Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A.P. Widiastuti
"Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kuaiilas sumber daya manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat pula. Oleh karena itulah pendidikan merupakan nvestasi dalam sumber daya manusia yang sangat penting.
Di negara kita selama ini pendidikan tidak pernah dianggap sebagai suatu masalah yang kuat, seperti masalah ekonomi dan politik yang mampu mempengaruhi banyak hal. Akibatnya alokasi dana pemerinlah untuk anggaran pendidikan relatif tidak besar. Untuk tahun 2001 misalnva, alokasi dana APBN untuk sektor pendidikan hanyalah Rp 2,8 triliun. Dari keseluruhan jumlah anggaran tersebut separuh lebih (Rp 5,4 triliun) digunakan untuk belanja rutin dan sisanya untuk belanja pembangunan. Dana yang kecil ini, terutama untuk belanja rutin, diperuntukkan hanya unluk membayar gaji guru yang jumlahnya sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia. Maka dapat dibayangkan berapa besar dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah.
Di era otonomi dan desentralisasi saat ini, melalui PP No. 105 tahun 2000, telah menggariskan perlunya Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengetahui besarnya biaya dari kegiatan-kegiatan pelayanan yang akan dilakukannya (termasuk biaya di bidang pendidikan). Pengetahuan ini merupakan langkah awal untuk Pemda agar dapat menyusun anggaran kinerja, sebagaimana yang oleh PP tersebut dikatakan mesti disusun oeh Pemda. Oleh karena itu, tesis ini mencoba melakukan perhitungan terhadap biaya penyelenegaraan pendidikan melalui perhitungan terhadap total dan unit cost kegiatan pendidikan. Selain itu penelitian ini mencoba untuk menghitung besarnya subsidi pendidikan yang layak diberikan ke suatu sekolah berdasarkan hasil perhitungan total dan unit cost tersebut.
Karena keterbatasan waktu dan biaya, maka penelitian ini dibuat sebagai suatu studi kasus yang memfokuskan kajiannya pada sekolah menengah kejuruan (SMK), dengan mengambil sampel SMKN 10 dan SMK Cahaya Sakti di Jakarta. Sedangkan keseluruhan informasi yang dijadikan sandaran penelitian ini adalah selama tahun kalender 2001 (mulai bulan Januari sampai Desember 2001).
Untuk melakukan perhitungan total dan unit cost banyak sekali metode yang dapat digunakan. Penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu metode double distribution untuk SMKN 10 Jakarta dan metode tradisional untuk SMK Cahaya Sakti Jakarta.
Dari hasil penelitian ini dengan metode tersebut di atas, maka didapatkan-bahwa total cost penyelenggaraan pendidikan di SMK membutuhkan dana besar. Unit cost di SMK yang dijadikan sampel dalam penelitian ini iuga sangat besar jumlahnya. Sementara di sisi lain penermaan yang didapatkan SMK tidak sebanding dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan sekolah untuk membiayai kegiatan pendidikannya. Sehingga SMK selalu mempunyai masalah defisit pada keuangannya. Hal ini sangatlah mengganggu kelancaran proses pengajaran di SMK.
Untuk itulah maka subsidi pemerintah untuk SMK sangat dibutuhkan. Tetapi seperti telah diketahui bersama, alokasi dana pemerintah untuk sektor pendidikan tidaklah besar. Oleh karena itu subsidi yang seharusnya diberikan pemerintahpun sangatlah terbatas. Padahal SMK membutuhkan dana yang tidak sedikit terutama untuk melakukan kegiatan praktek bagi siswa/i-nya. Bagi SMK negeri maupun swasta yang dijadikan sampel penelitian ini, subsidi mutlak diperlukan. Tetapi sampai saat ini, baru SMK negeri saja yang mendapatkan prioritas bantuan dari pemerintah. Sedangkan SMK swasta lebih banyak mencari jalan keluar sendiri untuk memecahkan masalah ini. Disini terjadi ketimpangan yang men}buat SMK swasta merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Padahal bagaimanapun juga keterlibatan swasta dalam menyediakan pendidikan di negara kita sangat dibutuhkan dan sangat memberikan kontribusi yang besar. Jadi sebaiknya pemerintah harus lebih arif dalam memberikan perhatiannya (terutama masalah pembagian dana bantuan) kepada SMK negeri maupun kepada SMK swasta."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T9919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Zamili
"Musibah krisis yang melanda beberapa negara di belahan dunia termasuk Indonesia pada akhir dekade 1998 hingga sekarang merupakan salah satu penyebab mundurnya perekonomian. Dengan melemahnya perekonomian masyarakat, maka kemampuan dunia industri untuk memproduksi barang kebutuhan masyarakat semakin rendah termasuk di sektor pendidikan.
