Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Nawangningrum
"Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (selanjutnya disingkat: FSUI) pada salah satu bagiannya menyimpan banyak sekali koleksi langka berupa naskah dari berbagai tempat, bahasa, waktu, dan isi. Menurut Katalog Induk Naskah Nusantara FSUI terdapat 2434 naskah yang tersimpan di FSUI. Dari sekian banyak naskah terdapat sekitar 16 buah naskah yang berisikan informasi tentang penyakit dan pengobatannya. Namun, setelah dipelajari dengan seksama ternyata dari keenambelas naskah tersebut hanya delapan naskah saja yang dapat dikaji secara mendalam.
Adapun kedelapan naskah kuna nusantara koleksi Perpustakaan FSUI yang memuat informasi tentang penyakit itu adalah Naskah Jawa; Resep Jampi-Jampi Jawi (B.48/LL.41), Primbon Jawi (A.34.03/PR.24), Primbon (NR.366/PR.40), Primbon (NR.147/PR.84); Naskah Bali; Tenung Saptawara (LT.26I/PR.142), Usada Keling (LT.1771PR.144); Naskah Melayu/Primbon (NR.299/PR.62); dan Naskah Sunda; Jampe Jeung Elmu (A.34.04/PR.10).
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah (a) jenis penyakit apa saja yang terdapat dalam naskah; (b) tumbuhan apa saja yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit, dan (c) ramuan obat apa saja dan bagaimana cara mengolah obat tersebut untuk mengobati suatu penyakit.
Untuk itu, langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) mendata semua naskah yang memuat teks penyakit dan pengobatan dengan panduan katalog naskah beranotasi Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Fakultas Sastra Universitas Indonesia jilid 3-A dan 3-B; (2) Identifikasi naskah terpilih yang memuat tentang penyakit dan cara pengobatannya; (3) alih aksara dan alih bahasa pada bagian-bagian tertentu yang memuat tentang penyakit, tanaman obat, dan cara pengobatannya. Khusus untuk alih aksara menggunakan metode standar; (4) identifikasi tanaman obat, jenis penyakit, dan ramuan obat yang dipergunakan dalam naskah.
Dari naskah-naskah yang dikaji, berhasil diidentifikasi sejumlah penyakit, yaitu: 282 jenis penyakit diperoleh dalam naskah Jawa, 112 jenis penyakit pada naskah Bali, 118 jenis penyakit dalam naskah Malaya, dan hanya 1 jenis penyakit dalam naskah Sunda. Jenis penyakit yang paling banyak diketahui adalah gangguan sistem reproduksi, seksual dan penyakit seksual (76 jenis), kemudian gangguan sistem pencernaan (70 jenis), gangguan sistem syaraf (36 Janis), gangguan otot dan tulang (24 jenis), penyakit kulit (21 jenis), penyakit mata dan T.H.T (masing-masing 15 jenis), gangguan sistem pernafasan (14 jenis), deman dan terkena racun (masing-masing 13 jenis). Golongan penyakit lainnya kurang dari 10 jenis, seperti gangguan jantung dan pembuluh darah, gangguan hati dan empedu. Gangguan supranatural, gangguan sistem hormon dan lain-lain. Di luar golongan penyakit itu, cukup banyak penyakit yang belum atau tidak diketahui jenis penyakit. Sebagian dari penyakit yang tidak diketahui itu hanya disebutkan sebagai penyakit yang sulit disembuhkan.
Sementara itu, dari tanaman obat yang terdapat dalam naskah-naskah yang dikaji berhasil diidentifikasi sebanyak 500 jenis tanaman obat diperoleh dari naskah Jawa, 219 jenis dari naskah Bali, 265 jenis dari naskah Melayu, dan 2 jenis dari naskah Sunda. Secara keseluruhan berhasil diidentifikasi jenis tanaman sebanyak 746 jenis, artinya sebagian di antaranya dikenal pada masing-masing naskah. Jenis tanaman yang hampir terdapat di semua naskah adalah: tanaman adas (7 naskah), asam, bawang merah, cabe, kelapa, kunyit, lada, lempuyang, pala, dan pinang (masing-masing 6 naskah), serta bawang putih, bengle, cengkih jintan hitam, kencur, dan sirih (masing-masing 5 naskah). Berdasarkan frekuensi terbanyak kemunculannya berturut-turut: bawang merah (115 kali), kunyit (106), adas (104), lada.(99), jintan hitam (90), bengle (79), bawang putih (76), ketumbar (72), pulosari (70), pala (64), dan mesayi (61). Sementara itu, fakta yang menarik bahwa terdapat kecenderungan "pasangan" tanaman obat yang digunakan dalam ramuan. Pasangan itu adalah: ketumbar-mungsi, delingo-bengle, adas-pulosari, dan jintan-mesayi.
