Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161477 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bestari Diniarti
"Masalah yang diteliti di dalam tesis ini adalah suatu dilema yang harus dihadapi oleh corporate whistle-blowers di Enron dan WorldCom ketika mereka memutuskan untuk melawan sistem (akuntansi) yang korup di dalam organisasinya.
Dilemanya adalah di satu sisi mereka memiliki komitmen terhadap organisasinya, sementara di sisi lain mereka juga memiliki tanggungjawab sebagai anggota masyarakat, sehingga tindakan mereka pun menimbulkan pro dan kontra. Organisasi memandang mereka sebagai pengkhianat karena telah melanggar komitmen yang telah disepakati dengan organisasinya, tapi masyarakat luas justru menganggap mereka sebagai pahlawan. Tesis ini ingin memperlihatkan bahwa fenomena Whisrleblowing ini dapat terjadi karena nilai-nilai budaya, hukum dan agama yang dimiliki oleh masyarakat Amerika, Kasus yang diambil sebagai model di dalam analisis ini adalah kasus skandal korupsi di Enron dan WorldCom.
Tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode kajian kepustakaan yang menggunakan teknik deskriptif interpretatif. Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep individualisine, konsep benar-salah, konsep profesionalisme, konsep civic duty, konsep agama dan konsep kapitalisme.
Hasil penelitian dari tesis ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya, hukum dan agama yang dimiliki oleh bangsa Amerika dan komitmen mereka terhadap hukum dan kemandirian hukum memungkinkan seseorang yang memiliki informasi tentang terjadinya penyimpangan untuk mengungkapkannya, karena yakin bahwa ia akan mendapat perlindungan keamanan dan mengetahui bahwa tindakannya kelak akan memberikan dampak positif yang lebih luas daripada negatifnya.

Whistleblowing in Enron and Worldcom Scandals: A Conflict Between Individual versus SystemThe dilemma faced by the corporate whistle-blowers when fighting the system in the body of the organization becomes the objective of this thesis. On one side those Whisrleblowing in Enron and Worldcom Scandals: A Conflict Between Individual versus System are committed to their organization, while on the other side they have responsibilities as citizens, therefore, every step they take arises pros and cons, The organization considers them as `traitors' due to the violation of agreement with the organization, while the society thinks that they are 'the hero'. This thesis indicates that Whisrleblowing in Enron and Worldcom Scandals: A Conflict Between Individual versus System -phenomenon happened as the reflection of the cultural dimension in the society. As 'role-mode' analyzed in this thesis is the corruption scandal in Enron and WorldCom.
Qualitative approach is used for this thesis by using literally research method with descriptive-interpretative technique. The concepts are individualism, right-wrong, professionalism, civic duty, religion and whistleblowing, while the theory is considered from the changing of cultural values.
The result of this research shows that individual tendency to whistleblow could be influenced by the cultural dimensions of individualism (the expectation that the individual will look out for him/herself only) and power distance (the degree to which employees feel comfortable approaching or contradicting supervisors).cultural values, religion of the Americans and their commitments to the law and to the independence of law will probably encourage anybody who has information on tile violation to give away the secret, because they know that they would get protection and is convinced that what they do will give more positive effects rather than the negative ones.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamoto, Benny Jozua
"Tesis ini adalah tentang Kejahatan Perbankan dalam Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang terjadi antara tahun 1997 sebelum krisis sampai dengan pertengahan tahun 1998. Yang menjadi fokus adalah penyimpangan ketentuan perbankan dalam bentuk kolusi dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat pengawas dan pemeriksa bank dari Bank Indonesia dengan pejabat bank yang diperiksa, termasuk didalamnya pihak terafiliasi bank tersebut. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kwalitatif dengan tehnik pengumpulan data secara wawancara dengan pedoman, penelitian dokumen, dan kajian dokumen. Wawancara dilakukan untuk dapat menjelaskan latar belakang, hubungan satu dokumen dengan yang lainnya, dalam rangka merekonstruksi suatu peristiwa dengan benar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem pengawasan Bank Indonesia periode 1994-1997 menggunakan sistem Dedicated Team yang menggabungkan pengawasan (off site supervision) dengan pemeriksaan (on site supervision). Penggabungan kedua fungsi itu telah menimbulkan moral hazard bagi pihak pengawas dan pemeriksa bank dengan pemilik atau pengelola bank yang diperiksa. Dedicated Team memiliki kewenangan yang sangat besar tetapi tidak diikuti dengan pengawasan yang memadai, hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan (abuse of power). Dedicated Team juga telah menciptakan hubungan pengawas dan pemeriksa bank dengan pihak bank yang diperiksa menjadi hubungan personal yang akrab dan baik, sehingga sistem pengawasan tidak berfungsi sesuai ketentuan, karena peran pemeriksa telah berubah menjadi konsultan. Hubungan personal yang akrab telah menciptakan hubungan saling percaya secara personal yang lebih dominan dibanding hubungan saling percaya dalam sistem yang impersonal. Kepercayaan secara personal itu lebih mudah dimanipulasi dan diselewengkan, karena tidak ada mekanisme kontrol yang secara obyektif menjadi rambu-rambu yang membatasi batas-batas kebolehan manipulatif para pihak. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kolusi antara pengawas dan pemeriksa bank dengan pihak bank yang diperiksa.
