Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82507 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilik Heri Setiadi
"Tugas dan wewenang Polri yang diatur dalam UU No. 28 tahun 1997 salah satunya adalah menangani permasalahan kendaraan bermotor mencakup pendaftaran kendaraan bermotor. Dalam prakteknya, tugas tersebut dilakukan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah/Dipenda dan PT. Jasa Raharja menyelenggarakan pelayanan pendaftaran dan pembayaran pajak kendaraan bermotor dalam satu kantor Samsat. Akan tetapi dalam pelaksanaan sehari-harinya, adanya birokrasi berjenjang dalam pengurusan surat-surat kendaraan bermotor tersebut dirasakan oleh masyarakat sebagai hambatan dalam proses administrasinya. Hal tersebut membuka peluang munculnya jasa calo/biro jasa yang dapat membantu pengurusan surat-surat tersebut.
Penelitian yang dilakukan di kantor Samsat Kodya Semarang bertujuan untuk menggambarkan proses pelayanan petugas samsat serta adanya pelayanan secara khusus berkaitan dengan kelengkapan persyaratan yang kurang, proses cepat bea balik nama, percaloaan serta adanya pembukaan loket khusus untuk Acc KTP sebagai alternatif untuk tidak melakukan balik nama. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode etnografi dengan pendekatan kualitatif, dimana penulis langsung berada ditengah-tengah obyek penelitian untuk mengamati, merasakan, dan memahami dinamika pelaksanaan pelayanan oleh petugas samsat dalam proses administrasi kendaraan. Penulis juga melakukan aktivitas sebagai wajib pajak, mengamati, dan melakukan wawancara terhadap petugas samsat, baik PNS maupun Polri dan calo/biro jasa.
Hasil penelitian menemukan pelayanan Samsat di Kodya Semarang terbagi tiga yaitu Samsat I, Samsat II dan Samsat III dimulai jam 08.00 WIB sampai jam 14.00 WIB serta dilayani oleh 113 orang petugas yang terdiri dari 57 orang petugas Polri, 16 orang PNS dan 40 orang PHL. Pengguna jasa yang dilayani petugas terdiri dari : pemilik langsung atau wajib pajak, calo, suruhan atau kurir balk orang sipil maupun personal Polri.
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat seperti one day service dalam proses administrasi kendaraan bermotor tidak disertai kriteria dan batasan waktu yang jelas. Hal ini mendorong masyarakat untuk menggunakan jasa perantara atau calo. Pada sisi lain para wajib pajak cenderung menggunakan calo atau perantara dalam mengurus surat-surat kendaraan bermotornya, sehingga aktivitas sehari-harinya tidak terganggu.
Perantara atau calo yang beroperasi di kantor Samsat Kodya Semarang terdiri dari personel Polri di kantor Sarnsat termasuk Provost Polda Jawa Tengah yang bertugas melakukan pengamanan internal, pegawai negeri dari Pemda Kodya Semarang, pegawai harian lepas, biro jasa yang dikenal dengan calo resmi, calo liar, dan petugas parkir.
Dalam melaksanakan pekerjaannya, para calo mempunyai cara dan strategi sendiri untuk menarik wajib pajak yang akan mengurus kendaraannya, seperti mangkal di depan pintu, di ruang tunggu, di tempat parkir, dan di warung sekitar samsat. Disamping itu ada calo yang memiliki pelanggan sendiri, yaitu wajib pajak yang setiap tahunnya secara rutin dibantu pengurusan administrasi kendaraan bermotornya. Biasanya calo menghubungi wajib pajak langganan yang terdaftar dalam buku khusus beberapa hari sebelum waktu jatuh tempo.
