Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mafrawi
"Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami (PKNI) telah dicanangkan oleh Gubernur Provinsi NAD pada tanggal 25 April 1998 yang merupakan tindak lanjut dari hasil Muzakarrah antara Majelis Ulama Indonesia dengan Dinas Kesehatan Provinsi NAD. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang no. 44 tahun 2002 tentang Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam, maka tuntutan akan mutu pelayanan Kesehatan yang spesifik daerah merupakan hal yang harus dilakukan dan hal ini juga merupakan salah satu hal yang dihasilkan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi NAD tahun 2002 yang merekomendasikan bahwa "Pelayanan Kesehatan yang Bernuansa Islami " selanjutnya menjadi "Pelayanan Kesehatan yang Islami" yang sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Provinsi NAD yaitu "Aceh Sehat 1010 yang Islami". Hasil penelitian pada Puskesmas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2001 diperoleh hasil bahwa 85% responden menghendaki agar pelayanan Kesehatan bernuansa Islami dapat diterapkan dimanapun petugas bekerja. Oleh sebab itu diperlukan suatu konsep tentang pelayanan Kesehatan yang Islami yang selanjutnya akan menjadi model pelayanan Kesehatan yang Islami dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi serta hasil evalusi terhadap penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran konsep yang akan menjadi model pelayanan Kesehatan Islami dan diperolehnya instrumen serta hasil evaluasi tentang penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada. Desain penelitian adalah cross sectional yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Proses yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu proses mencari konsep pelayanan Kesehatan yang Islami melalui studi literature dan indepth interview (dengan pakar/praktisi agama, adat, sosial budaya, Kesehatan, pengguna pelayanan Kesehatan, akademisi sebanyak 15 orang) dan proses pengembangan instrumen budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan melalui studi literature, kuesioner pendahuluan sebanyak 40 orang, Fokus Group Diskusi sebanyak 15 orang dan Uji Coba Kuesioner (pada petugas dan masyarakat masing-masing 510 orang) yang dilakukan dalam wilayah Provinsi NAD baik pada Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten) maupun institusi pelayanan (Rumah Sakit dan Puskesmas). Waktu penelitian mulai bulan September - November 2003.
Dari penelitian ini didapatkan hasil adalah : melalui indepth interview diketahui bahwa pelayanan Kesehatan yang diterapkan pada saat ini tidak memuaskan dan sama sekali belum sesuai dengan syariat Islam dan keinginan dan informan agar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan syariat Islam secara menyeluruh. Adapun konsep yang ditemukan dalam pelayanan Kesehatan yang Islami adalah mencakup 5 aspek yaitu : sikap/perilaku petugas yang Islami, fasilitas/sarana pelayanan Kesehatan yang Islami, prosedur/tata cara/mekanisme pelayanan kesehatan yang Islami, suasana pelayanan Kesehatan yang Islami dan pembiayaan pelayanan Kesehatan yang Islami. Namun aspek yang terpenting dilaksanakan terlebih dahulu adalah sikap/perilaku petugas dan prosedur/tatacara yang pelayanan Kesehatan yang Islami. Pengembangan instrumen budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan sebagai pencerminan dari budaya organisasi Islami dalam pelayanan Kesehatan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu nilai dan perilaku individu (36 variabel), nilai dan perilaku antar individu (14 variabel) , serta nilai dan perilaku kepemimpinan (15 variabel). Keseluruhan kuesioner akhir mencakup 65 variabel dan terdiri dari 269 pernyataan.
Perhitungan validitas konstruk kedua kuesioner (bagi petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa validitas tiap butir pernyataan berada pada kategori cukup dan dan agak rendah menurut klasifikasi Prasetyo (2000). Analisis Anova dan T-test independent pada kuesioner petugas menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable budaya Islami pada kelompok jenis kelamin, umur, institusi, lama bekerja, tingkat pendidikan dan jabatan . Pada kuesioner masyarakat diperoleh bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable dengan kelompok masyarakat berdasarkan institusi yang dikunjungi, status bekerja, tingkat pendidikan, dan umur tetapi jenis kelamin tidak mempunyai hubungan bermakna. Perhitungan reabilitas kedua kuesioner (petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa reabilitas tiap variabel dalam kuesioner ini seluruhnya berada dalam kategori tinggi menurut klasifikasi Danim (2001). Analisis korelasi pada kedua kuesioner menunjukkan hubungan yang sangat kuat antar 3 dimensi budaya organisasi Islami diatas. Analisis regresi pada kedua kuesioner menunjukkan 3 dimensi budaya (Perilaku individu, perilaku antar individu dan perilaku kepemimpinan) benar-benar dapat menjelaskan terjadinya variasi budaya Islami dengan sangat baik. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa skor perilaku individu paling baik digunakan untuk meramalkan budaya organisasi Islami dari suatu institusi Kesehatan. Persepsi petugas dan masyarakat berada pada titik yang sama yaitu tidak sesuai atau pada kategori sedang. Artinya pelayanan Kesehatan di Provinsi NAD tidak/belum sesuai dengan budaya Islami. Variabel yang tidak sesuai menurut petugas dan masyarakat adalah : tawadhlu, harga diri, berpenampilan sederhana, sopan, iffah, istikharah dan i nulnnai,rah.
Dari penelitian ini dapat disarankan dan direkomendasikan perlu dilibatkannya para pakar organisasi dan pakar bahasa untuk dapat merumuskan konstruk yang lebih sempurna tentang budaya organisasi Islami. Intervensi yang dilakukan diutamakan pada perilaku individu petugas, karena terbukti perilaku mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam menentukan/meramaikan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan. Para pimpinan melalui pertemuan berkala, memotivasi pegawai agar dapat berprilaku sesuai dengan budaya Islami. Perlu dilakukan evaluasi penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan di semua institusi Kesehatan. Perlu disusun buku panduan sebagai pegangan pegawai dalam berperilaku dan perlu diterapkannya muatan lokal budaya Islami di institusi pendidikan Kesehatan dalam provinsi NAD. Selanjutnya disarannkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan konsep dan instrumen pelayanan kesehatan Islami.