Disamping faktor penyebab kolusi diatas, adanya intervensi kekuasaan (Presiden) juga dominan menjadi penyebab terjadinya kolusi dan korupsi. Kedudukan Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota kabinet dan anggota Dewan Moneter, yang membuat kedudukannya tidak independen, dapat dengan mudah diintervensi oleh Presiden untuk kepentingan keluarga dan kroninya(abuse of economic power and abuse of political power).
Pejabat Bank Indonesia juga memanfaatkan intervensi kekuasaan tersebut (Reference Power) untuk menarik keuntungan pribadi dengan cara memberi fasilitas dan kemudahan; tidak menindak, membiarkan terjadinya pelanggaran, membantu merekayasa laporan agar tidak ditindak sesuai ketentuan perbankan; pihak bank yang diperiksa memberikan imbalan kepada pengawas dan pemeriksa BI secara berjenjang dalam berbagai bentuk untuk kepentingan pribadi pejabat BI.
Implikasi dari tesis inl adalah perlunya dibentuk organ pengawas bank yang betul-betul independen dan dipisahkan antara fungsi pengawasan dan fungsi pemeriksaan, dan perlu peningkatan peran satuan-satuan kerja agar lebih profesional, adanya check and balance serta kepatuhan pada Kode Etik Profesi. Selanjutnya, bagi pihak yang melakukan intervensi sehingga terjadi penyimpangan ketentuan perbankan, maka pihak tersebut dapat dimasukkan dalam kategori pihak terafiliasi, yang dapat di proses menurut hukum. Apabila pihak tersebut tidak termasuk dalam kategori pihak terafiliasi, maka Bank Indonesia dapat menetapkannya dengan cara memperluas penafsiran pasal 1 huruf 15. f Undang-Undang Perbankan.
Tesis ini juga dapat dimanfaatkan oleh penyidik kasus perbankan, khususnya yang menyangkut KLBI dan BLBI yang terjadi pada periode diterapkannya sistem pengawasan Dedicated Team, sehingga mempermudah untuk menetukan arah penyidikan dalam menjerat pelakunya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Jackson
"Latar belakang diadakannya penelitian ini adalah dikarenakan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan atau anggaran negara di Unit Pelaksana Teknis (UPT) "X" pada Departemen "Y" terdapat penyimpangan berdasarkan audit atau pemeriksaan dari tim Ispektorat Jenderal (Irjen) yang menemukan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pengelola keuangan dalam jabatannya, sehingga negara dirugikan. Terjadinya penyimpangan tersebut merupakan suatu siklus yang sering terjadi dengan penyalahgunaan jabatan.
Metodologi Penelitian dalam penulisan ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini mengingat obyek yang diteliti telah terdapat informasi mengenai suatu penyimpangan dalam pengelolaan keuangan atau anggaran negara berdasarkan dokumen dash pemeriksaan Ispektorat Jenderal (Irjen) sebagai data sekunder.
Mengacu kepada dimensi teori Differential Association oleh Edwin H.Sutherland dan Donall R.Cressey dan adanya batasan-batasan terhadap suatu penyimpangan yang dikemukakan oleh Dentler dan Kai T.Erickson, bahwa praktek penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara di UPT "X" pada Departemen "Y" dikategorikan sebagai White Collar Crime dalam bentuk Occupational Crime hal ini sesuai dengan proposisi yang dikemukakah oleh Gilbert Geis.
Dalatn hal penyimpangan yang terjadi di UPT "X" pada Departemen "Y" pada awal Tahun 2004 sampai dengan Juni 2005 penggunaan anggaran keuangan negara terjadi penyimpangap untuk alokasi biaya operasional, pengadaan alat tulis kantor, biaya pemeliharaan gedung dan kendaraan dinas telah terbukti adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan atau anggaran negara. Untuk mencegah agar praktik penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dapat dikurangi atau bahkan dihindari pemerintah perlu membuat suatu kebijakan seperti menempatkan seorang pengelola keuangan dalam posisi bendahara yaitu dari luar Instansi atau departemen terkait serta memberikan sanksi hukum yang tegas setiap terjadinya praktik penyimpangan dalam pengelolaan keuangan atau anggaran negara.