Pada sisi lain terjadi penyimpangan tugas dan kewenangan oleh petugas dalam melayani masyarakat. Hal ini dibuktikan dimana dalam pengecekan fisik kendaraan bermotor yang meliputi nomor rangka dan nomor mesin dilakukan oleh petugas Polri tidak dilaksanakan sebagaimana aturan yang ada, sehingga petugas Polri itu sendiri tidak optimal khususnya dalam mengembangkan penanganan tindak pidana pencurian kendaraan dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. Petugas polisi yang bekerja secara terpadu dan terkait dengan instansi lain yang membidangi pemasukan uang negara ini cenderung menitik beratkan unsur pelayanan saja yaitu pemasukan uang negara dari pada tugas fungsi sebagai aparat yang bertanggung jawab akan keamanan dan ketertiban penerbitan suratsurat kendaraan bermotor. Penyimpangan lain yang dilakukan petugas adalah dibentuknya loket khusus bagi wajib pajak yang tidak dapat melampirkan KTP asli atas nama pemilik dengan membayar uang dengan jumlah tertentu. Hal ini merugikan Pemerintah Daerah dari sektor penerimaan pajak."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T8085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamaruddin
"Tesis ini menganalisis tentang pelayanan asuransi korban kecelakaan lalu lintas di Polresta Bogor. Perhatian utama dalam tesis ini adalah corak kegiatan pelayanan yang dilakukan polisi lalu lintas di Polresta Bogor dengan fokus corak pelayanan terhadap korban dalam pengurusan asuransi kecelakaan lalu lintas yang didasarkan atas kewenangan, kebijaksanaan, dan diskresi.
Dalam kajian tesis ini membahas fungsi pelayanan polisi dilihat dari suatu rangkaian tindakan yang dilakukan birokrasi kepolisian menyangkut kebijaksanaan organisasi yang dilakukan petugas kepolisian atas Interpretasi tindakannya dilapangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnografi dengan tehnik pengumpulan data secara pengamatan, wawancara dengan pedoman, dan pengamatan terlibat untuk mengungkapkan tindakan petugas kepolisian maupun birokrasinya dalam memberikan pelayanan asuransi Jasa Raharja.
Hasil penelitian ditemukan adanya corak kegiatan pelayanan asuransi Jasa Raharja yang dilakukan oleh birokrasi kepolisian menyangkut kebijaksanaan organisasi yang dilakukan petugas kepolisian atas interpretasi tindakannya dilapangan. Tindakan-tindakan yang dilakukan petugas kepolisian maupun birokrasinya didasarkan atas kewenangan dan diskresi sesuai tingkat kepentingan yang dilayani, imbalan yang diterima, dan kelengkapan administrasi korban untuk memperoleh santunan asuransi kecelakaan, dalam hal ini kapasitas polisi hanya sebagai media atau penghubung di pelayanan tersebut. Kegiatan pelayanan asuransi kecelakaan lalu lintas oleh Unit Kecelakaan Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Kota Bogor ditujukan untuk menjaga dan menjamin keberlanjutan pelayanan kepolisian kepada individu dan masyarakat dari masalah yang dihadapi agar tidak dirugikan sesuai fungsi dan peranan polisi dalam mewujudkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat yang dilayani.
Pelaksanaan kegiatan pelayanan asuransi kecelakaan diwarnai dengan adanya tindakan-tindakan kolusi antara Penyidik/Penyidik Pembantu dengan pihak tersangka, korban, dan Petugas Jasa Raharja. Disamping itu, adanya pemerasan yang dilakukan Penyidik/Penyidik Pembantu terhadap pihak tersangka serta tindakan penyuapan yang dilakukan oleh tersangka dan korban kepada pihak Penyidik/Penyidik Pembantu. Hal tersebut sebagai akibat dari kurangnya dukungan anggaran dan peralatan untuk operasional, lemahnya sistem kontrol dan kendali, kurangnya gaji petugas kepolisian serta adanya tuntutan akan kewajiban pemenuhan kebutuhan pribadi dan organisasi.