The Development of Islamic Nuance Instrument in Health Service in Nanggroe Aceh Darussalam ProvinceIslamic nuance health service (PKNI) was declared by the governor NAD province on 25 April 1998 as a continuation action of results of muzakarrah meeting between MUI (Indonesian Council of Religious Scholars) and provincial health office of NAD. It is along with regulation no. 44 year 2002 on peculiarity of NAD province. Therefore, the demand of health service quality according to local medical cases is needed to be released. It is along with results of meeting forum of regional health of NAD province 2002, which consists of a recommendation of Islamic nuance health service (Pelayanan Kesehatan yang Islami) to Islamic Health Service (Pelayanann Kesehatan Islami) suit to visions of provincial health office of NAD province; Islamic Healthy Aceh 2010. Based on results of research at Syiah Kuala Banda Aceh health center, 85 % of respondents demand medical employees to implement Islamic health service at any health facilities they visiting. Therefore, it is needed a concept of Islamic health service and instrument to be used for evaluation results of implementing Islamic culture in health service which using available instrument.
Objectives of the research is to obtain a concept to be a model of Islamic health service, to obtain instrument and evaluation results on implementation of Islamic culture in health service using available instrument. Research design is qualitative and quantitative with cross sectional approach. The research went through two processes; firstly, searching for concepts of Islamic health service using literature study and indepth interview to religions scholars, custom, social-culture and experts, health provider and 15 academicians. Secondly, developing of Islamic culture instrument in health service refer to literature study and introduction questionnaire to 40 respondents, Focus Group Discussion to 15 respondents and try out questionnaire to 510 respondents of provider and patient who come to health facilities members in NAD Province. The research started in September and ended in November 2003.
The results obtained are; through indepth interview, it is found that the service implemented is not satisfying. The' respondents demanded to have health service an Islamic nuance. The concepts found for Islamic health service covers five aspects: Attitude of health provider, health facilities, health services procedure, environment and health budgeting. But, the most important aspect to be implemented is attitude of health provider and Islamic procedure of the service. The development of Islamic culture instrument in the service is a reflection of Islamic culture organization. The Islamic culture organization consists of three dimensions; value and individual attitude (36 variables), value and inter individual attitude (14 variables), and value and leadership attitude (15 variables). The questionnaire, which consists of 269 questions, covers_65 variables.
Based on construct validity test of the two questionnaire to health provider and patient , the data shows that the validity of each question is placed on fair low category,(Prasetyo classification;2000). Applying Anova analysis and independent T-test to provider's questionnaire, the data shows that there is significant different average score at some variables on group of sex, age, institutions, length of working, educational background and positions. An there is also significant different average score of some variables with group of patients who had visited health facilities, working status, educational background and age. Reability test to the two questionnaires shows that every available. Is at 'high category (Danim classification 2001). Correlation analysis to the questionnaires shows strong relations among the three dimensions of Islamic culture organization. While Regression analysis shows that the three dimensions could describe well Islamic culture variation. The regression results shows that best individual attitude is used to predict Islamic culture organization of health facilities. Responces of health provider and patient are placed at average category. It means that health service in the province have not reffer to Islamic culture yet. Variable, .which according to provider and patient have not been along yet with Islam are humble, self respect, simple appearance, polite, iffah, istikharah, and muthmainnah.
It is suggested to involve organization aria language experts to formulate a more complex construct on culture of Islamic organization. The intervention should be focused on individual attitude of provider, because the attitudes are proved to determine Islamic culture in the service. Through periodically meeting, leaders support and motivate the health provider to works in Islamic behavior. It is needed to evaluate the implementing of Islamic culture in health service at any health facilities. And it is also needed to reward those provider applying the service such as becoming TKHI ( Indonesian Hajj Official), having further education, etc. Then, compiling a guidance book as guides for' the provider and subscribing Islamic culture subject at any health educational institution in NAD province are considered important.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafrawi
"Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami (PKNI) telah dicanangkan oleh Gubernur Provinsi NAD pada tanggal 25 April 1998 yang merupakan tindak lanjut dari hasil Muzakarrah anlara Majelis Ulama Indonesia dengan Dinas Kesehalan Provinsi NAD. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang no. 44 tahun 2002 tentang Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam., maka luntutan akan rnulu pelayanan Kesehatan yang spesifik daerah merupakan hal yang harus dilakukan dan hal ini juga mempakan salah satu hal yang dihasilkan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi NAD tahun 2002 yang merekomendasikan bahwa "Pelayanan Kesehatan yang Bernuansa Islami" selanjutnya menjadi "Pelayanan Kesehatan yang lslami" yang sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Provinsi NAD yaitu "Aceh Sehat 1010 yang Islami". Hasil penelitian pada Puskesmas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2001 diperoleh hasil bahwa 85% responden menghendaki agar pelayanan Kesehatan bernuansa Islami dapat diterapkan dimanapun petugas bekerja. Oleh sebab itu diperlukan suatu konsep tentang pelayanan Kesehatan yang Islami yang selanjutnya akan menjadi model pelayanan Kesehatan yang Islami dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi serta hasil evalusi terhadap penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran konsep yang akan menjadi model pelayanan Kesehatan Islami dan diperolehnya instrumen serta hasil evaluasi tentang penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada. Desain penelitian adalah cross sectional yang bersifat kualitatif dan kuantitatiif Proses yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu proses mencari konsep pelayanan Kesehatan yang Islami melalui studi literature dan indepth interview (dengan pakar/praktisi agama, adat, sosial budaya, Kesehatan, pengguna pelayanan Kesehatan, akademisi sebanyak I5 orang) dan proses pengembangan instrumen budaya lslami dalam pelayanan Kesehatan melalui studi literature, kuesioner pendahuluan sebanyak 40 orang, Fokus Group Diskusi sebanyak 15 orang dan Uji Coba Kuesioner (pada petugas dan masyarakat masing-masing 510 orang) yang dilakukan dalam wilayah Provinsi NAD baik( pada Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten) maupun institusi pelayanan (Rumah Sakit dan Puskesmas). Waktu penelitian mulai bulan September - November 2003.
