Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98646 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yasrizal
"Dalam masa millenium tiga ini dengan intensitas perubahan tinggi dan ketidakpastian lingkungan, maka organisasi yang dapat bertahan adalah organisasi yang adaptif terhadap perubahan dan mempunyai kemampuan melakukan manajamen perubahan.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah manajemen perubahan menurut pegawai pada Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam. Untuk menganalisis penelitian ini penulis menggunakan kerangka Seven' S Mc Kinsey yakni, strategi, struktur, sistem, gaya kepemimpinan, sumber daya manusia, keahlian dan nilai kebersamaan.
Dalam mengumpulkan data, penulis menyebarkan kuesioner kepada 74 orang responden / seluruh pegawai Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam, melakukan wawancara dengan Sekda dan Asisten Sekda serta beberapa orang Kabag, pegawai dan melakukan observasi. Analisis data bersifat kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa:
1. Menurut pegawai bahwa Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam mempunyai strategi dalam melaksanakan tugas dan dewasa ini Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam melaksanakan manajemen perubahan dan mereka merasakan pentingnya perubahan strategi itu, karena sosialisasi yang baik sehingga mereka menerima dan memahami perubahan strategi tersebut.
2. Menurut pegawai pada Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam telah terjadi perubahan sistem, dimana dulunya masih banyak bersifat manual sekarang telah beralih ke komputerisasi sampai ke tingkat Nagari / Desa, telah tersedianya perangkat sistem informasi manajemen dengan operatornya, koordinasi dengan Dinas, Badan, Kantor dan lainnya berjalan lancar, hubungan sesama karyawan harmonis. Pegawai memahami dan mendukung perubahan sistem tersebut.
3. Menurut pegawai terjadi perubahan struktur organisasi Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam sesuai dengan PP No 84 Tahun 2000, perubahan itu sering disosialisasikan, terdapatnya Juklak dan Juknis, pembagian tugas, fungsi dan tanggungjawab yang lebih terarah.
4. Menurut pegawai terdapat perubahan gaya kepemimpinan pada Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam. Hubungan mereka harmonis dengan atasan, atasan sering memberikan motivasi, pujian / penghargaan bagi yang berprestasi, begitupun teguran / sanksi yang agak tegas bagi yang melakukan kesalahan dan mereka agak dilibatkan dalam perumusan kebijakan organisasi.
5. Menurut pegawai terdapat perubahan dalam sumber daya manusia pada Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam, dimana terdapatnya proses perekrutan pegawai sesuai dengan kebutuhan, penempatan yang mengarah pada pendidikan dan keahliannya, pengembangan SDM sesuai kebutuhan dan banyaknya terbuka kesempatan untuk meningkatkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Ini didukung minat pegawai yang tinggi untuk melanjutkan pendidikannya.
6. Menurut pegawai terdapat perubahan keahlian para pegawai Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam dewasa, ini dapat dilihat perencanaan diktat yang agak memadai, yang berdampak meningkatkan kemampuan, keterampilan pegawai.
7. Menurut pegawai terdapat perubahan nilai kebersamaan pada Sekretariat Pemerintah Kabupaten Agam dewasa ini. Mereka mengetahui visi, misi dan budaya organisasi, mereka dapat memahami, menerima, merasa banaga dan patuh terhadap visi, misi dan budaya organisasi Sekretariat Pemerintah, Kabupaten Agam."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T10399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah
"Penelitian ini mencoba memusatkan kajian kepada kemampuan Manajemen Diklat Departemen Tenaga Kerja, dengan menganalisis sejumlah faktor yang diduga sangat dominan mempengaruhinya, yaitu kemampuan penyelenggara, widyaiswara, peserta, perencanaan kebutuhan diktat, kurikulum, sarana dan parasana, serta danalpembiayaan diklat.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi, menganalisis sejumlah data, informasi, dan fakta dengan peneliti sebagai Human Instrument. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Manajemen Diktat pada Pusdiklat Depnaker ternyata belum menunjukan keberhasilan baik dari segi efektivitas maupun dari segi efisiensi penyelenggaraan Diklat. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor utama yang mempengaruhinya yaitu; lemahnya kemampuan profesional penyelenggara, widyaiswara, kondisi awal peserta, lemahnya proses seleksi, kurang jelasnya penjabaran identifikasi training needs dalam kurikulum, pengelolaan sarana dan prasarana serta kurang optimalnya dana yang dikelola.
Dari kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka ada beberapa rekomendasi penting yang dapat disampaikan sebagai berikut :
Pertama: Perlu dilakukannya reorientasi terhadap program Pusdiklat yang menitikberatkan kepada kemampuan sumber daya manusia Depnaker yang lebih profesional, perlu kerjasama dengan pihak swasta atau instansi lain dalam menganalisis kinerja lulusan yang ada saat ini.
