect may improve the survival of MDR TB patient at Hasan Sadikin General Hospital in Bandung.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawang Setiawan Sukarya
"Rumah sakit sehagai suatu organisasi, supaya dapat berkembang dengan sukses dan berhasil dengan baik, selain memerlukan manajemen yang tepat, juga harus mernberikan perhatian yang penuh terhadap martabat pekerjanya terutama terhadap kebutuhan mereka untuk mendapatkan kelayakan dan kesejahteraan yang dianggap memadai. Iklim kerja adalah salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang. Penelitian-penelitian membuktikan adanya hubungan yang positif antara iklim kerja dan kepuasan kerja. Hasil analisa kuesioner tentang kepuasan kerja di UGDRS. Hasan Sadikin Bandung waktu tugas residensi tahun 1995, menunjukkan jumlah para perawat yang merasa kurang puas terhadap pekerjaannya cukup banyak yaitu sebesar 38.34%. Terdapat berbagai dimensi pengukuran iklim kerja, antara lain adalah pengukuran menurut Liken Litwin-Stringer dan menurut Litwin-Meyer.
Penulis memilih pengukuran iklim kerja menurut Litwin dan Meyer karena alat ukur dari Litwin dan Meyer belum pernah diteliti, dicoba dan dipergunakan di rumah sakit. Lokasi penelitian dipilih dilakukan di Unit Gawat Darurat karena situasinya yang khusus, yaitu adanya Pelayanan. dalam 24 jam dan pasien yang datang pada umumnya dalam kondisi stres karena menderita penyakit akut atau trauma kecelakaan sehingga perlu memerlukan pelayanan yang serba cepat, akurat dan memuaskan Situasi seperti ini diduga menyebabkan para pekerja di unit ini mempunyai ketegangan psikofisik yang relatif lebih tinggi dibanding bagian lainnya, sehingga masalah iklim dan kepuasan kerja kemungkinan akan lebih dirasakan. Yang diteliti adalah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi iklim kerja menurut Litwin & Meyer yaitu: conformity, responsibility, standard, reward, clarity dan team spirit. Pengukuran ini diharapkan dapat menunjukkan adanya kesenjangan antara iklim kerja yang dirasakan dan iklim kerja yang diharapkan, dan ada tidaknya korelasi antara iiklim kerja yang ada dengan derajat kepuasan yang dihayati para perawat dalam melakukan pekerjaannya ; terutama terhadap tujuh faktor kepuasan kerja yang diukur oleh alat ukur dari A.S.I.A (De attitude Schaal moor Industriale-Arbeid) yang meliputi kondisi-kondisi teknis organisatoris, kepemimpinan langsung, sistem upah gaji, ketegangan psikofisik, komunikasi atasar--bawaban, pandangan pekerja terhadap rumah sakit secara union, dan hal otonorni.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kesenjangan dari iklim kenja yang dirasakan dan yang diharapkan dengan kepuasan kerja.
Metodologi: Penelitian ini merupakan studi `Cross Sectional' terhadap 60 paramedis perawatan di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang memenuhi kriteria penelitian dilihat dari jenis pekerjaan, pendidikan dan lama kerja. Pengambilan sampel dilakukan secara `proporsional purposive random sampling'. Data IKR dan IKH diperoleh dari jawaban terhadap kuesioner dari Litwin dan Meyer, sedangkan data kepuasan kerja didapat dari kuesioner menurut A.S.I.A Analisis statistik yang dipergunakan adalah tabel frekuennsi, distnbusi dan statistik deskriptif untuk analysis univariat, serta uji ANOVA dan analisis korelasi untuk analisis bivariat.
Hasil: Tenaga paramedis perawatan di UGD-RSHS merupakan kelompok tenaga yang potensial selain karena jumlahnya yang besar, juga karena peranannya untuk kelanca ran pelayanan kesehatan. Tujuh puluh persen responden terdiri dan golongan II dan yang mempunyai mass kerja > 5 tahun adalah 83.33%. Kelompok yang merasa long puns terhadap kerjanya cukup banyak yaitu 39% dengan ranking kepuasan kerja terendah terhadap hal otonomi Responden yang merasakan ikliim kerja yang dirasakan lehih besar danpada yang diharapkan adalah yang terbanyak, sedangkan yang paling sedikit adalah yang merasakan tidak ada perbedaan. Empat variabel bebas (conformity, responsibility, standard dan team spirit ) menunjukkan perbedaan rata-rata kepuasan kerja yang bar-manna secara statistik, sedangkan 2 variabel babas lainnya (reward dan clarity) perbedaan rata-rata tersebut tidak bermaima_ Uji korelasi Pearson, menunjukkan 4 variabel bebas tersehut mempunyai hubungan dengan kepuasan kaja sedangkan faktor reward dan clarity terbukti tidak ada hubungan.