Dari penelitian ini didapatkan hasil adalah : melalui indepth interview diketahui bahwa pelayanan Kesehatan yang diterapkan pada saat ini tidak memuaskan dan sama sekali belum sesuai dengan syariat Islam dan keinginan dari informan agar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan syanat Islam secara menyeluruh. Adapun konsep yang ditemukan dalam pelayanan Kesehalan yang Islami adalah meneakup 5 aspek yaim : sikap/perilaku petugas yang Islami, fasililas/sarana pelayanan Kesehalan yang Islami, prosedurftata cara/mekanisme pelayanan kesehatan yang Islami, suasana pelayanan Kesehatan yang Islami dan pembiayaan pclayanan Kcsehalan yang Islami. Namun aspek yang terpenting dilaksanakan terlehih dahulu adalah sikap/perilaku pelugas dan prosedurftatacara yang pelayanan Kesehatan yang Islami. Pengembangan instmmen budaya Islami dalam pclayanan Kesehatan sebagai pencenninan dari budaya organisasi Islami dalam pelayanan Kesehalan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu nilai dan pcrilaku individu (36 variabcl), nilai dan perilaku antar individu (14 variabel), serta nilai dan perilaku kepemimpinan (15 variabel). Keseluruhan kuesioner akhir mencakup 65 variabel dan terdiri dari 269 pemyataan.
Perhimngan validiras konstruk kedua kuesioner (bagi pelugas dan masyarakat) mcnunjukkan bahwa validitas tiap butir pernyataan berada pada kategori cukup dan dan agak rendah menurut klasifikasi Praseryo (2000). Analisis Anova dan T-test independent pada kuesioner petugas menunjukkan bahwa ada pcrbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable budaya Islami pada kelompok jenis kelamin, umur, institusi, lama bekelja, tingkat pendidikan dan jabatan . Pada kuesioner masyarakat diperoleh bahwa ada perbedaan berrnakna rata-rata skor bebempa variable dengan kelompok masyarakat berdasarkan institusi yang dikunjungi, status bekerja, tingkat pendidikan, dan umur tetapi jenis kelamin tidak mempunyai hubungan bermakna.
Perhitungan reabihras kedua kuesioner (petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa reabilitas tiap variable dalam kuesioner ini seluruhnya berada dalam kategori tinggi menurut klasilikasi Danim (2001). Analisis korelasi pada kedua kuesioner menunjukkan hubungan yang sangat kuat antar 3 dimensi budaya organisasi Islami diatas. Analisis regresif pada kedua kuesioner menunjukkan 3 dimensi budaya (Perilaku individu, perilaku antar individu dan perilaku kepemimpinan) benar-benar dapat menjelaskan terjadinya variasi budaya Islami dengan sangat baik. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa skor perilaku individu paling baik digunakan untuk meramalkan budaya organisasi Islami dari suatu institusi Kesehatan. Persepsi petugas dan masyarakat berada pada titik yang sama yaitu tidak sesuai atau pada kategori sedang. Artinya pelayanan Kesehatan di Provinsi NAD tidak/belum sesuai dengan budaya Islami. Variabel yang tidak sesuai menurut petugas dan masyarakat adalah : tawadhlu, harga diri, berpenampilan sederhana, sopan, Ufah, istikharah dan muthmainah.
Dari penelitian ini dapat disarankan dan direkomendasikan perlu dilibatkannya para pakar organisasi dan pakar bahasa untuk dapat merumuskan konstruksi yang lebih sempurna tentang budaya organisasi Islami. Intervensi yang dilakukan diutamakan pada perilaku individu petugas, karena terbukti perilaku mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam menentukan/meramalkan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan Para pimpinan melalui pertemuan berkala, memotivasi pegawai agar dapat berprilaku sesuai dengan budaya Islami. Perlu dilakukan evaluasi penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehalan di semua institusi Kesehatan. Perlu disusun buku panduan sebagai pegangan pegawai dalam berperilaku dan perlu diterapkannya muatan local budaya Islami di institusi pendidikan Kesehatan dalam provinsi NAD. Selanjutnya disarannkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan konsep dan instrumen pelayanan kesehatan Islami.

Islamic nuance health service (PKNI) was declared by the governor NAD province on 25 April 1998 as a continuation action of results of muzakarrah meeting between MUI (Indonesian Council of Religious Scholars) and provincial health Office of NAD. It is along with regulation no. 44 year 2002 on peculiarity of NAD province. Therefore, the demand of health service quality according to local medical cases is needed to be released. It is along with results of meeting forum of regional health of NAD province 2002, which consists of a recommendation of Islamic nuance health service (Pelayanan Kcsehatan yang Islami) to'lslamic Health Service (Pclayanann Kesehatan Islami) suit to visions of provincial health office of NAD province; Islamic Healthy Aceh 2010. Based on results of research at Syiah Kuala Banda Aceh health center, 85 % of respondents demand medical employees to implement Islamic health service at any health facilities they visiting. Therefore, it is needed a concept of Islamic health service and instrument to be used for evaluation results of implementing Islamic culture in health service which using available instrument.
Objectives of the research is to obtain a concept to be a model of Islamic health service, to obtain instrument and evaluation results On implementation of Islamic eulturc in health service using available instrument. Research design is qualitative and quantitative with cross sectional approach. The research went through two processes; firstly, searching for concepts of Islamic health service using literature study and in-depth interview to religious scholars, custom, social-culture and experts, health provider and 15 academicians. Secondly, developing of Islamic culture instrument in health service refer to literature study and introduction questionnaire to 40 respondents, Focus Group Discussion to 15 respondents and try out questionnaire to 510 respondents of provider and patient who come to health facilities members in NAD Province. The research started in September and ended in November 2003.
