Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144730 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riadi Wirawan
"ABSTRAK
Hemogiobinopati adalah kelainan hemoglobin bawaan yang diturunkan, merupakan salah satu penyakit genetik tersering dan menjadi masalah kesehatan masyarakat bagi banyak negara didunia. Sampai saat ini masih terdapat masalah gizi utama yang dihadapi di Indonesia seperti kurang kalori protein, gangguan akibat kurang yodium, kekurangan vitamin A dan anemia gizi.
Tujuan penelitian ini adalah pertama, ingin mengetahui angka kejadian dan pola hemoglobinopati pada siswi SLTP Negeri Curug Tangerang. Kedua, ingin mengetahui angka kejadian defisiensi besi pada siswi SLTP Negeri Curug Tangerang tersebut.
Sebagai bahan penelitian adalah darah vena sebanyak 6m1 dari 69 orang siswi SLTP Curug Tangerang yang berusia antara 13-15 tahun, dimasukkan kedalam 2 tabung penampung vacuette 3mL yang berisi antikoagulan K3EDTA. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin, volume eritrosit rata-rata (VER), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) dan konsentrasi eritrosit rata-rata (KHER), dilakukan terhadap semua bahan pemeriksaan. Pemeriksaan kadar feritin dilakukan terhadap semua bahan pemeriksaan. Pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dilakukan pada semua bahan pemeriksaan dan terhadap fraksi yang tebal dilakukan pencacahan. Uji dichlorophenol indophenol (DCIP) dilakukan terhadap kelompok kasus hemoglobin varian dengan fraksi HbA2 yang tebal. Pewarnaan supravital dengan brilliant cresyl blue (BCB) 1% dilakukan pada kelompok kasus eritrosit mikrositik hipokrom tanpa hemoglobin varian. Pemeriksaan kadar HbA2 dan HbF hanya dilakukan terhadap kelompok kasus eritrosit mikrositik hipokrom dengan kadar feritin >20 nglmL.
Hasil penelitian : Dari 69 orang siswi didapatkan kelompok kasus anemi 5169 (7,25%) dan kelompok kasus non anemi 64/69 (92,75%). Kelompok kasus anemi 5169 (7,25%) terdiri dari kasus anemi disertai defisiensi besi 4/69 (5,80%) dan kasus anemi tanpa defisiensi besi 1169 (1,45%) merupakan kasus anemi normositik normokrom. Anemi disertai defisiensi besi 4169 (5,80%) terdiri dari kasus anemi defisiensi besi lanjut 2169 (2,89%) dan kasus anemia defisiensi besi dini 2/69 (2,89%). Kelompok kasus non anemi 64169 (92,75%) dibedakan menjadi kasus non anemi disertai defisiensi besi dan kasus non anemi tanpa defisiensi besi. Kelompok kasus non anemi disertai defisiensi besi 14.169 (20,29%) terdiri dari kasus defisiensi besi prelaten 6169 (8,70%), kasus hemoglobin AE disertai defisiensi besi prelaten 2/69 (2,89%) dan kasus defisiensi besi laten 6169 (8,70%). Sedangkan kelompok kasus non anemi fanpa defisiensi besi 50/69,(72,46%) terdiri dari kasus hemoglobinopati tanpa defisiensi besi '12169' (17,39%}` dan sesuai dengan kemungkinan kasus "normal 38/69 (55,07%). Kelompok kasus hemoglobinopati tanpa defisiensi besi 12169 (17,39%) terdiri dari kasus hemoglobin AE 6/99 (8,70%), kasus thalassemia trait 4/69 (5,80%) dan kemungkinan kasus thassemia at trait 2169 (2,89%).
SARAN : Pada kelompok kasus defisiensi besi setelah defisiensi besi teratasi, bila morfologi eritrosit masih tetap memperlihatkan mikrositik hipokrom, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang analisa hemoglobin.

ABSTRACT
Hemoglobinophaty and Iron Deficiency of Female Students in SLTP Negeri Curug TangerangHemogIobinopathy is an inheridited disorder and the most prevalent genetic disease, and is the cause of major public health problem in many parts of the world. Until now Indonesia has nutritional problems such as protein calory deficiency, iodium deficiency, vitamin A deficiency and nutritional anemia.
The first purpose of the study is to know the prevalence and pattern of hemoglobinopathy of female students in SLTP Curug Tangerang. The second purpose is to know the prevalence of iron deficiency of the female students in SLTP Curug Tangerang.