Kesimpulan: Konsep penelitian ternyata tidak mampu membuktikan semua faktor yang menurut Litwin dan Meyer berhubungan dengan kepuasan kerja. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsep yang berbeda untuk meneliti faktor-faktor lain yang diduga ada hubungannya dengan kepuasan kerja seperti faktor organisasi, kepemimpinan, tujuan, kontrol, proses pengaruh interaksi, pengambilan keputusan, risiko, warmth, support, conflict, identity dan motivasi komunikasi. Dengan mengetahui iklim kerja dan kepuasan kerja, maka pimpinan rumah sakit dapat melakukan upaya-upaya perbaikan sesuai dengan prioritas, paling tidak terhadap conformity, responsibility, standard dan team spirit dengan tidak mengabaikan kedua faktor lainnya yaitu reward dan clarity. Sebaiknya masalah iklim kerja dan kepuasan kerja dapat dipaatau secara berkala.

In order to develop successfully and to be successful, the hospital as an organization needs an appropriate management and have to give full attention to the workers' prestige, especially to their needs in getting enough properness and welfare. Job climate is one of the factors which is have enough affect to someone's job satisfaction. Many research proved the positive relationship between job's climate and job's satisfaction. The result of questionnaire analysis about job's satisfaction at Emergency Unit of Hasan Sadikin Hospital in 1995, indicate a great number of nurses who feels less satisfied with their jobs that is 38.34 percent. There are various measurement dimensions of job's climate, for example according to Likert, Litwin-Stringer and Litwin-Meyer.
The writer choose the job's climate measurement by Litwin and Meyer because the measure instruments from Litwin and Meyer have never researched, tried and used at a hospital. The Emergency Unit is chosen as a research site because its special situation, that is a service in 24 hours & the patient generally come in stress condition because of suffering an acute diseases or accident trauma. So they need a fast , accurate and satisfying service. A condition like this, have affected workers in this unit to have a psychophysics stress which is higher relative to another division, so the climate and job's satisfaction problem may be more felt_ Factors which are researched to be affected job's climate according to Litwin and Meyer are conformity, responsibility, standard, reward, clarity and team spirit. These measurements are hoped would be able to indicate the discrepancy between job's climate which is felt and which is hoped, and there are or there aren't the correlation between job's climate exist and the satisfaction degree which is felt by nurses in doing their jobs ; especially with seven factors job's satisfaction which is measured by measure instrument from A.S.I.A (De attitude Schaal voor lndustriale-Arbeid) to cover a technical organizational conditions, a direct leadership, a wage/salary system, a psycho-physic stress, a higher-subordinate communication, workers' opinion about hospital in general, and autonomy problem.
Objectives: The research objectives are to see the connection of discrepancy between job's climate which is felt and which is hoped with job's satisfaction.
Methodology: This research is a form of "Cross Sectional" study to 60 paramedic at Emergency Unit of Hasan Sadikin Hospital Bandung who are fulfill the research's criteria observed from a kind of job, education and the duration of working. The sample taking are done by "proportional purposive random sampling"_ The job's climate which is felt and which is hoped data are found from the answers of questionnaire from Litwin and Meyer and job's satisfaction data from the questionnaire according to A.S_I_A. The statistical analysis uses table of frequency, distribution and descriptive statistic for univariate analyses and ANOVA test and correlation analysis for bivariat analyses.
Result: The paramedics in Emergency Unit are the potential workers because they are in great number and their role in smoothness health services. Seventy percent respondents are coming from the second level group and the most part (83.33 %) have the duration of working more than 5 years. The group who feels less satisfying to their job about 39 percent with the lowest rank of job's satisfaction to the autonomy problem_ Most of respondent group felt the job's climate is higher to the job's climate is hoped. On the other hand, the group which feels nothing different is the least. There are four intervening variables (conformity, responsibility, standard and team spirit)which is pointed out the average differences of job's satisfaction that have meaning statistically, while another two intervening variables (reward and clarity) those average differences have no meaning. The Pearson's correlation test shows those four intervening variables have relationship with job's satisfaction. The reward and clarity factors is proven having no connection with job's satisfaction.
