Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18722 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Linda M. Thaufik
"Balai Pelatihan Kesehatan ( BAPELKES ) Padang sebagai unit kerja yang bertanggung jawab terhadap berbagai pelatihan guna meningkatkan kualitas SDM Kesehatan khususnya harus mampu merespon dan menilai berbagai perubahan yang terjadi dilingkungan organisasinya ataupun lingkungan luar dan selanjutnya menyusun langkah proaktif dan antisipatif menghadapinya. Sehubungan dengan itu, penelitian ini berupaya melihat sejauh manakah kondisi Bapelkes Padang saat ini berikut visi dan misi yang dimilikinya serta faktor eksternal dan internal yang menyertainya. Lebih lanjut hal itu dikembangkan dalam suatu rencana strategik Bapelkes Padang menjelang tahun 2005 mendatang.
Penelitian ini dilaksanakan di Bapelkes Padang berupa suatu penelitian operasional melalui analisis data kualitatif dan kuantitatif terhadap variabel eksternal (ekonomi, regulasi, teknologi, pesaing dan pelanggan) dan variabel internal yang dipilih dari Pedoman Akreditasi Bapelkes 1999 meliputi manajemen kepemimpinan, manajemen keuangan, manajemen SDM, manajemen sistem informasi, fasilitas/peralatan, manajemen pelatihan dan layanan pelanggan. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan pihak terkait utama (key stakeholder) dan data kuantitatif diperoleh dari dokumentasi yang dihimpun di Bapelkes serta instansi terkait lainnya. Selanjutnya diolah peneliti dan dalam proses penetapan strategi menggunakan Consensus Decision Making Group (CDMG) yang terdiri dari Widya Iswara (10 orang) dan 2 orang pejabat struktural Bapelkes Padang dengan peneliti sebagai fasilitatornya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari lingkungan eksternal Bapelkes Padang mempunyai faktor peluang berupa tarif Pemda yang lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan Pusat, ketersediaan teknologi diklat sektoral, pesaing murni tidak ada, lokasinya menguntungkan, permintaan produk/bantuan dari Kabupaten/Kota/RSUD, pengembangan pelatihan swadana dan jumlah pelanggannya yang cukup besar.
Dilain pihak ancaman Bapelkes Padang berupa ketidakpastian alokasi anggaran diklat baik di tingkat Propinsi ataupun Kabupaten/Kota, tuntutan kemampuan pemasaran, tuntutan profesionalitas Widya Iswara, pengembangan diklat yang antisipatif terhadap isu mutakhir, regulasi Pemda dalam pengelolaan keuangan dan eksistensi Bapelkes Padang dalam Otonomi Daerah.
Faktor kekuatan internal yang dimiliki berupa kemampuan dalam pengkajian kebutuhan pelatihan (TNA) serta pengembangan rancang bangun pelatihan, adanya pengembangan fasilitas dan peralatan guna mendukung penyelenggaraan pelatihan, manajemen keuangan telah baik dengan adanya upaya efektivitas dan efisiensi, keterlibatan staf dalam berbagai kegiatan pengambilan keputusan, adanya networking dengan berbagai institusi pendidikan/ pelatihan lainnya serta adanya pencatatan hasil/ evaluasi pelatihan dan kegiatan untuk pengembangan kualitas SDM Bapelkes Padang.
Faktor kelemahan internal Bapelkes Padang meliputi, belum berkembangnya manajemen mutu, pelayanan pelanggan, manajemen sistem informasi, pemeliharaan/ pemeriksaan alat dan fasilitas secara periodik, adanya ketentuan tertulis mengenai mekanisme penyelenggaraan pelatihan, perjanjian tertulis dengan pihak ketiga dan rekrutmen/seleksi/perjanjian kerja.
Dengan matriks EFE dan EFI diperoleh nilai masing-masing 2.97 dan 3.07 yang menempatkan posisi Bapelkes Padang pada sel Grow & Build yang walaupun memungkinkan Bapelkes Padang menggunakan strategi intensif dan integratif, berdasarkan QSPM menunjukkan bahwa strategi intensif perlu didahulukan.