The samples were 6 cc of blood vein of 69 subjects about 13-15 years old. It was kept in 2 tubes of 3 cc tube vacuette each with anticoagulant K3EDTA. The hematologic examinations which were done for all samples were hemoglobin concentration, mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH) and mean corpuscular hemoglobin concentration (MCI-IC). The determination of ferritin concentration was done for all samples. Hemoglobin electrophoresis was done for all samples, and samples with thick fraction were scarred. Dichlarophenol indophenol (DCIP) was done for variant hemoglobins with thick HbA2. Supraviital stain with brilliant cresyl blue (BCB) 1% was done for microcytic hypochromic eritrocyte without variant hemoglobin group. The determination of HbA2 and HbF were only done for microcytic hypochromic erytrocyte group with feritin concentration >20 ng/mL.
The results showed that anemia cases were 5/69 (7.25%) and non anemia cases were 64169 (92.75%). The group of anemia cases with iron deficiency were 4169 (5.80%) and anemia case without iron deficiency was 1169 (1.45%) of normocytic normochromic anemia. Iron deficiency anemias were 4169 (5.80%) containing advanced iron deficiency anemias of 2169 (2.89%) and early iron deficiency anemias of 2169 (2.89%). Non anemia cases were 64/69 divided into non anemias with iron deficiency group and non anemias without iron deficiency group_ Non anemias with iron deficiency contained prelatbnt iron deficiency of 6169 (8,70%), hemoglobin AE with prelatent iron deficiency of 2169 (2.89%) and latent iron deficiency of 6169 (8.70%)_ Non anemias without iron deficiency were 50169 (72.46%) containing hemoglobinopathy without iron deficiency of 12169 (17.39%) and the possibility of "normal' cases of 38/69 (55.07%). Hemoglobinopathy without iron deficiency were 12169 (17.39) containing hemoglobin AE of 6/69 (8.70%), thalassemia ¢ trait of 4/69 (5.80%) and the possibility of thalassemia a? trait cases of 2169 (2,89%).
Suggestion for the iron deficiency group : If after the therapy was done, the morpgology erytrocyte is still microcytic hypochromic then hemoglobin analysis should be done.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nurdjunaida
"Prevalensi anemia pada anak umur 5-14 tahun di Indonesia adalah 28,3 % (SKRT,2001). Kelompok remaja putri merupakan kelompok yang rentan terhadap anemia karena mereka dalam per3iode pertumbuhan fisik yang cepat dan karena kehilangan darah pada saat siklus; menstruasi. Sementara upaya penanggulangan anemia pada remaja putri belum diprioritaskan seperti pads ibu hamil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh suplementasi Tablet Tambah Darah yang mengandung 60 mg Ferous Sulfat dan 0,25 mg Asam Folat satu kali per minggu dan dua kali per minggu terhadap kenaikan kadar Hb siswi kelas 1,2 dan 3 yang sudah menstruasi dan anemia di SLTP Muhamadiyah 4 Kota Tangerang.
Desain penelitian ini adalah Experimental Randomised non Blinded, Sampelnya adalah siswi yang sudah mendapat menstruasi dan anemia. Sampel dikelompokan menjadi dua kelompok vaitu: kelompok perlakuan suplementasi TTD satu kali per minggu dengan samapel 41 orang dan kelompok yang mendapat perlakuan suplementasi TTD dua kali per minggu dengan jumlah siswi 40 orang. Pemberian suplementasi TTD diberikan selama 11 minggu. Variabel dependennya adalah kenaikan kadar Hb dan variazbel independennya adalah kadar Hb awal, dengan variabel confounding :pengetahuan siswi tentang anemia dan TTD, pendidikan dan pekerjaan ibu dan ayah, jumlah keluarga, frekuensi, lama dan banyaknya haid, dan umur menarche siswi. Analisis data dilakukan dengan Paired t-test, Independent test dan Regresi Linier Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan presentase anemia pada 254 siswi SLTP Muhamadiyah 4 Kota Tangerang adalah sebesar 31,89 %. Setelah intervensi suplementasi TTD selama 11 minggu hanya tinggal 4 orang siswi (1,6 %) yang masih anemia. Rata-rata kenaikan kadar Hb antara kadar Hb sebelum dan sesudah suplementasi TTD adalah bermakna (p,00). Rata-rata kenaikan kadar Hb siswi pada kelompok suplementasi 1 kali per minggu adalah 2,20 gr/dl, sedangkan pada kelompok suplementasi TTD yang 2 kali per minggu adalah 2,28 gr/dl. Tetapi perbedaan kenaikan kadar Hb antara kelompok intervensi suplementasi TTD I kali dan 2 kali per minggu adalah tidak bermakna (p=0,31). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kenaikan kadar Hb siswi adalah kadar Hb awal siswi.
