Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190265 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sudigdo Sastroasmoro
"TUJUAN (1) Menilai efek pemberian dabutamin data perjalanan penyakitmembran hialin (PMFi)" ringan pada xieonatps kurangislan (NKB) (2) ,Mendeteksi gangguan faal, kardiovaskular pada-PMH ringan; (3}; Menilai respons faal kardiovaskular; pada ..PMH ringan; terhadap pemberiandobutamin; (4).Mendeteksi faktor risiko untuk.terjadinya PMH pada NKB. TEMPAT PENELITIAN: Unit perawatan neonatus tingkat II pada rumah sakit rujukan utama, SUBYEK PENELITIAN: NKB dengan ibunya.
PENGURURAN DAN INTERVENSI NKB yang.lahir di RSCM diikuti sampai terjadi PMH atau tidak. Faktor risiko dihitung dengan analisis bivariat dan regresi logistik. Faal ven tnkel dari aliran darah otak (ADO diperiksa dengan teknik" Doppler Faal, diastolik' ventikel varian dari kin diestimasi dengan mengukur puncak E, puncak-A, dan rasio Faal sistolik ventrikel kiri diukur dengan periode praejeksi (PPE) dan waktu ejeksi ventrikel kiri (WEVKi) yang"dikoreksi terhadap laju jantung, serta rasio PPE/WEVKi: ADO'dinilai dengan pengukuran kecepatan aliran darah otak (KADO) maksimal dari Ina1, indeks Pour-ot dan akselerasi aliran Perinrih dobutamin diteliti dengan uji intervensi tersamar ganda dengan desain silang. Pengaruh`dobutamin dalam perjalanan PMI-J dinilai dengan analisis kesintasan pasien yang mendapat dobitamin atau placebo, dengan metode Kaplan Meier dan uji Breslow: Efek pada analisis kesehan adalah saat pasien memerlukan ventilasi mekanik atau mengalami perburukan yang mengancam jiwa.

PURPOSE To determine: (1) effects of dobutamine administration on the clinical course of preterm infants with mild hyaline membrane disease (HMD); (2) cardiovascular involvement in mild HMD; (3) response of cardiovascular functions in patients with mild HMD to dobutamine administration; (4) risk factors for the development of HMD in preterm infants.
SETTING Level2neonatal unit of a national referral hospital. STUDY SUBJECTS Preterm infants with their respective mothers.
MEASUREMENTS AND INTERVENTION Pre term infants born at Cipto Mangunkuswno Hospital, Jakarta, were followed from birth to detect the development of HMD. The risk or protective factors were calculated by univariate and logistic regression analyses. Right ventricular (RV) and left ventricular (LV) diastolic functions were estimated by measuring points E and A, and E/A ratio_ LV systolic function was estimated by measuring rate-corrected pre-ejection period (PEP) and left ventricular ejection time (LVET), and PEP/ LVET ratio. Cerebral blood flow velocity (CBFV) was determined at the anterior cerebral artery. Maximal and minimal flows were determined and Pourcelot Index calculated; acceleration of the flow was also measured. Comparison of preterms with or without mild HMD was performed in 23 gestational age and birth weight matched pairs infants. Effects of dobutamine were determined by randomized, double-blind, placebo controlled trial in 41 preterm infants with mild HMO. The role of dobutamine in the clinical course of mild HMD was determined by comparing survival curves of placebo-treated and dobutamine-treated patients using Kaplan-Meier method and Breslow hypothesis testing. The need for mechanical ventilation or deterioration of patient's condition was judged as the event of interest.
MAIN RESULTS Eighty-seven out of the 308 preterm infants studied developed HMD. Logistic regression model disclosed that antepartum hemorrhage, mode of delivery, sex, gestational period, and peri natal asphyxia were associated with the development of HMO. RV diastolic function parameters were not significantly different between infants with. or without mild HMD, and dobutamine did not alter the values. In contrast, LV E and A points were significantly different between the 2 groups,, although the E/A ratio was not different. Dobutamine improved the de-pressed LV diastolic function. Infants with mild HMD had significantly longer rate corrected PEP, ' shorter rate corrected LVET, and larger PEP/LVET ratio compared with those without HMD. The dysfunction was improved by dobutamine. CBFV was not significantly different between preterm infants with or without mild HMD, and dobutamine did not alter CBFV but it increased blood flow acceleration. Dabutamine treated infants had a significantly longer mean mechanical-ventilation-free survival than placebo, treated infants, i.e. 78 vs 61 hours.
