Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153566 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ginting, Martinus
"Kurang Energi Protein (KEP) yang merupakan gambaran status gizi masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia terutama di daerah pedesaan. Dampak buruk KEP pada balita adalah terhambatnya perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berpikir, penampilan dan prestasi kerja, sehingga mengakibatkan rendahnya daya produksi dan kegiatan ekonomi, menurunnya daya tahan tubuh, yang dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Penanggulangan KEP secara nasional diprioritaskan pada daerah tertinggal/miskin, sementara informasi keadaan gizi di desa tertinggal dan tidak tertinggal belum memadai, khususnya di propinsi Kalimantan Barat. Maka keadaan gizi pada desa tertinggal dan tidak tertinggal serta faktor-faktor yang berhubungan menarik untuk diteliti.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status gizi dan konsumsi energi serta protein balita usia 6-59 bulan di desa tertinggal dan tidak tertinggal pada daerah pesisir dan pegunungan serta hubungan status gizi dengan lingkungan perumahan, pendapatan per kapita, pengetahuan gizi, pendidikan orang tua, jumlah anggota rumahtangga, dan pekerjaan orang tua.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup dua kecamatan yang masing-masing terdiri dan satu desa tertinggal dan satu desa tidak tertinggal dari kabupaten Pontianak, propinsi Kalimantan Barat yang dikumpulkan oleh Tim Praktek Kerja Lapangan Sekolah Pembantu Ahli Gizi tahun 1995. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel seluruh rumahtangga yang mempunyai anak balita usia 6-59 bulan. Jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 360 rumahtangga. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan bantuan program EPI INFO versi 6.0 dan SPSS for Windows release 6.0.
Dari hasil analisis ditemukan bahwa prevalensi KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir tidak terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal, sementara di kecamatan Toho prevalensi KEP menurut BB/U lebih tinggi di desa tertinggal dibandingkan desa tidak tertinggal.
Menurut indeks TB/U prevalensi KEP lebih baik di desa tidak tertinggal dibandingkan di desa tertinggal pada kedua kecamatan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir baik untuk desa Sejegi (tertinggal) maupun desa Tanjung (tidak tertinggal) adalah pendapatan perkapita dan pengetahuan gizi, sementara di kecamatan Toho faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di desa Sekabuk (tertinggal) adalah pendapatan perkapita, sedangkan di desa Pentek (tidak tertinggal) adalah pendapatan per kapita dan pengetahuan gizi. Menurut indeks TB/U, faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di semua desa penelitian adalah pendapatan per kapita.
Meskipun terlihat ada perbedaan status gizi, terutama menurut indeks TBN antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal pada kedua kecamatan, tetapi karena prevalensi KEP masih cukup tinggi di kedua kategori desa tersebut sehingga disarankan agar program penanggulangan KEP tidak perlu difokuskan ke desa tertinggal saja, tetapi strategi penanggulangannya yang perlu dibedakan dengan melihat faktor-faktor yang berkaitan di masing-masing desa.

Factors Relating To The Under Fives Nutritional Status In Four IDT and Non IDT Villages in Pontianak District, West Kalimantan Province in 1995Protein Energy Malnutrition (PEM) which represent the nutritional status has remained as one of the main nutrition problems in Indonesia, especially in rural areas. The bad outcome of PEM under fives years is the hindrance of their growth and intelligence development which will further influence the ability of their thinking, performance and work achievement capacity creating low productivity in the economic terms, the decrease in physical endurance which then impact the quality of the Indonesian human resources.
The priority to overcome the PEM nationally is emphasized in the severe areas, while the information on the nutritional status in IDT ("under developed areas") and NON IDT ("developed areas") has been inadequate yet, in West Kalimantan in particular. Therefore, the nutritional status in IDT and NON IDT villages including its related factors is interesting to be observed.
The purpose of this research is to know the nutritional status, energy and protein consumption of the under fives from 6 to 59 months in IDT and NON IDT villages in the coastal and mountains areas and relation of nutritional status with housing environment, household income, knowledge on nutrition, parent's education level, the family size, and parent's job.
This research used secondary data covering two subdistricts which consist respectively of two IDT and two NON IDT villages in Pontianak District, West Kalimantan Province gathered by a team of students of the Assistant Nutritionist School during their field work practice in 1995. This cross-sectional study used samples of all families having under five years old children of 6 to 59 months. The number of analyzed samples in the research was 360 families. The analysis was done in univariate, bivariate, and multivariate with the help of EPI INFO program of 6.0 version and SPSS for Windows release 6.0.
It was found from the analysis that the prevalence of PEM according to Weight/Age index in Mempawah Hilir District has no significant differences between the IDT and NON IDT villages, while in Toho District the prevalence of PEM according to Weight/Age index in the IDT is higher than that in the NON IDT villages.