Conclusion: The research concept, are not able to prove all factors according to Litwin and Meyer, have relationship with job's satisfaction. Further research by different concept based on another framework of theory, which has existed, are needed to examine to another factors being estimated have connection with job's satisfaction such as organization factor, leadership, purposes, control, interaction influence process, decision malting, risks, warmth, support, conflict, identity & communication motivation. By knowing job's climate and job's satisfaction, the Board of Direction of the hospital would be able to do improvement efforts which is appropriate with priority, at least direction to conformity, responsibility, standard and team spirit, with no ignore to another two factors like reward and clarity. It is preferable to monitor the job's climate and job's satisfaction problems regularly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Raspati Achmad
"Berdasarkan pemantauan dilapangan, bahwa ada kecenderungan motivasi Para dokter spesialis merawat pasien disuatu rumah sakit atas pertimbangan imbalan finansial disamping aspek pengabdian masyarakat dan dewasa ini di era globalisasi masalah imbalan finansial dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi maka pada bulan Mei 1996, Direktur RSVP Dr. Hasan Sadikin membuat kebijakan melalui surat keputusan no. 15A1 DI - 32 1 KU.06.02/ VJ 1996 yang antara lain berisi tentang pemberian imbal jasa ( insentif ) kepada dokter spesialis.
Penelitian dilakukan secara "cross sectional" dengan pendekatan kualitatif dan memilih secara acak 45 dokter spesialis (16 % dari total populasi ) sebagai sampel dengan tujuan mengidentifikasi sistem imbal jasa dan mengetahui pandangan dokter spesialis terhadap sistem imbal jasa yang berlaku sekarang. Didalam mengidentifikasi sistem imbal jasa tersebut, peneliti mencari data mengenai BOR kelas Utama, I dan II; penerimaan fungsional kelas utama, I dan II serta faktor SDM dokter spesialis, sedangkan untuk mengetahui pandangan dokter spesialis peneliti mengumpulkan informasi tentang pengetahuan dan pendapat dokter spesialis terhadap sistem imbal jasa tersebut.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa BOR kelas utama tahun 1996 ( 56,69 %) menurun dibanding BOR tahun 1996 ( 74,83 % ), BOR kelas I selalu dibawah 60 % sejak tahun 1992 sampai tahun 1996 dan BOR kelas II relatif tidak ada peningkatan yaitu sekitar 65 %. Penerimaan fungsional relatif tetap berkisar 676.000.000.rupiah dari kelas utama, dari kelas I, 980.000.000. rupiah dan dari kelas II, 1.4 milyar rupiah.
Sebagian besar dokter spesialis ( 86,66 % ) setuju dengan adanya imbal jasa bagi mereka tetapi 71,11 % diantaranya merasakan ketidak adilan terhadap sistem imbal jasa yang berjalan sekarang dan 51, 11 % dokter spesialis menginginkan adanya pengurangan besarnya potongan jasa medis.
Peneliti menyarankan agar dibentuk suatu unit kerja khusus yang melibatkan dokter spesialis dalam membuat sistem imbal jasa dan merubah porsi pembagian jasa medis yang 70 % menjadi 80 % untuk jasa medis dokter spesialis.

Working as a pediatrician for years at Hasan Sadikin Provincial Hospital, it is felt that many medical specialists ( OB Gynt, surgeons, pediatricians, neurologist etc ) in this hospital are not quite satisfied with the new regulation on incentives for medical specialists. The regulation was declarated in 1996 through a letter of decree Na I5AIDI-32 I KU.06.021 V/1996 issued by the hospital director. In general it is said that every medical specialist working as a full timer and government employee at the hospital receives Rp 100.000, 1 month incentive; without differentiating whether she or he sent or took care of any single patient.
This study intended to portray and analyze factor related to the incentive system for medical specialists and at once also find out details on the unsatisfactory conditions felt by these specialist using a cross sectional survey design, 45 out of 225 medical specialists (16 % of total medical specialists ) were interviewed. The flow of income from various resources received by the hospital, how, where and what proportion goes to the incentives, were 'described and analyzed. Bed Occupancy Rate (BOR ), the number & qualification of the medical specialists are other 2 factors, beside income, which are theoretically related to the incentive system for medical specialists at Hasan Sadikin Provincial Hospital.