Kedua: Perlu peningkatan kemampuan Manajemen Diklat, terutama dalam rangka persiapan pelaksanaan Undang-Undang No, 22 Tahun 1999.
Ketiga: Dipihak peserta perlu dilakukan semacam tes masuk dalam proses penentuan peserta sehingga proses tersebut berjalan transparan dan obyektif.
Keempat: Perlu dikembangkan program diklat bagi peserta dengan biaya sendiri sesuai dengan Kepress No.38/1991, dan perlu dikembangkan sistem informasi manajemen SDM dilingkungan Depnaker dalam rangka perencanaan karir pegawai Depnaker dimasa yang akan datang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tunas Dwidharto
"Wawasan Nusantara pada awalnya merupakan konsep hukum laut tentang wilayah perairan negara Republik Indonesia yang pada intinya menetapkan keutuhan wilayah territorial sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pulau-pulau dan perairan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perkembangan politik ketatanegaraan konsep Wawasan Nusantara berkembang secara luas sebagai nilai doktrin dan dijadikan Wawasan Nasional sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenal diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam berbagai aspek penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna memenuhi kesejahteraan dan keamanannya.
Secara Yuridis dan Ketatanegaraan Wawasan Nusantara telah ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1973 dan berlanjut pada GBHN 1998, ditegaskan bahwa Wawasan Nusantara sebagai wawasan dalam pencapaian, tujuan pembangunan nasional mencakup : perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan ekonomi dan satu kesatuan pertahanan keamanan.
Oleh karena itu, Wawasan Nusantara perlu diimplementasi dalam sistem pemerintahan dengan memperhatikan aspirasi dan perkembangan politik, paradigma desentralisasi, demokratisasi serta keadilan sosial yang menjadi tuntutan rakyat diberbagai bidang kehidupan, termasuk dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang desentralisasi dengan otonomi yang luas dan nyata kepada daerah.
Selama kurun waktu diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah pelaksanaan Otonomi Daerah tidak berjalan seperti yang diharapkan di daerah dan lebih bersifat sentralistik daripada desentralisasi, serta membatasi demokratisasi di daerah karena kuatnya pengaruh (dominasi) pusat terhadap daerah sehingga menimbulkan ketergantungan daerah terhadap pusat dan terjadi hubungan pemerintah yang tidak kondusif terutama dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah secara proporsional dan adil.
Untuk mendorong daerah lebih mampu dan mandiri sebenarnya telah diambil kebijakan dengan penetapan model percontohan otonomi daerah yang semula diharapkan mempunyai "Spin of Effects" yang dapat dikembangkan keberhasilannya sesuai dengan kondisi dan karakteristik alamiah dan sosial daerah. Namun kebijakan pemerintah ini tidak berjalan dengan baik karena tidak didukung "Political Will" dan komitmen yang kuat dan Pemerintah Pusat.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi arus balik pemerintahan sesuai era desentralisasi, maka Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kota I Kabupaten harus melakukan Reformasi dibidang kelembagaan dengan melakukan Restrukturisasi, Reorganisasi dan Refungsionalisasi Pemerintahan Daerah.
Dalam penelitian ini akan diteliti persoalan implementasi Wawasan Nusantara dalam pelaksanaan otonomi derah terutama mengenai pembangunan lembaga pemerintah daerah Kabupaten Banyumas pada waktu berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hubungan pusat dan daerah serta penerapan Wawasan Nusantara dalam pembangunan lembaga di era Reformasi dengan pendekatan yang komprehensip atau pendekatan Ketahanan Nasional (Asta Gatra) dengan mengkaji aspek-aspek alamiah dan sosial serta lingkungan Strategi yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah.
Metode penelitian dalam penulisan tesis ini adalah metode kualitatif dengan melakukan wawancara dengan pejabat ditingkat pusat, provinsi dan Kabupaten Banyumas yang sangat berkompeten dengan pengambilan kebijakan dalam pembangunan lembaga, pengamatan di lapangan (observasi) dengan didukung Study Kepustakaan dan peraturan perundangan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa meskipun Wawasan Nusantara telah dijadikan Wawasan Nasional sebagai Wawasan dalam pencapaian tujuan pembangunan sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan belum sepenuhnya diimplementasikan dalam kebijakan pemerintahan daerah terutama dalam pembangunan lembaga yang harus memberikan peluang, dorongan, kreativitas dan partisipasi masyarakat di Kabupaten, meskipun secara Implicit penerapan Wawasan Nusantara telah sebagian dilaksanakan dengan mengedepankan wacana kesatuan dan persatuan dalam pengambilan keputusan atau penerapan kebijakan pemerintah.