Keterbatasan kemampuan pemerintah menyelenggarakan pendidikan dan ditambah lagi dengan terpuruknya ekonomi masyarakat yang berakibat pada lemahnya kemampuan untuk membiayai pendidikan anggota keluarganya, maka efisiensi di bidang pendidikan merupakan pokok bahasan yang penting untuk dikaji. Meskipun keterbatasan daya dan dana, melaksanakan efisiensi pendidikan tidak harus mengorbankan kualitas pendidikan, kualitas yang telah dicapai harus dipertahankan, di samping itu upaya meningkatkan kualitas tidak boleh surut. Salah satu pertanyaan penting berkaitan dengan upaya rneningkatkan efisiensi sistem pendidikan adalah, sejauh mana tingkat efisiensi internal SMK-KBM di kotamadya Jakarta Timur (Jakarta Timur Dua). Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengungkap besamya biaya perseorangan yang harus ditanggung oleh peserta didik dan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di samping itu, untuk mengukur tingkat efektivitas dan tingkat efisiensi internal program pendidikan SMK-KBM di wilayah Kotamadya Jakarta Timur (Jakarta Timur Dua).
Populasi penelitian ini adalah siswa SMK-KBM dengan berbagai jenjang akreditasi (Negeri, Disamakan, dan Diakui. Sampel penelitian sebesar 400 siswa yang terdiri dari tiga program studi yaitu Akuntansi, Sekretaris, dan Manajemen Bisnis yang tengah duduk di kelas satu, dua dan tiga. Pengambilan sampel dilaksanakan dengan menggunakan teknik Strata fied Proporsional Random Sampling. Untuk mengungkap besarnya biaya digunakan tiga instrumen berupa kuesioner yaitu untuk sekolah, untuk kepala sekolah guru dan staf, dan untuk siswa. Masing-masing instrumen sebelumnya telah diujicobakan dan memenuhi syarat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik parametrik : Uji Normalitas data, Anova Single Factor, Anova Two Factor With Replication dan statistik Nonparametrik untuk uji Homoginitas dan Korelasi.
Dari hasil perhitungan-perhitungan dan analisis didapatkan bahwa besarnya biaya perseorangan kelas satu lebih tinggi bila dibandingkan dengan biaya kelas dua dan kelas tiga. Kemudian jenis program studi tidak mempengaruhi biaya perseorangan. SMK-KBM status diakui lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan SMK-KBM Negeri dan Disamakan."
