Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeanne Adiwinata Pawitan
"Uji mikronukleus adalah cara yang lebih mudah untuk melihat patah kromosom, dibandingkan pemeriksaan sitogenetika yang lazim digunakan. Salah satu cara standar uji mikronukleus adalah dengan meneliti limfosit berinti dua yang didapat dari biakan. Untuk membiakkan limfosit, diperlukan sarana khusus dan biayanya relatif tinggi. Pada penelitan terdahulu, dengan cara sederhana, kami telah berhasil membuat sediaan yang kaya sel mononuklir bersitoplasma banyak, yang diharapkan dapat menggantikan limfosit berinti dua pada uji mikronukleus standar.
Pada penelitian ini kami bertujuan untuk menguji sensitivitas dan spesifisitas uji mikronukleus pada sediaan yang kaya sel mononuklir bersitoplasma banyak, dibanding dengan pada limfosit berinti dua (cara standar). Untuk itu, kami melakukan kedua macam uji mikronukleus pada penderita keganasan yang berobat di Pav. E RIA, Bagian kebidanan, FKUI-RSCM. Kedua uji mikronukleus dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan kemoterapi, dan hasil kedua cara tersebut diperbandingkan, untuk mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas cara yang baru. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa menurut hasil sampai saat ini, sensitivitas cara baru sangat baik, sehingga dapat dipakai menggantikan cara standar. Akan tetapi, spesifisitasnya masih perlu ditentukan, dengan melanjutkan penelitian ini, sampai didapat hasil negative menurut cara standar yang cukup banyak.

Micronucleus test is a relative easier method to detect chromosomal breakage compared to the conventional cytogenetic analysis. One of the standard micronucleus tests is the test on binucleated lymphocytes generated in cultures. Culturing Lymphocytes needs special equipments and a relative high cost. In our previous research, we succeeded in establishing a simple method to prepare specimens rich in mononuclear cells with abundant cytoplasm. These specimens are a candidate to replace the binucleated lymphocyte specimens in order to establish a new and easier micronucleus test.
Therefore, this research aimed to check the sensitivity and specificity of the new test. We performed both tests on patients with malignancy, who came to Pav. E RIA, Department of Obstetrics and Gynecology, FMUI-RSCM. The tests were done before and after chemotherapy. The results of both tests were compared to gel the sensitivity and specificity of the new test. Our results showed that concerning the data analyzed this far, the sensitivity of the new method is quite good, so that the new method can replace the standard method. However, the specificity needs to be evaluated. Therefore, this research should be continued until enough samples show negative results according to the standard micronucleus test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Oentoeng Iskandar
"The name chromosome was given by Waldeyer (in about 1888). This name is appropriate in view of the intense affinity of this structure for nucledphilicdeyes (Chroma = color; soma a body). Fifteen years earlier the now called chromosome had been described in dividing cells by Schneider to thread-like structures in these cells. In 1884 Nageli had introduced a special hereditary material, which he called "idioplasm", which according to other investigators was identical to the chromatin of the nucleus.
Cytogenetics is one of the most rapidly developing field of modern biology, despite its very slow beginning. It is recognized as being basic to the understanding of many aspects of the broad science of heredity. For a good appreciation of recent studies on human cytogenetics, some knowledge of the history of human cytogenetics, which developed hand in hand with the technical development of studying chromosomes, seems to be necessary. Investigations on cytogenetics could be said to have started with the work of Arnold (1879) and Flemming (1882), who examined mitotic process for the first time. Arnold observed the genetic material in tumor cells. Flemming studied various cell division stages in the plant Lilium croceum, and in embryos of salamander (1882 ), who then introduced the term "chromatin" by which he meant the nuclear substance stainable with nuclear dyes."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1981
D147
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.W. Susilowati
"ABSTRAK
Latar belakang dan cara penelitian: Kemajuan sektor industri di Indonesia sejalan dengan banyaknya pabrik-pabrik yang dibangun, selain dapat menambah lapangan kerja ternyata dapat membawa risiko kesehatan bagi pekerja maupun masyarakat umum. Disamping itu penggunaan bahan kimia, obat-obatan, insektisida dan polusi udara semakin bertambah_ Salah satu dampak negatifnya adalah paparan dari bahan-bahan tersebut diatas, yaitu dapat bersifat mutagen. Mutagen dapat mengakibatkan perubahan (mutasi) pada molekul DNA yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit seperti keganasan, kelainan kongenital, aborsi spontan dan lain-lain. Untuk itu perlu mengembangkan uji efek mutagen yang lebih sederhana dan ekonomis. Penelitian dilakukan pada 280 orang donor darah. Sampel darah mendapat perlakuan larutan hipotonik tanpa kultur. Parameter yang diteliti adalah: memeriksa dan menghitung 500 sel mononuklir, berapa yang mengandung mikronukleus dari setiap donor. Data yang diperoleh diuji dengan analisis bivariat dan multivariat (regresi logistik).