Corak kegiatan pelayanan asuransi kecelakaan lalu lintas mewarnai hubungan dan tanggapan masyarakat terhadap kerja polisi. Masyarakat merasa puas dilayani polisi apabila tujuannya tercapai, sementara masyarakat yang tidak puas atas pelayanan polisi mengharapkan adanya suatu perubahan dalam sistem kerja polisi.
Implikasi dari tesis ini adalah perlunya suatu perbaikan terhadap sistem kerja Unit Kecelakaan Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Kota Bogor dalam memberikan pelayanan asuransi kecelakaan lalu lintas. Perbaikan ini dilakukan dengan cara mencukupi personil, anggaran, dan peralatan yang diperlukan, pelatihan tentang pelayanan yang berkesinambungan, mengaktifkan suatu sistem kendali yang baik, menyusun program kegiatan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan masyarakat yang dilayani, dan meningkatkan kesejahteraan petugas kepolisian sejajar dengan aparat penegak hukum lainnya.
E. Daftar Kepustakaan : 26 buku + 13 dokumen"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indar Triyanto
"Penyimpangan pada hakekatnya merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum dan norma agama serta membahayakan kehidupan masyarakat. Meskipun demikian perbuatan tersebut tetap saja terjadi dilakukan oleh setiap orang.
Penyimpangan dalam penegakan hukum lalu lintas di jalan raya yang terjadi di lingkungan PJR dari dahulu sampai saat ini masih terus berlangsung dan dianggap sebagai hal yang biasa sebagai interaksi antara petugas PJR dengan pengemudi kendaraan yang melakukan pelanggaran.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu partisipasi observasi / pengamatan terlibat karena secara kebetulan peneliti adalah anggota polisi yang bertugas di tempat tersebut. Penelitian dilakukan dengan cara pengamatan terlibat dengan menumpang pada kendaraan dinas patroli secara bergantian.
Kerangka teori utama yang digunakan adalah mengacu kepada teori Differential Association (Sutherland) yang berkaitan dengan masalah penyimpangan dalam penegakan hukum di jalan raya, tertetak pada learning theory yang menjadi hakekat subtansi teori dimaksud, sedangkan teori-teori penyimpangan lain adalah sebagai teori penunjang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa penyimpangan dalam penegakan hukum lalu lintas di jalan tol yang dilakukan anggota PJR terdapat dua pola penyimpangan yaitu pertama berupa denda damai dan yang ke dua adalah berupa salam tempel, pada masing-masing pola tersebut memiliki karakteristik yang bebeda. Pola-pola penyimpangan tersebut terus berlangsung sampai saat ini dikarenakan adanya kesempatan dalam tugas sebagai anggota PJR, adanya sosialisasi melalui pengalaman kerja, adanya dukungan kawan sejawat dan kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan tugas di lapangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, M. H.
"Penyidikan kecelakaan lalu lintas di Polres Metro Jakarta Timur merupakan suatu permasalahan yang menimbulkan penyimpangan. Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu.
Metode penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini untuk mempermudah dilakukannya pengumpulan data dengan cara pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara, studi kasus dan kajian kepustakaan. Penelitian dilakukan di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Timur. Tesis ini menunjukkan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu belum sesuai dengan teori penyidikan kecelakaan lalu lintas.
Hal itu menyebabkan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu pada setiap tahap penyidikan. Penyimpangan ini didasari oleh beberapa faktor : kurangnya pengetahuan penyidik pembantu terhadap teori penyidikan, kurangnya pemahaman tentang kelalaian dalam tindak pidana, tidak adanya dana penyidikan yang disediakan oleh negara, adanya kemauan para pihak yang terlibat dalam kecelakaan, dan lemahnya sistem kontrol dari pihak luar."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Angkawijaya
"Program pembinaan polantas terhadap pengemudi bus metromini di Jakarta Pusat merupakan informasi yang relevan untuk digali sebagai pedoman pelaksanaan program pembinaan polantas terhadap pengemudi bus metromini, sehingga dengan demikian polantas dalam melaksanakan pembinaan dapat lebih baik yang akhirnya akan didapatkan pengemudi bus metromini yang tertib dan disiplin berlalu lintas. Dalam konteks ini masalah penelitian program pembinaan polantas terhadap pengemudi metromini dirasakan sangat sentralistik dan kurang menggali masukan dari pengemudi bus metromini yang menjadi sasaran pembinaan, padahal apabila dikaji maka informasi berupa pandangan pengemudi terhadap pelaksanaan program pembinaan polantas sangat perlu sebagai umpan balik dalam memperkaya dan memperbaiki program pembinaan polantas itu.