2001
T10532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Holida Lafrisyah
"Perkembangan pendidikan dalam era globalisasi diharapkan seiring dengan perkembangan jaman sehingga harus terus diupayakan peningkatan kualitasnya yang salah satunya melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk mendorong SMK berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) maka salah satu kebijakan Direktorat Pembinaan SMK adalah dengan mengembangkan SMK sebagai Pusat Layanan TIK SMK, yaitu SMK yang dijadikan sebagai pusat data dan informasi serta memberikan layanan pembelajaran TIK bagi SMK lain disekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi program pemberdayaan Pusat Layanan TIK SMK dalam mendukung pembelajaran. Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisa program Logic Model, yang mencakup 4 aspek input, activities, output, outcome. Setiap aspek terdiri atas komponen dan indikator kinerja. Mengacu pada hasil penelitian diatas maka ada beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk Direktorat Pembinaan SMK perlu memberikan bantuan dana yang lebih besar khususnya penulisan pembelajaran berbasis TIK sehingga tenaga pendidik lebih termotivasi untuk aktif dan kreatif dalam penulisan materi atau modul pembelajaran on line untuk Dinas Pendidikan Menengah Kota Jakarta Selatan perlu membantu lebih banyak program pelatihan-pelatihan TIK dan peralatan pendukung lainnya dalam pengembangan proses pembelajaran berbasis TIK. Untuk Pusat Layanan TIK SMK Jakarta Selatan perlu ditambah lagi tenaga pendidik Sarjana komputer khususnya bidang multimedia, peningkatan kecepatan pemeliharaan dan perawatan peralatan, perlu diciptakan suasana ruang multimedia yang lebih menarik bagi peserta didik. Perlu memotivasi tenaga pendidik lebih aktif menulis modul pembelajaran sehingga dapat mengisi konten modul pembelajaran (e-learning) untuk seluruh kompetensi keahlian, perlu lebih diperkaya/ditambahkan materi pembelajaran tentang multimedia.

Educat ion development in global iz at ion era is expected to be in l ine wi th the development era, thus i ts qual i ty must be cont inuously improved, and one of them is through the use of informat ion and communicat ion technologies ( ICT). To encourage ICT?based SMK, then one of pol icies of Di rect orate of Technical and Vocat ional Educat ion is by developing SMK as a Informat ion and Communicat ion Technology ( ICT) Service Center of SMK, namely SMK is made as a center for data and informat ion and provides ICT e-learning for SMK in sur rounding areas. Ob ject ive of this research is to evaluate empowerment program on ICT Service Center of SMK in support ing learning. This research uses qual i tat ive descript ive type by applying Logic Model program analysis, including 4 aspects; input , act ivi t ies , output , and outcome. Each aspect consists of component and work indicator . Referring to the above research resul ts then there are several suggest ions necessary to consider the Di rectorate of Technical and Vocat ional Educat ion needs to provide greater fund aid, especial ly Informat ion and communicat ion Technology ( ITC) -based wr i t ing of learning so that the teachers are more mot ivated to become act ive and creat ive in wri t ing onl ine learning materials or modules. For the Department of Secondary Level Educat ion of South Jaka rta Ci ty needs to help more ICT trainings program and other suppor t ing equipments in developing ICT-based learning process.For ICT Service Center of SMK of South Jakarta needs to add the teachers holding Bachelor of Computer Informat ion System, par t icularl y in the field ofmul t imedia, accelerat ion of equipments maintenance and care, needs to create more at tract ive atmosphere of mul t imedia rooms for the students. It is necessary to mot ivate the teachers to be more act ive in wri t ing learning modules so that i t can fi l l e-learning module contents for al l expert ise competencies, needs to be enriched/ added wi th learning mater ial on mul t imedia. (*)"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Rencana strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2009 dinyatakan bahwa rasio pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum di targetkan sebesar 50:50 pada tahun 2010 dan 70:30 pada tahun 2015. Kebijakan ini diharapkan dapat memecahkan salah satu permasalahan pengangguran. Peningkatan pendidikan kejuruan bertujuan menyiapkan tenaga terampil untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan tuntutan dunia industri...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Parus
"Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar (SD dan SMP), menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengadakan hubungan-timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih-lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah di bawah pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional adalah pendidikan umum dengan jenis Sekolah Menengah Umum/ SMU, dan pendidikan menengah kejuruan dengan jenis Sekolah Menegah Kejuruan/ SMK.
Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan pada bidang tertentu dan mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja serta mengembangkan kemapuan profesional siswa. Dikaitkan dengan sistem pendidikan, program kejuruan terbagi dalam enam kelompok yaitu Kelompok Teknologi dan Industri (STM), Pertanian (SPMA), Pariwisata (SMKK), Kesejahteraan Masyarakat (SMPS), Bisnis dan Manajemen (SMEA), Seni dan Kerajinan (SMIK/SMKI). Dari enam kelompok tersebut terdapat 21 bidang keahlian yang terdiri atas 89 program keahlian (program studi). Pada saat kegiatan belajar-mengajar (KBM) berlangsung dan setelah siswa terjun ke dunia kerja SMK telah memanfaatkan sumber daya alam dan potensial mencemari lingkungan.. Untuk memenuhi tuntutan global akan tenaga kerja yang kompeten dan berwawasan lingkungan maka Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bekerja sama dengan Swisscontact membuat Konsep Pendidikan Lingkungan hidup pada SMK.