Suplementasi TTD selama 11 minggu dapat menaikkan kadar Hb siswi secara berrnakna. Bila kita memperhitungkan waktu dan biaya maka suplementasi TTD satu kali per minggu lebih efisien daripada yang dua kali per minggu.

The Effect Of "TTD" Supplementation Once A Week And Twice A Week Against Increment Of Hemoglobin Content Of Students (Girls) With Had Menstruation Cycle And Anemia In Muhamadiyah 4 Junior High School City Tangerang, 2004
Prevalence of anemia in young population age 5 -- 14 years in Indonesia is 28,3 % (SKRT,2001). The groups of adolescent girls are vulnerable group with anemia, because they are in physical growth acceleration and blood losses in menstruation cycle. While preventive of anemia in adolescent girls are not priorities like in pregnancy women.
The purpose of this research is to know of effect TTD supplement (contain 60 mg Ferrous Sulfate and 0,200 mg Folic Acid) once a week and twice a week against the increment of Hemoglobin content of students(girls) with had menstruation cycle and anemia in Muhamadiyah 4 Junior High School in City Tangerang, grade 1,2 and 3.
Research design is Experiment Randomised Non Blinded. This sample were girls with had menstruation cycle and anemia_ Sample were divided into two group : group with intervention TTD supplementation once a week with sample 41 persons and group with intervention TTD suplentation twice a week with sample 40 persons. TTD supplementations were given for eleven weeks. The dependent variable of this research is the increment of Hb content girls and the independent variable are pre Hb content, with counfounding variable : girl's knowledge about TTD and anemia, education and occupation of the girls' father and mother, number of her family, frequency, duration and quantity of menstruation and age of menarche. Analysis of the data with Paired t -test, Independent test, and Double Linier Regretion.
The results of the research have demonstrated that girls with anemia were 31,89 % from 275 sample in Muhamadiyah 4 Junior High School, city Tangerang. After eleven weeks TTD supplementation intervention only four sample with anemia. Mean of the increment Hb content was significantly among pre Hb content and post TTD supplementation (p=0,00). Mean of the increment Hb content of the girl was 2,20 grldl in group TTD supplementation once a week, while in group TTD supplementation twice a week was 2,28 grldl. But the difference of increment HB content among group intervention YID supplementation once a week and twice a week was not significant (p=0,31), The most effect of the variable against to the mean increment Hb content the girl was pre lib content the girl.
TTD supplementation for eleven weeks could increase the mean of Hb content the girl significantly. If we consider time and cost, so TTD supplementation once a week more efficient than twice a week.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T 12842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ballada Santi
"Anemia didetinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lcbih rcndah daripada nilai normal untuk kclompok orang yang bersangkutan. Anemia ibu hamil berdasarkan SKRT tahun |995 sebesar 50,9%; prevalensi anemia ibu hamil di Kabupaten Kuningan tahun 2005 sebesar 62,5 %. Salah satu upaya untuk pencegahan dan penanggulangan anemia ibu hamil dengan pemberian suplemen tablet besi-folat. Selain suplemen tablet besi folat, pemerintah daerah juga menyediakan suplemcn multivitamin mineral. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan pengaruh konsumsi supiemen tablet besi-folat dan suplemen multivitamin mineral terhadap kadar hemoglobin pada ibu hamil anemia di Kabupaten Kuningan Tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan desain ekspcrimen dengan randomisasi, dilakukan pada ibu hamil anemia dengan umur kehamilan trimester ll (minggu kc 16 sampai minggu ke 24) yang menderita anemia di Wilayah Kabupaten Kuningan Tahun 2006. Jumlah sampel 138 terdiri : 70 diberi suplemen tablet besi folat dan 68 diberi saplemen multivitamin mineral. Data yang dikumpulkan dam primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran. Data diuji dengan 1.1851 berpasangan dan Lies! dna mean independent.
