Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199771 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Effendi Rustan
"ABSTRAK
Tujuan:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner.
Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita.
Bahan dan Cara:
Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner.
Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman.
Hasil:
Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia.
Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Kesimpulan:
Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Lianasari
"Penyakit Jantung Koroner PJK adalah penyakit pada jantung yang terjadi karena otot jantung mengalami penurunan suplai darah. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai faktor risiko penyakit jantung koroner berkaitan dengan terjadinya serangan jantung berulang yang akan berdampak pada meningkatnya biaya perawatan dan psikologis pasien yaitu depresi, bahkan dapat menyebabkan komplikasi ataupun kematian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross- sectional. Sampel penelitian berjumlah 67 orang dengan diagnosis penyakit jantung koroner. Pengambilan sampel dengan metode non- probability sampling yaitu consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan serangan jantung berulang p= 0,43, 0,05. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan frekuensi serangan jantung berulang p=0,57, 0,05 . Penelitian ini merekomendasikan pemberian edukasi yang disertai dengan motivasi kepada pasien untuk dapat mengubah perilaku sehingga memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengontrol faktor risiko dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari serangan jantung berulang.

Coronary Artery Disease (CAD) is a disease caused by an imbalance between blood supply and heart muscle oxygen demand. Insufficient knowledge about risk factors contributing to CAD is associated with higher recurrence of heart attack, causing the rise of the hospitalitation cost, depression, others complications even death. This study employed comparative descriptive design with cross sectional method, involving a consecutive sample of 67 patients with CAD as their primary diagnosis. Our study showed that there was no relationship between knowledge of CAD risk factors with the recurrence of heart attacks p 0,43, 0,05. Similarly, the study revealed that there was no relationship between risk factors for coronary heart disease and the frequency of heart attack's recurrence p 0,57 0,05 . This study suggested nurses to provide health education along with continuous and effective motivation in order to help patients controlling their risk factors in order to avoid the recurrence of heart attack."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Dwi Octavianie
"Skripsi ini menjelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian penyakit jantung koroner pada wanita. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dan data sekunder berasal dari rekam medis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari 224 responden yang diteliti, variabel penelitian berupa status obesitas, merokok, konsumsi alkohol, umur, pendidikan dan status pekerjaan ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang dialami pasien wanita di Rumah Sakit tersebut. Untuk aktivitas fisik tidak dapat diteliti karena data yang dibutuhkan tidak tersedia.

This thesis describes the factors that influence the incidence of coronary heart disease in women. This study uses a cross-sectional study design with secondary data derived from medical records at the National Cardiovascular Center Harapan Kita. The number of samples studied was 224 inpatients in that hospital. The study found that there was not a significant relationship between variables (obesity, smoking, alcohol consumption, and sociodemographic) with the incidence of coronary heart disease in women. For physical activity can not be investigated because the required data was not available."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Suci Yunita
"Latar Belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) disebabkan penyempitan arteri koronaria jantung, terdapat hipotesis mengenai infeksi periodontal yang dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya PJK. Alkaline phosphatase (ALP) sebagai penanda inflamasi akan meningkat pada aterosklerosis dan penyakit periodontal.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar ALP dalam saliva pada penderita PJK dan non PJK dengan status periodontal.
Metode: Saliva dari 104 subjek diambil sebanyak 1 ml, kadar ALP dianalisis menggunakan Abbott architect ci4100.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar ALP dalam saliva antara penderita PJK dan non PJK.
Kesimpulan: ALP dalam saliva pada penderita PJK lebih tinggi daripada non PJK dan tidak ada hubungan ALP dengan status periodontal.

Background: Coronary heart disease (CHD) is a disease that causes narrowing of the coronary arteries. Currently, there is a hypothesis regarding periodontal infection that increase risk for heart disease. Alkaline phosphatase (ALP) as a marker of inflammation will increase in atherosclerosis and periodontal disease.