Based on Height/Age index, the prevalence of PEM in the NON IDT is better than that in the IDT villages in both districts. The factors relating to the PEM based on Weight/Age index in Mempawah Hilir District, either in Sejegi village (IDT) or Tanjung (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition, while in Toho District, the factor relating to the PEM in Sekabuk village (IDT) is per capita income, while in Pentek village (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition.
Based on Height/Age index, the factor relating to the PEM in all villages is per capita income. Although there have been differences in the PENT, especially based on Height/Age index between IDT and NON IDT villages in the two districts, it is suggested that since the prevalence of PEM is still relatively high in the two village categories, the program to overcome PEM is not necessarily focused only in the IDT villages, but the strategy of overcoming the PEM must be distinguished through paying attention to the related factors in the respective villages.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T2109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erena Fabyola Laurensia
"Fenomena transisi penyakit menular menjadi tidak menular serta tingginya kematian akibat penyakit tidak menular menjadi hal yang serius. Salah satu faktornya adalah dikarenakan meningkatnya angka kegemukan. Di Indonesia, kejadian kegemukan pada anak usia 6-12 tahun merupakan prevalensi tertinggi (9,2%). Tujuan penelitian adalah mengetahui perbedaan asupan makanan dan karakteristik responden pada anak usia 6-12 tahun dengan kejadian kegemukan berdasarkan tempat tinggal di Indonesia.. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2010, dengan desain studi cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah anak usia 6-12 tahun yang menjadi sampel dalam Riskesdas 2010 dengan kriteria inklusi memiliki kelengkapan data hasil ukur untuk berat badan dan tinggi badan bagi anak usia 6-12 tahun serta ayah dan ibu dari anak yang menjadi sampel. Terdapat perbedaan antara asupan total energi di perkotaan, asupan protein di perkotaan dan di pedesaan, asupan lemak di perkotaan dan di pedesaan, jenis kelamin di perkotaan dan di pedesaan, status gizi ayah dan ibu di perkotaan dan di pedesaan. Hasil penelitian ini menyarankan untuk edukasi kepada anak dan orang tua mengenai pola makan sehat dan seimbang, prioritas program pencegahan dan penanggulangan kegemukan di perkotaan, serta kerjasama dengan Kemendikbud dan sekolah.

Phenomenon of transition from communicable to non-communicable disases and the high mortality rate because of non-communicable diseases become a serious problem. One of the factor is because of the increasing number of overweight. In Indonesia, overweight in children age 6-12 years has the highest prevalence (9,2%). The purpose of this study is to know the difference between food consumption and respondent characteristics in children age 6-12 years with obesity based on the living area. This study is using Riskesdas 2010 data, with cross-sectional as the study design. The sample in the study is children age 6-12 years who are the samples in Riskesdas 2010 with the no-missing data of body-weight and height of the children, the fathers, and the mathers of children in the study. There are differences between total energy consumption in the urban area, protein consumption in urban and rural area, also mothers and fathers nutrition status in urban and rural area. This study suggests to educate the children and parents about the balancing and healthy food consumption, prioritizing program in urban area, also cooperate with Education Ministry and schools."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orisinal
"Kekurangan Energi Protein (KEP) pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi beban bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. KEP pada balita merupakan akibat langsung dari kurangnya asupan zat gizi dan status kesehatan yang buruk karena penyakit infeksi, dan akibat tidak langsung dari ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pelayanan kesehatan, lingkungan dan faktor yang terdapat pada balita sendiri. Prevalensi KEP di Sumatera Barat menunjukkan trend negatif. Sejak tahun 1995 sampai 2000 terjadi peningkatan prevalensi KEP dari 15,26% menjadi 23%, kondisi aman bertambah berat dengan adanya krisis ekonomi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Sumatera Barat tahun 2001. Desain yang digunakan adalah cross sectional. Data merupakan hasil Studi Pengembangan Metode Identifikasi Kelompok Masyarakat Miskin di Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia oleh Puslitbang Gizi dan Bappenas. Populasi adalah keluarga yang memiliki balita di wilayah penelitian Sumatera Barat. Sampel adalah keluarga yang memiliki balita, terpilih sebanyak 821 keluarga yang memiliki balita dan selanjutnya 802 responden yang layak dianalisis. Status gizi dihitung berdasarkan indeks BBJ baku rujukan WHO-NCHS, konsumsi zat gizi dihitung dengan metode semi quantitative food frequency.
Variabel dependen adalah status gizi sedangkan variabel independent adalah sosio ekonomi (konsumsi energi per kapita, konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita, persen pengeluaran pangan, kemampuan berobat, kategori miskin), sosio demografi (umur anak, jenis kelamin anak, umur ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam keluarga), dan lingkungan (kondisi fisik rumah, sarana jamban keluarga dan sarana air minum). Analisis data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi dan mean, median, standar deviasi, minimum-maksimum, analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariat dengan regresi logistik ganda.