Dengan matriks TOWS dikembangkan 14 alternatif strategi yaitu 5SO, 4WO, 3ST dan 2 WT yang setelah dianalisis CDMG dikelompokkan ke dalam strategi intensif (10 strategi) dan 7 strategi integratif. Urutan prioritas strategi intensif berdasarkan QSPM adalah, mengembangkan manajemen mutu, meningkatkan TNA/ rancang bangun pelatihan, meningkatkan profesionalitas Widya Iswara, meningkatkan pelayanan pelanggan, meningkatkan pemasaran, meningkatkan sistem informasi, mengembangkan diklat yang antisipatif terhadap isu mutakhir, meningkatkan pengembangan kualitas SDM, mengembangkan pelatihan swadana dan meningkatkan keterlibatan staf dalam pengambilan keputusan.
Urutan prioritas strategi integratif adalah mengembangkan ketentuan tertulis tentang peyelenggaraan pelatihan, mengembangkan diklat yang antisipatif terhadap isu mutakhir, meningkatkan pemasaran, memperbaiki rekrutmen/ seleksi/ perjanjian kerja, mengembangkan pelatihan swadana, membina networking serta perjanjian tertulis dengan pihak ketiga.
Peneliti menyarankan perlunya sosialisasi strategi dilingkungan internal dan eksternal Bapelkes Padang serta mengembangkan strategi dan rencana operasional dan memaksimalkan sistem informasi dalam implementasi strategi maupun dalam evaluasinya.

Bapelkes Padang as an organization that responsible for training activities for health manpower must have an ability to evaluate and to respond to any changes. Furthermore they should proactively plan anticipative steps. Related to this theme, this study is trying to portray the Bapelkes Padang situations, its vision and missions and further to develop strategic plan for 2005.
This is an operational research using quantitative and qualitative approaches that examined several external variables (economic, regulations, technology development, competitor and customer) and also internal variables such as management and leadership, financial, human resources, information system, logistic and facilities, training management and service to client.
Qualitative data were collected through in depth interview with key stakeholders, while the quantitative were collected within the Bapelkes and related institutions. The data were presented in a meeting for consensus, which called Consensus Decision Making Group (CDMG). This group consists of 10 in- house trainers and 2 structural staff with researcher as facilitator.
This study showed that external factors that considered as opportunity are: local government price-tag that is higher than central price-tag for conducting training. Other opportunity factors are availability of technology in other training centers in Padang, non existence of similar competitor, strategic location of the Bapelkes, high demand for training from districts) cities/ hospitals, autonomy managed trainings, and large potentials users of the projected future.
The group decided several threats as follows: uncertain fund allocations for training either from province and/ or district/ city, high demand of marketing skills, high demand of professional trainers, training organization that anticipative to the unstable environment, local government regulation on financial management and questionable existence of Bapelkes in this decentralization era.
Internal factors that are considered as strength are : the capability in training need assessment and designing training program, improvement of facilities and equipment, good financial management, staff involvement in decision making, networking with other training/ learning resources institutions, availability of recording and evaluation system and efforts in human resources development.
On the other side, the internal weaknesses included: quality management, management of customer services, management of information system, organizational culture in maintenance of facilities and equipment, written agreement with the health-programmers in conducting training, written agreement with the third party and policy of recruitment/ selections.
Using EFE and IFE matrices, the CDMG have got score for each 2.97 and 3.07 that allows Bapelkes Padang in position of cell IV (Grow and Build cell) with intensive and integrative strategies, but based on QSPM indicated that intensive strategies should be prioritized. 14 alternative strategies have been developed from TOWS matrix and the group made adaptation 10 of them as intensive strategies and 7 as integrative strategies.
Rank of intensive strategies for prioritization as follows: developing quality management, increasing TNA/training design, improving capabilities of trainers as professionals, improving costumer services, enhancement marketing, enhancement information system, developing training program that anticipative to the crucial changes in environment, enhancement human resources development, developing autonomy managed training and increasing staff involvement in decision making.
Integrative strategies prioritization sequence is: developing written agreement in conducting training, developing training program that anticipative to the crucial environmental changes, enhancement marketing, improving recruitment/selection, developing autonomy managed training, building networking and developing agreement with the third party.
Researcher advices the need of socialization internally and externally of those strategies, and further to develop operational strategies and implementation plan and maximizing information system in strategy implementation and in its evaluation."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus
"Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam menuju Indonesia sehat 2010 telah menetapkan kebijaksanaan umum pembangunan kesehatan antara lain peningkatan derajat kesehatan sumber daya manusia dibidang kesehatan.