The background behind this research performance is due to in implementation of the state's financial or budgetary management at the "X" Technical Executing Unit of the "Y" Department was found a deviation in according to audit conducted by General Inspectorate team where it found some deviations committed by financial manager in their occupational position, therefore state suffers loss. Those deviational occurrence are oftenty repeated cycles with occupational abuse.
The research methodology used in this thesis writing is a descriptive method by qualitative approach. It is in considering that studied object had contained information about deviations in state's financial and budgetary management based on documents from the General Inspectorate's audit findings as secondary data.
In referring to Edwin H. Sutherland and Donall R. Cressey's Differential Associaiton theoritical dimension and limitation on deviation described by Dentler and Kai T. Erickson that, a deviation practice in financial management by state at the "X" Technical Executing Unit of the "Y" Department is categorized as White Collar Crime in form of the Occupational Crime, and it is accorded with proposition proposed by Gilbert Geiss.
In case of occurred deviation at the "X" Technical Executing Unit of the "Y" Department in early 2004 to June 2005, there were deviation in state budgetary utilization for operating expenses, stationary supplies procurement, building and automobile maintenance expenses has been proved to show deviation in state's financial and budgetary management. In attempt to prevent misuse in financial management by state, the government must regulate a policy, such as to assign a financial manager in treasury position from outsiders or related department and gives a assertive legal sanctions for every deviational practice occurrence in state's financial or budgetary management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfanisa
"Korporasi tidak dikenal sebagai subyek hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Korporasi diakui sebagai subyek hukum pidana melalui undang-undang di luar KUHP, termasuk Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkembangan ilmu hukum pidana pun semakin maju dengan kemunculan doktrin-doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi. Namun dalam praktik, putusan pengadilan yang menjadikan korporasi sebagai subyek hukum dalam tindak pidana korupsi masih minim dan berbeda-beda penerapan hukumnya. Untuk pertama kalinya, pada tahun 2010 PT. Giri Jaladhi Wana korporasi yang dituntut sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Kemudian diikuti oleh kasus tindak pidana korupsi dengan Terdakwa direktur utama PT. Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan yang sebenarnya lebih mengarah kepada tindak pidana korporasi. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah ada kesulitan dalam meminta pertanggungjawaban pidana korporasi. Bagaimana pelaksanaan pertanggungjawaban pidana korporasi dan apa saja kesulitan dalam pelaksanaannya akan dibahas pada skripsi ini.

Corporation is not known as a subject of criminal law in Indonesia Criminal Code. Corporation is recognized as a subject of criminal law in the acts outside of Indonesia Criminal Law, such as Law No. 31 Year 1999 on Eradication of Corruption (as amended by Law No. 20 Year 2001). The development of criminal law become more advanced with existence of corporate criminal liability doctrines. On the other side, in practice there is lack of jurisprudence that corporation become a subject of criminal law. For the first time, in 2010 Giri Jaladhi Wana Ltd was charged as perpetrator of corruption. This followed by corruption case where the director of Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, as a defendant although this case leads to corporate criminal offence. The question arises whether there are difficulties to implement corporate criminal liability in corruption. How the implementation of corporate criminal liability and the difficulties to implement it will be discussed in this thesis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Wijayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dari kasus korupsi yang terjadi pada infrastruktur jalan terhadap kualitas infrastruktur jalan serta pengaruhnya terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia. Dengan menggunakan data riil kasus korupsi infrastruktur jalan yang telah inkrah di pengadilan dan model estimasi panel data fixed-effect dengan standard error yang di-cluster berdasarkan wilayah pulau di Indonesia, menunjukkan bahwa adanya korelasi negatif yang signifikan antara kasus korupsi infrastruktur jalan dengan kualitas infrastruktur jalan. Penelitian ini juga menemukan adanya korelasi positif yang signifikan antara kasus korupsi infrastruktur jalan dengan ketimpangan pendapatan yang dimoderasi dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak kasus korupsi yang terjadi di suatu wilayah, akan semakin menurunkan kualitas infrastruktur jalan dan meningkatkan ketimpangan pendapatan yang diukur melalui indeks gini (gini ratio).