Dengan analisis atau pendekatan aspek alamiah (Tri Gatra) dan aspek sosial (Panca Gatra) memperlihatkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah pada Kabupaten sangat strategic dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju penguatan kondisi Kabupaten Banyumas.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten merupakan Reformasi dan pemberdayaan kelembagaan (organisasi) pemerintah daerah sebagai alat dan wadah untuk menggerakkan pemerintahan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan demokratisasi dan keadilan sesuai aspirasi masyarakat daerah. Dilain pihak dengan pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan nyata dengan pemberian kewenanganlurusan kepada Kabupaten Banyumas membawa implikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggungjawab, pembiayaan (anggaran) dalam rangka pemberian pelayanan dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin besar.
Selanjutnya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten diperiukan persamaan persepsi dari aparatur pemerintah pusat dan daerah dengan dilandasi komitmen dan kemauan politik yang kuat (Political Will) sekaligus, mengantisipasi dan merespon tuntutan dan dinamika pembangunan dan aspirasi rakyat yang terus berkembang.
Wawasan nusantara sebagai dokrin, nilai dan pedoman dalam implementasi sistem pemerintahan dan otonomi daerah sebagai sub sistemnya hendaknya selalu diaktualisasikan sesuai dengan dinamika dan peradigma dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan karakteristik bangsa Indonesia yang bersifat majemuk dengan mengakui Kebhineka Tunggal Ikaan bangsa Indonesia tidak bersifat seragam (Uniform) tetapi mengedepankan kesatuan (unity), untuk mencapai tujuan kesejallteraan dan keamanan yang pada gilirannya memperkuat ketahanan daerah, regional dan nasional dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyah
"Makalah ini mengelaborasi aktivitas knowledge management pada perpustakaan Badan Litbang dan Diklat (Balitbangdiklat) Kementrian Agama. Sebagai lembaga riset, Balitbangdiklat menghasilkan banyak kajian dan penelitian yang menjadi pengetahuan berharga bagi masyarakat luas. Aset pengetahuan yang dimiliki lembaga riset ini bermula dari pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki individu peneliti yang menghasilkan karya atau hasil penelitian bagi institusinya yang kemudian dikelola oleh institusinya. Pengelolaan pengetahuan tersebut melalui infrastruktur yang dibangun mulai dari proses, organisasi, sistem, dan metode yang digunakan. Praktek knowlege management pada perpustakaan Balitbangdiklat meliputi kegiatan menciptakan pengetahuan baru, mengumpulkan dan mengolah pengetahuan baru, melakukan pendokumentasisn dan pemeliharaan pengetahuan, serta menyebarkan dan berbagi pengetahuan secara menyeluruh di perpustakaan. Aktivitas yang dilakukan untuk menyebarkan dan berbagi pengetahuan adalah dengan melakukan tatap muka, diskusi, dan dialog terbuka, baik secara langsung maupun dengan memanfaatkan teknologi informasi. Akhirnya, pengetahuan yang implisit atau tacit dan telah dipublikasikan mampu dicapture oleh perpustakaan Balitbangdiklat guna kepentingan bersama."
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2015
020 VISI 17:3 (2015) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soenandar S. Soeparno
"Sebagai akibat Krisis Moneter yang terjadi dibeberapa negara tetangga telah mengakibatkan terjadinya Krisis Ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan serta telah berlangsung lebih dari dua tahun. Dampak krisis ekonomi telah mengakibatkan terjadinya kebangkrutan pada sejumlah perusahaan di Indonesia.
Pada hakekatnya perusahaan adalah sebuah organisasi menjalankan aktivitas usahanya untuk mendapatkan penghasilan guna kepentingan dan existensi seluruh anggotanya (baik pemegang saham, karyawan serta lingkungan dimana perusahaan tersebut berada), oleh karena itu bagaimanapun beratnya, harus diusahakan agar perusahaan harus tetap survive.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengamati dan melakukan analisis terhadap langkah yang dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang jasa rekayasa dan konstruksi dalam upayanya keluar dari situasi krisis yang melanda perusahaan sebagai akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Fokus penelitian diarahkan kepada kinerja keuangan dan non keuangan perusahaan dengan memanfaatkan data yang diperoleh melalui serangkaian observasi lapangan, wawancara serta pengumpulan data primer perusahaan. Untuk melakukan analisis terhadap upaya strategis yang dilakukan perusahaan terhadap pinjaman dipergunakan teori Restrukturisasi Pinjaman sedangkan untuk kinerja keuangan perusahaan mempergunakan metode Rational Goal Model dengan analisis rasio. Selanjutnya untuk menganalisis kinerja non keuangan perusahaan menggunakan pendekatan Balance Score Card.