Hasil penelitian diperoleh : proporsi anemia pada ibu hamil trimester ll di Kabupaten Kuningan masih cukup tinggi (59,57 %); karakteristik ibu hamil yaitu usia ibu hamil, jamk kehamilan, paritas, latar belakang pendidikan, pekerjaan, asupan makanan, pola konsumsi makanan dan status gizi ibu hamil tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok pcrlakuan atau dapat dikatakan homogen; terdapat perbedaan yang bermakna kadar Hb sebelum dan setelah perlakuan; terdapat kcccndcrungan pcningkatan :ata-rata kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil yang dibcri suplemen tablet besi folat dibandingkan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, tidak ada pcrbedaan yang bcmiakna kenaikan kadar Hb antara ibu hamil yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, peningkatan kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia dengan kadar llb awal yang lebih rendah karena kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi.
Disimpulkan terdapat perbedaan yang bemtakna rata-rata kaclar Hb sebelum dan sesudah pcrlakuan pada ibu yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu yang diberi suplemen multivitamin mineral, tidak ada pcrbedaan yang bemtakna kenaikan kadar Hb ibu hamil yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, kecendemngan peningkatan kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia yang diberi suplemen tablet besi folat dibandingkan dengan ibu hamil anemia yang diberi suplemen multivitamin mineral, suplemen tablet besi folat maupun suplemen multivitamin mineral dapat meningkatkan kadar Hb ibu hamil anemia sama baiknya, peningkatan Radar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia dengan kadat' Hb awal yang lebih rendah karena kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi.
Disarankan penanggulangan ibu hamil anemia dapat dengan pemberian suplemen tablet besi folat maupun suplemen multivitamin mineral tetapi perlu dipertimbangkan efektivitas dari segi finansial, perlu penekanan dalam keteraturan minum suplemen. Pcmilih suplemen multivitamin mineral perlu dipertimbangkan dengan kandungan besi sesuai dengan standar WI-IO (60 mg besi) dan unsur vitamin lain yang berguna untuk meningkatkan kadar Hb ibu hamil serta mengurangi efek, melakukan penyuluhan tentang asupan makanan yang mengandung zat besi. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudihati Hamid
"Anemia Gizi yang disebabkan karena kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa 57,1% Remaja Putri (usia 10-14 tahun) dan 39,5% Wanita Usia Subur (WUS) menderita anemia. Hasil penelitian pada remaja putri di SMUN 3 Padang tahun 1999 juga menunjukkan angka anemia yang cukup tinggi yaitu 25,6%. Namun sejauh ini belum diketahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya anemia atau rendahnya kadar hemoglobin pada siswi tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran asupan zat gizi terutama energi, protein, vitamin C, dan zat besi serta faktor lainnya yang berkaitan dengan kejadian anemia. Penelitian dilakukan pada siswi SMUN 3 Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Desain penelitian adalah cross sectional. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 192 orang siswi.
Hasil penelitian menunjukkan besarnya prevalensi anemia sebesar 29,2%. Terdapat hubungan bermakna antara asupan zat gizi (energi,protein, zat besi) dengan kadar Hb siswi (p< 0,05). Faktor pendapatan per kapita berhubungan secara bermakna terhadap kadar Hb, sedangkan tingginya konsumsi bahan makanan penghambat absorbsi zat besi, rendahnya konsumsi bahan makanan peningkat absorbsi zat besi, pola haid yang lama, dan pendidikan ibu yang rendah menunjukkan persentase kejadian anemia yang lebih tinggi walaupun tidak bermakna secara uji statistik. Dan uji multivariat ditemukan 2 (dua) faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kadar Hb yaitu asupan protein dan pendapatan per kapita keluarga. Asupan protein merupakan faktor dominan berhubungan dengan kadar Hb.
Dari hasil penelitian disarankan kepada sekolah untuk mengembangkan program pencegahan dan penanggulangan anemia dengan pendidikan kesehatan dan gizi melalui diskusi peer group secara berkala, pengembangan materi KIE yang menarik sesuai dengan minat remaja, pengadaan dan pemberian tablet tambah darah bagi siswi pada saat haid, pemeriksaan Hb secara berkala, dan pemberian tablet tambah darah bagi yang anemia. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan organisasi BP3,OSIS, Puskesmas/Dinas Kesehatan Kota Padang, Akademi Gizi Padang, dan Distributor obat.