Berdasarkan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) pada Sekolah Menengah Kejuruan (1996) organisasi pelaksanan pengelola PLH pada Pendidikan Menengah Kejuruan (PMK) adalah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pusat Pengembangan PLH untuk SMK, Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) lingkup kejuruan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi, dan SMK. Konsep ini dibuat agar pengelola PMK dapat melaksanakan perannya untuk mendukung pelaksanaan PLH di SMK. Sedangkan SMK diharapkan menyusun dan melaksanakan program PLH yang terintegrasi pada kegiatan kurikulum dan ekstrakurikuler, melaksanakan dan mengembangkan sekolah berbudaya lingkungan, serta menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan PLH di sekolahnya.
Hasil monitoring dan evaluasi oleh Dikmenjur tahun 1997-2001 menunjukkan: (a) kurang kesadaran, pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai cerminan perilaku siswa yang rasional dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup; (b) tamatan SMK belum mempunyai sikap profesional sesuai tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Kedua hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PLH di SMK tidak optimal sehingga tujuan PLH pada SMK tidak tercapai. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti mengambil judul Optimalisasi Pengelolaan PLH pada Pendidikan Menengah kejurauan (Studi Kasus : Kelompok Teknologi dan Industri pada SMK Negeri Jakarta).
Dalam proses tidak tercapainya tujuan tersebut di atas, peneliti membatasi permasalahan dan sekaligus mengasumsikan bahwa : (a) peranan stakeholder PMK dalam upaya pelaksanaan PLH di SMK negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal; (b) Peranan pengelola dan cara/pola pelaksanaan program PLH di SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal. (c) Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. (d) Pencapaian pola pelaksanaan program PLH yang optimal di SMK kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta dapat dibuat melalui pelibatan seluruh stakeholder PMK, dan menerapkan manajemen pengelolaan lingkungan dan pencapaian kinerja PLH.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Hal ini mengingat data yang dikumpulkan relatif terbatas dari jumlah kasus yang relatif besar jumlahnya. Populasi sekolah negeri kelompok teknologi dan industri di Jakarta berjumlah 12 SMK. Penentuan sampel sekolah dengan cara purpose sampling sejumlah 6 SMK (50%). Sedangkan penentuan sampel warga sekolah dilakukan dengan cara stratified random sampling yakni dengan cara diundi. Responden terdiri dari 6 (enam) orang kepala sekolah, 33 guru, dan 226 siswa (5% dari 4490 jumlah keseluruhan siswa). Di samping itu 6 (enam) respoden dari stakeholder PMK ditetapkan sebagai key informan yaitu masing-masing 1 orang dari Direktorat PMK, Pusbang PLH, PPPG Teknologi Malang, Balai Penataran Guru, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, dan Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi, kuesioner, diskusi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan stakeholder PMK maupun SMK sebagai pelaksana PLH belum optimal. Hal ini dibuktikan :
1. Kurangnya komitmen, koordinasi, dan evaluasi stakeholder PMK terhadap pelaksanaan program PLH secara terus-menerus (kontinyu), belum adanya tim dan program PLH pada Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, Balai Penataran Guru, dan Dinas Pendidikan Kotamadya DKI Jakarta.