Untuk memahami hal tersebut maka metode penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif dengan studi kasus pelaksanaan program pembinaan polantas terhadap pengemudi bus metromini di Pokes Metro Jakarta Pusat. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah pejabat di Polies Metro Jakarta Pusat (Kapolres; Kasatlantas), petugas polantas serta para pengemudi bus metromini yang hadir pada acara pembinaan. Adapun informasi yang digali dari subjek penelitian adalah pelaksanaan program pembinaan yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasinya. Selanjutnya dari subjek pengemudi adalah pandangan terhadap pelaksanaan program pembinaan yang meliputi pandangan terhadap petugas pembina, metode, materi dan alat yang digunakan.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa program pembinaan polantas terhadap pengemudi bus metromini sama dengan program pembinaan polantas terhadap pengemudi kendaraan umum lainnya, hal ini terungkap dalam program kegiatan Satlantas Wilayah Metro Jakarta Pusat tahun 1997-1998 namun pelaksanaan program pembinaan itu tidak terlaksana sesuai dengan program kegiatan sehingga selama tahun 1997-1998 pembinaan hanya satu kali dilaksanakan yang berbentuk ceramah tentang tertib dan disiplin berlalu lintas, pelaksanaan ini berkaitan erat dengan operasi khusus kepolisian (Operasi Lilin 1997 dan Operasi Ketupat 1998). Sedangkan pandangan pengemudi terhadap pelaksanaan program pembinaan itu terungkap bahwa pelaksanaan program pembinan harus dilakukan terus menerus, waktu dan tempat disesuaikan dengan waktu pengemudi bus metromini tidak bekerja dan tempatnya dekat dengan pangkalan-pangkalan bus metromini, petugas pembina agar mempunyai kemampuan berbicara yang mudah dimengerti, berpenampilan simpatik, berdisiplin waktu, materi pembinaan agar mudah dimengerti dengan bahasa yang mudah dipahami, adanya keterampilan petugas dalam mengoperasionalkan alat bantu pembinaan serta metode yang bervariasi tidak hanya ceramah-ceramah tetapi diselingi oleh simulasi atau diskusi tentang Cara berlalu lintas dengan baik.
Oleh karena itu pandangan pengemudi terhadap pelaksanaan program pembinaan perlu diperhatikan oleh polantas dalam rangka penyusunan program pembinaan kepada pengemudi bus metromini berikutnya agar program itu dapat memberikan dampak untuk menyadarkan pengemudi bus metromini yang lebih tertib dan disiplin."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutadi
"Penelitian ini bersifat studi kasus yang bertujuan untuk mendiskripsikan perilaku petugas di lapangan dalam rangka pengawasan dan pengendalian pemberlakuan ketentuan sistim Three in One khususnya di Jalan Jenderal Sudirman sejak jam 06.30 sampai dengan 10.00.
Yang ditentukan oleh penulis sebagai informan kunci adalah unsur-unsur pimpinan dari satuan operasional Dit Lantas Polda Metro Jaya yaitu Satgasus, sedangkan yang dipilih sebagai informan adalah para anggota Satgasus yang sedang bertugas di lapangan baik di Pos Tetap maupun di Pos Sementara di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman Jakarta.
Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik studi dokumentasi dan penelitian lapangan balk dengan metode pengamatan secara terlibat pasif maupun wawancara dengan pedoman. Studi dokumentasi atau studi kepustakaan tersebut adalah untuk mengetahui dan memahami dasar hukum dari tugas dan wewenang Pemda DKI Jaya di bidang lalu lintas, tugas dan wewenang Polri serta Dit Lantas Polda Metro Jaya di bidang lalu lintas, teori-teori dan konsep tentang keamanan ketertiban dan kelancaran (Kamtibcar Lantas) dan reaksi masyarakat terhadap ketentuan sistim Three in One.
Sedangkan penelitian lapangan dengan pengamatan secara terlibat pasif dan wawancara dengan pedoman adalah untuk memahami bagaimana situasi kesatuan dari Satgasus, bagaimana situasi Jalan Jenderal Sudirman, bagaimana pelaksanaan tugas-tugas dan kegiatan anggota kompi penjagaan, Pam Route, pengaturan lalu-lintas dan penegakkan hukum di Jalan Jenderal Sudirman sejak jain 06.30 sampai dengan jam 10.00, sehingga pada akhirnya dapat diketahui poly-port perilaku petugas tersebut.
Untuk dapat memahami perilaku petugas dengan berbagai dinamika kegiatannya maka penulis menyusun hipotesa kerja sebagai berikut:
1.1. Petugas tidak atau kurang ketat melakukan pengawasan atau penjagaan di pintu atau di ujung jalan masuk gerbang ketentuan atas kawasan Three in One.
1.2. Di Jl. Jenderal Sudirman, petugas tidak hanya menegakkan ketentuan sistim Three in One tetapi juga ketentuan atau peraturan lalu-lintas lainnya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Andean Bonar
"Penelitian yang membahas tentang penindakan pelanggaran lalu lintas oleh PPNS-PLLAJ di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat ini dilatarbelakangi oleh fenomena pelanggaran oleh aparat dalam menjalankan tugas yang justru makin membuat terpuruknya upaya penegakan hukum di bidang lalu lintas.
Masalah penelitian adalah tindakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas, dan fokus penelitiannya dititikberatkan pada pelanggaran kewenangan hukum oleh PPNS-PLLAJ. Untuk itu dibuat hipotesa penelitian yaitu jika penindakan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh PPNS-PLLAJ di wilayah hukum Polrees Metro Jakarta Barat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran kewenangan hukum.
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi ini, Cara pengumpulan data dan informasinya dilakukan dengan teknik wawancara dan pengamatan secara langsung pada obyek yang diteliti. Adapun teori yang memayungi penelitian ini adalah teori penegakan hukum yang ditinjau dari teori kekuasaan, teori penyimpangan, serta teori koordinasi dan pengawasan.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pelanggaran kewenangan hukum oleh PPNS-PLLAJ dalam penindakan pelanggaran lalu lintas, dan peraturan perundang-undangan yang diabaikan adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, Nota Kesepakatan Bersama Kaplri dengan Para Direktur Jenderal selaku Pembina PPNS tanggal 24 Februari 1999 serta beberapa Keputusan Kapolri menyangkut koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis PPNS-PLLAJ.
Dilihat dari sanksi hukumnya, bahwa pelanggaran pada tahap persiapan dan pengiriman berkas perkara yang tidak melalui Polri merupakan pelanggaran non pidana yang bersifat administratif, sedang pelanggaran pada tahap pelaksanaan penindakan merupakan pelanggaran pidana yang bertentangan dengan pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta pasal 3 dan pasal 12 ayat (e) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Fenomena pelanggaran kewenangan hukum tersebut antara lain dilatarbelakangi oleh faktor kekuasaan, egoisme sektoral yang cenderung melepaskan diri dari konteks koordinasi dan pengawasan, serta kurangnya respon pihak Polri selaku penyidik, yang kesemuanya bermuara pada timbulnya penyimpangan dalam bentuk pungutan liar (pungli) yang merugikan masyarakat pemakai jalan.