Perlu penelitian dengan ruang lingkup lebih luas untuk mengetahui besarnya permasalahan anemia gizi di Kota Padang, khususnya pada remaja putri sebagai calon ibu agar mutu SDM dapat lebih dioptimalkan.

Nutritional Anemia, and specifically iron deficiency anemia remains one of the most severe and important nutritional deficiencies in Indonesia to day. The household health survey (SKRT) conducted in 1995 showed that 57,1% of adolescent girls (10-14 years old) and 39,5% women of reproductive age (15-44 years old) suffered from anemia. The result of survey on adolescent school girls at SMUN 3 Padang in 1999, showed that prevalence of nutritional anemia among that girls was 25,6%. So far, the factors which are related to that problem not yet known. The potential consequences of anemia in adolescent girls may include fatigue, impaired physical performance, lowered endurance, reduced attention span, decreased school performance and leads to increased risk for morbidity and mortality among pregnant women.
The objective of this study was to find out the description of nutrients intake (energy, protein, vitamin C, iron) and other factors related to hemoglobin concentration in adolescent school girls. The study has been done for adolescent school girls at SMUN 3 Padang, West Sumatera. Research designed was using cross sectional study and location of the study based on purposive sampling. Sampling used by systematic random sampling and sample size were 192 adolescent school girls.
The results indicates that 29,2% of adolescent schoolgirls was suffered from anemia (Hb concentration < 12 g/dl) and nutrients intake (energy, protein, iron) had significant relation to concentration of hemoglobin of adolescent schoolgirls (p<0,05). The household income per capita also had statistically significant relation to concentration of hemoglobin, while high consumption of inhibitor factor of iron absorption, low consumption of enhancer factor of iron absorption, length of menstruation patterns, and low level of mother education had relation to concentration of hemoglobin but non significant by using statistics. Results of multivariate statistics showed that 2 (two) factors which are protein intake and household income per capita were related significantly with hemoglobin concentration. Protein intake was dominant factor related to hemoglobin concentration.
According to the results of the study the author suggests to school to develop preventive and curative program through health and nutrition education with peer group discussion regularly, to develop the attractive material for IEC, to provide and gives iron supplementation to menstrual school girls, to assess hemoglobin concentration regularly, and gives iron supplementation to anemic girls. The activity can be done by teamwork with BP3 organization, OSIS, Public Health Center/Padang Health District, Academy of Nutrition, and Pharmacy Distributor.
It needed a study with wide-scale to investigate the problem of nutritional anemia in Padang city, especially in adolescent girls as future mothers in order to make human resources optimalized.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fielda Djuita
"ABSTRAK
Terapi radiasi nerupakan salahsatu cara mengobati penyakit kanker. Telah banyak usaha untuk memperbaiki teknik ini setiap waktunya terutama untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan. Maka, pasien selama pengobatan radiasi diamati keadaan umum dan status nutrisinya, termasuk meninjau berat badan dan nilai hemoglobinnya."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safyudin
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Populasi Melayu di propinsi Sumatera Selatan memiliki frekuensi pembawa sifat thalassemia-R sebesar 9% (tertinggi di Indonesia) dan frekuensi Hb E sebesar 6% (Sofro, 1995). Oleh karena itu diperlukan program pencegahan thalassemia-3 berupa skrining pembawa sifat yang efektif dan efisien dengan biaya relatif murah serta spesifik untuk populasi Melayu di Sumatera Selatan, konsultasi genetik, dan diagnosis prenatal. Dengan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: (1) Menentukan nilai MCV dan MCH yang paling optimal untuk skrining pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan, (2) Mengetahui spektrum mutasi pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan, dan (3) Memperoleh kemampuan untuk memprediksi jenis mutasi thalassemia-R hanya berdasarkan nilai hematologi dan hasil analisis Hb. Pendekatan yang dilakukan terdiri dari skrining dan pengelompokan data nilai hematologi dan analisis Hb, analisis DNA dengan menggunakan teknik PCR﷓RFLP, ARMS, dan sekuensing, serta analisis korelasi terhadap hasil pemeriksaan.
