Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171024 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batubara, Ery Rura P.
"Dalam rangka pengembangan SDM yang berkualitas dan pemanfaatan SDA secara efisien serta melakukan aktivitas tanpa mencemari lingkungan diperlukan pendidikan dan latihan. Lembaga Dildat yang mengelola untuk menatar guru-guru SMK adalah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG). PPPG Lingkup Dikdasmen terdiri dari 12 PPPG yaitu ada 6 PPPG lingkup kejuruan dan 6 PPPG lingkup non-kejuruan. PPPG Lingkup kejuruan mencakup PPPG Teknologi di Malang, Bandung, Medan. PPPG Kesenian di Yogyakarta, PPPG Pertanian di Cianjur, PPPG Kejuruan di Jakarta. PPPG Lingkup Kejuruan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan khususnya dalam instalasi pada kegiatan praktek sehingga menarik untuk diteliti baik aspek limbah dan gas buang yang dihasilkan maupun aspek sosial, yakni aspek pengetahuan, sikap, ketrampilan widyaiswara terhadap lingkungan.
Berdasarkan hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) Dit. Dikmenjur bersama Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) lingkup kejuruan selama tahun 1997 sampai tahun 2001 terhadap implementasi PLH pada SMK menunjukkan belum optimal, artinya bahwa hasil pelatihan PLH di P PPG belum menghasilkan guru yang berkualitas sehingga perlu ditindaklanjuti melalui pengkajian ilmiah lewat suatu penelitian.
Penelitian ini bertujuan :
(a) Untuk mengetahui peran PPPG Teknologi Malang.
(b) Untuk mengetahui pelaksanaan PLH yang dimulai dan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai perbaikan tindak lanjut.
(c) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku serta penanganan limbah setelah memperoleh PLH di PPPG
Asumsi Penelitian ini: (a) Peran PPPG Teknologi Malang dan Bandung belum optimal, (b) Penerapan pengelolaan dan cara/pola pelaksanaan program PLH di PPPG Teknologi belum optimal, (c) Pengetahuan, sikap dan ketrampilan widyaiswara setelah memperoleh PLH belum optimal.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut sifat dasar penelitian ini menggunakan metode survei, hal ini dilakukan karena data yang dikumpulkan relatif terbatas dari jumlah kasus yang relatif besar jumlahnya. Populasi dalam penelitian ini adalah PPPG Teknologi Malang dengan jumlah widyaiswara 40 orang, pengelola PPPG (Struktural} 5 orang, pelaksana 9 orang (middle) dan PPPGT Bandung dengan jumlah widyaiswara 40 orang (low), pengelola 9 orang (top) dan pelaksana 9 orang (middle). Kedua PPPG Teknologi tersebut mempunyai karakter yang sama, terutama bidang/program keahlian dan karakter asli lingkungan widyaiswara. Sedangkan penentuan sampel orang (widyaiswara dan pengelola PPPG Teknologi) yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling (acak bertingkat sederhana). Penerapan ISO-14001- SML digunakan sebagai standard ukuran dalam manajemen lingkungan.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Peran PPPGT dalam pelaksanaan PLH: (a) Mengajarkan materi lingkungan hidup pada setiap program penataran di PPPGT Malang sebanyak 13 jenis pelatihan dengan 9 materi sedangkan di PPPGT Bandung sebanyak 12 jenis pelatihan dengan 6 materi, (b) Mengembangkan bahan ajar kejuruan yang terintegrasi dengan materi PLH di PPPGT Malang sebanyak 5 judul sedangkan di PPPGT Bandung 3 judul, (c) Membantu mengembangkan alat Bantu mengajar PLH di PPPGT Malang sebanyak 6 jenis sedangkan PPPGT Bandung 8 jenis, (d) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi PLH pada SMK sebesar 22,22%, dan tidak ada pelaksanan monitoring dan evaluasi sebesar 77,78% baik di PPPGT Malang maupun di PPPGT Bandung, (e) Ada kerjasama dengan institusi terkait 77,78% dan tidak ada kerjasama 22,28% di PPPGT Malang sedangkan di PPPGT Bandung ada keijasama (88,11%) dan tidak ada kerjasama (11,11%), (f) Menyusun laporan caturwulan tentang pelaksanaan PLH di PPPGT Malang seperti laporan dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 20%, dibuat dan tidak dilaporkan ke atasan sebesar 60%, tidak dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 20%, sedangkan di PPPGT Bandung laporan dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 33%, dibuat dan tidak dilaporkan ke atasan sebesar 44%, tidak dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 22%.
2. Pengelola PPPGT dalam Pelaksanaan PLH: (a) Kebijakan PLH dalam bentuk tertulis dan dikomunikasikan PPPGT Bandung 67,35 % dan PPPGT Malang 46,66%, (b) Penyusunan Program PPPGT Malang 88,89% dan PPPGT Bandung 79,31%, (c) Pelaksanaan dan Operasional terdiri dari: (1) Struktur dan tanggung jawab untuk melaksanakan PLH di PPPGT Bandung 66,67% dan PPPGT Malang 55,56%, (2) Memperoleh DIKLAT PPPGT Malang 91,84% dan PPPGT Bandung 32,65%, (3) Komunikasi dalam pelaksanaan PLH di PPPGT Bandung 55,56% dan PPPGT Malang 44,44%, (4) Dokumentasi di PPPGT Malang 64,29% dan PPPGT Bandung 33,33%, (5) Bentuk pelaksanaan PLH di PPPGT Malang menunjukkan pada ke empat point diatas secara keseluruhan sebesar 73,33% dan PPPGT Bandung 62,07%, (d) Dampak PLH pada unit Bengkel sebesar 70% di PPPGT Bandung dan Malang sebesar 58,33%, (e) Membuat kebijakan Baru sebesar 100% di PPPGT Malang dan 71,43% di PPPGT Bandung.