The results obtained are; through in-depth interview, it is found that the service implemented is not satisfying. The' respondents demanded to have health service an Islamic nuance. The concepts found for Islamic health service covers five aspects: Attitude of health provider, health facilities, health services procedure, environtment and health budgeting. But, the most important aspect to be implemented is attitude of health provider and lslamic procedure of the service. The development of Islamic culture instrument in the service is a reflection of Islamic culture organization. The Islamic culture organization consists of three dimensions; value and individual attitude ( 36 variables), value and inter individual attitude (I4 variables), and value and leadership attitude (15 variables).
The questionnaire, which consists of 269 questions, covers.65 variables. Based on construct validity test of the two questionnaire to health provider and patient , the data shows that the validity of each question is placed on fair low category,(Prasetyo classification;2000). Applying Anova analysis and independent T-test to provider’s questionnaire, the data shows that there is significant different average score at some variables on group of sex, age, institutions, length of working, educational background and positions. An there is also significant different average score of some variables with group of patients who had visited health facilities, working status, educational background and age. Reability test to the two questionnaires shows that every available is at 'high category (Danim classilication 2001).
Correlation analysis to the questionnaires shows strong relations among the three dimensions of Islamic culture organization. While Regression analysis shows that the three dimensions could describe well Islamic culture variation. The regression results shows that best individual attitude is used to predict Islamic culture organization of health facilities. Responses of health provider and patient are placed at average category. It means that health service in the province have not reffer to Islamic culture yet. Variable, which according to provider and patient have not been along yet with lslam are humble, self respect, simple appearance, polite, iffah, istikharah, and muthmainnah:
It is suggested to involve organization and language experts to formulate a more complex construct on culture of Islamic organization. The intervention should be focused on individual attitude of provider, because the attitudes are proved to determine Islamic culture in the service. Through periodically meeting, leaders support and motivate the health provider to works in Islamic behavior. It is needed to evaluate the implementing of Islamic culture in health service at any health facilities. And it is also needed to reward those provider applying the service such as becoming TKHI ( Indonesian Hajj Official), having further education, ete. Then, compiling a guidance book as guides for' the provider and subscribing Islamic culture subject at any health educational institution in NAD province are considered important.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T32865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerry Heryati
"Dalam menghadapi berbagai krisis yang terjadi di Indonesia, Rumah Sakit menghadapi tantangan untuk bersaing dengan Rumah Sakit lain untuk dapat terus mampu bertahan. Pelayanan Kesehatan di rumah dari PK Sint Carolus dibentuk untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada tahun 1980-an, dimana pada waktu itu mulai banyak Rumah Sakit baru dibuka. Pada waktu itu diharapkan PKR dapat menjadi suatu produk strategis dari PKSC. PKR dari PKSC sudah mulai dirintis sejak tahun 1956. Saat ini, sekitar tahun 40 tahun kemudian sejak para biarawati memulai pelayanan kesehatan di rumah, kernbali Pelayanan Kesehatan di Rumah diharapkan dapat menjadi produk strategis untuk mengatasi berbagai krisis.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Falsafah, Visi dan Misi PK Sint Carolus dengan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC. dengan tujuan didapatkannya kesamaan persepsi Pengurus Perhimpunan, Direksi dan pelaksana dalam kaitannya dengan pengembangan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari wawancana dengan 12 orang informan, tiga diantaranya informan utama yaitu Ketua I Pengurus Perhimpunan Sint Carolus, Direktur Umum dan Kepala Pelayanan Kesehatan di Rumah.
Dari penelitian ini tidak didapatkan perbedaan dalam persepsi terhadap hubungan Falsafah, Visi dan Misi Pelayanan Kesehatan Sint Carolus dengan PKR dari PK Sint Carolus. Tantangan terbesar untuk pengembangan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC adalah adanya suatu kepastian tentang pelayanan yang diberikan dimasa yang akan datang. Sebagai suatu produk strategis Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC harus lebih komprehensif. Saat ini pelayanan yang diberikan terutama pelayanan keperawatan. Pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif sangat mungkin dilaksanakan oleh PKR dari PK Sint Carolus mengingat PK Sint Carolus sebagai induk PKR sudah mempunyai berbagai macam produk pelayanan kesehatan yang saat ini belum dimanfaatkan seluruhnya oleh PKR dari PKSC.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dari tingkat Direksi dapat lebih memberdayakan Pelayanan Kesehatan Di Rumah dari PKSC yang ada saat ini agar harapan Pengurus Perhimpunan bahwa PKR dapat menjadi produk strategis dari Pelayanan Kesehatan Sint Carolus dapat terwujud."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Hamzah Taslim
"Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994, Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dari Angka Kematian Perinatal adalah 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina. Salah satu daerah di Indonesia yang angka kematian ibu (AKI) hamilnya masih cukup tinggi yaitu Kota Ternate. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Ternate, angka kematian ibu hamil di Kota Ternate pada tahun 2003 meneapai 14 orang dari 2.560 ibu hamil yang memeriksakan diri pada pusat-pusat kesehatan atau 5,3 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebabnya secara medic disebabkan oleh sepsis, gangguan pembekuan darah, eklampsia dan pendarahan. Selain itu, AKI yang tinggi di Kota Ternate juga disebabkan oleh berbagai hambatan secara individu-sosial yang menyebabkan akses ibu hamil dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang optimal.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif yang berlatar alamiah sebagai suatu keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian dan analisis data secara induktif serta lebih mementingkan proses daripada hasil dan membatasi studi dari pada fokus. Metode penelitian ini dipilih dengan pertinbangan bahwa melalui penelitian kualitatif diharapkan akan mampu mengkaji masalah penelitian secara mendalam sehingga dapat diperoleh penjelasan yang bermakna tentang pelayanan publik, khususaya pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.