Hasil dan kesimpulan: Frekuensi pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan didapatkan sebesar 8% (termasuk Hb E). Hasil ini mengoreksi studi Sofro yang pemah dilaporkan sebelumnya. Pada penelitian ini direkomendasikan nilai MCV < 80 fL dan MCH < 27 pg untuk skrining pembawa sifat thalassemia-p pada populasi Melayu di Sumatera Selatan. Spektrum mutasi thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan didominasi oleh Hb E (36,3%) dan Hb Malay (34,1%) yang merupakan jenis mutasi thalassemia-R+ ringan sehingga permasalahan thalassemia-p di propinsi Sumatera Selatan tidak sebesar yang diperkirakan. Nilai MCV dan MCH juga dapat digunakan untuk prediksi jenis mutasi thalassemia-43. Sedangkan kadar Hb A2 tidak dapat digunakan untuk prediksi jenis mutasi thalassemia-P. Kadar Hb tidak berperan dalam skrining pembawa sifat thalassemia-II."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Iswara
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian
Tingginya prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita usia reproduksi di Indonesia. Asupan zat besi melalui makanan dan aktifitas fisik/olahraga yang berat dapat merupakan salah satu faktor penyebab anemia defisiensi besi. Telah dilakukan penelitian quasi eksperimental pada 60 siswa wanita untuk melihat pengaruh latihan fisik yang teratur dan konsumsi makanan yang didapat setiap hari terhadap kadar hemoglobin dan feritin serum di suatu pendidikan khusus selama 12 minggu. Pada awal dan akhir penelitian, kepada subjek dilakukan pemeriksaan; kesehatan, antropometri, kadar hemoglobin dan feritin serum. Sedangkan asupan makanan dan kegiatan 24 jam dinilai selama masa penelitian berlangsung. Dengan metode 3 days record dan metode faktorial.
Hasi1 dan Kesimpulan
Pada awal dan akhir penelitian didapatkan kejadian defisiensi besi dengan atau tanpa anemia dan anemia bukan defisiensi besi yang cukup tinggi. Kualitas makanan yang diterima mempunyai imbangan sumber energi yang sesuai dengan anjuran, dan kuantitas asupan zat gizi yang diteliti (lemak, protein, zat besi dan vitamin C) berada di atas nilai kebutuhan yang disesuaikan dengan kecukupan yang dianjurkan, kecuali asupan energi dan karbohidrat sedikit di bawah nilai kecukupan. Jenis aktifitas/kegiatan yang dilakukan to nnasuk kategori jenis aktifitas berat dengan keluaran energi dalam sehari sebesar 3496,88+134,21 Kal. Latihan fisik dan asupan makanan yang diterima selama penelitian ini berlangsung, dapat menurunkan berat badan dan indeks masa tubuh (p<0,05), tetapi meningkatkan kadar hemoglobin (p;0,05) dan feritin serum (p<0,05). Perubahan ini dipikirkan karena selain adanya efek konsumsi zat besi dari makanan yang diterima, jenis intensitas dan lama latihan fisik yang dilakukan, distribusi populasi subjek berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin serum turut pula mempengaruhinya.

ABSTRACT
Scope and Method of Study:
The prevalence of iron deficiency anaemia in reproductive age women in Indonesia is high. Two factors involved on causing iron deficiency anaemia are food intake and hard physical training.
A quacy experimental study was done on 60 women to investigate the changes of hemoglobin and serum ferritin on women student who had regular meals and taking basic physical training during 12 weeks in special education. Physical, anthropometric examination, hemoglobin and serum ferritin concentration determination were done on each subject at the beginning and at the end of the basic special education. The evaluation of food intake and 24 hours activities were done using three days record and factorial method during this study.
Result and Conclusions:
The incidence of iron deficiency at the beginning and at the end of study were quite high, both among the anaemic and the non anaemic group. The quality of food intake was well balanced and the quantity of each nutritional element under study (fat, protein, iron and vitamin C) were above the optimal requirement, except calorie and carbohydrate were slightly below the optimal requirement. The exercises done by the subjects were categorized as heavy exercise with energy expenditure of 3496.88±134.21 calories per day. Heavy exercise and food intake during the study managed, to lower the body weight and body mass index (p<0.05) and increased the hemoglobin and serum ferritin concentrations (p<0.05). The changes were thought due to iron consumption, intensity and duration of physical training, subject population distribution according to hemoglobin and serum ferritin concentrations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Sari Bustanul
"Latar belakang. Kemajuan terapi reperfusi pada pasien infark miokard akut menimbulkan satu fenomena yang turut berperan dalam prognosis pasien, yaitu fenomena no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Mekanisme OMV diduga memiliki 4 komponen patogenik utama yaitu embolisasi distal aterotrombotik, cedera reperfusi, cedera iskemia, dan kerentanan individu. Hiperglikemia akut diketahui berhubungan dengan OMV pada pasien IMA, namun peran hiperglikemia kronik masih kontroversial. Hiperglikemia berperan dalam komponen kerentanan individu, serta mempengaruhi peningkatan faktor inflamasi yang berperan dalam komponen cedera reperfusi. Kedua faktor ini yaitu hiperglikemia kronik yang digambarkan HbA1C dan inflamasi yang digambarkan hsCRP belum pernah diteliti secara bersamaan dalam menilai OMV dengan satu metode. Penelitian ini akan meneliti hubungan antara HbA1C dan hsCRP dengan OMV yang dinilai menggunakan indeks resistensi mikrovaskular, suatu metode terbaru dalam menilai OMV dengan akurat pada fase awal dan memiliki nilai prognostik yang signifikan.