CONCLUSIONS (1) Administration of dobutamine to standard treatment delays the deterioration of preteen infants with mild HMD, so that use of dobutamine 10 lrg/kg/min early in the course of the disease is recommended. (2) LV diastolic and systolic functions are depressed in mild HMD, and dobutamine can correct the dysfunction; however; RV diastolic function is not disturbed in mild HMD (3) CBFV is not significantly different between preterm infants vvith or without mild HMD; dobutamine hasnigligible effect on CBPV, but it increases.CBE acceleration: (4) As tepartun hemorrhage, mode of delivery, sex, gestational age, and asphyxia are independently associated with the development of HMOwoRDB Dobutamine prevent infants, hyalin"membranes', rardiovascular involvecerebral blood flow
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
D379
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: NCM, 1989
615 Dob
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lully Kurniawan
"Latar Belakang : Defek pada mandibula yang tidak direkonstruksi dapat menyebabkan
morbiditas yang berat seperti gangguan mastikasi, bicara, dan estetika. Defek mandibula
dapat disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya trauma, infeksi, kondisi patologis,
dan kongenital. Diperlukan tindakan rekonstruksi untuk memperbaiki defek tersebut.
Penggunaan autogenus bone graft masih merupakan pilihan utama dalam hal
rekonstruksi. Pada defek mandibula, rekonstruksi autogenus yang digunakan terdapat
dua pilihan yaitu vascularized graft dan non vascularized graft. Di Indonesia sendiri,
penggunaan vascularized bone graft sebagai penutupan defek belum banyak dilakukan
akibat dari kurangnya alat dan keterbatasan operator. Pemilihan rekonstruksi defek yang
lebih reliable yaitu dengan non vascularized bone graft. Non vascularized bone graft
memiliki beberapa keunggulan yaitu morbiditas donor site lebih kecil, tidak
membutuhkan alat yang lebih kompleks dan tidak membutuhkan skill operator yang
lebih besar, walaupun tingkat keberhasilannya kurang. Resiko resorbsi dan infeksi pada
non vascularized graft lebih besar daripada vascularized graft. Semakin panjang non
vascularized bone graft yang digunakan maka semakin kecil pula tingkat kesuksesan
graft tersebut
Tujuan : Mengevaluasi pengaruh Platelet Rich Plasma (PRP) yang dicampur dengan
autogenous bone graft pada penyembuhan tulang mandibula (studi pada Ovis aries
sebagai model manusia). Material dan Metode : Penelitian metode quasi eksperimental dengan bentuk post test
with control group design ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh Platelet Rich
Plasma (PRP) yang dicampur dengan autogenous bone graft pada penyembuhan
mandibula Ovis aries secara klinis dan laboratoris (studi pada Ovis aries sebagai model
manusia).
Kesimpulan : Pemeriksaan klinis pada PRP dan Non-PRP dari hasil rata-rata tidak
terdapat perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan laboratoris pada PRP dengan Non-
PRP sebelum dan sesudah operasi juga didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna

Background: Mandibular defects that are not reconstructed can cause serious
morbidity such as impaired mastication, speech, aesthetics. Mandibular defects can be
caused by a variety of causes including trauma, infection, pathological conditions and
congenital. Reconstruction is required to correct the defect. Autogenus bone graft is
still the main choice in terms of reconstruction. In mandibular defects there are two
options, vascularized graft and non vascularized graft. In Indonesia, the use of
vascularized bone graft as a closure defect has not been done much due to lack of tools
and operator limitations. The selection of reconstruction of more reliable defects i.e.
with non vascularized bone graft. Non vascularized bone graft has several advantages
namely smaller donor site morbidity, does not require more complex tools and does not
require greater operator skills, although the success rate is less. The risk of resorbsi
and infection in non vascularized graft is greater than vascularized graft The longer
non vascularized bone graft is used the smaller the success rate of the graft.
Purpose: Evaluating the influence of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed with
autogenous bone graft on the amount of collagen in sheep (Ovis aries as a human
model).
Materials and Methods: Research on this experimental analytical method was
conducted to determine the influence of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed withautogenous bone graft in clinical examination and laboratoris in sheep (Ovis aries as a
human model).