This study investigates the relationship between the corruption cases in road infrastructure and the quality of road infrastructure and its effect on income inequality in Indonesia. Using actual data on cases of road infrastructure corruption that have been in court and a fixed-effect data panel estimation model with standard errors clustered by island regions in Indonesia, it shows a significant negative correlation between road infrastructure corruption cases and road infrastructure quality. This study also found a significant positive correlation between cases of road infrastructure corruption and income inequality moderated by economic growth. The finding indicates that the more corruption cases occur in an area, the lower the quality of road infrastructure and the increasing income inequality as measured by the Gini index (gini ratio)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The pattern of corruption eradication effort in procurement of goods and services has a spesific characteristic and differs from other general patterns of corruption eradication various aspects of law in procurement of goods and services are dominated by elements regarding administrative law and civil law. Therefore, pattern of its
violations also exists in those two areas of laws. Hence, the eradication strategy shall prioritize the enforcement of administrative law which has main function to provide a
sustainable controlling element as preventive factor without neglecting the repressive action. The repressive action is manifested through punishment as an ultimatum remedium if toward corruption in the procurement of goods and services. "
[Departemen Kriminologi. FISIP UI, Universitas Indonesia], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Utami
"Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap proyek-proyek bidang kimpraswil tahun anggaran 1996/1997 sampai dengan tahun anggaran 2002 yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Kimpraswil maupun oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). LHP terdiri dari 10 buah temuan yang dalam analisa ini disebut variabel, terdiri dari 2 buah variabel teknis dan 8 buah variabel administratif. Dari dua buah variabel teknis, mengandung nilai rupiah yang merupakan indikasi kebocoran negara, yaitu kebocoran yang merugikan negara dan kewajiban penyetoran kepada negara. Kedua variabel ini, penulis nyatakan sebagai variabel dependent atau variabel tidak bebas.
Metode yang digunakan dalam analisa kali ini adalah analisa korelasi dan analisa regresi terhadap variabel dependent (y) dan variabel independent (x).
Hasil analisa yang diperoieh dengan menggunakan software TSP, dapat disimpulkan bahwa:
1. Korelasi atau keeratan hubungan antara yl (besarnya kebocoran yang merugikan negara) dan x1 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara) adalah 0.67; korelasi antara yl (besarnya kebocoran yang merugikan negara) dan x12 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara maupun kewajiban penyetoran kepada negara) sebesar 0.60; korelasi antara y12 (besarnya keborosan yang merugikan negara dan besarnya kewajiban penyetoran kepada negara) dan x1 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara) yaitu 0.66; dan korelasi antara y12 (besarnya keborosan yang merugikan negara dan besarnya kewajiban penyetoran kepada negara) dan x12 (banyaknya temuan keborosan yang merugikan negara dan banyaknya temuan kewajiban penyetoran kepada negara) adalah 0.60. Korelasikorelasi ini menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara kedua variabel cukup erat.
2. Fungsi regresi yang dapat tercermin dari analisa adalah bahwa Y1 (besarnya kebocoran yang merugikan negara) merupakan fungsi dari X1 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara) atau x12 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara maupun banyaknya temuan kewajiban penyetoran kepada negara). Dengan model yang diperoleh adalah:
Model 1. yl = -288.13 + 226.80 x1
Model 2. yl = -467.97 + 187.80 x12
3. Fungsi regresi Y12 (besarnya keborosan yang merugikan negara dan besarnya kewajiban penyetoran kepada negara) merupakan fungsi dari X1 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara) ataupun X12 (banyaknya temuan kebocoran yang merugikan negara maupun banyaknya temuan kewajiban penyetoran kepada negara), dengan model sebagai berikut:
Model 3. y12 = -259.55 + 233.35 x1
Model 4. y12 = -457.07 + 196.73 x12
4. Kebocoran yang merugikan negara (y1) terbesar dipegang oleh bidang jalan dan jembatan kecuali pada tahun 2000 oleh bidang perumahan permukiman dan tahun 2001 oleh bidang sumberdaya air. Namun bila dilihat persentasenya terhadap total anggaran yang tersedia, tiga tahun pertama disandang oleh bidang jalan dan jembatan, tahun keempat dipegang oleh bidang permukiman, tetapi pada tahun kelima disandang oleh bidang penunjang yang diselenggarakan oleh Setjen, Itjen, dan Badan di lingkungan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