Hasil dan kesimpulan: Dari hasil pemeriksaan pada sediaan darah tepi cara langsung tanpa kultur dengan menggunakan larutan hipotonik dan fiksasi Camay (9:1), serta pewarnaan Giemsa, mikronukleus dapat terlihat pada sel mononuklir. Kelompok usia tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi risiko untuk mengalami peningkatan MN mulai pada usia 21 - 30 tahun, dan risiko terbesar terdapat pada usia lebih dari 60 tahun yaitu 2,16 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan MN. Kebiasaan merokok tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi perokok mengalami peningkatan MN yang lebih besar dengan risiko 2 kali lebih besar. Pekerjaan tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi antar kelompok pekerjaan mempengaruhi peningkatan MN (p < 0,05 ) dan pekerjaan dengan keterpaparan tinggi mempunyai risiko 3 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan MN. Alamat rumah tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi alamat rumah di daerah protokol mempunyai risiko 1,3 kali lebih besar-untuk mengalami peningkatan MN dibandingkan daerah tengah. Janis kelamin tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi laki-laki mengalami peningkatan MN dan risiko yang lebih besar. Dari hasil akhir analisis regresi logistik, hanya pekerjaan yang berpengaruh terhadap peningkatan MN dengan risiko 3 kali lebih besar terdapat pada pekerjaan dengan paparan tinggi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khafsah Sangadah
"Latar belakang: Imunotoksin adalah salah satu bentuk terapi target pada kanker berupa konjugasi antara antibodi monoklonal dengan molekul toksin Antibodi menghantarkan toksin ke sel kanker dan menyebabkan kematian sel. Pada penelitian ini, toksin mitokondria asam bongkrek dikonjugasikan dengan antibodi anti-CD3 menjadi senyawa konjugat asam bongkrek-antibodi anti-CD3, dan digunakan SMDT sebagai model uji spesifisitas.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa konjugat antara asam bongkrek dengan antibodi monoklonal anti-CD3 dan uji spesifisitas secara in-vitro pada SMDT.
Metode: Uji in-silico dilakukan untuk memprediksi situs konjugasi. Sintesis imunotoksin asam bongkrek-antibodi anti-CD3 dilakukan secara kimiawi menggunakan penaut EDC.HCl/Sulfo-NHS. SMDT digunakan sebagai model uji spesifisitas.
Hasil: Molecular docking menunjukkan bahwa asam amino lisin, asparagin dan glutamin dari Fc IgG2a berinteraksi secara kovalen dengan gugus karboksilat dari asam bongkrek. Serapan senyawa konjugat pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm menunjukkan adanya serapan protein dan asam bongkrek. Inkubasi SMDT dengan senyawa konjugat menunjukkan jumlah sel hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan inkubasi asam bongkrek (p<0.05) ataupun dengan antibodi anti-CD3 (p<0.05).
Kesimpulan: Uji in-silico menunjukkan adanya interaksi antara gugus karboksilat dari asam bongkrek dengan gugus amina primer dari imunoglobulin. Uji in-vitro senyawa konjugat menunjukkan efek sitotoksik lebih rendah dibandingkan dengan asam bongkrek maupun antibodi anti-CD3.

Background: Immunotoxin is a form of targeted therapy in cancer in the form of conjugation between monoclonal antibodies and toxins. Antibodies will deliver toxins to cancer cells and cause cell death. In this study, mitochondrial toxin bongkrekic acid was conjugated with anti-CD3 monoclonal antibodies into anti-CD3 monoclonal antibody-bongkrekic acid conjugate, and PBMC was used as a specificity test model.
Objective: This study aims to synthesize conjugate between bongkrekic acid with anti-CD3 monoclonal antibodies and in-vitro specificity tests on PBMC. Method: An in-silico test was performed to predict the conjugation site. The synthesis of anti-CD3 monoclonal antibody-bongkrekic acid was carried out chemically using EDC.HCl/Sulfo-NHS crosslinker. PBMC was used as a specificity test model.
Results: Molecular docking showed that the amino acids lysine, asparagine, and glutamine from Fc IgG2a interact covalently with the carboxylic group of bongkrekic acid. The spectroscopy measurement of conjugate compounds at wavelengths of 280 nm and 260 nm indicates the absorption of proteins and bongkrekic acid. PBMC incubation with conjugate compounds showed a higher number of living cells compared to bongkrekic acid (p<0.05) or with anti-CD3 antibodies (p < 0.05).