2. Pada SMK bahwa : (a) dari 6 (enam) kepala sekolah yang telah menyusun program kerja PLH, belum satu pun yang membuat kerangka kerja dan peniaian keberhasilan pelaksanaan PLH di sekolah; (b) dari 33 responden guru baru 7 orang (21,21%) yang pernah mengikuti pelatihan PLH. Dengan kondisi seperti itu, kemampuan mengajar guru dalam tranformasi materi L-I menjadi faktor penghambat dan sekaligus mempengaruhi kemampuan mengajar dan pengusaan materi LH yang diajarkan. Selain itu panduan/ Cara pengintegrasian materi lingkungan hidup ke dalam materi bidang keahiian menjadi kendala akibat keterbatasan SDM tenaga pengajar.
3. Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. 54,16% responden menyatakan bahwa pengetahuan lingkungan hidup lebih banyak diperoleh dari luar sekolah, 35,84% diperoleh di sekolah. Sedangkan bentuk dan sifat pengetahuan lingkungan mencakup pola bersih (34,51%), pengetahuan umum (29, 65%), dan perilaku peduli terhadap lingkungan (17,70). Sikap dan keterampilan siswa terhadap pengelolaan limbah hasil praktikum menunjukkan rata-rata sedang (53,54%) artinya bahwa hasil praktikum dibuang langsung pada saluran pembuangan, kategori tinggi ( 38,94 %) memiliki arti bahwa limbah hasil praktikum dibuang pada wadah yang sudah disediakan, kategori rendah (7,97%) memiliki arti bahwa limbah tidak di kelola. 79,65% siswa juga menyatakan bahwa pelaksanaan PLH di sekolah belum memadai dan tidak efektif, sedangkan 20,35% menyatakan efektif.
4. Dalam mencapai optimalisasi pengelolaan PLH di SMK Negeri kelompok teknotogi dan industri Jakarta . dapat dilakukan melalui pelibatan stakeholder PMK dan melaksanakan peranannya masing-masing. sedangkan SMK dapat meningkatkan pelaksanaan PLH melalui: (a) penerapan manajemen lingkungan (Plan, do, check, dan action); (b) pencapaian kinerja PLH yang meliputi integrasi materi lingkungan pada kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, penampilan sekolah, sikap dan perilaku yang baik seluruh warga sekolah terhadap lingkungan hidup.
E. Daftar Kepustakaan : 23 (1982-200)

Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programms at The Public Vocational High Schools in Jakarta)The purpose of secondary education is to continue and expand the basic education of primary school and junior secondary school, to develop the students ability as members of the society to interact with social, men-made, and natural environment, to develop the students knowledge to continue their studies to higher levels of education. The secondary education managed by the Ministry of National Education consisting the general secondary education namely the general high school (SMU) and the vocational secondary education or the vocational high school (SMK).
Vocational high school provides priority to expanding specific occupational skills and emphasizes on the preparation of students to enter the workforce and expanding their professional attitude. As explained in the education system, vocational program is devided into six groups, i.e Technology and Industry, Agriculture and Forestry, Tourism, Community Welfare, Business and Management, and Art and Handicraft. Based on the six groups there are 21 streams consisting of 89 study programs. During the activities in the classroom and in the workplaces, the schools have included in natural resources utilization also its potential in contaminating or polluting to environment. To employ with the global needs of workers with a competence including their environment outlook, the Directorat of Technology Vocational Education in collaboration with the Swisscontact have prepared the Concept of Environmental Education for The Vocational High School.
Based on The Concept of Environmental Education (EE Concept) at The Vocational High School (1996), the stakeholders are The Directorat of Technology Vocational Education (DTVE), Vocational Education Development Center (VEDC) Malang as The Development Center of EE, 6 Vocational Teacher Upgrading Centers, Ministry of National Education of DKI Jakarta, and The Vocational High School (SMK). The Concept of EE was made in order to enable the stakeholders to support the implementation of EE at The Vocational High School. The school is expected to arrange and to carry out the EE programs integrated in the activities of curriculum and extracurriculum, to conduct and develop an environmental-cultured school, and also to arrange and submit the report of EE implementation. The Monitoring and Evaluation by DIVE in 1997 - 2001 proves that the implementation of EE at SMK was not optimal so that to purposes are not reached, such as : (a) the students lack of awareness, EE outlook, and skills as reflections of their rational and responsible behavior towards environment, (b) the graduates from SMK don't have profesional attitude yet, demande by environmental development. Therefor, the writer took the title : Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programs at The Public Vocational High Schools in Jakarta).