Objective: To analyze the relationship between the levels of alkaline phosphatase in saliva with periodontal status in patients with CHD and non CHD.
Methods: saliva of 104 subjects were taken, each 1 ml, and levels of Alkaline Phosphatase was analyzed using Abbott ci4100 architect.
Results: No significant difference of Alkaline Phosphatase levels in saliva between CHD patients and non CHD.
Conclusion: The level of ALP in saliva was higher in patients with CHD and no association between ALP level and periodontal status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Lenggogeny
"Latar Belakang: Periodontitis merupakan faktor risiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK). Interleukin-1β merupakan sitokin pro-inflamasi utama yang dapat ditemukan pada kedua penyakit ini.
Tujuan: Menganalisis hubungan kadar interleukin-1β dalam cairan sulkus gingiva (CSG) penderita PJK dan non PJK dengan status periodontal.
Metode: Pemeriksaan klinis 40 subjek PJK dan 40 subjek non PJK, pemeriksaan laboratorium kadar Interleukin-1β dengan ELISA.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna Interleukin-1β antara penderita PJK dan non PJK (p>0,05); tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar Interleukin-1β dengan status periodontal penderita PJK dan non- PJK (p>0,05).
Kesimpulan: Kadar Interleukin-1β penderita PJK tidak memiliki hubungan dengan status periodontal.

Background: Periodontitis is a risk factor for coronary heart disease. Interleukin-1β as a pro-inflammatory main cytokine, can be found in this both diseases.
Objective: To analyze the relationship of interleukin-1β levels in CSG CHD and non-CHD patients with periodontal status.
Methods: Clinical Examination for 40 Subject CHD and 40 controls was checked, laboratory test for measured the levels of Interleukin-1β with ELISA.
Results: There were no significant differences between patients Interleukin-1β CHD and non-CHD (p>0.05); there is no significant difference between the levels of Interleukin-1β with periodontal status CHD and control patients (p>0.05).
Conclusions: Levels of Interleukin-1β of CHD patients do not have a relationships with periodontal status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosy Valensia
"Latar Belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) adalah suatu kelainan penyempitan pembuluh darah arteri jantung yang berhubungan dengan akumulasi lokal dari lipid, dalam bentuk kolesterol dan trigliserid. Penyakit periodontal merupakan inflamasi kronis yang berperan dalam perkembangan PJK. Pada periodontitis dilaporkan terjadi perubahan profil lipid berupa peningkatan kadar kolesterol dan LDL dalam darah.
Tujuan: Menganalisis hubungan kadar kolesterol dalam darah dengan status periodontal pada penderita PJK dan non PJK.
Metode: 60 penderita PJK dan 40 kontrol diperiksa status periodontal dan diambil sampel darah untuk pemeriksaan kadar kolesterol.
Hasil: Kadar kolesterol darah penderita PJK berbeda dengan non PJK. Terdapat hubungan antara kadar kolesterol darah dengan status periodontal pada penderita PJK dan non PJK.
Kesimpulan: Kadar kolesterol darah pada non PJK lebih tinggi daripada penderita PJK. Kadar kolesterol darah penderita PJK berhubungan dengan kedalaman poket dan kehilangan perlekatan. Kadar kolesterol darah non PJK berhubungan dengan kedalaman poket.

Background: Coronary heart disease (CHD) is an abnormal narrowing of heart arteries associated with local accumulation of lipids, in the form of cholesterol. Periodontal disease is a chronic inflammatory that sugested link to the development of CHD. In periodontitis have been reported changes in lipid profile, include increased of cholesterol and LDL levels of blood.
Objective: to analyse correlation between blood cholesterol level with periodontal status of CHD patients and control group.
Methods: Periodontal status of 6 CHD patient and 40 control group was measured. Measurement of blood cholesterol level on both group.
Result: Blood cholesterol level in CHD patients differ from control group. Blood cholesterol level associated with periodontal status.