Dari hasil penelitian terhadap seluruh upaya perusahaan bisa disimpulkan bahwa upaya mengatasi keadaan krisis dengan melakukan efisiensi biaya serta mencari alternatif pendapatan, bisa dianggap cukup berhasil terbukti perusahaan tetap eksis, serta membaiknya kondisi keuangan perusahaan. Justru pada masa krisis perusahaan bisa melakukan tindakan-tindakan perbaikan.
Sekalipun demikian dilihat dari kinerja perusahaan secara keseluruhan terbukti semua hal yang telah dilakukan perusahaan dimasa lalu masih perlu dilakukan penyempumaan agar mencapai kinerja perusahaan yang lebih baik. Hal ini tercermin dan hasil penelitian terhadap kinerja perusahaan dengan metode Balance Score Card sekalipun berhasil mendapatkan skor keseluruhan 69 ( enam puluh sembilan ) tingkat kualifikasi perusahaan "baik" tetapi tetap harus ditingkatkan.
Suatu hal yang harus dilakukan perusahaan di masa depan adalah melakukan perbaikan internal dengan meningkatkan kompetensi melalui proses pendidikan dan latihan, mempertahankan hubungan dengan pelanggan maupun pemasok dan secara bertahap memperbaiki struktur keuangan perusahaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Fitriaty
"Berdasarkan empat Peraturan Pemerintah (PP) no. 152, 153, 154 dan 155 tahun 2000 yang bersandar pada PP 60/1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum, mengakibatkan perubahan status pendidikan tinggi menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yaitu sebuah badan hukum yang memiliki hak atas penyelenggaraan pendidikan secara penuh yang diberikan kepada empat universitas di Indonesia yaitu UI, UGM, ITB dan IPB.
PTN yang telah berubah status menjadi BHIMN mendapat segala hak dan kewajiban, perlengkapan dan kekayaan penyelenggaraan pendidikan tinggi, termasuk pegawai akademik maupun administratif yang menjadi pegawai dan aset milik universitas. Selain itu, PTN diberikan keleluasaan untuk menentukan struktur pengambilan keputusan, struktur kepegawaian dan merman sumber pembiayaan sendiri. Tetapi hal ini tidak mengubah karakteristiknya sebagai organisasi nirlaba.
Perubahan status tersebut di atas juga mengakibatkan berubahnya struktur organisasi universitas. Perubahan struktur organisasi ini juga terjadi di lingkungan fakultas. Dalam mengemban statusnya sebagai BHMN, UI menjalankan berbagai perubahan dengan memperlihatkan sumber daya manusia, kemampuan dan budaya institusi yang telah lama melekat dalam seluruh elemen yang berada dalam lingkungan universitas.
FEUI merupakan sebuah institusi pendidikan tinggi yang berada di bawah naungan UI. Perubahan yang sedang dilakukan FEUI dalam mengakomodir perubahan status UI sebagai BHMN secara garis besar dilakukan dalam bidang akademik dan kemahasiswaan berupa SIAK FEUI untuk memenuhi kebutuhan kegiatan akademik. Dikembangkannya aplikasi SIAK FEUI ini untuk menjawab tantangan berupa kebutuhan akan sistem informasi akademik yang handal dan informatif untuk mampu menghadapi dinamika kegiatan akademik dan tuntutan akses informasi dengan memanfaatkan teknologi informasi yang semakin tinggi.
Dalam rangka pengembangan sistem informasi akademik yang handal maka dibutuhkan implementasi sebuah konsep baru berkaitan dengan hubungan suatu lembaga dengan konsumennya yaitu konsep Customer Relationship Management (CRM). Dimana implementasi dari konsep ini membutuhkan suatu Business Process Reengineering (BPR) guna mengakomodir perubahan strategis yang terjadi baik dalam struktur kelembagaan/organisasi maupun business process-nya. Adapun Customer Relationship Management (CRM) sendiri adalah salah satu konsep yang merupakan pengembangan dari adanya Enterprise Information System dan merupakan bagian dari teknologi informasi dan jasa dengan pasar terbesar yang berkembang paling cepat dan dinamis.
Dengan adanya era perdagangan babas yang dihadapi oleh bangsa Indonesia berarti persaingan usaha akan semakin meningkat. Persaingan usaha ini tidak hanya dialami oleh organisasi laba tetapi juga dialami oleh organisasi nirlaba seperti Perguruan Tinggi di Indonesia. Untuk dapat bersaing dengan perguruan tinggi dari luar negeri yang menawarkan jasa yang sama seperti yang ditawarkan oleh perguruan tinggi dalam negari, mengharuskan perguruan tinggi dalam negeri dalam hal ini FEUI meningkatkan pelayanannya kepada para konsumen yang dalam hal ini diwakili oleh mahasiswa dan calon mahasiswa FEUI.