Bentuk-bentuk pelanggaran kewenangan hukum tersebut terutama dapat disimak dari penghentian kendaraan bermotor di jalan oleh PPNS-PLLAJ tanpa didampingi penyidik Polri, pelaksanaan penindakan yang tidak berada di bawah koordinasi Polri, pelaksanaan tilang yang menyimpang dari ketentuan penyidikan, penugasan personil yang tidak memenuhi syarat kualifikasi sebagai penyidik serta pengiriman berkas perkara tilang yang disampaikan langsung ke Pengadilan.
Sehubungan dengan fenomena pelanggaran kewenangan hukum tersebut, penulis memberikan rekomendasi agar Nota Kesepakatan Kapolri dengan Para Direktur Jenderal selaku Pembina PPNS tahun 1999 yang lalu diperbarui, kemudian dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan untuk masing-masing bidang PPNS. Atas dasar Nota Kesepakatan yang baru ini, Mabes Polri menginstruksikan kepada para Kapolda dengan berkoordinasi dengan Direktur Lalu Lintas Pala membuat petunjuk teknis yang melibatkan para Kapolres.
Selain itu, Mabes Polri diimbau untuk melakukan pemantauan secara berkala atas implementasi ketentuan yang baru tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk memaksimalkan pelaksanaannya di lapangan. Di sisi lain, pertemuan berkala antara Kapolda dengan Dinas Perhubungan diperlukan untuk membahas hal-hal yang bersifat teknis administratif, serta ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala para Kapolres dengan Suku Dinas Perhubungan untuk membahas hal-hal yang sifatnya teknis operasional.
Dalam upaya mencapai tegaknya hukum di bidang lalu lintas, perlu direvisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 dengan cara menambah penjelasan pasal 7 secara jelas, yang kemudian ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan oleh Menteri Kehakiman dan HAM atau keputusan Bersama Kapolri dengan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
Demikian pula dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, khususnya pasal 8 hendaknya dipertegas bahwa PLLAJ juga berwenang menghentikan kendaraan bermotor di jalan dalam rangka pemeriksaan. Sebagai upaya untuk mengurangi pelanggaran kewenangan hukum tersebut, diimbau kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan kesejahteraan PPNS-PLLAJ dan petugas PLLAJ yang bertugas melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian
Polisi Lalu-iintas (Polantas) bertugas antara lain mengatur lalu-lintas, terutama di jalan yang rawan kecelakaan, jalur yang padat dan vital. Tugas tersebut, terutama di kota besar seperti Jakarta, menyebabkan Polantas banyak terpapar polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor. Polutan serta partikulat yang bersumber dari kendaraan bermotor berbahaya bagi kesehatan dan merupakan sumber radikal bebas eksogen yang penting selain merokok. Selain banyak terpapar polutan, kebanyakan anggota Polantas secara psikologis mengalami stres berat dan perokok, padahal ketiga unsur (polutan, stres berat dan rokok) berperanan penting sebagai sumber dan pembentukan radikal bebas, sehingga akan memicu terjadinya stres oksidatif.
Dari beberapa penelitian terbukti, stres oksidatif sangat penting peranannya dalam beberapa patologi penyakit seperti aterosklerosis, kanker, penyakit Alzheimer, rematik, anemia hemolitik, penyakit degeneratif dan kerusakan genetik. Membandingkan status oksidan dan antioksidan antara polisi di pedesaan dan perkotaan sangat penting utuk melindungi anggota Polantas dari pengaruh buruk radikal bebas dan juga bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar pencemaran yang ada di perkotaan.