Metode. Sebanyak 55 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak Januari-Juni 2014. HbA1C dan hsCRP diambil saat masuk UGD, penilaian IMR diambil segera setelah tindakan IKPP. Perhitungan statistik menggunakan SPSS 17.
Hasil. Dari 55 pasien didapatkan proporsi laki-laki sebesar 93%, dengan rerata umur 51,91 ± 8,87 tahun. Faktor resiko penyakit jantung koroner terbanyak adalah merokok yaitu 69%. Semua pasien menjalani tindakan IKPP dengan waktu iskemia 489,45±169,95 menit dan waktu perfusi 124,91±76,49 menit. Nilai rerata IRM 53,22±41,11 dengan nilai rerata HbA1C 6,46±1,22 %, dan rerata hsCRP 4,98±3,39 mg/dL. Dari analisis bivariat didapatkan HbA1C tidak berhubungan dengan IRM (r=0,22,p=0,10), dan hsCRP juga tidak berhubungan dengan IRM (r=0,24,p=0,08). Setelah disesuaikan dengan variabel perancu pada analisis multivariat, didapatkan hubungan signifikan antara HbA1C dengan IRM (p=0,03) namun hsCRP tidak berhubungan dengan IRM (p=0,31).
Kesimpulan. Kadar HbA1C saat admisi berhubungan dengan IRM pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan hsCRP saat admisi tidak berhubungan dengan IRM pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

Background: Advances in reperfusion therapy for acute myocardial infarction led to a phenomenon of distal no reflow or myocardial obstruction (MVO), which associated with worse outcome and prognosis. The potential mechanism of MVO had four major pathogenic components: distal atherotrombotic embolization, reperfusion injury, ischemic injury, and individual susceptibility. Association between acute hyperglycemia and MVO in acute myocardial infarction has been found, but the role of chronic hyperglycemia remained controversial. Hyperglycemia affected individual susceptibility to microcirculatory injury, and also induced systemic inflammation which had a role in reperfusion injury. Association of both these factors--chronic hyperglycemia, determined by Hemoglobin A1C, and inflammation factor, measured by high sensitivity C-Reactive Protein-- with MVO had never been studied simultaneously. This cross-sectional study will determine the association between HbA1C and hsCRP with MVO assessed with index of microvascular resistance, an invasive novel method to assess MVO in acute phase and had significant prognostic factor.
Methods: 55 patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention were taken consecutively from January to June 2014. Blood samples for HbA1C and hsCRP were taken before the procedure. IMR was taken immediately after the primary percutaneous coronary intervention procedure. Statistical calculation used SPSS 17.
Results: From 55 patients included in the study, there were 93% men, with mean age of 51.91 ± 8.87 years. The most common risk factors for coronary heart disease was smoking (69%). All patients underwent primary percutaneous coronary intervention with mean onset to balloon time was 489.45 ± 169.95 minutes and mean door to balloon time was 124.91 ± 76.49 minutes. Mean IMR was 53.22 ± 41.11, with mean HbA1c was 6.46 ± 1.22% and mean hsCRP was 4.98 ± 3.39 mg/dL . From bivariate analysis, there was no association between HbA1C and IMR (r=0,22, p = 0,10), and between hsCRP and IMR (r = 0,24 , p=0,08). In multivariate analysis , there was relationship between HbA1C with IRM ( p = 0,03) and hsCRP were also not associated with IRM ( p = 0,31 ).