Conclusion: Blood cholesterol level in control group higher than CHD patients. Blood cholesterol level positively associated with pocket depth and clinical attachment loss in CHD patients. Blood cholesterol level positively associated with pocket depth in control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fauzi Shibly
"Sejak lebih dari 25 tahun yang lalu muncul bukti-bukti yang menunjang hipotesis bahwa meningkatnya homosistein plasma merupakan faktor risiko aterosklerosis, Berbagai studi kasus kontrol retrospektif, prospektif maupun intervensi telah dilakukan dan membuktikan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko independen PJK. Pada satu meta-analisis dari 15 studi, rasio odds untuk PJK pada subjek dengan hiperhomosisteinemia adalah 1,7. Salah satu risiko penting terjadinya hiperhomosisteinemia adalah rendahnya asupan vitamin yang berperan pada metabolisme homosistein yaitu asam folat, vitamin B12 dan vitamin B6. Telah dilakukan penelitian deskriptif analisis terhadap 70 subyek PJK sebagai kasus dan 36 subyek sebagai kontrol di RS Jantung Harapan Kita dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kadar homosistein plasma pada penderita PJK dan kontrol serta hubungannya dengan asam folat dan vitamin B12 yang diketahui berperan mempengaruhi kadar homosistein plasma. Hasil pemeriksaan homosistein plasma, didapatkan rerata kadar homosistein plasma pada kelompok kasus maupun kontrol diatas normal (12,2 6,9 dan 13,1 + 3,6 Umol/L) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini. Frekuensi defisiensi vitamin B12 masing-masing didapatkan 30% pada kelompok PJK dan kelompok tanpa PJK. Hal yang sangat menyolok didapatkan pada penelitian ini adalah defisiensi asam folat yang mencapai 82% pada kasus dan 83% pada kelompok kontrol. Korelasi antara homosistein plasma dengan vitamin B12 dan asam folat, didapatkan adanya korelasi negatif lemah yakni masing-masing r=-0,3 (p= 0,0004) dan r= -0,25 (p= 0,0095). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan.
1. Pada subyek PJK 61% kadar homosistein plasmanya diatas normal dan 80% pada subyek tanpa PJK.
2. Terdapat korelasi negatif lemah antara homosistein plasma dengan vitamin B12 serum dan asam folat.
3. Hal yang menyolok dari hasil penelitian ini adalah tingginya angka defisiensi asam folat pada kelompok PJK (82%) dan 83% pada kelompok tanpa PJK. 4. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kadar homosistein antara kasus dengan kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dafa Izzatul Islam
"Latar Belakang
Intervensi koroner perkuten primer (IKPP) merupakan sebuah skema tatalaksana yang bertujuan untuk mengembalikan suplai darah ke jantung pada pasien infark miokard dengan onset gejala di bawah 12 jam dan syok kardiogenik berat serta pasien dengan kontraindikasi terapi fibrinolitik.1 Saat ini, drug-eluting stent (DES) merupakan jenis stent yang direkomendasikan karena memiliki benefit lebih besar dalam menurunkan risiko infark miokard berulang dibandingkan pendahulunya yaitu bare-metal stent (BMS) dan salah satu aspek yang dikembangkan adalah material rangka. Penelitian menunjukkan bahwa antara logam stainless steel dan non-stainless steel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap luaran klinis pasien yaitu kejadian KKM (kejadian kardiovaskular mayor) dan trombosis stent. Akan tetapi, sebagian besar penelitian dilakukan dengan follow up 1-3 tahun sementara kejadian very late stent thrombosis (VLST) yang terjadi pada DES dapat timbul sampai lima tahun. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan luaran klinis dalam kurun waktu lima tahun pada pasien yang menjalani IKPP dengan platform DES stainless steel dan non stainless steel.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis logam yang digunakan pada stent, yaitu stainless steel dan ¬non-stainless steel, dengan angka kejadian KKM dan trombosis stent pada pasien yang menjalani IKPP dengan follow-up lima tahun setelah prosedur dilaksanakan. Hasil dari data tersebut akan dilakukan analisis bivariat antara variabel bebas dan variabel terikat serta akan dilakukan analisis multivariat dengan faktor-faktor determinan lain. Hasil
Pada pengamatan 5 tahun, Angka kejadian luaran klinis primer dan sekunder menunjukkan tren lebih tinggi pada kelompok stainless steel dibandingkan non-stainless steel walaupun nilai p menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (KKM: 47,1% vs 41,2%, p 0,511; Trombosis Stent: 11,8% vs 11,1%, p 0,780). Kesimpulan
Pada pengamatan 5 tahun, tidak terdapat perbedaan bermakna pada luaran klinis primer dan sekunder pasien yang menjalani IKPP menggunakan stainless steel dibandingkan non-stainless steel.