Berdasarkan cara pengolahan tanaman obat dan pengobatan suatu penyakit, diketahui terdapat berbagai macam cara, misalnya dipipis kemudian diborehkan/ ditapalkan dilumaskan diminum/dibedakan/dirajabbldiolekan/ditelan/diusap; direbus kemudian diminum/ diteteskan/ diusap; dibakar kemudian diborehkan/ dibedakkan/ diminum; dikunyah kemudian dioleskan/ disembur/ditelan/diusap; diulek kemudian ditapalkan/diminum/dibedakkan; dan diperas/diremas kemudian dioleskan/diminumkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Rusmin
"Pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa kesehatan termasuk kebutuhan pokok. Hal yang menarik, mengapa pengobatan tradisional lewat racikan langsung unsur-unsur alam "natural" bersama upacara religi "supernatural" atau ramuan tradisional yang secara lokal disebut dengan pulungan roha-roha/pulungan hutahuta" masih diminati masyarakat Barus, di saat dunia mengalami kemajuan pesat dibidang pengobatan modern. Komunikasi relatif terbuka ke dunia luar. Buktinya agama-agama besar dapat menjadi anutan mayoritas masyarakatnya. Kristen, Islam disamping agama lokal Sipele Begu. Pranata pengobatan modern: Puskesmas, klinik-klinik pribadi dokter, bidan dan mantri hadir disini. Berada kota yang berpeluang bagi perubahan. Apalagi hampir di setiap desa terdapat warga masyarakat yang memiliki pesawat TV dengan parabolanya.
Dari itu yang menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah eksistensi pengobatan tradisional masih sangat kuat di kalangan masyarakat Barus di tengah-tengah era pembangunan kesehatan modern hingga sekarang. Karena itu pertanyaan penelitian ialah mengapa pengobatan tradisional masih dominan di kalangan masyarakat Barus? Mengapa mereka memilih model penggunaan ramuan tradisional seperti itu? Kepercayaan apa yang terdapat di baliknya? Bagaimana agama-agama yang dianut masyarakat bisa permisif terhadap model pengobatan setempat? Seberapa dalam keterkaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku pada masyarakat tersebut? Atas rangkaian itu, penulis berhipotesa bahwa pengetahuan masyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafasiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukunan dan kedamaian hidup, menjadi pedoman umum mereka dalam melakukan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional.
Tujuan yang ingin dicapai adalah substansi kebudayaan berupa pengetahuan dan kepercayaan yang mendorong praktek penggunaan ramuan tradisional dalam sistem pengobatan tradisional warga masyarakat Barus, sebagai kajian teoritis. Sementara signifikansinya berguna dalam memahami makna keragaman kebudayaan berkaitan dengan masalah biologi, psikologi dan sosial dalam pengobatan serta perencanaan SKN (Sistem Kesehatan Nasional) untuk kepentingan terapan.
Kerangka teori. Dalam pengembangan kerangka teori, dimulai dengan kajian atas tulisan para ahli tentang sistem kebudayaan yang meliputi ide sebagai intinya, aktivitas dan benda-benda kebudayaan berupa hasilnya. Dilanjutkan dengan analisa terhadap berbagai tulisan tentang sistem kepercayaan (belief system) yang meliputi kosmologi, makrokosmos dengan kekuatan gaibnya , dan mikrokosmos dalam kaitannya dengan pandangan mengenai kesehatan, penyakit dan penyembuhannya. Juga dikaji bagaimana hal itu berproses menjadi nilai kebudayaan kesehatan dalam masyarakat.