Conclusions. There was association between hemoglobin A1C levels on admission with IMR and no association between hsCRP levels on admission with IMR, in patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Benzo[a]pirena diol epoksida dengan hemoglobin (Hb) dapat
membentuk hemog/obin-Adduot. Hemoglobin adduot ini bisa digunakan
sebagai biomarker karsinogenesis dalam deteksi dini kanker. Benzo[a]|oirena
tetranidrotetrol (BPT) yang dilepaskan dari hemoglobin (sampel daran)
melalui nidrolisis asam ditentukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(HPLC). Untuk melinat paparan B[a]P yang bersumber dari emisi kendaraan
bermotor dan emisi industri dengan tingkat yang rendan, 20 orang
masyarakat pedesaan diambil sebagai responden dalam penelitian Kali ini.
Batas deteksi alat (LOD) adalan 2,6 pg/mL dan batas kuantifikasi (LOQ)
adalan 8,7 pg/mL. Rentang konsentrasi adduot yang diperolen dari
responden perokok aktif adalan 3,8-30,9 pg dan rentang konsentrasi adduot
yang diperolen dari responden pada perokok pasif adalan O-8,6 pg,
sedangkan rentang konsentrasi adduot yang diperolen dari responden pada
non perokok adalan O pg. Dapat disimpulkan banvva adanya perbedaan
konsentrasi adduot yang diperolen masing-masing sampel responden
dipengaruni olen faktor rokok."
Universitas Indonesia, 2007
S30386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Anitasari
"Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang tablet tambah darah berkontribusi terhadap ketidakpatuhan terapi. Leaflet dan SMS reminder merupakan media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan terapi. Penelitian bertujuan untuk menilai efektifitas pemberian SMS reminder dibandingkan leaflet terhadap
kepatuhan minum tablet tambah darah dan kadar hemoglobin ibu hamil. Penelitian merupakan eksprimen semu, prospektif, menggunakan dua kelompok intervensi
yang tidak berpasangan dengan pre test-post test group design. Penelitian dilakukan di dua Puskesmas kota Depok pada bulan Maret-Mei 2016. Sebanyak 38 responden
ibu hamil di Puskesmas Sukmajaya mendapatkan leaflet dan 36 responden ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas mendapatkan SMS reminder. Pengukuran kepatuhan menggunakan kuesioner MMAS-8. Kadar hemoglobin diukur dengan HemoCue®. Pemberian leaflet meningkatkan kepatuhan responden secara bermakna (P = 0,018) tetapi tidak bermakna meningkatkan kadar hemoglobin ratarata
(P = 0,553). 19 responden kelompok leaflet mengalami kenaikan kadar hemoglobin dengan rata-rata kenaikan 0,6 g/dl. Pemberian SMS reminder tidak meningkatkan kepatuhan responden dan kadar hemoglobin secara bermakna (P = 0,180 dan P = 0,798). 17 responden kelompok SMS reminder mengalami kenaikan kadar hemoglobin dengan rata-rata kenaikan 1,1 g/dl. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian leaflet dan SMS reminder terhadap peningkatan kepatuhan dan kadar hemoglobin responden (P = 0,576 dan P = 0,929).

Lack of knowledge among pregnant women about iron supplementation contributes to poor compliance to the therapy. The use of media such as leaflet and SMS reminder can be used to improve compliance. This study aims to assess effectiveness of SMS reminder than leaflet on compliance of iron supplementation and hemoglobin level in pregnant women. This was a quasi-experimental study, prospectives, using two intervention groups with a pretest-posttest group design. The study was conducted between March and May 2016 in two public health center in Depok city. A total of 38 respondents in Sukmajaya get a leaflet and 36 respondents in Pancoran Mas get SMS reminders. Patient's compliance was measured by MMAS-8 quesionaire. Hemoglobin level was measured by HemoCue®. Leaflet improved patient's compliance significantly (P=0,018) but did not significantly increase the average hemoglobin level (P=0,553). 19 respondents in leaflet group experienced an increase in hemoglobin levels with an average 0.6 g/dl. SMS reminder didn't improve patient’s compliance neither did hemoglobin level significantly (P=0,180 dan P=0,798). 17 respondents in SMS reminder group experienced an increase in hemoglobin levels with an average 1.1 g/dl. There were no difference between leaflet and SMS reminder to improve patient’s compliance and hemoglobin level (P=0,576 dan P=0,929).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>