Ditemukan prevalensi KEP sebesar 25,9% (18,8% gizi kurang, 7,1% gizi buruk). Variabel yang berhubungan bermakna dengan status gizi balita adalah konsumsi energi per kapita, konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita, umur anak, jenis kelamin anak, dan kondisi fisik rumah. Selanjutnya analisis multivariat menunjukkan variable yang secara bersama-sama berhubungan dengan status gizi balita adalah konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita, umur anak dan jenis kelamin anak. Anak umur 37-59 bulan cenderung menderita KEP 8,34 kali anak umur 0-6 bulan, anak umur 13-36 bulan cenderung menderita KEP 10,23 kali anak 0-6 bulan, dan anak umur 7-12 bulan cenderung menderita KEP 3,82 kali anak 0-6 bulan, setelah dikontrol variabel konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita dan jenis kelamin anak.
Perlu sosialisasi masalah KEP kepada pengambil kebijakan di lokasi penelitian agar penanggulangannya diprioritaskan; perlu penyuluhan tentang cars mempersiapkan penyapihan, perlu pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memotivasi beternak (ayamlitik), perlu penyuluhan kepada pemuka masyarakat agar anak perempuan lebih diperhatikan (sesuai dengan matrilineal).

Factors Related to Under Five Years Children's Nutritional Status in West Sumatera in 2001 (Secondary Data Analysis)Protein Energy Malnutrition (PEM) among under five years children has been one of health problems burdening the developing countries, including Indonesia. PEM among under five years children is a direct consequence of lack of nutrient intake and poor health status due to infectious diseases, and an indirect consequence of family sustenance, child rearing pattern, health care service, the environment, and under five years children's internal factors. Prevalence of PEM in West Sumatera showed negative trend. From 1995 to 2000 the PEM prevalence increased from 15.26% to 23%, and worsened with the economic crisis.
This research aimed to find out what factors were related to under five years children's nutritional status in West Sumatera in 2001. The research design used was cross sectional. The data were results from the Study of Method Development of Impoverished Communities Identification in Urban and Rural Areas in Indonesia (Study Pengembangan Metode Identifikasi Kelompok Masyarakat Miskin di Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia) conducted by Nutrition Research and Development Center (Puslitbang Gizi) and National Development Planning Board (Bappenas). The population was families with under five years children in the researched area in West Sumatera. The sample was families with under five years children, numbering to 821 families, 802 of whom were fit to be analyzed. The nutritional status was calculated based on WFA index standard reference from WHO-NCHS, and the nutrient intake was calculated using semi quantitative food frequency method.
The dependent variable was the nutritional status, while the independent variables were socioeconomic (energy intake per capita, protein intake per capita, income per capita, percentage of expenses on food, ability to afford medical assistance, poverty line), sociodemographic (child's age, child's sex, mother's age, number of family members, number of under five years children in the family), and environmental (physical condition of the house, family toilet facilities, and drinking water facilities). The data analysis comprised univariate analysis with frequency distribution, mean, median, deviation standard, minimum-maximum; bivariate analysis with chi-square; and multivariate analysis with multiple logistic regression.
The prevalence of PEM was found at 25.9% (18.8% moderately malnourished, 7.1% severely malnourished). Variables significantly related to under five years children nutritional status were energy intake per capita, protein intake per capita, income per capita, child's age, child's sex, and physical condition of the house. Furthermore, multivariate analysis showed that variables correlatively related to under five years children's nutritional status were protein intake per capita, income per capita, child's age, and child's sex.
After being controlled with variables of protein intake per capita, income per capita, and child's sex, the risk of suffering from PEM among under five years children aged 37-59 months was 8.34 times higher than that among babies aged 0-6 months; among under five years children aged 13-36 months it was 10.23 times higher than that among babies aged 0-6 months; and among babies aged 7-12 months it was 182 times higher than that among babies aged 0-6 months.
The followings need to be done in dealing with PEM: first, socializing PEM issue to decision makers in the researched area so that its management is prioritized; second, educating mothers about proper weaning; third, empowering the people's economy by encouraging them to raise chickens or ducks; and fourth, educating the local leaders to pay more attention to little girls welfare (which is in accordance with the local matriarchal custom).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Lita Renata
"Gizi kurang merupakan keadaan yang sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Kekurangan gizi terutama pada anak mempengaruhi resiko kematian, kesakitan, pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gizi anak balita berdasarkan klasifikasi kurang energi protein (KEP) menurut WHO-NCHS dan mendapat informasi hubungan KEP dengan faktor anak (konsumsi makanan, frekuensi makan, umur balita, jenis kelamin, mendapat vitadele, status kesehatan), faktor keluarga (status pekerjaan orang tua, jumlah balita, jumlah anggota keluarga, bantuan uang, lama tinggal dipengungsian) dan faktor lingkungan (sumber air bersih, ketersediaan air bersih, air minum dan kondisi jamban). Daerah survei merupakan kamp pengungsi Timor-timur yang berada di daerah Kabupaten Belu Propinsi NTT Data diambil dari keluarga yang mempunyai anak balita.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study (potong lintang), dimana data yang digunakan adalah data sekunder dari rapid Nutritional Assessment tahun 1999.