Untuk mengetahui perbedaan status oksidan dan antioksidan antara polisi di pedesaan, polisi staf di kota besar dan Polantas di kota besar dilakukan pengukuran terhadap kadar MDA (malondialdehid) dan aktivitas superoksid dismutase (SOD) dan katalase pada 4 kelompok sukarelawan, yang masing-masing terdiri dari 30 orang. Kelompok adalah I (polisi pedesaan), kelompok II (polisi pedesaan perokok), kelompok III (polisi staf perokok di perkotaan) dan kelompok IV ( Polantas di perkotaan perokok). Penelitian dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama pemeriksaan kadar MDA, aktivitas SOD dan katalase untuk mengetahui status oksidan dan antioksidan pada 4 kelompok tersebut di atas. Tahap kedua untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C dan E terhadap status oksidan dan antioksidan, dengan memberikan vitamin C 500 mg dan Vit E 300 mg, 1 x sehari selama 30 hari pada 30 orang dari kelompok yang mengalami stres oksidatif tertinggi.
HASIL DAN KESIMPULAN
a. Kadar MDA kelompok I = 3,34 ± 0,81 umol/L; Kelompok (Kel) II = 4,28 ± 0,77 umol/L; Kel III = 5,20 ± 0,66 umol/L; Kel IV = 5,12 ± 0,78 umol/L. Dari analisis statistik didapatkan hasil : ada perbedaan rata-rata bermakna ( p < 0,05) antara Kel I dengan Kel II, III dan IV; antara Kel II dengan III dan IV; sedangkan Kel III dan IV tidak ada perbedaan yang bermakna (P > 0,05).
b. Aktivitas SOD Kel I , II, III dan IV adalah 16,75 ± 9,80; 22,83 ± 6,82; 26,10 ± 8,50 dan 26,90 ± 9,34 unit/ mg protein. Dari analisis statistik didapatkan hasil: ada perbedaan rata-rata yang bermakna (p < 0,05) antara Kel I dengan Kel II, III dan IV. Antara Kel II, III dan IV terdapat peningkatan aktivitas SOD, tetapi tidak bermakna.
c. Aktivitas katalase Kel I, II, III dan IV secara berturut-turut adalah : 106,25 ± 47,47; 118,84 ± 42,73; 119,83 ± 35,35 dan 145,57 ± 61,85 unit/ mg protein. Dari analisis statistik didapatkan hasil : ada perbedaan rata-rata yang bermakna (p < 0,05) antara Kel I dan IV. Aktivitas katalase ada keeenderungan meningkat dari Kel I sampai Kel IV, tetapi antara Kel II, III dan IV peningkatannya tidak bermakna (p > 0,05).
d. Pemberian vit C + E pada 30 orang yang relatif mengalami stres oksidatif didapatkan hasil 1). KDA, sebelum pemberian vitamin : 5,06 ± 0,59 dan setelah pemberian 4,90 ± 1,02 umol/L, nilai ini ada keeenderungan menurun, tetapi tidak bermakna (p > 0,05). 2). SOD, sebelum pemberian vitamin 27,34 ± 10,05 dan setelah pemberian vitamin 16,91 ± 6,51 unit/ mg protein, nilainya ada penurunan yang bermakna (p < 0,05). 3). Katalase, sebelum pemberian vitamin 134,29 ± 53,28 dan setelah pemberian 62,07 ± 25,26 unit/ mg protein, ada penurunan aktivitas yang bermakna (p < 0,05).
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan status oksidan dan antioksidan antara polisi di pedesaan dan polisi di perkotaan dan tidak ada perbedaan antara polisi staf dan Polantas di kota besar. Pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan aktivitas enzim antioksidan namun belum dapat mengurangi peroksidasi lipid.