Adanya tradisi dan kepercayaan pada masyarakat Kota Ternate bahwa pada masa kehamilan dan pasca persalinan, seorang ibu hamil dan calon anak harus dibantu untuk dijaga dari gangguan mahluk halus oleh seorang dukun (biang). Selain ltu, perlunya ibu hamil selama proses kehamilan maupun. pasta persalinan untuk diurut dan diasapi (dirahu) agar kondisi dan staminanya tetap terjaga. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Kota Ternate yang hanya 49,5%hingga 73,2% dan sisanya sekitar 27 - 511 % ditolong oleh tenaga dukun (biang). Lingkungan sekitar ibu hamil juga ikut mempengaruhi terhadap rendahnya proses pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Pusat pelayanan kesehatan yang masih terkonsentrasi di pusat kota juga mempengaruhi ibu hamil dalam mengakkses pelayanan kesehatan. Waktu tunggu yang lama, waktu tempuh yang bertambah akibat jarak yang jauh, kenyamanan mereka dan biaya yang membengkak merupakan faktor penting yang bisa menjelaskan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota Ternate, Selain itu, sistem pelayanan kesehatan yang standar menurut dimensi kesehatan yang diterapkan di Kota Ternate ternyata belum bisa disebut memadai dan sesuai dengan keinginan masyarakat di sana. Pelayanan kesehatan yang telah diterapkan belum memenuhi keinginan masyarakat Kota Ternate. Hal tersebut mempengaruhi pendekatan baik secara fisik maupun sosial masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang selama ini dijalankan.
Perlu untuk dipikirkan ke depan mengkombinasikan antara pelayanan kesehatan secara medis-modern dengan pelayanan kesehatan secara tradisional. Perlu di berikan pendidikan dari pelatihan secara berkala kepada para dukun bayi yang ada di Ternate dan meningkatkan peran mereka sebagai pendamping ibu hamil. Dan juga dukun bayi di sini adalah untuk mengkomunikasikan dengan ibu hamil dan menjembatani secara langsung antara ibu hamil, dan rumah sakit dalam proses pemeriksaan maupun persalinan secara medis-modern. Dukun bayi juga dapat dijadikan sebagai media penyuluhan dari sosialisasi yang intensif tentang pentingnya kesehatan yang layak agar dapat merubah pemahaman masyarakat Ternate tentang proses kehamilan dan persalinan secara medis-modern tersebut.
Perlunya meningkatkan sarana dan pra sarana pelayanan kesehatan secara medis-modem seperti puskesmas yang ada agar ditingkatkan statusnya dari non perawatan menjadi perawatan dan juga dilengkapi dengan fasilitas PONEK sehingga memberikan pelayanan yang menyebar secara merata ke seluruh wilayah agar dapat menjangkau masyarakat sampai ke pelosok kota di Kota Ternate. Dengan melihat budaya paternalistik yang masih begitu kuat dalam masyarakat Ternate, perlu untuk memberi kesempatan kepada ibu hamil baik dalam kondisi normal ataupun darurat untuk bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam memperoleh pemanfaatan pelayanan kesehatan secara medis-modem yang mudah dijangkau dan dicapai oleh mereka. Pendekatan terhadap tokoh agama maupun adat agar mau memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya tidak terlalu percaya dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegaiban."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarifah Yessi Hediyati
"Salah satu kegiatan Program JPS-BK adalah pelayanan kesehatan melalui pemberian KS pada Gakin. Pemberian KS merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu Gakin untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan. Upaya ini mencoba menghilangkan salah satu faktor penghambat dalam penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu faktor pembiayaan.
Jakarta Timur merupakan daerah yang mempunyai jumlah Gakin terbanyak (32,9%) di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan dari serapan dana juga merupakan daerah yang paling banyak (29,9%) mendapatkan dana JPS-BK (Tim Koordinasi Program JPS-BK Provinsi DKI Jakarta, 2000). Dari data yang diambil dan profil kesehatan wilayah Jakarta Timur tahun 1999 didapat bahwa jumlah kunjungan Gakin ke Puskesmas adalah 30,929 KK (33,5% dari seluruh Gakin) dan jumlah ini sangat kurang bila dibandingkan dengan angka kunjungan Gakin ke Puskesmas di Indonesia (81,4%).
Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari model Precede dari Green (1980). Green menggambarkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempunyai konstribusi terhadap perilaku kesehatan. Ketiga faktor tersebut adalah faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana Gakin memanfaatkan KS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan jumlah Gakin, dimana Kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU) sebagai daerah dengan jumlah Gakin terbesar dan kelurahan Pekayon sebagai daerah dengan jumlah Gakin terkecil. Informasi dari faktor predisposisi, enabling dan reinforcing dalam penelitian ini didapat dari ibu balita gizi buruk, ibu kartu sehat, bidan, kepala dan staf Puskesmas , kader dan toma. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang KS maka pemanfaatan KS semakin baik. Jarak yang jauh dan sulitnya angkutan untuk mencapai tempat pelayanan dapat menjadi hambatan dalam memanfaatkan KS. Perlakuan adil dengan tidak memberikan perbedaan pelayanan merupakan pengalaman yang menyenangkan dalam memanfaatkan KS. Jenis pekerjaan dan persepsi terhadap waktu tunggu tidak menjadi hambatan bagi informan dalam memanfaatkan KS-nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Disarankan perlunya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya KS dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan dan adanya alokasi biaya transportasi. Disarankan juga untuk melibatkan toma kelurahan dalam keanggotaan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) di tingkat kelurahan yang dapat memantau pelaksanaan program JPS-BK. Perlunya klinik swasta dan dokter praktek swasta (selain Puskesmas) diikut sertakan sebagai tempat pemanfaatan KS, sehingga hambatan jarak dan transportasi dapat diatasi. Selain itu perlu adanya pembekalan terhadap kader dan toma tentang tujuan dan manfaat dari program JPS-BK sehingga sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat dan benar, disamping perlu adanya penjelasan tentang manfaat KS pada Gakin saat pemberian KS. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui jenis layanan yang dibutuhkan Gakin.

Pattern Usage Analysis of Health Card (HC) on the Social Safety Net in the Health Sector Program by the Poor Households to Acquire Health Services in East of Jakarta 2001One of the many activities of the Social Safety Net in the Health Sector Program was provision of health services through Health Card for the poor households. This program was aimed to enable them to reach health services. This effort was intended to remove one of the obstacles to the access ability of the health services, which was financial factor.