Because the purposes are not reached, the writer make some limits of the problems and assumptions : (a) the role of SMK stakeholders in the effort of EE implementation at SMK (technology and industrial program) is not optimal yet; (b) the role of managers and the methods of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta is not optimal yet; (c) Knowledge, attitude and skills of the students after learning about EE is not optimal yet; (d) the optimal reaching of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta could be attained by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education, application of environmental management, and EE performance achievement.
The method used in this research is survey method, due to limited data from relatively large amount of cases. The Population of Public Vocational High School (technology and industrial program) in DKI Jakarta are 12 school. The method of determining the sample is purpose sampling, that is six SMK (50%). The members of school sampling done by stratified random sampling. The respondents are 5 principals, 33 teachers, and 226 students (5% out of 4490 (total number of students)). Besides, there are 6 key informants from the SMK stakeholders : 1 person from DIVE, Development Cenyer of EE, VEDC Malang, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta. The research instruments are observation, questionairs, discussions, and interview.
The result of study proves that the implementation of EE at SMK done by stakeholder of Vocational Secondary Education and the schools are not optimal. The proofs are :
1. The stakeholders show a lack of commitment, coordination and evaluation in conducting EE program continuosly. Besides, Dinas Pendidikan Propinsi DIU Jakarta, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta have no EE team and no EE program.
2. SMK shows that : (a) among 6 principals which have made the EE operational program, no one makes work framework and assesment of EE achievment; (b) only 7 teachers (21,21%) out of 33 teachers who teach EE had been through EE training. in this condition, the ability of teachers in transforming the knowledge of environment becomes an obstacle and also influences their teching-learning and mastering the subject materials. Besides, the guidelines of integrating environment knowledge materials to the special skill materils are costraint by the lack of human resources.
3. The knowledge, attitude, and skills of SMK (technology and industrial students.program) , after having EE, are not optimal. 64,16% respondents said that they knew more about environment from society activities, 35,84% at school activity. However the knowledge consist of sanitation (34,51%), general idea about environment (29,65%) and attitude towards environment (17,70%). The attitude and skills of the students about waste management of laboratory work is fare (53,54%), that means that the waste of laboratory work damp to the sewage, the high category (38,94%) that means that the waste of laboratory work throw on garbage cane, the lower category (7,97%) that means that the waste doesn't managed. 79,65% the Students explained that the implementation of EE isn't optimal and ineffective, but 20,35% state effective.
4. In reaching of the optimizing of managing EE at the Public Vocational High Schools (technology and industrial program) can be done by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education. The schools can improve the. conduct of EE through : (a) application of Environment Management (plan, do, check, action); (b) EE performance achievement including integration of the environment material to intra curriculum and extracurriculum activities, school appearance, and good behavior and attitude of all members of the school toward their environment.
E. Number of References 23 (1928-2040)"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinny Arifa
"Program pendidikan inklusif merupakan salah satu program pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah di Indonesia. Program pendidikan inklusif ini bertujuan untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan layak kepada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009. Hal ini yang mendorong dilakukannya penelitian ini yang bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program pendidikan inklusif di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Jakarta Rumpun Perhotelan dengan merujuk teori model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) Stufflebeam (2003). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi langsung, serta studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan inklusif di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Jakarta Rumpun Perhotelan belum berjalan baik sampai saat ini karena sekolah-sekolah tersebut belum melaksanakan sesuai dengan konsep pendidikan inklusif yang ada. Berdasarkan analisis, evaluasi pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat dinyatakan tidak sesuai. Ketidaksesuaian tersebut bisa dilihat dari 18 indikator, SMKN 24 Jakarta terdapat 8 indikator yang sudah sesuai, sedangkan 10 indikator tidak sesuai. SMKN 32 Jakarta terdapat 10 indikator yang sudah sesuai, sedangkan 8 indikator tidak sesuai. SMKN 60 Jakarta terdapat 8 indikator yang sudah sesuai, sedangkan 10 indikator tidak sesuai. SMKN 32 Jakarta lebih baik dibandingkan dua sekolah lainnya, hal ini dikarenakan SMKN 32 Jakarta memiliki Guru Pendamping Khusus (GPK) dan adanya fasilitas sarana dan prasarana untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tuna rungu. Sedangkan kedua sekolah lainnya, yaitu SMKN 24 Jakarta dan SMKN 60 Jakarta tidak memilikinya.