Conclusion: In-silico studies show an interaction between the carboxylic group of bongkrekic acid and the primary amine group of immunoglobulin. In-vitro assays of conjugate compounds showed lower cytotoxic effects compared to bongkrekic acid and anti-CD3 antibodies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ariane Iskandar
"Glutamat adalah molekul monoamin yang mengatur sel-sel saraf. Senyawa ini juga memiliki reseptor pada sel imun. Regulasi glutamat sel imun termasuk kemotaksis, diferensiasi, proliferasi dan apoptosis. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan produksi sitokin PBMC yang dirangsang dengan glutamat. Sitokin dinilai dengan metode elisa. PBMC dikumpulkan dari 10 donor pria sehat. PBMC 7x105 yang diisolasi dirangsang dengan glutamat atau tidak diobati, diinkubasi selama 24 jam 5% CO2 37 oC dalam media lengkap asam amino, vitamin B kompleks dan ion. Terjadi penurunan sitokin pada kelompok yang distimulasi glutamat daripada kelompok kontrol. Dijelaskan bahwa glutamat berubah menjadi metabolit dalam mitokondria. Sebagai kesimpulan, hasil ini menunjukkan bahwa glutamat memiliki dampak menurunkan produksi sitokin pada PBMC manusia yang sehat.

Glutamate are monoamine molecules that regulate nerve cells. These compounds also have receptors on immune cells. Glutamate regulation of immune cells include chemotaxis, differentiation, proliferation and apoptosis. Aim of this study is determining cytokine production PBMC stimulated with glutamate. Cytokine was assessed by elisa method. PBMC was collected from 10 healthy male donors. Isolated 7x105 PBMCs were stimulated with Glutamate or untreated, incubated for 24 hours 5 % CO2 37 oC in a complete medium of amino acids, vitamin B complex and ions. A decrease in cytokine in glutamate treated group than control group. It was suggested that Glutamate role as metabolite in mitochondria. As conclusion, these results suggest that glutamate have suppresing impact on cytokine production in healthy human PBMC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Geofani
"Sel Punca Mesenkim (SPM) dianggap sebagai sel yang sangat menjanjikan untuk terapi penyakit berdasar inflamasi karena potensi proliferasi multilineagenya, imunogenisitas rendah, migrasi spesifik ke jaringan yang cedera, dan efek imunomodulator potensialnya. Diperlukan data pendukung mengenai potensi imunomodulasi SPM dalam menghadapi kondisi proinflamasi sebelum digunakan dalam uji klinis. Dilakukan desain penelitian eksperimental in vitro kultur sel untuk menilai potensi imunomodulasi SPM yang berasal dari tali pusat (SPM-TP) dan asal jaringan adiposa (SPM-AD). Untuk menciptakan kondisi inflamasi, menggunakan kultur PBMC yang distimulasi dengan mitogen PHA, diikuti oleh kokultur dengan dua jenis SPM. Pengujian proliferasi dengan Ki67 dilakukan dengan qRT-PCR, pengujian sitokin proinflamasi IFN-γ, IL-1β, dan antiinflamasi IL-10 dilakukan dengan metode Luminex dan pengujian sitokin TGF-β dan IDO dilakukan mnggunakan metode ELISA. Hasil studi menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kelompok dengan perlakuan dan tanpa perlakuan, tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan diantara dua kelompok perlakuan (SPM- TP dan SPM-AD). Namun, berdasarkan kemampuan untuk menekan proliferasi PBMC terlihat bahwa SPM-TP menunjukkan kemampuan yang lebih baik dibandingkan SPM-AD.

The Mesenchymal Stem Cells (MSCs) are considered highly promising for inflammatory disease therapy due to their multilineage proliferation potential, low immunogenicity, specific migration to injured tissues, and potential immunomodulatory effects. Supporting data on the immunomodulatory potential of MSCs in facing proinflammatory conditions are required before their use in clinical trials. An experimental in vitro cell culture research design was conducted to assess the immunomodulatory potential of MSCs derived from umbilical cord (UC-MSCs) and adipose tissue (AD-MSCs). To induce inflammatory conditions, peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) were stimulated with PHA mitogen, followed by co-culture with the two types of MSCs. Proliferation testing using Ki67 was performed with qRT-PCR, proinflammatory cytokine testing (IFN-γ, IL-1β) and anti-inflammatory cytokine (IL-10) were conducted using the Luminex method, and TGF-β and IDO cytokine testing were performed using the ELISA method. The study results indicated significant differences between the treated and untreated groups, although no significant differences were observed between the two treatment groups (UC-MSCs and AD-MSCs). However, based on the ability to suppress PBMC proliferation, it was evident that UC-MSCs exhibited superior capabilities compared to AD-MSCs."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tato Heryanto
"ABSTRAK
Kanker payudara merupakan keganasan yang paling banyak
pada wanita, yaitu lebih kurang 201 dari pada seluruh
keganasan. Di Indonesia kanker payudara menempati urutan
kedua setelah keganasan pada serviks uteri. Data di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo keganasan payudara kekerapan
tertinggi didapat pada usia 40 - 50 tahun.