Dengan mengacu kepada UU no. 22 tahun 1999, dan UU no.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi. Semenjak dimulainya Otonomi Daerah tahun 2001 ini, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dipandang perlu mempunyai rencana strategik.
Untuk dapat menyusun rencana strategik Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dilakukan penelitian Operasional dengan analisa kualitatif. Penyusunan rencana strategik ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap I (Input stage) terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan internal dari Dinas Kesehatan yang dilakukan oleh Consensus Decision Making (CDM) yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Kepala Subdinas, dan Kepala Seksi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. Kemudian pads tahap II (Making Stage, CDM) melakukan identifikasi alternatif strategik dengan analisis internal dan eksternal (IE) Matrix dan SWOT Matrix. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap III (Decision Stage) untuk menentukan prioritas strategik terpilih dengan menggunakan metode Quantitative Strategic Planning Matrixs (QSPM).
Berdasarkan hasil analisis SWOT Matrixs memperlihatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman berada dalam kuadran Strenghths-Opportunities (S-O), dimana pada kondisi yang demikian Dinas Kesehatan dapat menciptakan Strategik yang menggunakan Kekuatan untuk memanfaatkan peluang sedangkan pada analisis dengan Matrixs IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan berada pada set II (Growth and Build) yang berarti Dinas Kesehatan masih punya peluang untuk melakukan pertumbuhan dan pengembangan organisasinya.
Melalui kedua analisis Matrixs tersebut maka Strategik prioritas yang tepat untuk Dinas Kesehatan adalah Strategik Intensif dan Strategik Integratif.
Sebagai saran agar rencana strategik Dinas Kesehatan yang telah dibuat ini dapat dioperasionalkan maka perlu adanya rekomendasi dan dukungan dari Kepala Daerah dan DPRD Pasaman, setelah itu baru dilakukan sosialisasi kepada pihak terkait untuk menjalin koordinasi di dalam pelaksanaannya.

Strategic Planning of health office of Pasaman Regency Within framework of Regional Autonomy, Year 2001-2005
Department of health, the Republic of Indonesia according to Healthy Indonesia Year 2010 has determined general policy of health aspect development such as increasing of human resource in health aspect.
Referring to Law Number 22 Year 1999, and Law Number 25 year 1999 regarding Financial Balancing between central government and the regional government and Government Regulation Number 25 year 2000 regarding authority of the government and the provinces as autonomous regions. Beginning Pasaman District of autonomous in 2001, certainly the health office of Pasaman District would be a necessity this strategic Planning.
In order to build a strategic planning of this Board this operational research has been conducted using Qualitative analyses, this strategic we build in three stage. First (Input stage), Consists of external and Internal environmental analyses of health office. Through Consensus Decision Making (DMC) people in this group include Head public Health Centre, Head Sub District, Health office and Head Section Health office from Health Pasaman District. On the second stage (Matching Stage), intended alternative strategic by Internal-External Matrixs and SWOT Matrix analyses. Finally the third Stage (Decision Stage) was select the strategic priority, using Quantitative strategic Planning Matrix (QSPM) Method.
Based on the result of SWOT Matrix analyses, Health Pasaman District is positioned at Strenght-Opportunities (S-0) Quadrant, which means Health Pasaman District could maximizes its Internal strength using the opportunity meanwhile, the result of IE Matrix shown that position of health Pasaman District was at cell two (Growth and Build), it means that the Board still have the Opportunity to grow and develop its organization.
Both Matrixes analyses resulted in the priority strategic for organization development of Health Pasaman District are as follows intensive strategy and integrative strategy.
In order to Operational this Health Pasaman District Strategic Planning. There is a need of recommendation and support from Bupati and District Parliament (DPRD) after word socialization to related sectors should be done to build Coordination of the delivery of the programs."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T3111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zamora Bardah
"Tesis ini membahas Implementasi Kebijakan Akreditasi dan Sertifikasi Pelatihan di Bidang Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan mutu, profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan diperlukan berbagai upaya melalui pendidikan dan pelatihan. Salah satu upaya yang ditempuh Kementerian Kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas institusi pendidikan dan pelatihan, serta kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkannya adalah menerapkan standar dan melaksanakan akreditasi dan sertifikasi terhadap institusi pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Implementasi kebijakan akreditasi dan sertifikasi pelatihan di bidang kesehatan telah dilakukan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 725 Tahun 2003, akan tetapi masih banyaknya pelatihan di bidang kesehatan yang tidak terakreditasi disebabkan karena berbagai hal. Desain penelitian ini adalah kualitatif eksplanatoris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan Akreditasi dan Sertifikasi Pelatihan di Bidang Kesehatan, antara lain: kurangnya kompetensi para pelaksana kebijakan dari unit penyelenggara pelatihan dan unit program dan lebih meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Disarankan kepada pihak yang berwenang untuk segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam implementasi kebijakan akreditasi dan sertifikasi pelatihan di bidang kesehatan serta membuat usulan kepada pemerintah untuk meningkatkan kebijakan tingkat Keputusan Menteri menjadi Peraturan Pemerintah.