Karena data temuan memperlihatkan bahwa masyarakat Barus menggunakan ramuan tradisional tumbuh-tumbuhan, hewan, benda, diiringi dengan mantra dan jampi (tab's dart tonggo) Berta unit (kusuk) untuk hampir semua jenis penyakit maka teori yang relevan dikaji dalam penelitian ini adalah teori pengobatan lewat cairan "Hurnoral Medicine Theory" yang dikembangkan Hippocrates 460-357 SM dan teori pengobatan lewat manipulasi kekuatan gaib dan pemujaan secara agama 'Magico-Religious Medicine Theory" yang diketengahkan oleh Rivers 1864-1972 . Seberapa jauh faham ini berlaku atau menyimpang di Barus. Dengan kata lain kemungkinan bahwa di Barus memiliki teori tersendiri.
Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kemapanan, penyerapan dan perubahan dalam pengobatan tradisional, juga dikaji teori perubahan kebudayaan dari Spradley, Boehisantoso, Suparlan, Kalangie dan Bodhihartono yang intinya sebuah kebudayaan akan mengalami perubahan jika ada: keharusan untuk adaptasi; inovasi; difusi dan terterima oleh masyarakat pendukungnya.
Pendekatan. Sesuai dengan data yang dibutuhkan adalah sistem kepercayaan dan pengobatan tradisional masyarakat yang mengacu pada pandangan mereka sendiri tentang dunianya maka pendekatan yang digunakan adalah "emik". Karena gejala perilaku kesehatan ini tidak akan dapat menjawab dirinya sendiri seutuhnya tanpa melihat kaitannya dengan gejala lainnya dalam satu sistem kebudayaan, dimana harus dilihat hubungannya dengan sistem kepercayaan dan unsur kebudayaan lainnya secara menyeluruh, maka pendekatan dalam pengumpulan data dilakukan secara "halistik" dan "sistemik".
Metode. Sesuai pendekatan tersebut maka metode yang digunakan bersifat kualitatif. Sehiugga yang dituju tersentral pada data yang sifatnya esensial dan substansial. Dan itu dalam pengumpulan data dilakukan lewat wawancara, diiringi observasi terlibat dengan frekuensi tinggi dan intensif, ditambah dengan photografi. Sementara informan terdiri dari para data 'dukun', pasien dan keluarganya, petugas pengobatan modern, orang tua-tua, pimpinan formal dan informal yang terdapat di Barus."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
D446
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiani Ika Limananti
"Jamu berupa ramuan tradisional sebagai salah satu upaya pengobatan telah dikenal luas dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tujuan: mengobati penyakit ringan, mencegah datangnya penyakit, menjaga ketahanan dan kesehatan tubuh serta untuk tujuan kecantikan. Salah satu jenis jamu yang terdapat di Yogjakarta adalah jamu cekok khusus untuk anak-anak. Tujuan tulisan ini adalah mengetahui ramuan yang terkandung dalam jamu cekok serta mengetahui manfaat jamu cekok terhadap peningkatan nafsu makan dan kesehatan anak. Konsumen jamu cekok sebagai informan penelitian ini adalah lima keluaraga yang memiliki anak usia balita. Keterangan tambahan diperoleh dari pemilik warung jamu cekok dan seorang ahli tanaman obat tradisional. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Juni tahun 2003. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam serta sumber pustaka yang relevan. Bahan utama jamu cekok adalah empon-empon yang terdiri dari Curcuma xanthorriza Robx (temulawak), Zingiber americans L. (Lempuyang emprit), Tinospora tuberculata Beume (Brotowali), Curcuma aeruginaosa Robx (temu ireng) serta Carica papaya L. (papaya). Alasan utama orang tua mencekok anaknya karena hilangnya nafsu makan yang dikhawatirkan akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Manfaat utama pengobatan ini adalah mengembalikan nafsu makan anak disamping sebagai cara penyembuhan mencret, perut kembung, cacingan serta batuk dan pilek. Pengaruh faktor kepercayaan atau sugesti akan khasiat jamu cekok mengakibatkan konsumen menyatakan kepuasaannya setelah mencekokkan anaknya. Kepercayaan ini tidak lepas dari pengaruh tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Selain itu pengobatan tradisional dengan memanfaatkan bahan bahan alam dianggap relatif lebih aman dan harganya terjangkau abgi masyarakat luas. Kebiasaan minum jamu cekok juga menunjukkan adanya kecendrungan masyarakat kembali ke alam (back to nature) sebagaimana tradisi yang telah dimiliki oleh nenek moyang mereka.