Adanya tuntutan untuk meningkatkan pelayanan berarti membuat FEUI berkewajiban juga untuk mengenali konsumennya dan berusaha untuk mengerti hubungan mereka dengan konsumen melalui jasa mereka dengan tujuan memberikan nilai (value) dan pengalaman (experience) yang akan membuat mahasiswa menjadi aset yang menguntungkan bagi FEUI.
Tujuan dari Customer Relationship Management adalah menciptakan hubungan jangka panjang yang menguntungkan dengan konsumen terbaik perusahaan. Jika ini diterapkan dalam kondisi di FEUI berarti dengan CRM diharapkan akan tercipta hubungan yang saling menguntungkan antara FEUI dan mahasiswa, yang pada akhirnya membuat FEUI dikenal sebagai perguruan tinggi yang berkualitas dan mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang handal sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.
Informasi sebagai kata kunci untuk dapat menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan antara FEUI dengan para mahasiswanya berusaha dikelola dengan lebih efisien dan efektif dengan melakukan implementasi aplikasi Sistem Informasi Akademik dan Kemahasiswaan (SIAK) FEUI. Oleh karena itu aplikasi ini bertujuan untuk menunjang kegiatan akademik demi kelancaran kegiatan akademik sehari-hari, merupakan media informasi kegiatan akademik sehingga pengguna dapat setiap saat mengetahui informasi akademik fakultas, dan juga berfungsi sebagai katalis untuk meningkatkan reliability sistem akademik.
Dengan meningkatnya pengguna internet, maka FEUI berusaha memanfaatkan media web sehingga para mahasiswa FEUI dapat mengakses aplikasi SIAK FEUI dimana saja dan kapan saja, untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan mereka akan informasi akademik. Selain itu seluruh civitas akademika di FEUI, seperti pimpinan fakultas, departemen, dosen, dan pihak lain dalam lingkungan FEUI yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan akademik dan perlu berinteraksi dengan mahasiswa atau membutuhkan informasi tentang bidang akademik dapat juga mengakses aplikasi ini setiap saat tanpa dihalangi oleh jarak dan waktu. Hal ini tentu akan semakin mempermudah dan mempermulus hubungan atau komunikasi dalam lingkungan akademik FEUI.
Karya akhir ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan apa saja yang telah dilakukan oleh FEUI yang mengalami perubahan status menjadi BHMN ketika menerapkan SIAK dalam kegiatan akademiknya untuk memuaskan konsumennya dalam hal ini para mahasiswa, terutama dalam hal user interface dan kebutuhan akan pengembangan sistem.
Selain itu juga akan dilihat hubungan antara implementasi SIAK FEUI ini dengan konsep Customer Relationship Management untuk dapat mengetahui bagaimana FEUI memandang konsumennya, bagaimana hubungan yang dijalin FEUI dengan konsumennya, siapa saja pihak manajemen yang terlibat dalam sistem dan apa peranan mereka serta bagaimana pengukuran mengenai keberhasilan penerapan SIAK FEUI sebagai langkah awal bagi FEUI dalam menerapkan konsep CRM ini dalam bidang akademik, dalam rangka membangun one-stop shopping untuk semua konsumennya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T14760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Malik
"Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Berlakunya Undang-Undang ini membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu yang semula lebih bersifat sentralistis menjadi lebih bersifat desentralistis dengan memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Otonomi daerah menimbulkan konsekuensi luasnya kewenangan yang dimiliki daerah, sehingga harus dilakukan reaktualisasi kewenangan dan dilakukannya restrukturisasi kelembagaan pemerintah daerah.
Salah satu persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pembentukan kelembagaan atau perangkat daerah. Sering kita temui pembentukan lembaga oleh pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sehingga kelembagaan yang ada cendrung gemuk sehingga terjadi inefesiensi dan inefektifitas dan pada akhirnya akan menghambat tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan memberi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah. Dengan menggunakan pendekatan kualitaf, penulis dalam penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah tersebut. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2000 tentang Pedoman Perangkat Daerah, ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukan dinas daerah yaitu: 1) Kewenangan yang dimiliki oleh Daerah, 2) Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah, 3) Kemampuan keuangan daerah, 4) Ketersediaan sumber daya aparatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukkan dinas daerah hanya ada dua faktor yang paling berpengaruh bagi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah, yaitu faktor kewenangan yang dimiliki dan karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah (berkaitan dengan kondisi riil daerah).
Faktor kemampuan keuangan daerah sangat lemah dijadikan acuan karena tidak adanya standar pelayanan minimum (SPA). Oleh karena itu tidak mungkin dilakukannya standart spending assessment (taksiran pengeluaran atas standar yang berlaku) sehingga sulit untuk mendeteksi biaya untuk anggaran suatu dinas. Sebagai tolak ukur yang dapat dijadikan acuan dalam pembentukan lembaga/dinas daerah adalah tercapainya perbandingan yang ideal antara pengeluaran rutin dan pembangunan (minimal 40%:60%). Ketika Pengeluaran rutin cendrung membesar maka perlu diadakan perampingan atau restrukturisasi lembaga yang ada.