This thesis discusses the implementation of Training Certification and Accreditation Policy in the Health Sector. In order to improve the quality, professionalism and competence of health personnel required numerous attempts through education and training. One of the efforts taken by the Ministry of Health in order to improve the quality of education and training institutions, and the resulting quality of health workers is to apply and implement the standards of accreditation and certification of education and training institutions in the health sector.
Implementation of policies of accreditation and certification training in the health sector have been carried out based on the Decree of the Minister of Health No. 725 of 2003, but still much training in the health field that is not accredited due to various things. The design of this study is qualitative explanatory.
The results showed that there are still weaknesses in the implementation of the Accreditation and Certification Training in the Field of Health, among others: competence of the executive policy of the unit operator and unit training programs are still lacking and further improve coordination between central and local governments. Advised to authorities to be improvements in policy implementation accreditation training and certification in health and make a proposal to the government to improve policy level ministerial decision shall become government regulation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31320
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurusysyarifah Aliyyah
"Demam berdarah dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius di Kabupaten Bandung. Insiden kejadian penyakit demam berdarah dengue di Kabupaten Bandung pada tahun 2010 yaitu sebesar 37,82 per 1.000 penduduk. Angka Bebas Jentik (ABJ) di beberapa wilayah pun masih dibawah 95 %.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (di 12 wilayah puskesmas percontohan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta di Kabupaten Bandung). Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner tentang pengetahuan (vektor penular, tempat perkembangbiakan nyamuk, dan upaya pencegahan penyakit), sikap tentang PSN DBD, dan perilaku (pemeriksaan tempat penampungan air dan PSN DBD). Data keberadaan jentik dikumpulkan melalui observasi pada tempat- tempat perkembangbiakan nyamuk. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit DBD dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dengan nilai p=0,016 (OR: 2,674 95% CI: 1,263-5,658).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel yang memiliki hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti hanyalah pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit.

Dengue haemorraghic fever is still a serious public health problem in Bandung Regency. Incidence of dengue haemorraghic fever in Bandung Regency in the year 2010 is 37,82 at 1.000 inhabitants. Number of free larvae in some region is still under 95%.
The aims of this study is to know the relationship between knowledge, attitude, and behavior of the community with the presence of Aedes aegypti mosquito larvae (in 12 regions of pilot public health center Large Office of Environmental Health Engineering and Disease Control Jakarta in Bandung Regency). This study using a cross sectional design. Data collected by live interview using a questionnaire. The questionnaire consisted of questions about knowledge (vector transmitter, mosquito breeding site, and disease prevention efforts), attitude about mosquito nest eradication of dengue haemorraghic fever, and behavior (container inspection and mosquito nest eradication of dengue haemorraghic fever). Data about the presence of mosquito larvae collected by a direct observation of mosquito breeding site. Bivariat analysis shows there is a meaningful relationship between knowledge about disease prevention efforts with the presence of Aedes aegypti mosquito larvae with a value of p=0,016 (OR: 2,674 95% CI: 1,263-5,658).
The conclusions of this research is, variable that has a relationship with the presence of Aedes aegypti mosquito larvae in only knowledge about disease prevention efforts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kesehatan, 1992
613 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sukidjo Notoatmodjo
Yogyakarta: Andi, 1993
613.043 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rosnini Savitri
"Angka Kematian Ibu di Indonesia sebesar 390 per 100.000 Kelahiran hidup (SDKI, 1994) dan Angka Kematian Bayi 54 per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 1997), sementara itu di Sumatera Barat Angka Kematian Ibu 330/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi 47/1000 kelahiran hidup (BPS 1998).
Untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi pemerintah melaksanakan berbagai program pemberdayaan masyarakat, salah satunya adalah melalui kegiatan kesehatan di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mutu proses KIE di Posyandu dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional. Sampel penelitian adalah kader Posyandu yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman dan pengambilan sampel studi kuantitatif dilaksanakan dengan cara stratifikasi random sampling sebanyak 110 kader Posyandu dan studi kualitatif diambil secara purposif sebanyak 4 orang kader Posyandu dan 4 orang pembina lapangan (Bidan Desa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47,3 % mutu proses KIE kurang, 36,4 % sedang dan 16,4 % baik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar Posyandu di Kabupaten Padang Pariaman memiliki mutu proses KIE yang masih rendah. Faktor pengetahuan kader, pembinaan kader dan supply sarana penyuluhan mempunyai hubungan yang bermakna (p< 0.05) dengan mutu proses KIE di Posyandu. Disamping itu faktor pengetahuan kader mempunyai hubungan yang paling kuat dengan mutu proses KIE setelah faktor lain dikontrol.
Penelitian ini menyarankan adanya pelatihan kader dan penyegaran kader secara berkala dalam rangka meningkatkan pengetahuan kader, meningkatkan pembinaan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten, bantuan dana untuk melengkapi sarana penyuluhan terutama media penyuluhan dalam rangka meningkatkan mutu proses KIE di Posyandu tersebut.

Quality Analysis of Posyandu Communication Information and Education Process and its related factors in Padang Pariaman regency West Sumatra Province 2000.Maternal Mortality Rate in Indonesia is 390 per 100.000 live births (SDKI, 1994) and the Infant Mortality Rate is 54 per 1.000 live births (Indonesian Health Profile, 1997). Meanwhile in West Sumatra the Maternal Mortality Rate is 330/100.000 live birth and infant Mortality Rate 47/1.000 live birth (BPS 1998).
In order to decrease the maternal mortality and infant mortality rate, the government has performed various people empowerment programs. One of the programs is through health activities in Posyandu (Integrated Service Point).
This research is intended to obtain the profile of Communication Information and Education process quality in the Posyandu and its related factors. This research was performed in Regency of Padang Pariaman.
The research design is Cross Sectional Survey. The research samples are Posyandu personnel that are available in Padang Pariaman Regency and sampling method was stratified random sampling towards 110 personnel and the qualitative sampling was done purposively towards 4 Posyandu personals and 4 field workers (Village Midwives).
The result of this research indicates that 47.3% the Communication Information and Education quality process is poor, 36.4% is moderate and 16.4% is good. This concludes that quality of KIE process still slow. Furthermore, this study showed cadres skills, supervision of cadres and support of media supplies are factors related significantly to the quality of Communication information and Education process. By using multiple logistic regressions, it is shown that cadres skills is the most important factors.
This research recommends that Puskesmas (and other higher health responsibilities) to always provide support to improve knowledge & skills of cadres in Communication Information and Education / Health promotion. Furthermore, it is impentive that each Posyandu is provided well with health promotion media, such as rehearsal promotion sheets/posters.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Solely
"ABSTRAK
Kebersihan tangan dapat mencegah Health Care Associated Infections (HAIs) dan meningkatkan keselamatan pasien. Penggunaan fluorescence lotion pada pelatihan kebersihan tangan merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan experiential learning yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam kebersihan tangan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh program pelatihan kebersihan tangan terhadap pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam kebersihan tangan. Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan quasy experiment dengan metode pre test-post test designs with comparison group. Sampel dalam penelitian adalah 32 perawat pelaksana untuk kelompok intervensi dan 38 perawat pelaksana untuk kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan dan kepatuhan kebersihan tangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah pelatihan kebersihan tangan (p< 0,001, CI pengetahuan= 2,061; 3,541, CI kepatuhan= 6,792; 10,929). Pelatihan kebersihan tangan perlu dilakukan berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
610 JKI 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini berisi mengenai data bibliografi bidang kesehatan yang terbit tahun 1990-1991 di Jawa Timur.;Buku ini berisi mengenai data bibliografi bidang kesehatan yang terbit tahun 1990-1991 di Jawa Timur."
Surabaya: Dinas Kesehatan, 1992
R 613.074 BIB
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Rahman
jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
613.943 ANI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>