3. Kinerja PPPGT dalam Pelaksanaan PLH: (a) Ada perubahan dalam melaksanakan hemat energi di PPPGT Bandung diungkapkan responden sebesar 6,12% sedangkan di PPPGT Malang 0%, (b) Usaha dan Upaya Penerapan Limbah Cair 87,50% di PPPGT Malang dan 50% di PPPGT Bandung, (c) Usaha dan Upaya Penerapan Pengelolaan Sampah 40% di PPPGT Malang dan 32,50% di PPPGT Bandung, (d) Kondisi setelah melaksanakan PLH 28,57 % di PPPGT Malang dan 20,41% di PPPGT Bandung, (e) Bentuk Kegiatan yang menunjang kegiatan pasca swiss contac Fungsi Institusi (Diklat) 60% di PPPGT Malang dan 40% di PPPGT Bandung.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (a) Pelaksanaan peran PPPG Teknologi Malang dan Bandung dalam melaksanakan pendidikan lingkungan hidup belum optimal, hal ini dibuktikan bahwa enam peran tersebut, ada 3 peran yang kurang dilaksanakan, (b) Pengelolaan PLH di kedua PPPGT dalam melaksanakan PLH belum optimal baik kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan operasional, pemeriksaan dan tindakan perbaikan, tindakan manajemen, (c) kinerja PLH belum optimal baik penerapan hemat energi, penanganan limbah cab, padat kondisi PPPGT dalam melaksanakan PLH, kondisi PPPGT Pasca swisscontac.

Training and education are needed to develop the quality of human resources, to utilize natural resources efficiently, and to do activities without polluting the living environment. The institution that educates and trains senior high school teachers is the Center for Development of Vocational Teachers Training. The Directorate General of Primary and Secondary Education of Ministry of Education has 12 units of PPPG, which are divided into six vocational PPPGs and other six non-vocational PPPGs. There are three vocational PPPGs, which ones are the Technology PPPGs in Malang, Bandung and Medan. The other three are Art PPPG in Yogyakarta, Agriculture PPPG in Cianjur, and Skill Training PPPG in Jakarta. Activities held at PPPGs have the potential to pollute the environment, especially when they do practices. It is interesting to study this potential and the social aspect of the school environment, such as knowledge, attitude, and skills of trainers regarding the environment.
Monitoring and evaluation done by Directorate of Secondary and Vocational Education and Education in Center for Development of Vocational Teachers Training in 1997-2001 show that environmental education for Vocational Senior Secondary School has not been optimum. This means that the trainings in PPPGs have not produced qualified teachers, so that it needs further in depth-study.
This research aims to:
(a) know the role of Technological PPPG in Malang.
(b) Know the PLH execution started from policy, planning, implementation, evaluation and action plan for improvement
(c) know knowledge, behavior and attitude and also the management of disposal after obtaining PLH in PPPG.
These research assumptions are as follow: (a) the role of Technological PPPG in Malang and Bandung is not yet optimal, (b) Applying of management and way of PLH program implementation pattern in PPPGT is not yet optimal, (c) Knowledge, attitude and skill of trainees obtaining PLH are not yet optimal.
This research uses descriptive research method with qualitative approach.. According to its nature, this research uses survey method, because it is conducted under limited data. In that can be collected in a relatively considerable amount of cases. Population in this research is Technological PPPGT in Malang which has 40 trainers (Widyaiswara), 5 PPPGT organizers, 9 executors and PPPGT Bandung which has 40 trainers, 9 PPPGT organizers, 9 executors. Both of the Technological PPPG have the same characters, especially in area/membership program and original characters of widyaiswaras determination of people sample (PPPGT organizer and widyaiswara) to be the respondents in this research is conducted by stratified random sampling (high rise random modestly). ISO-14001- SML applicantion is used as it is a standard measurement in environmental management.
The Results of the research are as the follow:
1. The role of PPPGT in PLH implementation : (a) Teaching environment items in each upgrading program in PPPGT Malang 13 training types by 9 items while in PPPGT Bandung counted 12 training types by 6 items, (b) Develop vocational teaching materials which integrated with PLH items in PPPGT Malang counted 5 titles while in PPPGT Bandung 3 titles, (c) Assist to develop tools to teach PLH in PPPGT Malang counted 6 types while PPPGT Bandung 8 types, (d) evaluation and monitoring PLH at SMK equal to 22,22%, and there are no monitoring and evaluation equal to 77,78% either in PPPGT Malang and also in PPPGT Bandung, (e) There is cooperation with related/relevant institution 77,78% and there no cooperation 22,28% in PPPGT Malang while in PPPGT Bandung there is cooperation (8 8,11%) and there no cooperation (11,11 %), (f) Compile report for four months period about PLH implemented in PPPGT Malang like report made and reported to superior equal to 20%, made but not reported to superior equal to 60%, not made and not reported to superior equal to 20%, while in PPPGT Bandung report made and reported to superior equal to 33%, made but not reported to superior equal to 44%, not made but reported to superior equal to 22%.
2. PPPGT Organizers in PLH management: (a) Policy of PLH in the form of written document and communicated by PPPGT Bandung 67,35 % and PPPGT Malang 46,66%, (b) Compilation of PPPGT Malang program 88,89% and PPPGT Bandung 79,31%, (c) Implementation and operation consist of: ( 1) Structure dan responsibility to PLH implementation in PPPGT Bandung 66,67% and PPPGT Malang 55,56%, ( 2) Obtaining PPPGT Malang training 91,84% and PPPGT Bandung 32,65%, ( 3) Communications in PLH implementation in PPPGT Bandung 55,56% and PPPGT Malang 44,44%, (4) Documentation in PPPGT Malang 64,29% and PPPGT Bandung 33,33%, (5) Form of PLH implemented in PPPGT Malang show at four points above the whole, equals to 73,33% and PPPGT Bandung 62.07%, (d) PLH impact on Workshop unit equals, 70% in PPPGT Bandung and Malang equals 58,33%, (e) Make new policy equals 100% in PPPGT Malang and 71,43% in PPPGT Bandung.