Dari 258 anak balita yang menjadi sampel didapatkan proporsi KEP 26,4% menurut BBITB dan 41,1% menurut BBIU. Dari hasil bivariat diperoleh faktor yang berhubungan dengan KEP adalah Konsumsi makan (OR=2,82 pada 95% CI :1,44-5,51), Frekuensi makan gula (OR=1,75 pada 95% CI :1,62-6,00) mendapat vitadele (OR=5,31 pada 95% CI :2,49-11,32) dan status pekerjaan ibu (OR=0,38 pada 95% CI :0,19-0,77) sedangkan hasil analisis muitivariat diperoleh faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi KEP, yaitu konsumsi makan (OR=3,03 pada 95%CI:1,46-6,29), frekuensi makan gula (OR=2,30 pada 95%CI:1,09-4,84), umur (OR=0,43 pada 95%Cl:0,20-0,91), mendapat vitadele (OR=2,68 pada 95%Cl:1,09-6,53) dan status pekerjaan ibu (OR=0,34 pada 95%CI:0,15-0,74) dan terdapat interaksi antara frekuensi makan nasi dengan vitadele dalam kaitannya dengan status gizi KEP.
Dari hasil penelitian disarankan perlunya surveilans gizi dalam rangka penanggulangan KEP, pemberian bahan makanan beras, pemberian makanan tambahan (PMT) seperti vitadele atau sejenisnya dan penyuluhan bagi ibu-ibu untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan cara pemberian makanan tambahan pada balita baik melalui kader (posyandu) maupun tenaga kesehatan, serta diperlukan bantuan-bantuan dibidang sanitasi (lingkungan) mengingat terbatasnya sumber dan ketersediaan air bersih serta jamban yang baik.
Daftar Pustaka : 73 (1971 - 2000)

The Factors Related with Protein Energy Malnutrition on the Refugees whose Age Underfive in District Belu Province East Nusa Tenggara (NTT) (Rapid Nutritional Assessment, 1999)Malnutrition extremely influences the quality of human life. Malnutrition, especially on children, influences the risk of death, sickness, the physical growth, the mental development and the intelligence.
This study aims to find out the description of the nutrition status of the children underfive based on WHO-NCHS and the relationship between Protein Energy Malnutrition (PEM) and the children factor (food intake, frequency of feeding the age of children under five, the sex, the providing of vitadele, health status); family factor (the parent's occupation, the number of children underfive, the number of family member, the duration in the place of refugees, financial support) and environmental factor (the source of clean water, the availability of clean water, potable water and toilet condition). The survey areas were the Timor Timur's refugee camps in Belu District, the province of East Nusa Tenggara (NTT). Data were collected from the family who had a child underfive.
The design of this study is Cross Sectional study. This study used secondary data, the rapid Nutritional Assessment in 1999. Among 258 children underfive who became samples, the proportion of PEM was 26.4% for Weight/Height and 41.1% for Weight/Age.
Bivariate analysis showed that the related factors were food intake OR-2.82 (95% CI :I.44-5.51), frequency of the eating of sugar OR=1.75 (95% CI :1.62-6.00), providing of vitadele 0R=5.3 (95% CI :2.49-11.32) and mother's occupation OR=0.38 (95% CI :0.19-0.77)_
Analysis with logistic regression method showed that the related factors were food intake OR=3.03 (95% CI:1.46-6.29), frequency of the eating of sugar OR=2.30 (95% C1:1.09-4.84), the age OR=0.43 (95% CI:0.20-0.91), providing of vitadele OR=2.68 (95% C1:1.09-6.53) and motheras occupation OR=0.34 (95% CI:0.15-0.74) and there was a modifier effects between frequency of the eating of rice and providing of vitadele on the PEM. Thefore this study suggest to hold a nutritional surveillance provide the rice, provide the supplementary feeding, like vitadele and intensify the motivation of the increase in the nutritional knowledge and the knowledge about the procedure of the providing of supplementary feeding to children underfive for mothers.
Considering the lack of the sources and the availability of clean water and good toilet condition.
References : 73 (1971- 2000)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riffa Ismanti
"Malformasi fasial sebagai kondisi cacat bawaan terdiri dari labioskizis, palatoskizis dan labiopalatoskizis. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pengalaman ibu dalam memberi nutrisi pada anak dengan malformasi fasial. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pemilihan partisipan secara purposive sampling, diikuti oleh 5 partisipan. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam dan catatan lapangan. Analisis data dengan menggunakan langkah-langkah dari Colaizzi. Terdapat 4 tema utama yang teridentifikasi yaitu: kendala dalam pemberian nutrisi, upaya orang tua, pemberian nutrisi, tantangan yang terjadi selama 2 minggu pascaoperasi. Saran yang diajukan untuk meningkatkan penyuluhan mengenai metode dan cara yang tepat dalam pemberian nutrisi pada ibu yang memiliki anak dengan malformasi fasial serta dibentuk sistem pendukung.