Conclusion: Clinical examination in PRP with Non-PRP from the average result there
is not a meaningful difference. Laboratory examination before and after operation in
PRP with Non-PRP also obtained not significantly different meaning
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harris Hasan
Jakarta: Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia , 1998
T56458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prijantojo
"ABSTRAK
Penelitian secara "double blind" dilakukan terhadap 108 orang percobaan umur antara 10-15 tahun untuk menentukan efektifitas obat kumur yang mengandung 0,27. Chlorhexidine dan 0,17. Hexetidine terhadap radang gingiva secara klinis. Orang percobaan dibagi 3 kelompok; kelompok yang menggunakan Chlorhexidine, kelompok yang menggunakan Hexetidine dan kelompok plasebo sebagai kelompok kontrol. Masing-masing orang percobaan kumur-kumur 2 kali sehari pagi sesudah gosok gigi dan malam hari sebelum tidur dengan menggunakan 10 ml obat kumur/plasebo selama 30-60 detik setiap kali kumur. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara Chlorhexidine dengan hexetidine dalam menurunkan derajat keradangan gingiva pada hari ke 3 dan pada hari ke 7 (p < 0.05). Peningkatan kesehatan gingiva pada Chlorhexidine sebanyak 32% pada hari ke 3 dan 777. pada hari ke 7, sedang pada kelompok Hexetidine sebanyak 25% pada hari ke 3 dan 37% pada hari ke 7."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyun Lisnawati
"Penyakit membran hialin (PMH) dan gangguan toleransi minum (GTM) merupakan masalah pada bayi prematur dengan morbiditas dan mortalitas cukup tinggi. Pemberian steroid antenatal telah menurunkan angka PMH dan enterokolitis nekrotikans (EKN) komplikasi lanjut dari GTM, tetapi masih belum optimal dan masih didapat luaran yang berbeda pada bayi dengan usia gestasi, berat lahir dan tata laksana antenatalyang sama. Mikronutrien vitamin A, D3 dan seng diketahui memengaruhi organ tersebut. Penelitian ini ingin mengetahui manfaat pemberian vitamin A (beta-karoten), vitamin D3 dan seng menyertai deksametason untuk menurunkan kejadian PMH dan GTM pada bayi prematur.
Uji klinis acak dilakukan pada subjek ibu hamil 28-34 minggu dan bayinya. Ibu hamil dirawat di rumah sakit untuk persiapan kelahiran prematur atas indikasi janin atau ibu. Subjek dibagi dalam kelompok intervensi dan kontrol. Kedua kelompok mendapat deksametason 2 x 6 mg intravena (2 hari). Kelompok intervensi mendapat dosis tunggal beta-karoten 25.000 IU dan vitamin D3 50.000 IU per oral, serta seng 50 mg/hari peroral (3 hari), sedangkan kelompok kontrol tidak. Sampel darah ibu dan tali pusat diambil untuk pengukuran kadar serum retinol, 25(OH)D dan seng. Bayi dipantau selama 4 minggu. Angka kejadian PMH, GTM, PMH-GTM dan hubungan kadar serum retinol, 25(OH)D dan seng pada kedua kelompok dengan luaran PMH-GTM, dianalisis dengan uji Chi-Square atau Fisher, uji t tidak berpasangan atau uji Mann Whitney dan uji t berpasangan atau uji Wilcoxon.
Jumlah subjek 116 pasangan ibu-bayi, terbagi sama di kelompok intervensi dan kontrol. Kejadian PMH dan GTM pada bayi kelompok intervensi 7 (12,1%) dan 9 (16,1%), lebih rendah dan bermakna dibandingkan kelompok kontrol, 16 (27,5%) dan 19 (34,5%). Bayi PMH-GTM kelompok kontrol mempunyai kadar retinol, 25(OH)D dan seng di serum ibu dan tali pusat yang lebih rendah dibandingkan kelompok intervensi. Perbedaan bermakna didapatkan pada kadar 25(OH)D.
Simpulan: Angka kejadian PMH dan GTM pada kelompok intervensi secara bermakna lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Kadar retinol, 25(OH)D dan seng di serum ibu dan tali pusat berhubungan dengan luaran PMH-GTM.