Jamu Cekok Components for Treating Children Have No Appetite: An Ethnomedicine Approach. Jamu is used
in an efford to treat patiens with a traditional herbal medicine, which is well known among the community. The jamu is
widely used for trating light health problems, preventing illness, increasing the endurance and the health of the body,
besides for cosmetic reasons. Jamu cekok is a kind of jamu used in Yogyakarta, especially for children , given by
forcing the mixture into the throat if children have no appetite. The aims of the article are to know the components of
jamu cekok and also to know the jamu cekok use toward improving child health. The research took 5 Javanese families
as informants. Additional informants is jamu cekok traditional shop and traditional herbalist. Data were obtained by
interviews and observation during February to June 2003. Analysis data was descriptive using medical anthropology
approach. The essential components of jamu cekok, called empon-empon are curcuma xanthorriza Robx (temulawak),
Zingiber Americans l. (lempuyang emprit), Tinospora tuberculata Beume (brotowali), Curcuma aeruginaosa Robx
(temu ireng) and Carica papaya L. (papaya). The main aims to drink jamu cekok is to increase the appetive of the
children because parents worried about the children growth and development. The children were threatened that they
will be forced to drink jamu, if they did not want to consume food. The belief and suggestion factors of jamu cekok
having special characteristics cause consumers become satisfied after giving jamu cekok to their children. Beside that,
traditional medicine using natural ingredients regarded more secure and the price can be reached by common society.
Drinking jamu cekok indicated that there is trend back to nature, which had possessed by their anchestor."
Universitas Gadjah Mada. Jurusan Antropologi, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni
"Orang Dayak Benuaq telah mengenal sistem pengobatan tradisional yang disebut beliatn sentiyu sejak ratusan tahun yang lalu. Demikian pula pada orang Dayak Benuaq Ohong yang tinggal di Desa Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Penelitian yang mengambil lokasi di Desa Tanjung Isuy dilakukan pada Oktober 1999, sebelumnya peneliti telah mengamati secara seksama praktek pengobatan ini sejak tahun 1994 dan telah tiga kali ke kamunitas Dayak Benuaq di Kalimantan Timur. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitalif me1alui pengamatan, pengmatan terlibat, dan wawancara mendalam.
Upacara pengobatan beliatn sentiyu mengenal sejumlah pelaku yakni : pemeliatn (penyembuah), rotatn ("pasien"), penu'ung (pemusik), dan pengugu/pengegugu Baru (orang yang membantu pameliatn menyiapkan segala perlengkapan upacara).
Dalam praktek pengobatan beliatn sentiyu, seorang pemeliatn akan memeriksa rotatn dengan Cara : (i) kakaap (meraba. tubuh rotatn yang dirasakan sakit); (ii) nyegook (mengisap bagian kepala rotatn); (iii) nyentaau ("mendiagnosa" dengan menggunakan lilin untuk mengetahui penyakit rotatn); (iv) tafsir mimpi (menanyakan mimpi yang pernah dialami rotatn atau keluarganya); (v) ngentaas (memanggil roh kelelungan para pengentaas ); (vi) melihat hati dan limpa babi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yustan Aziddin
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990
615.882 YUS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sheny Alianto
"Pengobatan tradisional cina merupakan metode pengobatan yang menggunakan obat-obatan herbal alami, jarum akupuntur, dan berbagai alternatif lainnya. Dasar metode pengobatan ini adalah membangun sistem imun tubuh sehingga dapat melawan virus atau kuman penyebab penyakit. Pengobatan tradisional cina sekarang ini tidak hanya berkembang di Cina, melainkan sudah mulai berkembang di negara-negara Asia dan Eropa. Makalah ini membahas pengobatan tradisional cina secara umum, yaitu mengenai asal-usul pengobatan Cina, jenis metode pengobatan tradisional Cina, serta cara pemeriksaan yang dilakukan dokter (atau yang dikenal dengan sinse) kepada pasien.