The study found that the BOR at the VIP class tends to decrease from 74.83 % in the year 1995 to 56.69 % in the year 1996; at the first class the BOR is always below 60 % and no improvement at all for BOR at the 3rd class. The hospital income tends to remain unchanged in 1966, with total of Rp 676.000.000,- from VIP class; Rp 980.000.000,- from first class and 1.4 million from the 2nd class inpatient wards. This means that the BOR which is still below the MOH standard of BOR ( 60 % ) and the revenue of the Hasan Sadikin Provincial Hospital must and is necessary to be increased.
Majorly of the medical specialists ( 86.66 % ) agrees that incentives must be arranged through regulation, however; 71.11 % is unsatisfied with the current rule. 51,11 % of them suggests the director to reviset the rule and make changes for more fair deal.
The researcher suggests 1) the director to establish a functional team who will work continuously on this matter; 2) to increase medical incentives for medical specialists who refers to and take care their patients at the Hasan Sadikin Hospital. The latter suggestion in the long run is expected to increase the BOR and the revenue of Hasan Sadikin Hospital.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Arifah Zahara
"ABSTRAK
Kompetensi merupakan topik hangat dalam dunia SDM saat ini.
Manajemen puncak dari berbagai perusahaan sedang menyusun kompetensi
umum bagi perusahaannya dan menerapkannya di dalam organisasinya. Human
Resources Department (HRD) menyusun model Competency-based terhadap
pengukuran performa yang mendorong tercapainya visi dan misi perusahaan.
Kompetensi dapat diterapkan ke dalam semua fungsi SDM. Seperti rekrutmen,
seleksi, pelatihan, promosi jabatan, penilaian kineija, dan sebagainya (Cooper,
2000). Kebutuhan akan adanya kompetensi di PT. PNM khususnya di divisi Jasa
Manajemen regional 1, karena divisi tersebut merupakan divisi yang baru
dibentuk sehingga belum memiliki kompetensi fungsional untuk setiap jabatan.
Selain itu juga karena kurangnya karyawan yang ada di PT. PNM regional 1,
menyebabkan digunakannya sistem matriks, dimana setiap karyawannya
diharuskan untuk membantu divisi lain selain divisinya. Penempatan di divisi
tersebut tidak berdasarkan kompetensi fungsional melainkan didasarkan pada
kesamaan tugas antara divisi-divisi yang bersangkutan. PT. PNM menyadari
bahwa tidak adanya kompetensi menyebabkan pihak HRD, dalam penempatan
karyawan untuk suatu jabatan, tidak memiliki acuan yang jelas dan cenderung
menempatkan siapa saja yang dianggap mampu untuk mengerjakan tugas-tugas
dari suatu divisi.
Karena kebutuhan akan adanya kompetensi fungsional di divisi Jasa
Manajemen regional 1, maka penulis membuatkan rancangan untuk menyusun
kompetensi fungsional bagi staf pelaksana divisi Jasa Manajemen. Sehingga
dengan tersusunnya kompetensi fungsional, diharapkan penempatan atau
penugasan karyawan dapat dilakukan dengan mengacu pada kompetensi tersebut.
Jabatan yang akan dianalisa adalah Jasa Pelatihan, Jasa Pendampingan, Jasa
Pendirian BPR/S, dan Jasa MMS/IT.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun kompetensi fungsional
bagi staf pelaksana divisi Jasa Manajemen tersebut merupakan paduan antara
model kompetensi dari LOMA dan model kompetensi klasik dari Spencer & Spencer (1993). Tahap-tahap tersebut terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, dan tahap analisis."