An inclusive education program is one of the education programs as a policy of Indonesian Government. This inclusive program purposes to give high qualified and worthy education to children with special needs as same as regulation of the Minister of National Education Number 70, 2009. Based on this regulacy, this research purpose to evaluate the implementation of the inclusive education program in Vocational High School Jakarta especially for Department of Hospitality by referring to evaluation model theory of CIPP (Context, Input, Process, Product) Stufflebeam (2003). Approachment method which had been used for this research is post-positivist by collecting the qualitative data techniques by doing in-depth interview, observation, and literature review. The Result of this research shows that the implementation of an inclusive education program in Department of Hospitality Vocational High School Jakarta are not accordance with the regulation mandatory. Based on the analysis, evaluation had been done, program has not been done properly as it supposed to be. The discrepancy can be seen from 18 indicators, SMKN 24 Jakarta there are 8 indicators that are already suitable, while 10 indicators are not suitable. SMKN 32 Jakarta, there are 10 indicators that are suitable, while 8 indicators are not appropriate. There are 8 SMKN Jakarta 60 indicators that are already suitable, while 10 indicators are not appropriate. SMKN 32 Jakarta is better than the two other schools, this is because SMKN 32 Jakarta has Special Assistance Teachers and the availability of facilities and infrastructure for deaf children with special needs. Whereas the two other schools, namely SMKN 24 Jakarta and SMKN 60 Jakarta, do not have it."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Hidayatullah
"Tidak adanya pemerataan mutu pendidikan di Indonesia menyebabkan tidak meratanya kualitas pendidikan yang diterima masyarakat di setiap daerah. Dengan kondisi yang demikian maka pemerintah membuat kebijakan Standar Nasional Pendidikan yang merupakan kriteria minimal dalam hal penyelenggaraan pendidikan dan berfungsi sebagai penjamin dari pemerataan mutu pendidikan. DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara seharusnya dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan.
Karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi kebijakan Standar Nasional Pendidikan di DKI Jakarta dengan mengambil kasus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kotamadya Jakarta Barat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan juga studi dokumen.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pelaksanaan kebijakan Standar Nasional Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Jakarta Barat belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya kesulitan-kesulitan teknis yang dihadapi sekolah, rendahnya pengawasan, dan juga kurang optimalnya pengalokasian dana.

The lack of equity of educational quality in Indonesia cause differences in quality of education that Indonesian society receive. With that condition, the government makes a policy about National Education Standard which is the minimum criteria of education and as assurance of equity in education quality. DKI Jakarta as a capital city of Indonesia should be an example for other province for the implementation of National Education Standard.
Therefore, the goals of this research is to analyze how the implementation of the National Education Standard policy by taking case in Public Junior High School in West Jakarta. The methods of data collection in this research is using qualitative methods by deep interview and document study.