Introduction
Primary coronary percutaneous intervention (CCI) is a management scheme that aims to restore blood supply to the heart in myocardial infarction patients with symptom onset under 12 hours and severe cardiogenic shock and patients with contraindications to fibrinolytic therapy.1 Currently, drug-eluting stents (DES) are the recommended stent type because they have greater benefits in reducing the risk of recurrent myocardial infarction compared to their predecessor, bare-metal stents (BMS) and one aspect that has been developed is the frame material. Studies have shown that stainless steel and non- stainless steel have different effects on patient clinical outcomes such as MACE (major adverse cardiovascular event) and stent thrombosis. However, most studies were conducted with a follow-up of 1-3 years while the incidence of very late stent thrombosis (VLST) that occurs in DES can occur up to five years. Therefore, this study was conducted to determine the difference in clinical outcomes within five years in patients undergoing IKPP with stainless steel and non-stainless steel DES platforms.
Method
This study is an analytic study with a quantitative approach that aims to determine the effect of the type of metal used in stents, namely stainless steel and non-stainless steel, with the incidence of MACE and stent thrombosis in patients undergoing IKPP with a five-year follow-up after the procedure. The results of the data will be subjected to bivariate analysis between the independent variable and the dependent variable and multivariate analysis will be conducted with other determinant factors.
Results
At 5-year follow-up, the incidence of primary and secondary clinical outcomes showed a higher trend in the stainless steel group compared to the non-stainless steel group although the p value showed no significant difference between the two groups (MACE: 47.1% vs 41.2%, p 0.511; Stent Thrombosis: 11.8% vs 11.1%, p 0.780).
Conclusion
At 5-year follow-up, there was no significant difference in the primary and secondary clinical outcomes of patients who underwent IKPP using stainless steel versus non- stainless steel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Wibowo
"Salah satu di antara penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi terbanyak dan tingkat mortalitas serta morbiditas yang tinggi adalah penyakit jantung koroner. Penyakit ini memiliki faktor risiko yang tidak dapat diubah. Hal ini membuat pencegahan akan penyakit tersebut menjadi lini pertama dan terutama dalam menanggulanginya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat di Jakarta Barat pada sekelompok usia remaja dan dewasa serta menilai hubungan antara ketiganya. Adapun studi yang digunakan adalah berupa studi analitik cross sectional observasional lewat pembagian kuesioner tervalidasi. Total sampel yang digunakan adalah sebanyak 108 sampel berupa data primer yang terbagi atas 54 kategori remaja dan 54 kategori dewasa yang tinggal di suatu wilayah di Jakarta Barat. Dari hasil penelitian, diperoleh 33 remaja (61,11%) dan 34 dewasa (63 %) yang berpengetahuan "kurang". Tingkat sikap yang diperoleh adalah terdapat 11 remaja (20,3 %) dan 39 dewasa (72,2 %) yang bersikap "kurang". Tingkat perilaku yang didapat adalah 25 remaja (46,3 %) dan 15 dewasa (27,78 %) yang berperilaku kurang. Studi analitik kemudian menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat sikap yang dimiliki dengan tingkat perilaku yang didapat baik pada remaja maupun dewasa (nilai p > 0.05). Kesimpulan dari peneliti adalah masih banyaknya tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan kategori "kurang" pada kelompok remaja dan dewasa namun tidak memiliki hubungan bermakna sehingga perlu adanya intervensi khusus di luar ketiga hal tersebut untuk perubahan perilaku masyarakat di Jakarta Barat.