Sedangkan Faktor ketersediaan sumber daya aparatur pun tidak bisa dijadikan acuan untuk dijadikan pertimbangan dalam pembentukan lembaga/dinas daerah. karena ketersediaan sumber daya aparatur merupakan konsekuensi adanya restrukturisasi kelembagaan. Dengan demikian ketersediaan sumber daya aparatur merupakan respon terhadap adanya struktur baru sebagai implikasi dari pembentukan lembaga/dinas daerah, dimana setelah terbentuknya struktur baru dilakukan upaya pemenuhan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan sebuah organisasi.
Jadi faktor utama yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah adalah kewenangan yang dimiliki sesuai dengan kondisi riil daerah dalam rangka memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan dana yang tersedia sehingga menghasilkan dinas daerah yang efesien dan efektif. Untuk meningkatkan produktifitas maka perlu diadakannya upaya meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang ada melalui pendidikan dan pelatihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriani
"Kinerja administratif pada instansi pemerintah banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah.
Dinas Kesehatan sebagai salah satu perangkat pemerintah daerah adalah dinas otonom yang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang kesehatan perlu kiranya memberikan informasi tentang gambaran kinerja administratif. Untuk itu dilakukan pengukuran kinerja yang memberikan informasi atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijaksanaan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi Dinas Kesehatan.
Analisis ini dilakukan melalui penelitian dengan pendekatan kualitatif terhadap 31 orang pejabat struktural eselon III dan IV, yaitu terdiri dari 5 Kepala Sub Dinas, 22 Kepala Seksi, dan 4 Kepala Sub Bagian untuk ditelaah faktor-faktor yang menyebabkan penampilan kinerja dari segi input dan proses manajemen Dinas Kesehatan melalui wawancara mendalam dan fokus grup diskusi, sedangkan pengukuran kinerja melalui penilaian sendiri (self assesment). Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) .
Secara faktual dari segi input (SDM, Dana, Sarana/prasarana) masih kurang memadai. Sumber Daya Manusia masih terbatas jumlahnya bagi pejabat struktural (26 orang) sedangkan jumlah pegawai seluruhnya adalah 92 orang, namun dalam penempatannya masih terdapat ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan dengan tugas pokok, sedangkan faktor input lainnya yang mendukung dalam keberhasilan kinerja adalah Kepemimpinan Kepala Dinas cukup baik, motivasi cukup tinggi, sikap kerja positif dan mendukung.
Selanjutnya proses manajeman Dinas Kesehatan sejak dari perencanaan, pelaksanaan sehingga pengawasan dan pengendalian cukup balk.
Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa output yaitu Kinerja Dinas Kesehatan termasuk kategori baik karena didukung oleh proses manajemen yang cukup baik, walaupun input (SDM dari segi jumlah dan jenisnya, dana, dan sarana/prasarana) secara umum masih kurang, namun dari segi motivasi, sikap kerja dan kepemimpinan Kepala Dinas cukup baik ternyata mampu meningkatkan kinerja.
Karena itu untuk Dinas Kesehatan disarankan: menata kembali pegawai berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja dengan tugas dan fungsi yang sesuai, agar melakukan pembinaan secara rutin 1 bulan 1 kali, menyediakan sarana pendukung yang cukup bagi kelancaran pelaksanaan kegiatan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai melalui pendidikan formal atau pelatihan-pelatihan dan memberikan reward kepada yang berprestasi serta punishment kepada yang indisipliner. Perlu juga meningkatkan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral. Pada Perencanaan Strategik agar dirumuskan kembali sasaran secara spesifik, terukur, dapat direalisasikan dan ditentukan waktunya.
Saran untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta yaitu agar pemerintah daerah lebih memprioritaskan anggaran untuk kesehatan minimal 10 % dari APBD Kabupaten dan diharapkan dapat merekrut pegawai pasca PTT seperti Dokter, perawat dan bidan.
Saran untuk LAN RI yaitu meningkatkan sosialisasi dan implementasi LAKIP, menambahkan Indikator Kinerja Sasaran, dan dalam penilaian atau pengukuran kinerja tidak menggunakan satu metode (self assesment/LAKIP), sebaiknya digabung dengan metode penilaian 360 derajat. Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra, dan atasan personal (Beatty, 1993).