Pengamatan ini akan menilai efek samping pada darah tepi
dari kelompok 'Non Split` dan 'Split`, Serta pengaruh
perbedaan luas lapangan pada kelompok 'Non Split` pada radiasi
kanker payudara dengan penerapan analisa statistik, di Bagian
Radioterapi RSCH/FKUI."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bernard Prima
"Latar Belakang
Penyakit degeneratif merupakan salah satu masalah kesehatan yang krusial dan memerlukan perhatian serius. Salah satu faktor risiko yang turut berkontribusi terhadap perkembangan penyakit degeneratif adalah obesitas. Pada kondisi obesitas, terjadi perubahan fisiologis yang dapat memengaruhi respons adaptasi seluler, termasuk terhadap asidifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asidifikasi ekstraseluler terhadap ekspresi mRNA HIF-1α sebagai respons adaptasi pada sel mononuklear darah tepi (SMDT) orang dewasa muda dengan IMT>23.
Metode
Sel mononuklear darah tepi (SMDT) diisolasi lalu dikultur pada berbagai pH medium. Pengaturan pH medium dilakukan dengan penambahan larutan asam klorida (HCl) 0,01M. Sel-sel tersebut diinkubasi selama 72 jam, dengan penggantian medium kultur dilakukan setiap 24 jam. Perubahan pH ekstraseluler diukur menggunakan pH meter. Viabilitas sel juga dihitung menggunakan metode trypan blue. Selanjutnya, dilakukan isolasi RNA dari sel yang telah di-harvest. Ekspresi relatif mRNA HIF-1α dianalisis menggunakan metode Livak berdasarkan nilai CT pada qRT-PCR.
Hasil
Tidak ditemukan perbedaan ekspresi mRNA HIF-1α yang signifikan pada SMDT antarkelompok perlakuan pH. Terjadi peningkatan ∆pHe setelah kultur asidifikasi ekstraseluler pada setiap kelompok pH setelah 72 jam inkubasi. Viabilitas sel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antarkelompok pH.
Kesimpulan
Isolasi SMDT serta kultur dan asidifikasi ekstraseluler pada SMDT subjek dewasa muda dengan IMT>23 berhasil dilakukan. Respons adaptasi seluler pada SMDT orang dewasa muda dengan IMT>23 sudah mulai mengalami gangguan ditandai dengan ekspresi mRNA HIF-1α yang tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signfikan antarkelompok pH. Pada SMDT, perbedaan viabilitas sel tidak signifikan antarkelompok pH.

Degenerative diseases are a critical health issue that require serious attention. One of the risk factors contributing to the progression of degenerative diseases is obesity. In obesity, physiological changes occur that can affect cellular adaptation responses, including adaptation to acidification. This study aims to investigate the effect of extracellular acidification on the expression of HIF-1α mRNA as an adaptation response in young adults peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) with a BMI >23.
Method
PBMCs were isolated and cultured in medium with varying pH levels. The pH adjustment of the medium was done by adding 0.01 M HCl. The cells were incubated for 72 hours. The culture medium being replaced every 24 hours. Changes in extracellular pH were measured using pH meter. Cell viability was assessed using the trypan blue method. RNA was isolated from the harvested cells. The relative expression of HIF-1α mRNA was analyzed using the Livak method based on CT values in qRT-PCR.
Results
No significant differences were found in HIF-1α mRNA expression in SDMT between pH treatment groups. An increase in ∆pHe was observed after extracellular acidification culture in each pH group after 72 hours of incubation. Cell viability did not show significant differences between pH groups.