According to World Health Organization, there has been a shift of change in course of disease where non infectious diseases have primarily become the main problem. Coronary heart disease is an example of non infectious disease which has many risk factors contributing the disease itself. The objective of this study is to obtain the level of health knowledge, attitude, and practice on coronary heart disease and its risk factors among community in West Jakarta and furthermore investigate whether there is a relation between those factors among teenagers and adults. Cross sectional study was carried out on 108 volunteers, which consist of 54 teenagers and 54 adults, at a community in West Jakarta using multistage random sampling. Standard questionnaire at a total of 20 questions was used to interview those volunteers. Level of knowledge, attitude, and behavior first was computed based on total correct answers and then categorized according to total score of each respondents. There are 33 teenagers (61,11 %) and 34 adults (63 %) in level of knowledge, 11 teenagers (20,3 %) and 39 adults (72,2 %) in level of attitude, and 25 teenagers (46,3 %) with 15 adults (27,8 %) in level of practice that belong to category "poor". Analitic study shows that there are no relation between level of knowledge and attitude in accordance to the level of attitude neither in teenagers nor in adults (p > 0.05. This is the first study of surveillance of health knowledge, attitude, and behaviour in West Jakarta about coronary heart disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Robert Edward
"Latar Belakang. Gangguan fungsi saraf otonom memberikan kontribusi yang bennakna terhadap terjadinya aritmia ventikular dan kejadian mati mendadak pada penderita penyakit jantung koroner (PlK). Namun usaha untuk meneliti hal tersebut masih belurn banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas barorefleks dan faktor-faktor yang mempengaruhi sensitifitas barorefleks (SBR) pada penderita PIK Metoda. Pasien-pasien PlK yang sedang menjalani tindakan kateterisasi di ruang kateterisasi PJNHK dengan basil stenosis koroner ~ 50%, diberikan nitrogliserin 300mcg intra aorta melalui kateter. Selanjutnya perubahan tekanan darah sistolik dan interval RR dicatat selama lebih kurang 30 denyut setelah pemberian nitrogliserin. Garis regresi linear antara penurunan tekanan darah dan perubahan interval RR dicatat sebagai basil pengukuran sensitivitas barorefleks dengan satuan milidetiklmrnHg. Basil. Jwnlah subjek yang disertakan dalam penelitian ini sebanyak 136 pasien. Usia rata - rata sample penelitian 56.43 ± 7.78 tahun. Seratus dua puluh (120) pasien adalah laki - laki (88.2%) sedangkan enam belas adalah wanita (11.8%). Faktor risiko yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi ( 63,2%), dislipidemia (61.80%), diabetes melitus (38.2%), merokok (26.5%) dan riwayat keluarga PlK. (25.7%). Diperoleh nilai rerata SBR 1.5 ± 1.7 milidetiklmmHg. Pada analisis multivariat faktor yang mempengaruhi SBR adalah diabetes melitus dan seeara statistik berrnakna dengan OR 4.2 (95% 0: 1.96-9.1 1; p=O.OOl). Faktor yang cenderung mempengaruhi nilai SBR pada pasien P1K adalah fungsi ventrikel kiri yang rendah OR 1.5 (0.7-3.2) dan merokok.O.5 (0.2-1.0). Kesimpulan. Rerata hasil SBR pada pasien PlK adalah 1.5 ± 1.7 milidetiklmmHg. Ada tidaknya diabetes melitus mempengaruhi nilai SBR"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T58821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>