3. PPPGT performance in PLH implementation: (a) There is a change in executing to economize energy in PPPGT Bandung laid open by respondents which is equal to 6,12% while in PPPGT Malang 0%, (b) the Effort and Effort Applying of Liquid Waste 87,50% in PPPGT Malang and 50% in PPPGT Bandung, (c) the Effort and Effort Applying of Management of garbage is 40% in PPPGT Malang and 32,50% in PPPGT Bandung, (d) the Condition of after PLH implementation 28,57 % in PPPGT Malang and 20,41% in PPPGT Bandung, (e) Form of Activity which supporting activity of Function Institution post Swisscontact (training) 60% is in PPPGT Malang and 40% in PPPGT Bandung.
The conclusions, of this research are: (a) The role of PPPGT Malang and Bandung in implementing education of environment is not yet optimal, there are 3 not implemented, (b) The management of PLH of both PPPGTs regard PLH implementation not yet optimal whether in policy, planning, operation and implementation, action and evaluation, or management action, (c) PLH performance is not yet optimal whether in applying o f energy, liquid, the management of disposal, is condition of PPPGT in PLH implementation, condition of PPPGT post Swiss contact.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parus
"Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar (SD dan SMP), menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengadakan hubungan-timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih-lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah di bawah pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional adalah pendidikan umum dengan jenis Sekolah Menengah Umum/ SMU, dan pendidikan menengah kejuruan dengan jenis Sekolah Menegah Kejuruan/ SMK.
Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan pada bidang tertentu dan mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja serta mengembangkan kemapuan profesional siswa. Dikaitkan dengan sistem pendidikan, program kejuruan terbagi dalam enam kelompok yaitu Kelompok Teknologi dan Industri (STM), Pertanian (SPMA), Pariwisata (SMKK), Kesejahteraan Masyarakat (SMPS), Bisnis dan Manajemen (SMEA), Seni dan Kerajinan (SMIK/SMKI). Dari enam kelompok tersebut terdapat 21 bidang keahlian yang terdiri atas 89 program keahlian (program studi). Pada saat kegiatan belajar-mengajar (KBM) berlangsung dan setelah siswa terjun ke dunia kerja SMK telah memanfaatkan sumber daya alam dan potensial mencemari lingkungan.. Untuk memenuhi tuntutan global akan tenaga kerja yang kompeten dan berwawasan lingkungan maka Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bekerja sama dengan Swisscontact membuat Konsep Pendidikan Lingkungan hidup pada SMK.
Berdasarkan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) pada Sekolah Menengah Kejuruan (1996) organisasi pelaksanan pengelola PLH pada Pendidikan Menengah Kejuruan (PMK) adalah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pusat Pengembangan PLH untuk SMK, Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) lingkup kejuruan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi, dan SMK. Konsep ini dibuat agar pengelola PMK dapat melaksanakan perannya untuk mendukung pelaksanaan PLH di SMK. Sedangkan SMK diharapkan menyusun dan melaksanakan program PLH yang terintegrasi pada kegiatan kurikulum dan ekstrakurikuler, melaksanakan dan mengembangkan sekolah berbudaya lingkungan, serta menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan PLH di sekolahnya.
Hasil monitoring dan evaluasi oleh Dikmenjur tahun 1997-2001 menunjukkan: (a) kurang kesadaran, pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai cerminan perilaku siswa yang rasional dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup; (b) tamatan SMK belum mempunyai sikap profesional sesuai tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Kedua hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PLH di SMK tidak optimal sehingga tujuan PLH pada SMK tidak tercapai. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti mengambil judul Optimalisasi Pengelolaan PLH pada Pendidikan Menengah kejurauan (Studi Kasus : Kelompok Teknologi dan Industri pada SMK Negeri Jakarta).
Dalam proses tidak tercapainya tujuan tersebut di atas, peneliti membatasi permasalahan dan sekaligus mengasumsikan bahwa : (a) peranan stakeholder PMK dalam upaya pelaksanaan PLH di SMK negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal; (b) Peranan pengelola dan cara/pola pelaksanaan program PLH di SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal. (c) Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. (d) Pencapaian pola pelaksanaan program PLH yang optimal di SMK kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta dapat dibuat melalui pelibatan seluruh stakeholder PMK, dan menerapkan manajemen pengelolaan lingkungan dan pencapaian kinerja PLH.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Hal ini mengingat data yang dikumpulkan relatif terbatas dari jumlah kasus yang relatif besar jumlahnya. Populasi sekolah negeri kelompok teknologi dan industri di Jakarta berjumlah 12 SMK. Penentuan sampel sekolah dengan cara purpose sampling sejumlah 6 SMK (50%). Sedangkan penentuan sampel warga sekolah dilakukan dengan cara stratified random sampling yakni dengan cara diundi. Responden terdiri dari 6 (enam) orang kepala sekolah, 33 guru, dan 226 siswa (5% dari 4490 jumlah keseluruhan siswa). Di samping itu 6 (enam) respoden dari stakeholder PMK ditetapkan sebagai key informan yaitu masing-masing 1 orang dari Direktorat PMK, Pusbang PLH, PPPG Teknologi Malang, Balai Penataran Guru, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, dan Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi, kuesioner, diskusi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan stakeholder PMK maupun SMK sebagai pelaksana PLH belum optimal. Hal ini dibuktikan :
1. Kurangnya komitmen, koordinasi, dan evaluasi stakeholder PMK terhadap pelaksanaan program PLH secara terus-menerus (kontinyu), belum adanya tim dan program PLH pada Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, Balai Penataran Guru, dan Dinas Pendidikan Kotamadya DKI Jakarta.