The East Jakarta owned the highest concentration (32,9%) of poor households in the Jakarta Province and had the largest (29,9%) recipient of the Social Safety Net in the Health Sector Program among other region (Coordination Team JPS-BK Jakarta Province, 2000). Data taken from the East Jakarta Health Profile, showed that the number of poor household visited to the Puskesmas (public health center) in 1999 was 39,929 (33,5% of all the poor households). This figure was significantly lower than that ' of The average national figure (81,4%) of the poor household visited Puskesmas.
The framework for this research was taken from Green's (1980) Precede model. Green described 3 (three) contributing factors affecting health behavior: namely predisposing, enabling and reinforcing factors. A qualitative research method was used to better describe how the poor households utilize Health Card to get health services. The location of the research was selected based on the number of the poor household. The kelurahan (village) North Cipinang Besar (CBU) was the home of the largest poor household in the eastern of Jakarta while the kelurahan Pekayon the smallest figure. Information concerning the predisposing, enabling and the reinforcing factor, were collected from different informants of the study namely mother of the malnourished under fives, mother who had Health Card, health personnel of the Puskesmas (Puskesmas chief and staff), cadre and community leaders. The methods of the data collection were in-depth interviews and focus group discussions.
Findings from this research suggested of possible correlation between the level of education and knowledge about Health Card of the users. Those who had higher level of education were likely to use the Health Card Travel distance as well as ease of transport could become barrier to the Health Card utilization. Work status and perception about waiting time of the visit seemed do not affect the client to use the Health Card to receive health services.
Reorganization of the geographical coverage of the Health Card and transportation allowance was strongly advisable to be provided to remove the distance barrier. The involvement of the community leader in the Community Grievance Unit (Unit Pengaduan Masyarakat) at the Kelurahan level should be encouraged to help in monitoring in the implementation of the Social Safety Net in the Health Care Program. To reduce the distance bather, both private doctors and clinics should be taken into consideration as provider of services to the poor household. Besides it is extremely necessary to equip the cadre and community leaders an in-depth knowledge concerning the objective an benefit of the Social Safety Net in the Health Sector. This effort would be useful for further socialization of the Social Safety Net in the Health Sector Program. It was also necessary to explain the benefit of the Health Card when it was given to the client. Future studies were required to determine the actual health services needed by the poor households.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Luckyatiningsih
"Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah biaya pelayanan kesehatan yang terus meningkat, terutama biaya di rumah sakit , oleh karena biaya di rumah sakit mencapai 65 % dari seluruh biaya pelayanan kesehatan, sehingga hal ini akan mempengaruhi besarnya iuran bagi peserta.Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif Data diambil dari laporan bulanan iuran, biaya, serta klaim dari rumah sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran peningkatan iuran, jaminan dan rasio klaim serta biaya pelayanan kesehatan dibagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit. Peningkatan iuran ternyata lebih rendah dari peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Peningkatan iuran peserta tidak sesuai lagi dengan biaya pelayanan kesehatannya. Karakteristik dari peserta yang membuat biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi adalah : peserta pensiunan yang berobat di rumah sakit swasta dengan diagnosa penyakit degeneratif, umurnya lebih dari 56 tahun, lama hari rawat inapnya lebih dari 16 hari dan statusnya adalah peserta.
Penulis menyarankan untuk : 1). Mengevaluasi iuran peserta yang disesuaikan dengan peningkatan biaya pelayanan kesehatan dengan memperhitungkan rasio klaimnya; 2). Mengevaluasi kembali biaya kapitasi di PPK I dan melakukan supervisi ke rumah sakit untuk mengendalikan biaya; 3). Mengevaluasi laporan secara periodik.

Analyses Of Hospital Costs Of Basic Plus Program In Jabotabek During 1996The Problem studied in this research was the rise of health care cost especially hospital costs. This caused increased of premium for member. This research was descriptive analyses. The data were taken from financial and claim report of hospital care.
The purpose of this research is to got described the increased of premium, benefit and claim ratio with characteristic from the member of health care benefit basic plus program in mean health care cost in outpatient and inpatient hospital. The increased of premium was less than the increased of health care costs. Hospital costs comprised of 65 % of total health care cost.
This study found that the increased in health care costs was not againted by the increased in premium. Several factors, such as old age, private hospitals: degenerative diseases, subscriber, and length of stay have contributed to the high hospital costs.
To control hospital costs, I recommended that PT. JAMSOSTEK do the following:
To evaluate premium in accordance with the increased of claim ratio.
To evaluate capitation rate in PCP and to supervise hospital, to asses over utilization.
To do periodic evaluation on financial report
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlista Puspaningrum
"Masyarakat di Indonesia masih banyak yang be etahui hak-hak yang dimilikinya di dalam pelayanan kesehatan, Di sisi lain, masih ada anggapan bahwa dokter tidak mempunyai suatu kesalahan. Akibatnya perlindungan konsumen di bidang jasa pelayanan kesehatan selama ini Bering terabaikan. Perlindungan hukum kesehatan terhadap pasien memang diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi pelanggaran dari tenaga kesehatan.
PermasaIahan dalam tesis ini dibagi menjadi tiga pokok permasalahan, pertama mengenai bentuk hukum dari hubungan antara dokter dengan pasien adalah dalam bentuk transaksi terapeutik dan informed consent. Transaksi terapeutik merupakan perjanjian (kontrak) yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Sedangkan informed consent merupakan kesepakatan atau persetujuan. Kedua, mengenai implementasi UU No. 8 tahun 1999 dalam hubungan antara dokter dengan pasien. UU No. 8 tahun 1999 meskipun pada dasarnya tidak bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, tetapi bukan berarti UU No. 8 tahun 1999 dapat iangsung diterapkan pada jasa pelayanan kesehatan. Apabila UU No. 8 tahun 1999 diimplementasikan dalam hubungan antara dokter dengan pasien, berarti pasien dapat diposisikan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa hubungan pasien dengan dokter adalah hubungan dimana seolah-olah dokter menjual jasanya dengan jaminan sembuh. Selain itu, bila pasien atau keluarganya telah menandatangani informed consent bukan berarti pasien atau keluarganya mendapatkan suatu jaminan "pasti sembuh". Berbeda dengan pelaku usaha yang memberikan jaminan barang dan/atau jasa yang diberikan "pasti baik" dan terjamin mutunya kepada konsumen. Ketiga, mengenai pelaksanaan perlindungan hak-hak pasien dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Praktek kedokteran betapapun berhati-hatinya dilaksanakan, selalu berhadapan dengan kemungkinan terjadinya resiko, yang salah satu diantaranya adalah kesalahanikelalaian dokter dalam menjalankan profesinya. Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran dalam hal dokter melakukan kesalahanikelalaian dengan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992. Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, bagi pasien adalah dengan menjadi pasien yang bijak yaitu dengan mengambil peran aktif dalam setiap keputusan mengenai pemeliharaan kesehatan. Untuk mengatasi buruknya komunikasi antara dokter dengan pasien, adalah rumah sakit sejak dini menginformasikan hak-hak pasiennya.