Facial malformations as a condition of congenital malformations consisting of labioskizis, palatoskizis and labiopalatoskizis. The goal of research to describe the experience of the mother in giving nutrition in children with facial malformations. This study is a qualitative research with phenomenology approach. Selection of participants by purposive sampling, followed by 5 participants. Data collection techniques by in-depth interviews and field notes. Analysis of data by using the steps of Colaizzi. There are four main themes identified are: the constraints in the provision of nutrition, the efforts of parents, nutrition, challenges that occurred during the 2 weeks postoperatively. Suggestions put forward to improve the extension of the method and the proper way in the provision of nutrition in mothers of children with facial malformations and established support system."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T29788
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasa Milta Sahara
"Stunting adalah permasalahan besar bagi suatu negara karena akan berdampak pada kesehatan bangsa hingga kemampuan ekonomi suatu negara. Stunting disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung. Untuk mengatasi stunting, pemerintah melakukan intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dari stunting dan intervensi gizi negatif untuk mengatasi penyebab tidak langsung stunting. Karena stunting adalah masalah yang erat kaitannya dengan kemiskinan maka pemerintah berupaya mengatasi stunting melalui melalui program bantuan sosial yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN). Penelitian ini menganalisis dampak program bantuan sosial sebagai intervensi gizi sensitif terhadap balita stunting dengan mengguankan data sampel yang diambil dari Indonesian Family Live Surveys (IFLS) tahun 2007 dan 2014 dengan sampel balita umur 12-59 bulan. Metode logit digunakan untuk mengestimasi hubungan antara program bantuan sosial dan faktor lain yang berhubungan dengan stunting. Metode kombinasi Propensity Score Matching (PSM) dan Difference-in-Differences (DID) digunakan untuk mengevaluasi dampak bantuan sosial terhadap individu stunting, kombinasi ini dilakukan untuk memenuhi parallel trend assumption dengan cara mencocokkan karakteritik antara kelompok penerima dan non-penerima program bantuan sosial. Hasil dari PSM-DID menunjukkan bahwa program bantuan sosial memberikan dampak pada peningkatan probabilitas balita stunting sebesar 4,7 persen. Diperlukan perbaikan desain pada program bantuan sosial agar income transfer yang diterima melalui program bantuan sosial dapat mengubah perilaku masyarakat.

Stunting is a major problem for any country because it can have an impact on the health of a nation up to the economic capacity of a country. Stunting is caused by direct and indirect factors. To address stunting, the government conducts specific nutrition interventions to address the direct causes of stunting and negative nutrition interventions to address the indirect causes of stunting. Because stunting is a problem closely related to poverty, the government is trying to address stunting through social assistance programs consisting of the Indonesia Family Hope Program (PKH) and Rice for Poor People (RASKIN). This study analyzed the impact of social assistance programs as sensitive nutrition interventions on stunted toddlers using sample data taken from the Indonesian Family Live Surveys (IFLS) in 2007 and 2014 with a sample of toddlers aged 12-59 months. The logit method was used to estimate the relationship between social assistance programs and other factors related to stunting. The combination of Propensity Score Matching (PSM) and Difference-in-Differences (DID) methods was used to evaluate the impact of social assistance on stunting individuals, this combination was done to meet the parallel trend assumption by matching characteristics between the recipient and non-recipient groups of social assistance programs. The results of PSM-DID show that social assistance programs have an impact on increasing the probability of stunted toddlers by 4.7 percent. Design improvements are needed in social assistance programs so that income transfers received through social assistance programs can change people's behavior."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaedi Pradja
"Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam bidang kesehatan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997. Dalam rangka merespon krisis ekonomi tersebut UNICEF melalui program JPSBK melakukan kegiatan revitalisasi posyandu dengan memberikan makanan tambahan vitadele untuk balita di posyandu sebanyak lebih dari 150.000 balita.