2. Pada SMK bahwa : (a) dari 6 (enam) kepala sekolah yang telah menyusun program kerja PLH, belum satu pun yang membuat kerangka kerja dan peniaian keberhasilan pelaksanaan PLH di sekolah; (b) dari 33 responden guru baru 7 orang (21,21%) yang pernah mengikuti pelatihan PLH. Dengan kondisi seperti itu, kemampuan mengajar guru dalam tranformasi materi L-I menjadi faktor penghambat dan sekaligus mempengaruhi kemampuan mengajar dan pengusaan materi LH yang diajarkan. Selain itu panduan/ Cara pengintegrasian materi lingkungan hidup ke dalam materi bidang keahiian menjadi kendala akibat keterbatasan SDM tenaga pengajar.
3. Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. 54,16% responden menyatakan bahwa pengetahuan lingkungan hidup lebih banyak diperoleh dari luar sekolah, 35,84% diperoleh di sekolah. Sedangkan bentuk dan sifat pengetahuan lingkungan mencakup pola bersih (34,51%), pengetahuan umum (29, 65%), dan perilaku peduli terhadap lingkungan (17,70). Sikap dan keterampilan siswa terhadap pengelolaan limbah hasil praktikum menunjukkan rata-rata sedang (53,54%) artinya bahwa hasil praktikum dibuang langsung pada saluran pembuangan, kategori tinggi ( 38,94 %) memiliki arti bahwa limbah hasil praktikum dibuang pada wadah yang sudah disediakan, kategori rendah (7,97%) memiliki arti bahwa limbah tidak di kelola. 79,65% siswa juga menyatakan bahwa pelaksanaan PLH di sekolah belum memadai dan tidak efektif, sedangkan 20,35% menyatakan efektif.
4. Dalam mencapai optimalisasi pengelolaan PLH di SMK Negeri kelompok teknotogi dan industri Jakarta . dapat dilakukan melalui pelibatan stakeholder PMK dan melaksanakan peranannya masing-masing. sedangkan SMK dapat meningkatkan pelaksanaan PLH melalui: (a) penerapan manajemen lingkungan (Plan, do, check, dan action); (b) pencapaian kinerja PLH yang meliputi integrasi materi lingkungan pada kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, penampilan sekolah, sikap dan perilaku yang baik seluruh warga sekolah terhadap lingkungan hidup.
E. Daftar Kepustakaan : 23 (1982-200)

Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programms at The Public Vocational High Schools in Jakarta)The purpose of secondary education is to continue and expand the basic education of primary school and junior secondary school, to develop the students ability as members of the society to interact with social, men-made, and natural environment, to develop the students knowledge to continue their studies to higher levels of education. The secondary education managed by the Ministry of National Education consisting the general secondary education namely the general high school (SMU) and the vocational secondary education or the vocational high school (SMK).
Vocational high school provides priority to expanding specific occupational skills and emphasizes on the preparation of students to enter the workforce and expanding their professional attitude. As explained in the education system, vocational program is devided into six groups, i.e Technology and Industry, Agriculture and Forestry, Tourism, Community Welfare, Business and Management, and Art and Handicraft. Based on the six groups there are 21 streams consisting of 89 study programs. During the activities in the classroom and in the workplaces, the schools have included in natural resources utilization also its potential in contaminating or polluting to environment. To employ with the global needs of workers with a competence including their environment outlook, the Directorat of Technology Vocational Education in collaboration with the Swisscontact have prepared the Concept of Environmental Education for The Vocational High School.
Based on The Concept of Environmental Education (EE Concept) at The Vocational High School (1996), the stakeholders are The Directorat of Technology Vocational Education (DTVE), Vocational Education Development Center (VEDC) Malang as The Development Center of EE, 6 Vocational Teacher Upgrading Centers, Ministry of National Education of DKI Jakarta, and The Vocational High School (SMK). The Concept of EE was made in order to enable the stakeholders to support the implementation of EE at The Vocational High School. The school is expected to arrange and to carry out the EE programs integrated in the activities of curriculum and extracurriculum, to conduct and develop an environmental-cultured school, and also to arrange and submit the report of EE implementation. The Monitoring and Evaluation by DIVE in 1997 - 2001 proves that the implementation of EE at SMK was not optimal so that to purposes are not reached, such as : (a) the students lack of awareness, EE outlook, and skills as reflections of their rational and responsible behavior towards environment, (b) the graduates from SMK don't have profesional attitude yet, demande by environmental development. Therefor, the writer took the title : Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programs at The Public Vocational High Schools in Jakarta).
Because the purposes are not reached, the writer make some limits of the problems and assumptions : (a) the role of SMK stakeholders in the effort of EE implementation at SMK (technology and industrial program) is not optimal yet; (b) the role of managers and the methods of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta is not optimal yet; (c) Knowledge, attitude and skills of the students after learning about EE is not optimal yet; (d) the optimal reaching of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta could be attained by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education, application of environmental management, and EE performance achievement.
The method used in this research is survey method, due to limited data from relatively large amount of cases. The Population of Public Vocational High School (technology and industrial program) in DKI Jakarta are 12 school. The method of determining the sample is purpose sampling, that is six SMK (50%). The members of school sampling done by stratified random sampling. The respondents are 5 principals, 33 teachers, and 226 students (5% out of 4490 (total number of students)). Besides, there are 6 key informants from the SMK stakeholders : 1 person from DIVE, Development Cenyer of EE, VEDC Malang, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta. The research instruments are observation, questionairs, discussions, and interview.
The result of study proves that the implementation of EE at SMK done by stakeholder of Vocational Secondary Education and the schools are not optimal. The proofs are :
1. The stakeholders show a lack of commitment, coordination and evaluation in conducting EE program continuosly. Besides, Dinas Pendidikan Propinsi DIU Jakarta, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta have no EE team and no EE program.