The conclusion of this research prove that the implementation of National Education Standard policy in Public Junior High School in West Jakarta hasn’t been going quite well viewed by many technical difficulties that school faces, lack of supervision, and the lack of optimality in budget allocation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Masalah yang diteliti mengenai mutu manajemen proses pembelajaran yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dominan di sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) dengan kategori sekolah berstandar nasional dan unggulan (eks RSBI) bidang keahlian teknologi rekayasa. Pokok masalah yang diteliti adalah apakah faktor-faktor input yang meliputi kinerja kepala sekolah, pembiayaan, kemitraan, manajemen sekolah, dan implementasi kurikulum berpengaruh terhadap kinerja pendidik dan perilaku peserta didik serta mutu manajemen proses pembelajaran di SMK berstandar nasional dan sekolah unggulan eks. RSBI di Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan verifikatif dengan metode survey explanatory. Pengolahan data menggunakan analisis regresi multiple. Data dikumpulkan dari persepsi guru melalui kuesioner dengan populasi sebanyak 1.910 guru dengan sampel 320 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya SMK SSN dan SMK unggulan eks RSBI di Jawa Barat: 1) Memiliki kepala sekolah dengan kinerja tinggi yang dicirikan oleh kompetensi instruksional, manajerial, kewirausahaan, supervisi, kepribadian, kompetensi sosial, 2) Pembiayaan persepsi sudah tinggi, 3) pelaksanaan kemitraan tinggi, 4) Manajemen sekolah tinggi, 5) Memiliki sarana prasarana tinggi, 6) Implementasi kurikulum tinggi, 7) Kinerja tenaga pendidik tinggi, 8)Perilaku peserta didik tinggi, 9) Mutu manajemen proses pembelajaran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kinerja kepala sekolah, pembiayaan, kemitraan, manajemen sekolah, sarana/prasarana, dan implementasi kurikulum berpengaruh kuat, positif, dan signifikan terhadap kinerja tenaga pendidik dan peserta didik yang muaranya berpengaruh terhadap mutu manajemen proses pembelajaran di SMK berstandar nasional dan eks. Sekolah RSBI di Jawa Barat. "
JURPEND 14:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkowo Mudjiamano
"ABSTRAK
Program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar semakin lama akan semakin sulit oleh adanya latar belakang dan masalah yang bervariasi. Oleh karena itu perlu adanya alternatif perencanaan yang tepat sesuai dengan tingkat kesulitan yang dihadapi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar serta mengembangkan sistem perencanaan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sesuai dengan tingkat kesulitannya..
Dalam penelitian ini digunakan metode Cartwright untuk menentukan tingkat kesulitan yang dihadapi dalam penuntasan wajib belajar pendidikan dasar dan menggunakan teknik analisis Delphi untuk mengembangkan model perencanaan wajib belajar pendidikan dasar yang sesuai dengan karakteristik sasaran target.
Berdasarkan hasil penelitian ini ada 14 problem yang menghambat bagi terlaksananya wajib belajar.
Dari analisis DELPHI dihasilkan : (a) analisis untuk setiap item pertanyaan, terjadi perubahan baik dalam skor rerata maupun angka penyimpangan baku selama tiga kali putaran. Hai ini merupakan indikator bahwa pengiriman kembali hasil analisis putaran sebelumnya kepada responden memiliki dampak pada pengisian kuisioner berikutnya; (b) analisis setiap responden untuk semua pertanyaan merupakan sajian pandangan dari masing-masing responden untuk seluruh item pertanyaan yang diberikan. Maka pandangan masing-masing responden diberlakukan sebagai pandangan terhadap ide model perencanaan gabungan dari atas dan dari bawah, karena responden yang dipilih adalah para pakar pendidikan dan perencanaan pendidikan.
Dari hasil evaluasi dan analisis dapat disimpulkan bahwa problem yang berupa jarak dan sekolah jauh, aspirasi pendidikan keluarga rendah, motivasi sekolah anak rendah, kehidupan keluarga siswa secara ekonomi kurang mampu, anak diperlakukan sebagai tenaga kerja, anak dipaksa untuk membantu bekerja, penduduk jarang karena tersebar tidak merata, mobilisasi dana masyarakat rendah, secara geografis daerah sulit, memiliki variabilitas tinggi dan status problem kompleks, upaya pemecahannya harus direncanakan dari bawah. Sedangkan problem yang berupa kekurangan ruang kelas dan gedung sekolah, kekurangan guru, anggaran dari Pemerintah Daerah terbatas, komunikasi dan transportasi belum lancar, memiliki variabilitas rendah dan status problem sederhana, maka upaya pemecahan problem harus direncanakan dari pusat.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar perencanaan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun disusun menggunakan model kombinasi antara perencanaan dari bawah dan perencanaan dari atas.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>