2004
T38137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanan Sekarwana
"Sampai dengan PELITA VI, telah terjadi perubahan yang mendasar di berbagai bidang yang berpengaruh terhadap sistem perumahsakitan di Indonesia baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Dalam memberikan pelayanan yang bermutu, komponen barang medis sebagai faktor penunjang mempunyai peranan yang penting dan menentukan. Kelengkapan barang medis, tersedianya barang tepat waktu dan kualitas bearing yang prima untuk memenuhi kebutuhan operasional pelayanan merupakan harapan dari para pengelola rumah sakit. RSUP Dr. Hasan Sadikin yang merupakan Rumah Sakit Ketes B Pendidikan dan pusat rujukan seluruh wilayah Jawa Barat serta sebagai unit swadana, harus mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, baik ditinjau dari segi Sumber Daya Manusianya maupun dari segi sarana, prasarana dan alatnya. Telah dilakukan penelitian dengan wawancara, observasi dan analisa data sekunder pada proses perencanaan penggunaan barang medis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Didapatkan hasil bahwa proses perencanaan penggunaan barang medis belum berjalan secara optimal. Dalam penelitian ini ditemukan berbagai faktorfaktor penyebabnya, yaitu : kuantitas dan kualitas unsur perencana dalam menyususn proses perencanaan, pemanfaatan data rekam medis sebagai sumber informasi untuk perencanaan, keterbatasan dana, terdapat kelemahan protap baik mengenai arahan maupun mengenai umpan balik, dan Pola penggunaan Barang Medis. Disarankan untuk mengembangkan proses yang sudah berjalan, baik mengenai sumber daya manusianya, prosedur maupun mengenai penggunaan dana agar tercapai tujuan yang efektif dan efisien. Hasil Penelitian ini merupakan masukan bagi pihak manajemen Rumah Sakit guna mengembangkan proses perencanaan penggunaan barang medis untuk operasional dengan harapan dapat meningkatkan mutu pelayanan sehingga dicapai pelayanan kesehatan yang optimal disegala bidang.

During Pelita VI, fundamental changes in many fields has effects toward the systems to be developed by hospitals in achieving good systems. Medical goods as ancillary factor place an important role in delivering service with acceptable quality with meets necessity. Dr. Hasan Sadikin General Hospital as a B Class Teaching Hospital as well as a Swadana has the obligation in delivering medical service with good quality, including quality of human resources, facilities, etc. The study of planning process in consuming medical goods had been done through interview, observation, and analysis of secondary data.
Result shows the process of planning in consuming medical goods was not done optimally. Factors effecting it are : quantity and quality of the planning it self, such as : optimalization of data recorded by Medical Records Sub Department, budget constrains, In-sufficient SOP, lack of feed back, inappropriate system in consuming medical goods. Development of on-going process is recommended, including the development of human resources, procedures, and systems to be applied in consuming medical goods in order to achieve the objective effectively and efficiently. The result of the study is meant to serve as an input for management in developing the planning in consuming medical goods operationally. A better quality of medical service is also one of its objectives.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Haryani
"Kejadian Kecelakaan kerja di Rumah sakit yang menyebabkan cidera pada petugas ataupun pasien dapat dicegah dengan menerapkan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Salah satu sasaran program K3 adalah perhatian pada faktor manusia (petugas, pasien, penunggu maupun pengunjung rumah sakit), seiain pada pihak manajemen, peraiatan, design dan tehniknya. Program pengembangan SDM sebagai salah satu program K3 dapat diterapkan dengan melakukan pelatihan, kampanye K3, penyuluhan, tennasuk didalamnya adalah pengembangan program budaya K3. Pengembangan dapat dilakukan dengan menge!ahui profil safety climate pada rumah sakit. Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat dikembangkan kegiatan-kegiatan K3 yang bervariasf terhadap safety climate agar mendapatkan hasil yang lebib baik selain dilakukan pengawasan serta pengembangannya. Untuk itu perlu diketahui gambaran profil terhadap safety climate.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil safety climate pada tenaga kesehatan di Instalasi Gawat Darurat RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung, dengan Responden tenaga profesi kesehatan meliputi tenaga medis (dokter dan residen), para medis (perawat dan bidan) dan tenaga penunjang (Analis, Apoteker, radiographer, pekarya dan petugas medical record). Metode penelitian yang digunakan adalah dengan kuantitatif dan kualitatif yaitu dengan survey langsung pada tenaga kesehatan dengan pengisian kuesioner, wawancara pada kepala unit kerja dan telaah dokumen. Analisa data dilakukan dengan metoda analisis isi yaitu membandingkan hasil penelitiaan dengan teori dalam kepustakaan.