Untuk peneliti lainnya agar dapat mempergunakan informasi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta ini sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
Daftar bacaan : 30 (1983 - 2001)

Analysis on Administrative Performance Accountability, of Government Institution at Local Health Service of Purwakarta District, 2001Administrative performance of some Government Institutions became focussing recently, especially since the emerging of atmosphere that tend more democratic at the Government. People beginning to ask the value that they obtain from their services.
Local Health Service as one of Local Government tools, it means that as implementer's element of local government in the field of health, he should give information on the description of their performance and the factors that related to their performance. The objective of this study is to assess the performance of them in order to get information on how their success or fail in implementing the service/program/policy, based on vision and mission that stated by the Local Health Center.
This study used qualitative approach; it was conducted to 31 structural officers of echelon III and IV. Those are consisting of 5 Heads of Sub-Head of Local Health Service, 22 Section Heads, and 4 Heads of Sub-Department. They are reviewed on the factors that related to their performance from the side of input and process Local Health Service Management through in-depth interview and Focus Group Discussion, while to the performance assessment used self-assessment, it based on the report of Accountability of Government Institution.
Based on the fact, input side showed (human resources, fund, means and infrastructure) is still insufficient. The number of human resources is limited, example for structural officers (26 people), while the total number of employees are 92 people. However, in placing of them showed inappropriate between education background and main task, while other input factor that support to the success of their performance is the leadership of head of Local Health Office show enough good, motivation is enough high, work attitude is positive and supported. And then management process of Local Health Service starting from planning, implementing up to controlling are enough good.
The conclusion of this study showed that the output, i.e. the performance of Local Health Center is. good category, because it is supported by good process of management. Even the input (human resources based on number and its kind, fund, and means and infrastructures) in general is still lack, however the motivation, and attitude sides also the leadership of the Local Health Service is enough good, he capable to improve his performance. .
It is recommended to Local Health Service to re-arrange their employees based on their education background and work experience with task and appropriate function. It should give guidance routinely once per month, also provides means that enough to rim their activity. It should increase their knowledge and skill of their employees through formal education or training and giving reward to whose good performance and punishment to who in-discipline. It also needs to increase the cooperation with cross program and sector. On strategic planning should be formulated the target specifically, measurable, it can be implemented and the time should be determined.
Recommendation to Local Government of Purwakarta District, he should give priority on the budget of health, minimum 10% of Regional Budget, and it is hoped could recruit Post- PTT such as medical doctor, nurse, and midwife.
Recommendation to the National Institute for Administration RI, that is to improve socialization and implementation of LAMP, adding target performance indicator, and in assessment or performance measurement is not used one method (self-assessment/LAKIP), it should be combined with assessment of 360 degrees. This technique is providing data more complete and accurate, because it conducted cross check by subordinate, colleague, and superior officers, (Beatty, 1993).
To other researchers, they could use the information on performance of Local Health Service of Purwakarta District as reference material for further study.
References: 30 (1983-2001)"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T3109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menerapkan program/instrumen dari Kemenrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal di daerah miskin yang belum bisa berjalan adalah belum terbentuknya dan belum berperannya kelembagaan masyarakat dalam hal ini KPP-SB yang dibentuk dari Organusasu Masyarakat Stemepat yang mana kelembagaan ini sangat mendukung pembangunan daerah baik di bidang ekonomi, infrastruktur, untuk itu perlu adanya partisipasi masyarakat pada proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi."
360 JHMTS 1:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ajub Suratman
"Indonesia sebagai Negara Hukum sangat menghormati penegakkan hak azasi manusia yang kini telah menjadi isu global. Upaya penegakkan hak azasi tersebut jugs dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan. Satu di antara Hak-hak Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan adalah hak untuk menerima kunjungan dari keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tercantum pada pasal 14 yang berbunyi: Warga Binaan Pemasyarakatan (Narapidana) mempunyai hak untuk menerima kunjungan keluarga. Pelaksanaan hak narapidana tetap mengauu kepada peraturan dan ketentuan-ketetuan yang mengatur tentang hak tersebut. Namun, yang terpenting adalah bagaimana memberikan pelayanan yang memuaskan kepada keluarga yang akan mengunjungi narapidana sehingga hak narapidana dapat terpenuhi. Selama ini penulis melihat bahwa pelayanan kunjungan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan belum memuaskan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk mengetahui kualitas pelayanan kunjungan narapidana pada Lembaga Pemayarakatan yang ada di Karawang Jawa barat. Untuk mengukur kualitas layanan tersebut penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, kuesioner dan saranikomentar kepada 125 orang pengunjung dengan teknik sampling aksidental serta studi kepustakaan. Kuesioner ditujukan untuk mengukur tingkat kepuasan pengunjung yaitu dengan membandingkan persepsi pengunjung dengan harapan pengunjung, dengan indikator 5 (lima) dimensi pengukuran kualitas pelayanan yang terdiri dari : Tampilan fisik (Tangible), Daya Tanggap (Responsiveness), Kehandalan (Reliability), Jaminan (Assurance) dan Empati (Emphaty). Model pengukurannaya dengan menggunakan Konsep Gaps Model of sevice Quality yang dikembangkan oleh Valarie A Zeithaml, Parausaman A. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas data dengan mengkorelasikan skor butir pernyataan pada setiap variabel indikator tangible, responsiveness, reliability, assurance dan empathy. Hasil uji validitas instrumen persepsi dan harapan pengunjung semuanya valid dengan koefisien korelasi diatas 0,3 dan basil uji reliabilitas semuanya dinyatakan reliabel dengan koefisien korelasi diatas 0,176. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pengunjung menurut dimensi Tangible sebesar 73 %, Responsiveness, 73 %, Reliability sebesar 66 %, Assurance sebesar 71 % dan Empathy sebesar 59 %.