5. Kewajiban penyetoran kepada negara (y2) terbesar disandang oleh bidang jalan dan jembatan kecuali tahun 1999/2000 dipegang oleh bidang sumberdaya air. Sedangkan secara persentase terhadap total anggaran yang tersedia, tiga tahun pertama dipegang oleh bidang jalan dan jembatan yang diikuti oleh bidang permukiman pada tahun berikutnya, dan pada tahun kelima oleh bidang sumberdaya air."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aan Dwi Nurcahyo
"Perkara korupsi yang ditemukan di tingkat pemerintah daerah di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Mayoritas korupsi di daerah dilakukan terhadap dana APBD, yang mana sumber penerimaan APBD yang paling utama berasal dari transfer pemerintah pusat. Berdasarkan karakteristik penggunaannya, dana transfer dapat diklasifikasikan menjadi Dana Transfer Umum (DTU, yang terdiri dari DAU & DBH) dan Dana Transfer Khusus (DTK, yang terdiri dari DAK Fisik dan non Fisik). Ditinjau dari teori Fraud Triangle, semakin besar transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah akan meningkatkan kesempatan terjadinya korupsi di daerah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh DTU dan DTK terhadap probabilitas terjadinya tingkat korupsi di daerah. Metode yang digunakan adalah regresi Zero-Inflated Poisson (ZIP). Dengan sampel 519 Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia yang diteliti pada periode 2010-2019, DTU ditemukan memiliki hubungan positif terhadap tingkat korupsi di daerah. Keleluasaan dalam mengelola anggaran DTU menjadi penyebab yang memicu peningkatan korupsi di daerah sehingga dapat disalahgunakan oknum birokrat di daerah untuk memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan DTK menunjukkan hubungan negatif dengan tingkat korupsi di daerah. Pemda tidak memiliki keleluasaan untuk menggunakan anggaran DTK untuk program lain, selain itu pengawasan dalam realisasi program DTK juga relatif lebih ketat.

The cases of corruption found at the local government level in Indonesia show an increasing trend. The majority of corruption in the regions is carried out on APBD funds, which the main source of APBD revenue comes from the central government transfers. Based on the characteristics of their use, transfer funds can be classified into General Transfer Funds or known as Dana Transfer Umum (DTU), consists of Dana Alokasi Umum (DAU) & Dana Bagi Hasil (DBH)) and Special Transfer Funds or known as Dana Transfer Khusus (DTK), consists of Dana Alokasi Khusus (DAK) Physical and Non-Physical. Been reviewed by the Fraud Triangle theory, the greater transfer from the central government to the regions, will increase the opportunities of corruption to occur in the regions. This study was conducted to see the influence of DTU and DTK on the probability of the occurrence of corruption in the regions. The method used was Zero-Inflated Poisson (ZIP) regression. By using sample data of 519 districts and cities in Indonesia from 2010-2019, DTU was found to have a positive relationship to the level of corruption in the regions. The discretion in managing the DTU budget is the cause that triggering an increase in corruption in the regions so that it can be misused by bureaucrats in the regions for personal gain. Meanwhile, DTK shows a negative relationship with the level of corruption in the regions. Local governments do not have the discretion to use the DTK budget for other programs, in addition to that, supervision in the realization of the DTK program is also relatively tighter."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharayma Aminah Anasya
"Angka deforestasi yang tinggi, terutama di Riau, Sumatera menjadi latar belakang karya akhir ini. Industri bubur kertas dan kertas serta korupsi merupakan salah satu penyebab deforestasi yang saling berhubungan terutama di Riau. Aktivitas korporasi X di konsesi-konsesinya ini masih dipertanyakan legalitasnya akibat perizinan IUPHHK-HTI yang di dapat dari bupati yang terlibat kasus korupsi pada tahun 2001-2007. Selain itu, penebangan hutan alam dan lahan gambut merusak lingkungan, ekosistem hutan dan menyebabkan konflik sosial yang terjadi di Pulau Padang. Dengan berbagai masalah yang ada, korporasi X tetap melakukan penebangan hutan di Riau. Karya akhir ini akan berusaha menganalisis permasalahan tersebut menggunakan corporate crime dan perspektif green criminology untuk menjelaskan bahwa korupsi dan corporate crime menyebabkan deforestasi berkepanjangan di Riau.

The high rate of deforestation, especially in Riau, Sumatra, is the background of this paper. The pulp and paper industry and corruption are among the interconnected causes of deforestation, especially in Riau. The legality of X's corporate activities in its concessions is still questionable due to the IUPHHK-HTI permit obtained from Bupati who was involved in a corruption case in 2001-2007. In addition, the logging of natural forests and peatlands destroys the environment, forest ecosystems and causes social conflicts that occur on Padang Island. With the various problems that exist, X corporation continues to cut forests in Riau. This paper will attempt to analyze these problems using corporate crime and a green criminology perspective to explain that corruption and corporate crime cause prolonged deforestation in Riau."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>