Traditional chinese medicine is a method of treatment that uses natural herbal medicines, acupuncture needles, and various other alternatives. The base of this treatment method is to build the body’s immune system to fight the virus or disease-causing germs. Traditional is not only develop in China, but has begun to develop in Asia and Europe. This paper discusses traditional Chinese medicine in general, which is about the origin of Chinese medicine, the types of traditional Chinese medicine, and how the doctors (or known as sines) check the patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mumfangati
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2017
610 TIT s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sisva Maryadi
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
610 SIS b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Rizqi Putra
"Latar belakang: Swamedikasi merupakan penggunaan obat-obatan atas inisiatif diri sendiri salah satunya dengan menggunakan obat tradisional. Swamedikasi obat tradisional dilakukan oleh berbagai kalangan termasuk mahasiswa dan kemungkinan penggunaannya mengalami peningkatan selama masa pandemi COVID-19 . Salah satu faktor yang mempengaruhi swamedikasi obat tradisional yaitu persepsi individu mengenai kondisi kesehatannya. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan mengenai hubungan persepsi sehat individu dengan perilaku swamedikasi menggunakan obat tradisional pada mahasiswa.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode studi potong lintang pada mahasiswa di Universitas Indonesia. Kuesioner SF-36 digunakan untuk mengukur persepsi sehat individu dan kuesioner perilaku swamedikasi obat tradisional disebarkan ke mahasiswa program pendidikan sarjana di Universitas Indonesia. Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan SPSS versi 25.
Hasil: Diperoleh data dari 152 responden mahasiswa di Universitas Indonesia. Secara umum mahasiswa Universitas Indonesia memiliki skor persepsi sehat yang baik. Proporsi penggunaan obat tradisional selama masa pandemi COVID-19 yaitu 62,5%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi sehat dengan perilaku swamedikasi di masa pandemi COVID-19 pada mahasiswa Universitas Indonesia.
Kesimpulan: Proporsi penggunaan obat tradisional pada mahasiswa Universitas Indonesia cukup tinggi, namun tidak berhubungan dengan persepsi sehat pada individu.

Introduction: Self-medication is the use of medicines on one's own initiative, one of which is using traditional medicine. Self-medication of traditional medicines is carried out by various groups including students and the possibility of their use has increased during the COVID-19 pandemic. One of the factors that influence self-medication of traditional medicine is the individual's perception of his health condition. Therefore, this study is aimed at explaining the relationship between individual health perceptions and self-medication behavior using traditional medicine in students.
Method: The research was conducted using a cross-sectional study method on students at the University of Indonesia. The SF-36 questionnaire was used to measure the individual's health perception and the traditional medicine self-medication behavior questionnaire was distributed to students of undergraduate education programs at the University of Indonesia. Furthermore, the data is processed and analyzed with SPSS version 25.
Result: Data were obtained from 152 student respondents at the University of Indonesia. In general, University of Indonesia students have a good health perception score. The proportion of traditional medicine use during the COVID-19 pandemic is 62.5%. There is no significant relationship between health perceptions and self-medication behavior during the COVID-19 pandemic in University of Indonesia students.
Conclusion: The proportion of using traditional medicine among University of Indonesia students is quite high, but it is not related to the perception of health in individuals.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriah
"Pengobatan tradisional sudah sejak dahulu dimanfaatkan oleh masyarakat dan merupakan warisan budaya nenek moyang, yang sampai saat ini masih diakui keberadaannya dan hubungannya dekat dengan masyarakat, meskipun jangkauan pelayananan kesehatan modern telah cukup baik.
Dalam upaya mengatasi masalah kesehatan atau memelihara keadaan sehat, di Indonesia terdapat dua sistim pelayanan kesehatan yang hidup saling berdampingan, yaitu sistim pengobatan modern dan pengobatan tradisional yang hidup dalam aneka ragam kebudayaan masyarakat.
Hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999, memperlihatkan bahwa pola tindakan yang diambil oleh masyarakat perkotaan pada waktu sakit adalah 91,51% berobat ke fasilitas kesehatan modern, 11,46% dengan memanfaatkan pengobatan tradisional, 1,79% dan lain-lain. Sedangkan pola tindakan yang diambil oleh masyarakat pedesaan pada waktu sakit adalah : 88,30% berobat ke fasilitas modern 17,44% dengan memanfaatkan pengobatan tradisional, 3,23% dan lain-lain. Data hasil survai tersebut membuktikan bahwa pengobatan tradisional sampai saat ini masih terus dimanfaatkan oleh masyarakat meskipun pelayanan kesehatan modern sudah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu sistim pengobatan tradisional sebagai pengobatan alternatif yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah pengobatan dengan sengatan lebah yang digunakan sebagai stimulus untuk terapi. Sistem pengobatan dengan sengatan lebah telah dibuktikan secara ilmiah dan didukung para ahli di berbagai negara dalam bentuk pengobatan akupunktur kombinasi bisa lebah. Lebah madu, secara langsung disengatkan pada titik-titik akupunktur tubuh.