2. SMK shows that : (a) among 6 principals which have made the EE operational program, no one makes work framework and assesment of EE achievment; (b) only 7 teachers (21,21%) out of 33 teachers who teach EE had been through EE training. in this condition, the ability of teachers in transforming the knowledge of environment becomes an obstacle and also influences their teching-learning and mastering the subject materials. Besides, the guidelines of integrating environment knowledge materials to the special skill materils are costraint by the lack of human resources.
3. The knowledge, attitude, and skills of SMK (technology and industrial students.program) , after having EE, are not optimal. 64,16% respondents said that they knew more about environment from society activities, 35,84% at school activity. However the knowledge consist of sanitation (34,51%), general idea about environment (29,65%) and attitude towards environment (17,70%). The attitude and skills of the students about waste management of laboratory work is fare (53,54%), that means that the waste of laboratory work damp to the sewage, the high category (38,94%) that means that the waste of laboratory work throw on garbage cane, the lower category (7,97%) that means that the waste doesn't managed. 79,65% the Students explained that the implementation of EE isn't optimal and ineffective, but 20,35% state effective.
4. In reaching of the optimizing of managing EE at the Public Vocational High Schools (technology and industrial program) can be done by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education. The schools can improve the. conduct of EE through : (a) application of Environment Management (plan, do, check, action); (b) EE performance achievement including integration of the environment material to intra curriculum and extracurriculum activities, school appearance, and good behavior and attitude of all members of the school toward their environment.
E. Number of References 23 (1928-2040)"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Safitri
"Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Selatan tahun 1999. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa. Sampel dari populasi penelitian berjumlah 200 orang, yang dipilih dari empat universitas sampel berdasarkan teknik random sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode ex post facto dengan pendekatan korelasional. Untuk menguji hipotesis, analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi dan korelasi sederhana, regresi dan korelasi ganda serta korelasi parsial pada taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian ini adalah: pertama, terdapat hubungan positif antara hasil belajar tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup dengan koefisien korelasi sebesar 0,39. Hubungan regresi linier dinyatakan melalui persamaan Y = 39,87+0,69X1. Kedua, terdapat hubungan positif antara sikap tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup dengan koefisien korelasi sebesar 0,59. Hubungan regresi linier dinyatakan melalui persamaan Y = 7,61+0,46X2. Ketiga, terdapat hubungan positif antara hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup. Hubungan regresi linier dinyatakan melalui persamaan Y = 7,81+0,01X1+0.46X2 dengan koefisien korelasi 0,59.
Dari empat universitas sampel, responden dari Universitas Muhammadiah memiliki pengaruh hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup terhadap perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup yang paling tinggi, dengan koefisien determinasi yang terbesar dibandingkan responden dari universitas sampel lainnya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Arief
"Pendidikan lingkungan sangat penting bagi para siswa. Hal ini dikarenakan pendidikan tersebut memberikan pengetahuan mengenai lingkungan hidup. Dari pengetahuan yang dimiliki para siswa mengenai masalah lingkungan hidup tersebut akan membentuk sikap serta perilaku mereka terhadap lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun demikian, pendidikan lingkungan secara khusus tidak diajarkan dalam kurikulum di tingkat SMA, namun masalah lingkungan telah diajarkan secara tersebar dalam berbagai mata ajaran. Hal ini terlihat dalam Pendidikan Agama, PMP, Bahasa Inggris dan berbagai mata ajaran lainnya.
Secara teoritis pendidikan lingkungan telah diperoleh selama 11 tahun yaitu dari Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Tingkat Pertama ini akan mempengaruhi aspek pengetahuan, perasaan dan perilaku mereka. Pada jenjang SMA ini pendidikan lingkungan sudah bersifat mendalam, luas baik secara teoritis maupun praktis Namun demikian dalam menyerap pelajaran di sekolah responden yang terdiri dari siswa SMA 8 dan siswa SMA 38 mengalami perbedaan. Umumnya 62,50 % siswa SMA 8 sangat tahu terhadap masalah lingkungan. Hal ini berbeda dengan siswa SMA 38 yang hanya 31,30 % sangat tahu masalah lingkungan. Rata-rata responden sangat tanggap terhadap lingkungan (61,87 %-). Sedangkan perilaku mereka dalam keterlibatan terhadap masalah lingkungan khususnya kebersihan cukup baik.
Respon mereka terhadap masalah lingkungan.seperti melihat tetangga membuang sampah di sembarang tempat mayoritas responden (51,9 % ) hanya mendiamkan (26,3 %). Nampak disini bahwa respon mereka masih sangat kurang untuk menanggapi persoalan diatas.
Walaupun demikian kesadaran mereka untuk membayar restribusi sampah, tindakan mereka dalam membantu bencana alam, tindakan untuk tidak mencorat-coret di tembok sudah memiliki tanggapan yang cukup baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagaian besar responden memiliki pola perilaku positif terhadap masalah-masalah lingkungan.