Conclusion
Isolation of SMDT as well as culture and extracellular acidification in SMDT of young adult subjects with BMI>23 were successfully performed. The cellular adaptation response in. The cellular adaptation response in PBMCs of young adults with a BMI >23 appears to be impaired, as indicated by the lack of significant differences in HIF-1α mRNA expression between the pH groups. In PBMCs, the difference in cell viability across the pH groups is not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robi Irawan
"Terapi sel merupakan salah satu pendekatan penyembuhan penyakit degenerasi yang memberikan harapan untuk dapat memperbaiki organ atau jaringan sehingga memberikan hasil yang memuaskan dalam hal regenerasi dan pengembalian fungsi normal suatu organ. Sel punca mesenkim diketemukan dalam darah manusia normal yang dapat dikultur. Sel punca mesenkim memiliki morfologi, cytoskeletal, cytoplasmik dan penanda permukaan (CD14-,CD31-, CD34-, CD44+, CD45-, CD73+, CD90+, CD105+, dan CD166+) yang sama seperti precursor mensenkim sumsum tulang. Darah tepi merupakan sumber yang menjanjikan untuk digunakan sebagai alternatif sumber sel punca mesenkim untuk tujuan terapi sel karena memiliki keuntungan yaitu tidak invasif, mudah, tidak perlu dilakukan biopsi dan tidak memerlukan keahlian dalam mendapatkannya. Namun ada kekurangan yang dimiliki oleh sel punca mesenkim yang berasal dari darah tepi yaitu jumlah populasi lebih sedikit dibandingkan dengan populasi yang dimiliki sel punca mesenkim yang berasal dari sumsum tulang.
Mengamati pengaruh pemberian ekstrak Centella asiatica (pegagan) dan Acalypha indica (air akar kucing) terhadap peningkatan efisiensi rekayasa sel pada kultur sel punca mesenkim asal darah tepi dalam pendekatan terapi sel.
Studi eksperimental in vitro pada kultur primer dan kultur post pasasi pada sel punca mesenkim asal darah tepi. Kelompok perlakuan terdiri atas beberapa kelompok yaitu satu kelompok control, 3 kelompok ekstrak air Acalypha indica (10mg/mL, 15mg/mL, 20mg/mL) dan 3 kelompok ekstrak air Centella asiatica (10μg/mL,15μg/mL,20μg/mL) selama 17 hari untuk kultur primer dan 48 jam pada kultur post pasasi. Setelah diberi perlakuan, nilai viabilitas relatif sel dan tingkat proliferasi sel diukur dengan metode MTT.
Viabilitas relatif sel dan tingkat proliferasi sel pada kultur primer dan kultur post pasasi sel punca mesenkim dengan pemberian ekstrak Centella asiatica memiliki tingkat proliferasi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kontrol dan pemberian ekstrak Acalypha indica Linn (p < 0,05).
Pemberian ekstrak Centella asiatica lebih bermanfaat dalam meningkatkan proliferasi sel dan viabilitas relatif sel dibandingkan ekstrak Acalypha indica pada kultur post pasasi PBMC yang diperlukan untuk mendapatkan sel punca mesenkim yang akan dijadikan terapi sel.

Cell therapy is one of healing degeneration diseases approaching which provides the hoping of organ or tissue repairing to provide satisfactory results in terms of regeneration and rehabilitation organ function. Mesenchymal stem cell found in the human peripheral blood. This stem cell have morphology, cytoskeletal, cytoplasmik and surface markers (CD14-, CD31-, CD34-, CD44 +, CD45-, CD73 +, CD90 +, CD105 + and CD166 +) which are the same with Bone marrow derived mesenchymal stem cell. Peripheral blood is a promising source that can be used as an alternative source of /Mesenchymal stem cells for cell therapy because it has the advantage that are not invasive, easy to cultur, not necessary for biopsy treatment and requires no expertise to be collected. The disadvantages of Mesenchymal stem cells derived peripheral blood are less population compared to bone marrow derived mesenchymal stem cells.
This research purpose to observe the effect of Centella asiatica and Acalypha indica extract in Mesenchymal stem cells derived peripheral blood cultured to approach cell therapy.
Experimental studies in vitro in primary culture and subculture of Mesenchymal stem cells derived peripheral blood. The treatment groups consisted of several groups: one control group, three groups of Acalypha indica water extract (10mg/mL, 15mg/mL, 20mg/mL) and three groups of Centella asiatica water extract (10μg/mL, 15μg/mL, 20μg/mL) for 17 days primary culture and 48 hours subculture. Further treatment, the relative cell viability and cell proliferation rate are measured by MTT method.
Relative cell viability and cell proliferation rate of primary culture cells and the Mesenchymal stem cells subculture from Centella asiatica extract have a significant higher proliferation than the control group and Acalypha indica Linn extract (p <0.05).
Centella asiatica extract is more useful for increasing cell proliferation rate and relative cell viability compared to Acalypha indica extracts in PBMC culture to obtain mesenchymal stem cells that will be used for cell.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30202
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>