Hyaline membrane disease (HMD) and feeding intolerance (FI)are still problems of premature neonatal morbidity and mortality. Antenatal steroid administration has been recognized to reduce HMDand FImortality rates, but it is still not optimal and there are still different outcomes in neonates with similar gestational age, birth weight and treatment. Micronutrients of vitamin A, D3 and zinc are known to play a roleon the lung and intestines of the fetusand neonates. This study aimed to find out the benefits of administration of vitamin A (beta carotene), vitamin D3 and zinc accompanying antenatal steroids for lung maturation, in order to reduce the incidenceof HMD and FI.
A randomized clinical trial was conducted on pregnant women 28-34 weeks of gestational age who were hospitalized for the preparation of preterm delivery on the indication of the mother or fetus. Both groups received dexamethasone for lung maturation. The intervention group received oral micronutrients, i.e., beta carotene 25,000 IU single dose, vitamin D3 50,000 IU single dose and 50 mg zinc per day for 3 days. The incidence of HMD, FI, HMD-FI and the relationship of serum retinol, 25(OH)D, zinc concentrationsin maternal and umbilical cord with HMD-FI were analyzed by Chi-Square or Fisher test, unpaired t or Mann Whitney test and paired t or Wilcoxon test between the intervention and control groups.
The total subjects were 116 pairs of pregnant mothers and neonates (58 interventions and 58 controls). The incidence of HMDand FIin neonates in the intervention group were 7 (12.1%) and 9 (16.1%),which weresignificantly lower thanthe control group, 16 (27.5%) and 19 (34.5%). The HMD-FI neonates in the control group had lower serum retinol and 25(OH)D concentrations in maternal and umbilical cord than in the intervention group. Significant differences were only found at 25 (OH) D concentration.
Conclusion: The incidence HMD and FI in the neonates intervention group were significantly lower than the control group. There was a relationship betweenserum retinol, 25(OH)D and zinc concentrations with HMD-FI outcome."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Mubarak
"ABSTRAK
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas GPPH adalah gangguan perilaku yang dapat diterapi dengan angka prevalensi yang cukup tinggi dan dapat merugikan pasien hingga usia dewasa. Namun, kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi GPPH cukup rendah dan menjadi masalah yang cukup besar, karena pasien GPPH yang tidak mengikuti rencana terapi dengan baik dapat mengalami gangguan dalam perbaikan klinis. Selain itu, belum ada penelitian mengenai hubungan kepatuhan pengobatan terhadap lama perbaikan klinis GPPH. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepatuhan pengobatan terhadap lama perbaikan klinis GPPH. Penelitian ini adalah penelitian metode cross-sectional dengan menggunakan rekam medis penderita GPPH yang mengikuti kontrol di Poliklinik Psikiatri Anak-Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2016, dengan 59 sampel. Angka kepatuhan pemberian metilfenidat pada pasien GPPH di RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 27,1 n=59 . Kepatuhan pengobatan memiliki hubungan terhadap perbaikan GPPH dengan nilai P= 0,04, odds ratio sebesar 3,71, dan rasio prevalensi sebesar 1,84. Dalam penelitian ini, teramati bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh prioritas pasien dalam pengobatan, adanya komorbiditas, masalah pada lingkungan sosial pasien, dan efektivitas kerja obat yang dirasakan pasien. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan meningkatkan perbaikan GPPH dalam waktu 4-6 minggu sebanyak dua kali dibandingkan jika tidak patuh meminum obat.

ABSTRACT
Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD is a behavioral disorder that is treatable with a high prevalence number and could be a burden until adulthood. Adherence to ADHD therapy is considerably low and become a burden as ADHD patients with poor compliance could have an impaired clinical outcome. There has been no research about association between ADHD treatment adherence and clinical outcome of ADHD. This research implies to give knowledge about the association between ADHD treatment adherence and the clinical improvement. The method used is cross sectional method by using medical records of ADHD patients who have done the control within the range of January 1st, 2014 December 31st, 2016, with 59 medical records obtained. The adherence of ADHD medication in RSUPN Cipto Mangunkusumo is 27,1 n 59 . There is an association between ADHD treatment adherence and ADHD improvement with P value 0,04, odds ratio 3,71, and prevalence ratio 1,84. Within this research, it is observed that patient rsquo s behavior to prioritize other diseases, presence of comorbidities, patient rsquo s social issues, and methylphenidate rsquo s effectiveness are the factors to affect treatment adherence. In conclusion, medication adherence increases ADHD symptoms improvement in 4 6 weeks two times than those without treatment adherence.Keywords ADHD, treatment adherence"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1983
616 PRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Djuanda Sanusi
"Pada saat ini pasar te!ah terbuka bagi semua pelaku bisnis. Baik pelaku bisnis yang menggunakan bidang bisnis pengolahan limbah sebagai tambahan bidang usaha rnaupun yang memang sebagai bisnis utama. Karena itu, persaingan akan semakin sengit dan harga menjadi faktor penentu dalam menjual jasa ini.