Sehubungan dengan hal tersebut di Sulawesi Selatan telah dikembangkan sistem pengobatan alternatif sengatan lebah oleh unit pengembangan lebah madu, Pusat Studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin sejak tahun 1992 merintis karir dalam pengobatan Apiterapi yang kemudian diinteroduksi secara meluas pada bulan Juni 1998. Klinik ini pada awalnya mempunyai 26 cabang yang tidak hanya tersebar di Sulawesi Selatan tapi juga di Sulawesi Tengah (Palu) dan Sulawesi Utara (Gorontalo). Sekarang jumlah klinik yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat adalah 15 cabang. Klink tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai latar suku bangsa yang ada di Sulawesi Selatan.
Penelitian ini bertujuan menggali informasi tentang peta pengetahuan dari tiga suku bangsa di Sulawesi Selatan dalam pemanfaatan pengobatan alternatif sengatan lebah. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif pendekatan yang digunakan adalah rapid ethnografi. Informan penelitian yaitu masyarakat pengguna klinik apiterapi yang mewakili tiga suku bangsa (Makassar, Bugis dan Mandar) di Sulawesi Selatan, tokoh masyarakat dan apiteraper (petugas atau pengobat tradisional sengatan lebah). Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Pengolahan data menggunakan analisis tema dan pengembangan taksonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peta pengetahuan tiga suku bangsa terbentuk sebelum dan setelah memanfaatkan pengobatan alternatif sengatan lebah karena dipengaruhi beberapa hal seperti: fakta, informasi, sosial budaya, pengalaman keyakinan, dan kemampuan ekonomi. Karena cukup banyak masyarakat memanfaatkan pengobatan ini maka oleh pihak yang terkait perlu melakukan pengkajian terhadap manfaat dan keamanan pengobatan alternatif sengatan lebah, kebijakan yang diambil hendaknya disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengobatan tradisional lainnya yang juga dimanfaatkan oleh ketiga suku bangsa.

Cognitive Map of Three Ethnics Groups in South Sulawesi in the Utilization of Bee Venom Therapy as Alternative MedicineTraditional medicine is used by the population in a long time ago. It is a heritage still close with the population although modern medicine improves fast. In Indonesia, there are two systems of health care; these are modern and traditional medicine.
National Survey of Socio-economic, 1999, shown that health seeking behavior of the people who lives in urban are 91,51% of the people go to the modern health care, 11,46% of them go to traditional medicine, 1,79 is another. But for who lives in the villages are 88,30% of them go to modern health care, 17,44% using traditional medicine and 3,23% is another. It shown that traditional medicine is still used by the people although the modern health care is improved close the people.
One of traditional medicine as alternative medicine is Bee Venom Therapy. This medicine has been proved scientifically and support by the experts in several countries. Il also has been improved in the acupuncture type that is combined by bee venom.
Related to that, Bee Venom Therapy has been improving in South Sulawesi introduced by Bee Reproduction Unit. Study Centre of Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Hasanuddin University Research Centre is being a pioneer to improve carrier path in apitherapy medicine since 1992. It was introduced widely in Juni 1998. Early this clinic has 26 branches, not only in South Sulawesi but also in central Sulawesi (Palu) and North Sulawesi (Gorontalo). Up to now, the number of clinics that is still used by the people from ethnics is 15 branches.
This research aims to observed information about cognitive map from three ethnics in South Sulawesi in utilization of bee venom therapy; it used qualitative approach by rapid ethnographic study. Informants are users of apitherapy clinics that is representative for three ethnics (Makassar, Bugis and Mandar) in South Sulawesi, the opinion leader and apitheraper. It use in-depth interview for data collection. Data is analyzed by using theme and taxonomy improvement.
The result shows that cognitive map of the third ethnics, before and after using bee venom therapy is influenced by facts, information, socio-culture, experience, belief and economic capability. Related instance must conduct utilization and safely review of it's medicine because more people use it. Beside that, following research can be conducted to another traditional medicine that is used by the third ethnics."
2001
T8338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>