Saran yang dituangkan dalam tesis ini adalah bahwa pemerintah diharapkan mengatur transaksi terapeutik dalam suatu undang-undang agar dapat menyeragamkan isi dari transaksi terapeutik. Dengan adanya UU Praktek Kedokteran diharapkan memberikan panduan hukum bagi pare dokter agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab alas profesinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nowo Retno
"Persaingan yang semakin ketat pada industri perumahsakitan menuntut rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan unggulan yang mempunyai daya saing tinggi dalam memanfaatkan peluang. Rumah Sakit Bhakti Yudha sejak tahun 1998 telah menetapkan rencana strategi pengembangan rumah sakit dengan pelayanan unggulan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Penetapan ini didasarkan karena faktor historis yang berawal dari Rumah Bersalin dan menjadi market leader di Kota Depok. Pelayanan unggulan diharapkan menjadi pelayanan yang lebih unggul dibanding yang lain dan dapat memberikan kontribusi pendapatan yang menguntungkan bagi rumah sakit.
Dengan terjadinya perubahan lingkungan eksternal dan internal. Rumah Sakit Bhakti Yudha dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Namun sejak ditetapkan pelayanan unggulan tahun 1998 sampai tahun 2002 belum pernah dilakukan evaluasi terhadap pelayanan unggulan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dan bertujuan untuk menganalisis pelayanan Kesehatan lbu dan Anak sebagai pelayanan unggulan. Data sekunder yang digunakan adalah dari data kegiatan rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Depok. Analisis situasi lingkungan dilakukan baik terhadap lingkungan eksternal dan internal pelayanan KIA dengan menggunakan matriks IE dan matriks BCG. Implementasi pelayanan KIA dianalisis dari tahun 1998 sampai 2002 dengan wawancara mendalam dengan jajaran direksi Rumah Sakit Bhakti Yudha. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemetaan pelayanan unggulan KIA saat ini dengan menggunakan matriks IE berada pada sel VI, sedang dalam matriks portofolio BCG yang diperluas berada pada kuadran Faithful Dog. Strategi yang direkomendasikan adalah penciutan. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pelayanan unggulan KIA tahun 1998-2002 belum dimplementasikan secara konsisten terhadap strategi yang telah ditetapkan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Rumah Sakit Bhakti Yudha adalah melakukan penghematan dan efisiensi produksi, pengendalian biaya yang ketat, memfokuskan pada segmen yang lebih sempit, dan meningkatkan kualitas pelayanan. Disarankan agar rumah sakit melakukan analisis terhadap unit-unit lain secara menyeluruh untuk mendapatkan unit unggulan utama sebagai antisipasi apabila unggulan MA prospeknya makin memburuk dan harus dilikuidasi.
Daftar Pustaka: 31 (1989-2002)

High competitions in the hospital industry pursuit hospitals to provide the superior services, which have competitive advantage in seize the opportunities. Since it was established in 1998, Bhakti Yudha Hospital has developed Strategic Planning of Hospital Development to come up with the decision that the Maternity and Child Service is considered as the hospital's superior service. This decision was based on the fact that Maternity and Child clinic was initially dominate as market leader is the background of this decision. The superior service is prior to other services in gaining the benefit of hospital business.
The environmental changing, both external and internal, forces the hospitals to adapt and adjust to survive. Nevertheless Bakti Yudha Depok Hospital hasn't made any evaluation to their superior services yet.
This research is designed as a descriptive study and the purpose is to analyze the maternity and child health service as a superior service of Bhakti Yudha Hospital. The data used is secondary data from hospital activities and district health officer document. Environment situation analyze is made to both external and internal environment, using IE and BCG matrix. Implementation analyze of this service during 1998-2002 is conducted by in depth interview toward the director and management related.
The summarize of this research is that from mapping, by IE matrix, the maternity and child health service of Bhakti Yudha Hospital is located in cell VI, and by advanced BCG portfolio this service is in Faithful Dog Quadrant. The strategy recommended is retrenchment. In addition, this study shows that this service hasn't been implemented consistently against the strategies decided.
Therefore, recommended efforts may be: efficient in production and operational budget, specifies market segmentation, and improved the quality of services. Hospital management needs to execute the comprehensive study about the other services unit to establish the alternative superior service when the prospect of current superior service is bad and being liquidated.
References : 31 (1989-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlan Yulfar
"Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan seeara menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau. Namun dari sejak kelahirannya tahun 1969 hingga saat ini implementasi kegiatan puskesmas belum menunjukkan hasil yang optimal dan kurang tanggap terhadap dinamika masyarakat khususnya aspek sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat, yang tercermin dari belum optimalnya pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat. Arus globalisi, kemajuan teknologi kedokteran dan kesehatan, perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya masyarakat tentunya berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan puskesmas Selpanas oleh masyarakat dan mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas Sei.panas, serta mengetahui faktor yang dominan berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas Sei.Panas kota Batam tahun 2003.