Mengenai tingkat pemahaman dan sikap mereka terhadap lingkungan tidak terdapat korelasi. Demikian juga tingkat pemahaman terhadap perilaku untuk taraf signifikan 1 % tidak ada korelasi. Namun dalam masalah sikap siswa dengan pola perilakunya dalam menghadapi masalah lingkungan terdapat korelasi."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Nugroho Setiyadi
"ABSTRAK
Nama : Ari Nugroho SetiyadiNPM : 1406505494Program Studi : Ilmu GeografiJudul : Pola Spasial Tingkat Kebisingan Di Lingkungan Pendidikan Studi Kasus: SMA Negeri 24 Jakarta dan SMA Negeri 35 Jakarta Kebisingan merupakan bagian dari kondisi lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena dapat mempengaruhi keseimbangan kehidupan antara manusia dan lingkungannya. Kebisingan di lingkungan pendidikan yang berada di Kecamatan Tanah Abang bersumber dari lalu lintas yang berdekatan dengan SMA Negeri 24 Jakarta dan SMA Negeri 35 Jakarta. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola spasial tingkat kebisingan dan membandingkan nilai kebisingan di SMA Negeri 24 Jakarta dan SMA Negeri 35 Jakarta, berdasarkan faktor-faktor fisik seperti: kendaraan bermotor, fasilitas umum, dan karakteristik bangunan sekolah. Penentuan tingkat kebisingan melalui pendekatan spasial dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis GIS dan analisis statistik. Hasil penelitian menunjukan tingkat kebisingan di SMA Negeri 24 Jakarta melebihi ambang batas baku >55 dB yang telah ditetapkan untuk lingkungan pendidikan. Untuk tingkat kebisingan di SMA Negeri 35 Jakarta, masih sesuai dengan batas baku yang ditetapkan

ABSTRACT
Name Ari Nugroho SetiyadiNPM 1406505494Major GeographyTitle Spatial Pattern Noise in Environmental Education Case Study SMA Negeri 24 Jakarta and SMAN 35 Jakarta Noise is part of the environmental conditions that need serious attention because it could affect the balance between human life and the environment. The noise in the educational environment is in Tanah Abang sourced from traffic adjacent to SMA Negeri 24 Jakarta and SMAN 35 Jakarta. The purpose of this study to determine the spatial patterns and comparing the value of the noise level of noise in SMA Negeri 24 Jakarta and SMAN 35 Jakarta, based on physical factors such as motor vehicles, public facilities, and the characteristics of the school building. Determining the level of noise through the spatial approach by utilizing Geographic Information Systems GIS and statistical analysis. The results showed noise levels in SMA Negeri 24 Jakarta exceed standard limits 55 dB that have been assigned to the educational environment. For noise levels in SMA Negeri 35 Jakarta, still in accordance with the specified standard limits "
2017
T47292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Atmanto
"ABSTRAK
Berbagai macam aktivitas yang telah dilakukan aleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, tanpa disadari telah mengubah lingkungan hidupnya menjadi lingkungan yang berbeda dari lingkungan alas semula. Perubahan ini antara lain telah mencemarkan atau merusak ekosistem biotik maupun abiotik sekitar, yang akibatnya dapat mengurangi daya dukung keberlangsungan alas itu sendiri.
Pemeliharaan dan pelestarian kembali alas lingkungan akan menjadi lebih sulit apabila kendala dan keadaan mental masyarakat seperti : tidak ada kepedulian, kurangnya kesadaran, dan kurangnya rasa kebutuhan akan lingkungan hidup bersih tidak dapat diatasi.
Perilaku manusia dipengaruhi oleh tingkat penguasaan konsep lingkungan, dan persepsinya terhadap lingkungan sekitar. Pengetahuan dan pengalaman mahasiswa tentang konsep lingkungan akan mempengaruhi persepsi dan menentukan sikap berfikir terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi. Pada mahasiswa, persepsi tentang masalah lingkungan hidup menjadi penting karena merupakan langkah awal bagi generasi penerus dalam mencari strategi dan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, mahasiswa sebagai bagian dari komponen ekosistem lingkungan hidup, juga mempunyai kemampuan dan kesempatan menjadi pemimpin bangsa di kemudian hari yang mampu membangun bangsa dan negara berwawasan lingkungan hidup. Untuk maksud ini, FMIPA Universitas Indonesia memasukkan Pengantar Ilmu Lingkungan sebagai kurikulum perkuliahan mahasiswa. Upaya ini diharapkan mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang konsep lingkungan, yang akhirnya dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku mahasiswa terhadap kesadaran mengelola lingkungan hidup.
Dari uraian di atas make masalah penelitian ini adalah seberapa besar sumbangan pengetahuan konsep lingkungan hidup, persepsi dan sikap mahasiswa tentang kegiatan lingkungan terhadap partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan Untuk itu dilakukan penelitian untuk mengetahui besarnya kontribusi dan hubungan pengetahuan, persepsi, dan sikap dengan partisipasi dalam kegiatan lingkungan.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
a. Tingkat pengetahuan lingkungan hidup memberikan sumbangan yang positif terhadap persepsi mahasiswa tentang pelaksanaan kegiatan lingkungan.
b. Persepsi tentang pelaksanaan kegiatan lingkungan memberikan sumbangan yang positif terhadap sikap mahasiswa dalam kegiatan lingkungan. sikap mahasiswa pada pelaksanaan kegiatan lingkungan hidup memberikan sumbangan yang positif terhadap partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan.
c. Tingkat pengetahuan lingkungan hidup dan persepsi tentang pelaksanaan kegiatan lingkungan memberikan sumbangan yang positif terhadap partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan.
Penelitian dilakukan pada mahasiswa FMIPA Universitas Indonesia pada tahun akademik 1991/1992. Jenis penelitian adalah survai, deskripsi korelasional dengan menggunakan sampel secara acak. Sesar sampel ditentukan berdasarkan taksiran proporsi jumlah subyek dan koefisien konfidensi ditetapkan sebesar 95%. Jumlah sampel di Jurusan Geografi 13 orang, Fisika 24 orang, Kimia 12 orang, Biologi 12 orang, dan Matematika 11 orang mahasiswa angkatan tahun 1987 sampai dengan 1992.