Untuk mengetahui dampak efektivitas revitalisasi posyandu dan pemberian vitadele terhadap status gizi balita maka Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (PPK-UI) bekerjasama dengan UNICEF melakukan penelitian di 4 propinsi yaitu Sumatera Barat (Sumbar), Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim), yang dilakukan pada bulan Juni dan Juli tahun 2002. Data yang di analisis untuk pembuatan tesis ini adalah bagian dari penelitian yang dilaksanakan oleh PPK-UI.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita yaitu karakteristik balita, karakteristik orang tua, Nitadele dan penyakit infeksi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini cross sectional. Sampel adalah ibu balita yang mempunyai balita berumur 10-60 bulan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan indikator BB/U dan TB/U, ditemukan balita gizi kurang masing-masing sebanyak 30,7% dan 29,0%. Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan status gizi balita berdasarkan indeks TB/U adalah pendidikan ibu balita (p=0,001), pendidikan bapak balita (p=0,003), pekerjaan bapak balita (p),001), pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita (p=0.411) untuk TB/U. Sedangkan menurut status gizi indeks BBIU adalah pendidikan ibu balita (p=0.004) dan penyakit ISPA (p=4.001), Hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang paling dorninan untuk terjadinya status gizi kurang berdasarkan indeks TB/U adalah pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita dan menurut status gizi kurang berdasarkan indeks BB/U adalah penyakit ISPA.
Ada dua Cara ibu balita untuk mendapatkan vitadele yaitu membeli dan gratis, kemudian sebanyak 19.6% ibu balita menerima vitadele tidak rutin. Persentase jumlah vitadele yang diterima selama program tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan status gizi balita, tetapi mempunyai kecenderungan persentase jumlah vitadele yang diterima semakin sedikit, maka jumlah balita status gizi kurang meningkat. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anggota keluarga yang ikut mengkonsumsi vitadele adalah (1) balita bukan sasaran, (2) ibu, (3) bapak, dan (4) anggota keluarga lainnya. Konsumsi vitadele terbanyak adalah balita bukan sasaran (72,5%), kemudian dua anggota keluarga (16,4%), tiga anggota keluarga (7,3%) dan semua anggota keluarga ikut mengkonsumsi (3,8%). Jarak akhir menerima vitadele sarnpai dengan saat penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. tetapi mempunyai kecenderungan balita status gizi kurang meningkat dengan jarak akhir yang semakin melebar.

Social Security Net (JPS BK) is one of efforts by government in health area to reduce impact of economic crisis since 1997. in order to response this crisis, UNICEF through JPSBK program conduct the revitali7a-ion program of posyandu by giving food supplement vitadele for 150.000 under fives.
To find out effectiveness posyandu revitalization and vitadele distribution to nutritional status of under five, Center of Health Research University of Indonesia (PPKUI) by cooperation with UNICEF conducting research in 4 provinces such as, West Sumatra. West Java, Center of Java and East Java, which carried out at June and July 2002. Data which analyzed by this study is part of that research.
This study objective is to find out factors that related to nutritional status of under-five such as under-five's characteristics, parent's characteristics, vitadele and infectious disease. This study used cross sectional design. Sample is mothers who have under-five aged 10-60 month.
Results of the analysis using indicator BB/U and TB/U, found there are under-fives under nutrition 30.7% and 29,0%. Factors which have relation with nutritional status of under-five based on TB/U index is mother education (p=0,041), Father Education (p=0,003), Father Occupation (p =0,401), mother knowledge about monitoring under-five's growth (p O,011). While based on index BBIU are mother education (p-0,04) and acuter respiratory disease (p=0,001), from multivariate analysis the most dominant factor of under nutrition based on index TB/U is mother knowledge and based on index BB/U is acute respiratory disease.
Mother could get vitadele free or buying, 19,6% under-fives not received vitadele routinely. Percent number vitadele accepted during program has no significant relation with under-five's nutritional status, but tend fewer accepted percent vitadele could increase under-fives with under nutrition. Result of this study showed that there are non target which consume vitadele such as, non target under-five, mother, father, and other family member. The most consumed vitadele is non target under-five (72.5%). Two family member (16.4%), three family member (7.3%) and all family member (3.8%). time range from end for accepting vitadele to starting time of this study have no significant relation, but there is increasing in under-five's nutritional status if more range of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Ade Syahbudin
"Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan salah satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP pada balita disebabkan oleh berbagai hal, baik faktor langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan hasil survei Ekonomi Nasional tahun 1995, 1998 dan tahun 1999 secara Nasional prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) teiah dapat diturunkan, demikian pula prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) di Kabupaten Majalengka berdasarkan hasil Pemantauan status gizi tahun 1999, 2000 dan 2001 (14,54%, 15,91%, 12,54%) mengalami penurunan, akan tetapi prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) di Puskesmas Munjul tahun 2001 masih tinggi 19;48%
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7-36 bulan di Puskesmas Munjul Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka.
Desain penelitian adalah Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling dengan jurnlah sampel minimal 241 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) total sebesar 21,99 %,adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu, sikap ibu, asupan energi, asupan protein, dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7 - 36 bulan.
Faktor pengetahuan ibu, perilaku ibu, asupan energi dan asupan protein secara bersama-sama mempengaruhi terjadinya Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7 - 36 bulan. Faktor asupan energi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7 - 36 bulan.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar tetap meneruskan pemberian PMT pemulihan dengan memberikan formula tepung tempe dan susu disertai pendidikan gizi dan dibentuk kembali "Taman Gizi" yang menyelenggarakan makanan balita yang KEP. Perlu dilakukan penyuluhan yang lebih intensif dengan melibatkan tokoh masyarakat seperli alim ulama.