Dari skor-skor tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi terdapat pada dimensi Tangible dan Responsiveness sebesar 73 % dan terendah terdapat pada dimensi Empathy sebesar 59 %. Secara keseluruhan diperoleh tingkat kepuasan pengunjung (pelanggan) atas pelayanan kunjungan narapidana sebesar 68 % dari harapan pengunjung. Dari hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Karawang Jawa barat dalam memberikan layanan kepada pengunjung mencapai level cukup memuaskan. Kategori cukup memuaskan ini merupakan kualitas pelayanan yang dinilai oleh pengunjung. Sedangkan harapan pengujung menghendaki layanan sebesar 100 %. Untuk mencapai kualitas layanan sesuai harapan pengunjung, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Karawang Jawa Sarat perlu melakukan upaya-upaya seperti menyediakan ruang khusus kunjungan dengan fasilitas yang memadai, ruang tunggu pengunjung, peningkatan kebersihan fasilitas umum dan Para petugas perlu diberikan pendidikan dan pelatihan pelayanan kunjungan narapidana. Sedangkan yang menyangkut mekanisme dan prosedur kunjungan perlu lebih disederhanakan dengan tetap memperhatikan tingkat keamanan. Ada baiknya jika dibentuk suatu tim khusus yang melaksanakan pelayanan kunjungan narapidana sehinga lebih mudah dilakukannya evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diharapkan.

Indonesia as a law biding nation always value the importance of human rights, an issue that has been in a center stage of global politics.
Effort has been carried on by the correctional institutions to uphold the principle of human rights at the correctional facility, one of the rights granted to the inmates is the right for a family visit, this is an accordance with law no.12 tahun 1995 regarding the correctional institutions as stated in article 14 ; all inmates posses the right to a family visit. The procedure on how to implement the human rights of the inmates has to be in accordance with the regulation and rules that regulate the implementation of those rights. Most important is how to deliver to a satisfactory service to the visiting family. The writer noticed that visitor service at correctional institution still unsatisfactory. Therefore, the writer was motivated to conduct research at the quality if service as correctional institution in karawang Jabar. To measure quality of service the writer used a collective method and through collection observation, questions and comment/suggestion from 125 visitor with technique sampling accidential and also library research. The purpose of the question is to measure the satisfactory level of visitor by comparing what kind of service received by the visitor, their expectation through 5 indicator, dimension of measure quality service are including : Tangible, responsiveness, reliability, insurance, emphatic the modal of measure with using a concept Gaps model quality service developed by Valarie A. Zeithaml, Parausaman A. After collecting the data next is validity test and data realibility test. Correlating score point statement of every tangible indicator variable, responsiveness, realibility, assurance and emphaty. Form the result of the validity instrumental test the visitor perceprion and expectation are all valid with correlation cooefisien above 0,3 and the result of all realibility test concluded to be realiable with correlation and coefficient above 0.176. The research showed the satisfactory level of the visitor according to the tangible dimension approximately 73 %, responsiveness, realibility 69 %, assurance 68 %, and emphaty 59 %, from the scores we can conclude the satisfactory level is countable dimension and responsiveness as by 73 % are the lowest is emphaty 59 % generally the satisfactory level of the visitor is 68 % from the expectation of the people.
From analysis of result we can concluded that correctional institution class IIA Karawang est Java, to give a satisfactory service to visitor. This category for satisfied level is constituted quality of service which is evaluate by visitor. While the visitor hope to get a good service 100%. In order to get what the visitor wished, so correctional institutional class IIA karawang west Java need to make serious effort as provided special room for visitor with a good facility, waiting room for visitors. To upgrade cleaned public facility and offices education and training about service visitor in jail. While, including mechanism procedures of visitor we need to simplified the procedure without have to push a side the high standard of our security. It's better to form special team who can do visitor service so that easier to conduct evaluation on the increase the expected quality of service .
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>