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan pengujian hipotesis dengan uji statistik korelasi Pearson dan distribusi t. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner pada responden dan wawancara untuk melengkapi analisis deskripsi dan kesimpulan statistik ini.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
a. Pengetahuan lingkungan hidup tidak memberikan sumbangan berarti, terhadap persepsi tentang pelakeanaan kegiatan lingkungan hidup. (t hitung ~ t tabel = 0,042 < 1,67). Besarnya pengaruh X terhadap Y adalah 0,0025%.
b. Persepsi tentang pelaksanaan kegiatan lingkungan memberi sumbangan berarti terhadap sikap mahasiswa dalam kegiatan lingkungan (t hitung > t tabel = 2,554 > 1,67). Besarnya pengaruh X terhadap Y adalah 8,53%.
c. Sikap memberi sumbangan yang berarti terhadap partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan hidup (t hitung > t tabel = 3,890 > 1,67). Besarnya pengaruh X terhadap Y 15,207%.
Pengetahuan lingkungan hidup tidak memberikan sumbangan yang berarti terhadap partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan (t hitung { t tabel =1,513 < 1,67). Besarnya sumbangan X terhadap Y adalah 3,17%. Sedangkan persepsi tentang masalah, dukungan, pengertian, manfaat, dan tindak-lanjut kegiatan lingkungan memberikan sumbangan yang berarti terhadap partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan (t hitung 7 t tabel = 4,093 > 1,67). Besarnya pengaruh X terhadap Y = 19,49%.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan Pengantar Ilmu Lingkungan tidak terbukti mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan hidup. Sedangkan persepsi dan sikap tentang kegiatan lingkungan terbukti mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam kegiatan lingkungan walaupun pengaruh X terhadap Y kecil. Hal ini mungkin disebabkan partisipasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kesadaran dan minat profesi mahasiswa. Namun demikian pengetahuan ilmu lingkungan yang diperoleh mahasiswa dalam kuliah akan berpengaruh terhadap sikap, dan wawasan berfikir mahasiswa dalam menghadapi permasalahan lingkungan hidup.

Various activities have been done by human being to meet his needs of life, but consciously or unconsciously has changed his environment into different from the original one. This change among others has contaminated or damage biotic ecosystem as well as a biotic ecosystem of the surroundings, which in turn may weaken the supporting power of perpetuity of the nature itself.
Safeguarding and preservation of the environment will become more and more complicated if various constraints and the state of public mentality such as lack of care, lack of consciousness, and lack of respect to cleanliness of the environment could not be overcome.
Human behavior has been influenced by the level of the surrounding environment. Knowledge and experience of students on environmental concept will influence their perception and determine their way of thinking to current environmental problems. The perception of students on environmental problems will be important because it constitutes a first step for the young generation to identify strategies on environmental management efforts. In addition, students as part of the component of the environmental ecosystem, have the ability and opportunity to become leaders of the nation in the future who can develop their nation and country towards a sustainable development.
For those purposes, the Mathematics and Natural Science Faculty (FMIPA) of University of Indonesia has included Introduction of Environmental Science in the curriculum of the first semester, with the expectation that the students will gain some knowledge on environmental concepts. Finally it will influence the perception and attitude of the students toward consciousness in environmental management.
The objective of this research is to find out the magnitude of contribution and correlation of knowledge on environmental concept, perception and the attitude to the participation of the students in environmental activities.
Hypotheses put forward in this research are:
a. The degree of knowledge on environmental concept provides a positive contribution to students' perception on the implementation of environmental activities.
b. Perception on the implementation of environmental activities gives a positive contribution to students' attitude on environmental activities.
c. The students' attitude on environmental activities gives a positive contribution to students participation in environmental activities.
d. The degree of knowledge on environmental concept and perception on the implementation of environmental activities give a positive contribution to participation of students in environmental activities.
This research was carried out on students of The Mathematics and Natural Science Faculty (FMIPA) of University of Indonesia in 1991/1992. The kind of research is a correlation description survey, by using random sampling. The number of samples was determined by the appraisal proportion of the number of subjects and confidence coefficient, which is 95%. The number of samples comprises the Department of Geography (13 students), Physics {24 students), Chemistry (12 students), Biology (12 students), and Mathematics (11 students) graduated in 1987 up to 1992. Data processing was carried out descriptively and hypotheses were tested through statistic test correlation of Pearson and t distribution. The data were collected by filling in questionnaires by respondents and interviews with students to complete analysis of description and conclusion of this statistic.
The result of study were as follows :
a. Knowledge on environment did not provide a significant contribution toward perception concerning implementation of environmental activities(t count < t table = 0.042 < 1.67). Total contribution of X to Y was 0.0025%.
b. Perception on implementation of environmental activities gave a significant contribution to the attitude of students in environmental activities (t count > t table = 2.554 > 1.67). Total contribution of X to Y was 8.53%.
c. Attitude gave a significant contribution to participation of students in environmental activities (t count > t table = 3.890 > 1.67). Total contribution of X to Y was 15.207%.
d. Knowledge on environment did not provide a significant contribution to participation of students in environmental activities ( t count < t table = 1.51 < 1.67). Total contribution of X to Y was 3.17%. While perception concerning a problem, support, understanding, use, and follow-up of environmental activities provided significant contributions to participation of students in environmental activities (t count > t table = 4.093 > 1.67). Total contribution of X to Y = 19.49%.
Based on the result of the tests on the hypotheses, it may be concluded that the knowledge on introduction to environmental issues, evidently does not affect significantly the participation of students in environmental activities. However, perception and attitude have been proved to be of influence on the participation of students in environmental activities, although the contribution of X to Y is rather small. Perhaps, participation is more influenced by consciousness, interest and willingness of the students. Nevertheless the knowledge on environment taught to the students will influence their attitude and the way of thinking in facing environmental problems.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Status kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam sumber daya manusia, yang merupakan modal penting dalam pembangunan suatu bangsa. Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan, gaya hidup, lingkungan, dan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis adanya hubungan antara tiga faktor penting yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (tingkat pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat) dengan status kesehatan seseorang. Metode: Penelitian ini dilakukan terhadap remaja, laki-laki dan wanita, kelompok usia 10–24 tahun. Besar sampel terdiri dari 300 responden dari lima kelurahan terpilih dari sepuluh kelurahan di Jakarta Pusat. Pemilihan sampel menggunakan simple random sampling, data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan analisis data dengan metode analisis korelasi. Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara status kesehatan dengan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (51,6%), perilaku hidup sehat (48,2%), dan tingkat pendidikan (47,1%).