Daftar Pustaka : 70 (1979 - 2001).

Factors Relating with the Protein Energy Malnutrition (PEM) at Children Aged 7 - 36 Month in Helath Center on Munjul Majalengka Distric Majalengka Regency 2002.
Protein Energy Malnutrition persits as one of main nutritional problem in Indonesia five years children. PEM are caused by many factors. Direct factors or indirect factors.
Based on the result from national survey economic in 1995, 1998 and 1999 prevalence Protein Energy Malnutrition has been desreased, and so prevalence Protein Energy Malnutrition in regency Majalengka based on the result of developing nutrition status in 1999, 2000 and 2001 (14,54 %, 15,91 %, 12,54 %) descreased, but prevalence Protein Energy Malnutrition in Helath Center on Munjul is still high (19,48 %).
Objective of this study was to the factors related to Protein Energy Malnutrition of children aged 7-36 month in Helath Center on Munjul Majalengka Distric Majalengka Regency 2002.
Design Cross sectional was used in this study. Sampling used by simple random sampling and sample size wise 241 mother under five years children. The result of research show prevalence 21,99 per cent, a significant realationship between mother education, mother performent, income percapity, mother knowledge, energy food, protein food with Protein Energy Malnutrition to children aged 7 - 36 month.
The factors mother knowledge, mother performent, energy food and protein food together influenced Protein Energy Malnutrition to children aged 7 - 36 month. Energy food factors as the main factor which influence Protein Energy Malnutrition to children aged 7-36 month.
The research recommended to be continuing supplementary feeding programme with used nutrition formula tempe and milk, education and reformed the nutrition demontration plot "Taman Gizi" wich can apply under five years children food which PEM. It has necessary to be done with an intensive education by involved community specially alim Ulama.
Bibliography : 70 (1979 - 2001).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masajeng Puspito Palupi
"Skripsi ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada siswi SMA/SMK usia 14-19 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara asupan makan energi dan zat gizi, kebiasaan makan dan faktor sosial ekonomi dengan satus gizi kurang pada sisiwi di 4 SMA/SMK terpilih di kota depok jawa barat tahun 2011.
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian desain studi cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari Program IPTEKS bagi masyarakat yang berjudul Peningkatan Kemampuan Siswi SMA di Kota Depok dalam Mendeteksi Dini KEK (Kekurangan Energi Kronik) tahun 2011. Jumlah sampel penelitian ini adalah 173 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 13,3% siswi memiliki status gizi kurang. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan status gizi kurang. Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor sosial ekonomi, perilaku makan, dan asupan lemak dengan status gizi kurang pada siswi.

This paper discusses the factors relating to the status of malnutrition among high school student / vocational school aged 14-19 years. The purpose of this study is to know the relationship between the intake of food energy and nutrients, dietary habits and socioeconomic factors to the overall status of malnutrition among sisiwi in 4 high school / vocational school selected in the west Java town of Depok in 2011.
The research conducted is the type of research design crosssectional study using secondary data from science and technology program for the community titled Upgrades Schoolgirl Senior High School in Depok city in Detecting Early KEK (Chronic Energy Deficiency) of 2011. The number of samples of this study was 173 respondents. The results showed that as many as 13.3% of female students have less nutritional status.
The results of statistical tests showed significant relationship between intake of energy, protein, fat and carbohydrates with less nutritional status. But there is no significant relationship between socioeconomic factors, feeding behavior, and fat intake with the status of malnutrition among girls.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Rizal
"Dalam era globalisasi sekarang ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Disatu pihak masalah gizi kurang masih merupakan kendala yang harus ditanggulangi, di lain pihak masalah gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkannya cenderung meningkat terutama di kota-kota besar.