Hasil penelitian didapatkan bahwa profit safety climate pada tenaga kesehatan di Gedung Emergency RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagian besar lemah. Diantara profesi tenaga kesehatan yang mempunyai profil safety climate paling kuat adalah tenaga paramedis. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dan cek list dokumen yaitu : Bahwa kepala Instalasi Gawat Darurat secara rutin memberi informasi K3 kepada seluruh staf 1GD yaitu melalui rapat rutin selalu berkomunikasi dengan penanggung jawab ruangan ataupun staf IGD untuk menginformasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan Hubungan atasan dan bawahan terlihat sangat baik demikian juga hubungan antar petugas juga terlihat baik tidak ada konflik. kondisi-kondisi tidak aman ataupun kerusakan selalu dilaporkan kepada atasan. Kerjasama dengan bidang penunjang medis cukup baik walaupun sering terjadi kesalahan komunikasi dan inform.asi dari petugas dibagian administrasi, laboratorium ataupun radiologi. Misalnya karena ketidakjelasan penulisan dan waktu pemeriksaan lama, dokumen foto hilang terutama pada sore dan malam hari saat pasien datang dengan jumlah banyak.

In order to prevent working accident at hospital which cause injury on employee or patient Occupational Health and Safety Program should be implemented. One of Occupational Health and Safety (OHS) program objective is attention for human factor (officer, patient, family or visitor of hospital), beside management, equipment,. design and technique, Human resource development program as part of OHS program can be implemented by conducting training. socialization, dissemination including development of OHS culture program. Developing of OHS program can be perfonned by understanding safety climate profile of the hospital. Based on this assessmenvarious OHS activity of safety climate can be developed in order to obtain better result beside supervision and development. Therefore, profil of safety climate should be understood.
The research putpose to understand safety climate profile on medical officer at Emergency Unit of Dr. Hasan Sadikin hospital with respondent from medical officer covering doctor and resident:. paramedic (nurse and midwife) and supporting officer (Analyst, pharmacist, radiographer, administrator and medical record officer). Research methodology using quantitative and qualitative with direct survey on medical officer by questionnaire, interview on head of working unit and document assessment. Data analysis is performed using substance analysis by comparing result of research and references.
The result showed that the profile of safety climate of medical officer at Emergency unit Dr. Hasan Sadikin Bandung mostly is weak. Highest safety climate profile among medical officer is paramedic. This is supported by interview and document check list result Le. dissemination OHS infonnation regularly to all emergency staff conducting by Chief of Emergency unit on routine meting and during Communication with all emergency staff regarding safety. The relation between subordinate and hierarchy is in harmony. Unsafe conditions has reported to subordinate. Relationship with medic is good, sometime has miscommunication and information from administrator, laboratory and radiology. Examples, wrong name, examination duration time, missing document especially during afternoon and night shift when hospital full of patient."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eggi Sudjana
Jakarta: Rajawali, 2008
297 EGG i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Gema Zuliana Irawan
"ABSTRAK
Penelitian tesis ini menganalisis mengenai tingkat kinerja dan kepentingan pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS dari Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung yang dilihat dari sudut pandang tingkat kinerja atas pelayanan kesehatan dengan menggunakan lima dimensi yaitu Responsiveness, Pyhsical Environment, Accesibility, Availibility of Medical resources and Communication. Metode penelitian yang digunakan adalah Mix Methode Research dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan metode kuisioner menyebarkan kepada 80 pasien BPJS Kesehatan di Instansi Rawat Jalan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kinerja dan kepentingan pasien BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di Instansti Rawat Jalan RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung pada dimensi pelayanan kesehatan yakni Pyhsical Environtment termasuk kedalam kategori kinerja yang rendah dan termasuk kedalam kuadran I atau Attributes that Needs Attention, oleh karena itu dimensi ini perlu diperbaiki dan ditingkatkan secara terus menerus agar kinerja pelayanan kesehatan lebih baik lagi dan dapat menjaga ketahanan masyarakat.

ABSTRACT
Research of this Thesis is to analysis the performance and interest of patients seen from the point of view client rsquo s performance level on health services provided by hospital by using five dimensions, such as Responsiveness, Physical Environment, Accessibility, Availability of Medical resources and Communication. The research method on this research is Mix Method quantitative and qualitative Using in depth interview method and questionnaire method deploy to 80 patients health BPJS in Outpatient Institution. The results showed that the level of performance and interests of patients BPJS Health to health services in Instance Hospital Outpatient Dr Hasan Sadikin Bandung on the dimensions of health services Physical Environment included into the category of low performance and included into the quadrant I or Attributes that Needs Attention, therefore This dimension needs to be improved and improved continuously in order to better health service performance and can maintain community resilience."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>