PT. XYZ, adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah industri, yaitu pengolahan limbah baik cair mapun padat (kecuali bahan radjoaktif) yang memiliki fasilitas yang paling lengkap di Indonesia. Tetapi karena adanya perusahaan-perusahaan produsen semen dan penyedia alat pengolahan limbah cair yang mulai bergerak masuk ke dalam pasar, maka PT XYZ harus memangkas harga agar dapat bersaing pada segmen market tertentu. Oleh karena itu, PT XYZ perlu melakukan peningkatan sistem informasi harga pokoknya agar dapat bersaing.
Saat ini kita mengetahui Time-Driven Activity-Based Costing System adalah metode yang diyakini mampu melakukan perhitungan biaya yang lebih akurat dan mampu memberikan informasi biaya yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan Convensional A Activity-Based Costing System dan tradisional accounting system. Dengan penerapan Time-Driven ABC System, dapat membantu operasional perusahaan dalam menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan oleh manajemen. Misalkan dalam menentukan harga jual, memberikan masukan kepada perusahaan mengenai tingkat keuntungan yang didapat dari pelanggan (customer profitability), tingkat penggunaan kapasitas produksi, dan lain sebagainya."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T 27048
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asrori
"ABSTRAK
Masalah pengembangan suatu daerah sebetulnya merupakan suatu masalah yang tidak bisa dipisahkan dengan Masalah Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Banyak para ahli yang memperdebatkan teori-teori atau pendekatan-pendekatan yang lebih cocok untuk mengembangkan suatu daerah, tetapi nampaknya perdebatan tersebut masih akan berlangsung terus, karena diantara mereka memang sulit untuk menemukan suatu teori atau suatu pendekatan yang manjur yang bisa digunakan di setiap daerah yang mempunyai potensi yang sangat heterogen. Walaupun demikian, diantara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ahli, diantara mereka sebetulnya mempunyai konsensus bahwa pembangunan daerah haruslah merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dirasakan di Indonesia, karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh penjuru tanah air.
Di dalam Trilogi Pembangunan juga disebutkan bahwa unsur atau logi pertama dari Trilogi Pembangunan ialah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh tanah air. Untuk mewujudkan adanya pemerataan pembangunan di seluruh tanah air, maka Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mencantumkan perlunya pembangunan daerah berdampingan dengan pembangunan sektoral, dalam suatu kerangka pembangunan nasional, sesuai dengan konsep wawasan nusantara.
Karena Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari berbagai daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang masing-masing berbeda. Maka hal ini menuntut penanganan yang berbeda pula bagi masing-masing daerah.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dinyatakan oleh Benyamin Fisher, dengan mana ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah mencapai suatu tahap pembangunan nasional yang menuntut dipentingkannya kebijaksanaan pembangunan daerah atau regional.
Di dalam Repelita IV, kebijaksanaan pembangunan daerah antara lain akan diarahkan pada keserasian antara pembangunan regional dengan pembangunan sektoral serta peningkatan pendapatan daerah.
Untuk mencapai keserasian antara pembangunan sektoral dengan pembangunan regional, diperlukan adanya perencanaan regional di daerah tersebut. Perencanaan regional juga menjadi penting karena dalam proses pembangunan daerah, biasanya daerah tersebut dihadapkan dengan masalah keterbatasan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk pembangunan, tetapi di lain pihak daerah tersebut harus mampu menghasilkan suatu output yang maksimal, sehingga untuk mencapai semuanya ini diperlukan adanya suatu perencanaan regional.
Selain diperlukan adanya perencanaan regional yang tepat, daerah dalam membangun atau mengembangkan dirinya juga memerlukan adanya sumber dana dari daerah tersebut dalam jumlah yang mencukupi, sehingga kombinasi dari perencanaan regional dan peningkatan keuangan daerah akan merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk mengembangkan suatu daerah.
"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>