Pada dasarnya kedua masalah gizi tersebut terjadi karena satu masalah pokok yang sama yaitu dimana adanya kegagalan tubuh dalam mencapai keadaan gizi yang seimbang. Keadaan gizi lebih merupakan konsekuensi akumulatif dari adanya ketidakseimbangan antara masukan energi dengan energi yang dipergunakan tubuh. Salah satu faktor yang berperan adalah adanya kebiasaan mengkonsumsi makanan sumber energi yang berlebihan seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan trendi (fast food), kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang dapat menghambat penyerapan bahan makanan sumber energi seperti makanan berserat (sayuran dan buah-buahan). Disamping itu faktor aktifitas fisik juga berperan didalam mengatur kebutuhan energi, dalam hal ini menyangkut aktifitas pekerjaan utama sehari-hari dan aktifitas olah raga. Selain itu faktor-faktor lain yang berperan adalah umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi lebih orang dewasa di 27 kota propinsi di Indonesia tahun 1996 - 1997 dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan gizi lebih tersebut. Desain penelitian ini adalah "cross sectional" dengan memanfaatkan data sekunder hasil pemantauan status gizi pada orang dewasa yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI di 27 kota Propinsi di Indonesia tahun 1996 - 1997. Kemudian data yang diperoleh dianalisa baik secara bivariat maupun multivariat dengan menggunakan regresi logistik antara faktor-faktor risiko (kebiasaan makan makanan trendi, kebiasaan makan makanan berlemak, kebiasaan makan sayuran dan buah, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan aktifitas olah raga) dengan keadaan gizi lebih orang dewasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi keadaan gizi lebih orang dewasa di 27 kota propinsi di Indonesia adalah sebesar 22,10% (klasifikasi WHO) dan 21,33% (klasif kasi Depkes). Proporsi keadaan gizi lebih ini merata di 27 kota propinsi dan hanya di dua kota yang proporsinya <15% yaitu Dili dan Pontianak. Dari hasil analisa bivariat ternyata faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan gizi lebih orang dewasa adalah kebiasaan makan makanan trendi, kebiasaan makan makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
Dari analisa multivariat dengan memasukkan secara bersama-sama faktor risiko yang diduga mempunyai hubungan dengan keadaan gizi lebih kedalam model ternyata ada tiga faktor risiko yang berhubungan yaitu kebiasaan makan makanan trendi, umur dan jenis kelamin. Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok umur 30-39 tahun lebih tinggi 2,97 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Pada kelompok umur 40-49 tahun lebih tinggi 5,03 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Pada kelompok umur 50-59 tahun lebih tinggi 3,88 kali dan kelompok umur 60-65 tahun lebih tinggi 2,77 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Selain itu diketahui bahwa proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok perempuan 2,28 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sementara itu proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok yang jarang (1-4 kali/bulan) mengkonsumsi makanan trendi lebih tinggi 1,36 kali dan kelompok yang sering (2 kali/minggu) lebih tinggi 3,01 kali dibandingkan dengan yang tidak pernah. Namun demikian ada interaksi antara faktor risiko kebiasaan makan makanan trendi dan jenis kelamin, dimana pada setiap tingkatan kebiasaan makan makanan trendi (jarang maupun sering) tampak bahwa kelompok perempuan kemungkinannya lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Factors Associated with Adult Overweight in 27 Provincial Capital Cities in Indonesia, 1996 - 1997In this globalization era, Indonesia faces double problems in nutrition. On the one hand under-nutrition is still a threat, which must be restrained; on the other hand overweight increases the risk for certain diseases, particularly in capital.
Basically, both malnutrition problems cause the same main problem, i.e. the failure of the body to reach a well-balanced condition of nutrition. Overweight is a cumulative consequence of unbalance between intake and useable energy. One of the factor is the habit of excessive consumption of high energy food such as, fast food, fatty food and certain foods which obstruct nutrient absorption of such as food rich in fiber (vegetables and fruits). Physical activity factors also play an important role to what extent energy is needed, in performing main daily working activities and physical exercise. Other factors which also play a role are age, sex and educational level.
The objective of this cross sectional study in to obtain information on adult overweight and related factors in 27 provincial capital cities in 1996 - 1997. Data used were secondary data from nutrition monitoring of adults, conducted by the Directorate Community Nutrition, MOH in 27 provincial capital cities during 1996 - 1997. In the analysis of data used logistic regression (bivariate and multivariate) between risk factors (eating habits of fast food, fatty food, vegetables and fruits, age, sex, educational level, occupation and physical exercise) and overweight condition of adult people.
The results of study revealed that the prevalence of adult overweight in 27 provincial capital cities in Indonesia was 22.10% (using WHO classification) and 21.33% (using MOH classification), Proportion of adult overweight was similar for 27 provincial capital cities, only 2 cities i.e. Dili and Pontianak, had proportions of <15%.
The bivariate analysis revealed that risk factors associated with adult overweight were consumption of fast food, fatty food, age, sex, educational level and occupation, and the multivariate analysis revealed that the three main risk factors associated with adult overweight were age, sex and consumption of fast food. The habit of eating fast food, age and sex in comparison with people aged <30 years, the proportion of overweight in 30-39 age group was 2.97 times higher, in the 40-49 age group 5.03 times higher, in the 50-59 and 60-65 age group 3.88 and 2.77 times higher respectively. It was also revealed that the proportion of female adult overweight was 2.28 times higher than male adult. Meanwhile, proportion of adult overweight in the group rarely eats fast food (1-4 times/month) and frequently eats fast food (2 times/week) 1.36 and 3.01 times higher than never eats fast food. Nevertheless there were interaction between risk factors, which were the habit to eats fast food and sex, wherever in every level of the habit to eats fast food (rarely and frequently) have also been observed: males tend to be more at risk to be overweight than females.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T6421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>