Penelitian dilakukan dengan raneangan "Cross Sectional" dengan pendekatan kuantitatif dan melibatkan sampel sebanyak 240 KK yang berada di wilayah kecamatan Lubuk Baja dan sebagian kecamatan Bata Ampar dalam wilayah kerja Puskesmas SeLPanas kota Batam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keikutsertan askes atau asuransi kesehatan lainnya, merupakan variabel yang dominan dalam kaitannya dengan tidak memanfaatkan puskesmas dengan Odds Ratio 0.016 setelah dikontrol secara bersama sama oleh faktor lainnya seperti sistem birokrasi, persepsi terhadap petugas maupun pelayanan kesehatan serta jarak antara rumah responden dengan puskesmas Sei,.anas kota Satam. Sedangkan faktor pendidikan, umur, biaya pelayanan dan ada tidaknya pelayanan kesehatan lain selain puskesmas Sei.Panas tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan puskesmas Sei.Panas kota Batam. Untuk itu perlu di upayakan peningkatkan kerjasama dengan masyarakat industri yakni pihak manajemen dan karyawan melalui perusahaan asuransi/jamsostek ataupun Badan Penyelenggara JPKM dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Health center is a front liner in the government health care that aims to provide the health care as a whole, integrated, equal, and affordable. However, since its existence in 1969 the implementation of health programs have not been showing an optimal result yet and it seemed less responsive toward population dynamic, especially economy-social aspect in the community, which reflects that health care has not been optimally utilized yet.
The globalization stream, advance in medicine and health technology, changing of economy social and culture structure in the community, are related to the health center utilization.
The study aimed to assess the description of health care utilization at Sei Panas Health Center and to asses the factors related to the health care utilization at Sei Pangs Health Center, and to asses the dominant factors related to the health care utilization at Sei Pangs Health Center in the City of Batam year 2003 as well.
The study used cross sectional design with quantitative research approach and used 240 head of families as research sample that lived around the Sub District of Lubuk Baja and Batu Ampar in the working area of the SeL Panas Health Center.
The result of the study showed that taking part in the government health insurance or another health insurance was a dominant variable that related to not utilizing the health center (odds ratio= 0.016) after being controlled altogether with other factors such as bureaucracy system, perception toward both provider and health care, distance between respondent's house and health center. Nevertheless, the factors such as education, knowledge about health center, age, price, and perception of illness did not have significant relationship with the health center utilization. Therefore, it is necessary to maintain the cooperation with the industrial community such as management and employee in providing the health care through the insurance companies/man power social insurance or the implementing agency of public health care insurance in delivering health care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindyah Sri Erawati
"Dalam mengemban statusnya sebagai rumah sakit swadana, RSUD Pasar Rebo berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan nyaman bagi konsumen sasarannya.
Salah satu upayanya adalah membuka Poliklinik Kesehatan Sore (PKS) pada akhir tahun 1994 dengan membuka 8 poliklinik. Dalam perjalanannya hingga pertengahan tahun 1996 angka kunjungan pasien relatif konstan padalah telah dilakukan perpanjangan hari buka bagi 3 poll. Hal ini merupakan indikator kurang maksimalnya pemanfaatan PKS oleh konsumennya. Untuk itu perlu diketahui informasi tentang perkembangan konsumen dengan melakukan pemantauan tentang keinginan dan kebutuhan konsumen sasaran .
Tujuan penelitian ini ialah diperolehnya informasi yang memberikan gambaran tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan PKS sebagai bahan penyusunan strategi pengembangan PKS. Penelitian ini merupakan survai deskriptif analitik dengan desain cross sectional dari data primer yang diambil melalui kuesioner dengan melakukan wawancara terhadap 236 orang responden.
Tehnik analisa data ialah analisa univariat dan analisa bivariat untuk menganalisa faktor-faktor yang diteliti. Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor yang diteliti dengan pemanfaatan PKS.
Hasil penelitian umumnya merlunjukkan bahwa persepsi responden terhadap pelayanan PKS relatif baik dan hanya sebagian kecil yang juga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di sekitar PKS RSUD Pasar Rebo.
Persepsi responden yang relatif baik belum diikuti dengan pemanfaatan PKS yang optimal, hal ini disebabkan karena manajemen RSUD Pasar Rebo belum menyebarluaskan infomasi keberadaan PKS dengan aktif.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka seyogyanya manajemen RSUD Pasar Rebo harus lebih aktif memberi informasi kepada konsumen sasaran.

Utilization Of Pelayanan Kesehatan Sore (PKS) Or Afternoon Health Care Service At Pasar Rebo General HospitalAs a swadana (self-funding) government hospital, Pasar Rebo General Hospital (RSUDPR) is mostly concern in improving the quality of their health care service by providing better quality health care, affordable to the target consumer and creating convenience for them.
One of the effort made is by operating an Afternoon Health Care Services, known as PKS which opens from 2 pm until 5 pm in the afternoon. PKS has 8 clinics and since it was opened at late 1994 until recently the flow of the patients has been relatively constant even though 3 clinics has prolonged the work day. The average patient per day at the moment is 53 persons, which is relative low compare to 96 persons which is the figure if PKS with 8 clinics is fully utilized. In other word the shortage of patients is an indicator that PKS is not being fully utilized by its target customer.
For that reason, information regarding the behavior of the target customer is needed and can be achieved through monitoring their wants and needs so we can really understand them. Because the lack of information about the customer could mean the customer leaving us.
The objective of this research is to obtain information about the factors affecting the utilization of PKS as an input to set up a strategic plan for PKS.
This research is made by using descriptive survey with cross sectional design and using primary- data taken from questionnaire of. 236 respondent interviewed. Univariate analysis is used to set up the frequency distribution and followedbythebivariateanalysisto obtain the cross tabulation of variables used in this research.
The result shows that in general the perception about PKS is relatively good but more attention must be made to the service delivered by doctors and the sanitary factor of the toilet. Other health care facilities nearby has no affect in the utilization of PKS, the perception of the patient who also use other health care facilities is that PKS is relatively better especially the price which they think is affordable.
The fact is that the relatively fair perception itself could not increase the utilization of PKS. So for the sake of increasing the number of patients the management must be actively involved in promoting PKS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T1654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>