Hubungan dari ketiga variabel bersama-sama dapat berkontribusi sebesar 55% terhadap status kesehatan seseorang"
613 BULHSR 17:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Heruyono
"Sebagian besar manusia tidak bersahabat dengan lingkungan. Mereka bersikap dan bertindak secara tidak etis terhadap alam semesta. Alam dieksploitasi tanpa batas. Masalah dalam riset ini adalah terjadi eksploitasi lingkungan yang masif sehingga dibutuhkan pendekatan edukasi tentang lingkungan. Tujuan akhir riset adalah memahami cara pandang dan mendapatkan ide-ide baru dalam penanaman kesadaran lingkungan. Komunitas Eco Camp dipilih menjadi lokasi riset karena komunitas Eco Camp memiliki keunikan dalam penanaman kesadaran ekologis dengan melibatkan sisi refleksi filosofis dan meditatif, serta penanaman tujuh kesadaran baru hidup ekologis. Metode riset menggunakan metode analisis deskriptif dan pendekatan appreciative inquiry. Hasil riset ini menunjukkan penanaman kesadaran ekologis dengan menerapkan unsur refleksi filosofis, meditatif, dan pembiasaan melalui tujuh kesadaran baru ekologis membawa dampak perubahan perilaku terhadap lingkungan. Kesimpulan riset adalah penanaman kesadaran lingkungan dan pembiasaan dengan menyentuh sisi refleksi filosofis membawa pengaruh yang positif terhadap kesadaran ekologis.

Most humans are not friendly with the environtment. They behave and act unethically towards the nature. The nature is exploited without limits. The problem in this research is that there is massive exploitation of the environment so that an educational approach to the environment is needed. The last of goal of the research is to understand the perspectives and get new ideas in implanting environtmental awareness. The Eco Camp community is chosen as the research location because the Eco Camp community has unique value in impelementing ecological awareness by involving a philosophical reflective side, as wel as seven new awareness of ecological life. The research method uses a descriptive analysis method and appreciative inquiry approach. The results of this research show that in implementing ecological awareness by applying philosophical reflective elements and habituation through seven new ecological awareness bring behavior change impact towards the environment. The conclusion of the research is the the implementation of environment awareness and habituation by touching the rflective side of philosophy bring positive influence toward ecological awareness."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahnuri Mufti
"ABSTRACT
One of the influential factors in the prevention of the destruction and decline of biodiversity is human resources. There is an opinion that human beings or human resources are highly influenced by its level of education. In order to improve any efforts for biodiversity to survive, human responsibility and awareness are needed, especially in rehabilitation of nature source and quality of society education, starting from basic level, in order to strengthen the idea if both responsibility and awareness.
The knowledge of nature has appeared through basic and higher levels education. However, it falls to present very basic information for student to understand the link of nature and the survival of the national. Mean while teachers unsuccessfully teach students to comprehend what are being taught, especially to apply the materials. It becomes worst when less attention for students to train them selves are given. As a consequence, students are not capable to operate any function of natural resources in everyday life. Students are mostly taught such cognitive knowledge rather than any significant applications.
This results in the student being unable to fully comprehend the importance of conserving biodiversity properly.
The Research is purpose to know :
1. The student?s perception and comprehension on the idea of biodiversity conservation. All students are rounded from basic level around Taman Nasional Gunung Halimun, West Java.
2. The student?s perception and comprehension on the idea of biodiversity conversation. All students are rounded from basic level around West Java Area.
The Research obtained are expected to be able to answer such as the following questions:
1. Are there any differences on the students perception of biodiversity conservation between the students from big city and Taman Nasional Gunung Halimun Area.
2. Are there any differences on students comprehension of biodiversity conservation between students from big city and Taman Nasional Gunung Halimun Area.
3. Are there materials of biodiversity conservation integrated on the curriculum of basic level of education, and how to perform it.
The Mount Halimun National Park which is situated about 100 km distance from West Jakarta is surprisingly more familiar to the Junior High School students of West Jakarta than to those who live within a radius of less than 25 kilometers from the Park. Indeed, students, students from both area responses similarly that conservation is very importance. They also have similar perception on how to cover any problems. They face on their studies on the conservation.
The Research moreover find that students difference on understanding the terms dealing with conservation. The number of the student who agree and disagree in naming the animal to be protected.
Analyzed results of test which have been carried out are able to indicate the effectively of the teaching process. If furthermore shows that students of SLTP around Taman Nasional Gunung Halimun from the sample taken have the score average of 13,534 among them are only 45,1% capable to answers questions about conservation, on the contrary of 21,5% score average and 71,5% of the students around Taman Nasional Gunung Halimun who answered correctly. So there is a significant difference between the two areas.
The Role of the Biology teachers are quite influential on the views of the students regarding biodiversity, In general, the SLTP teachers of the school around Taman Nasional Gunung Halimun are mostly non native of the area. They have limited knowledge about the Taman Nasional Gunung Halimun, and its surroundings.
Keeping in mind the importance of biodiversity as a renewable natural resources which can be utilized as an asset to continuous national development, an efforts has been made during the 1994 GBPP to include the topic of biodiversity in the curriculum. This decision was made as a follow up to the biodiversity Action Plan for Indonesia. Which has preceded by the United Nations Conservation on biodiversity. In which it is stated that biodiversity is a topic to be taught at schools in section 13 of the 1994 law No.5.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge , 2001
375.008 FIF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>