ABSTRACT
SCOPE AND METHODS :
The main duty of traffic police (Polantas) is to control the land traffic, particularly at the certain roads which are potential to the happening of accident, busy and vital road. Due to such duty, especially in a big city like Jakarta, it has led the police become heavy polluted from either car or motor cycle pollutant and particulate. Those pollutant and particulate are very dangerous to the health of human being and they are also the important source of exogen free radicals beside cigarette smoke. Beside being polluted, most of Polantas are smoker and stessed psychologically . On the other hand those three factors (i.e. pollutant, stessed psychologically and cigarette) are very potential to form free radicals that cause oxidative stress (OS). The previous research showed that oxidative stress is very important in pathology of some diseases such as atherosclerosis, cacer, Alzheimer disease, rheumatic, hemolytic anemia, degenerative and genetic diseases. Comparing oxidant and antioxidant status between police in rural and urban areas is very important in order to protect them from the dangerous effect of free radicals and also it is beneficial to understand how heavy pollution in urban areas is. In order to understand the difference of oxidant and antioxidant status among police in rural area, police who statione in office and Polantas in urban area an observation on the measurement of MDA content, activity of SOD and catalase in 4 groups of volunteers at which ease group consist of 30 person has been carried out. Group I is (police rural area), group II is (smoker police rural area), group III is (smoker police who statione in office) and group IV is (smoker Polantas in urban). This study was divided into two phases, in the first phase, on the four groups were determined the malondialdehyde (MDA) contents, the activities of superoxide dismutase (SOD} and catalase. In the second phase, the persons with high oxidant status were given oral vitamin C of 500 mg and vitamin E of 300 mg once daily for 30 day.
RESULTS AND CONCLUSION :
The MDA content of group I, II, III and IV was 3.34 ± 0.81 umol/L, 4.28 +/- 0.77 umol/L, 5.20 ± 0.66 umol/L, and 5.12 ± 0.78 umol/L respectively. From the statistical analysis, there is a difference on significant ( p c 0.05) between group I with group II, III and IV; between group II with III and IV; whereas group III and IV there was not significant difference (P > 0.05). b. SOD activity of group I , II, III and IV where 16.75 ± 9.80 , 22.83 ± 6.82, 28.10 ± 8.50 and 26.90 ± 9.34 unit/ mg protein respectively. From the statistical analysis, there is a difference on significant (p < 0.05) between group I with group II, III and IV. In group II, III and IV there where an increase of SOD activity, but it was not significant. c. Catalase activity of group I, II, III and IV where : 106.25 ± 47.47, 118.84 ± 42.73, 119.83 + 35.35 and 145.57 ± 61.85 unit/ mg protein respectively.
From the statistical analysis, there is a difference on significant (p c 0.05) between group I and IV. Catalase activity tend to raise in all groups, but in group II, III and IV the increase was not significant (p > 0.05). d. Addition of vitamin C and E to 30 volunteers with high oxidant status showed a decrease but not statistically significant of MDA (5.06 ± 0.59 umol/L before versus 4.90 ± 1.02 umol/L, after vitamin C +E). The activity of SOD was decrease from 27.34 ± 10.05 unit / mg protein before vitamin supplement to 16.91 ± 6.51 unit/ mg protein affter supplement there was a significant decrease in the value (p < 0.05). 3). Similarly, the activity of catalase, was decreased from 134.29 ± 53.28 before vitamin supplement to 62.07 ± 25.26 unit/ mg protein after supplement, there was a significant decrease in the activity (p c 0.05). The study demonstated that there was a significant difference in the status of oxidant and antioxidant between police in rural area with police in urban area. The oxidant and antioxidant status, however, was not different between police who stationed in office with the Polantas (traffic police). Vitamin C and E supplement could decrease the activity SOD and catalase, but could not decrease the lipid peroxidation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Saktiadi
"Prevalensi sangat tingginya beban sosial akibat kecelakaan lalu lintas di tahun 2020 di negara-negara sedang berkembang memberi sinyal yang mengkhawatirkan bagi banyak pihak. WHO kemudian mengambil inisiatif untuk melakukan perbaikan terhadap keselamatan di jalan di tahun 2004. Butuh waktu 6 tahun bagi WHO untuk meminta PBB mengeluarkan resolusi mendesak negara-negara anggota untuk beraksi bagi keselamatan jalan selama satu dasawarsa sampai tahun 2020. WHO tidak sendiri dalam menyuarakan pentingnya keselamatan di jalan. Beberapa nama penting mencakup Global Road Safety Partnership, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, masyarakat transportasi nasional dan regional seperti European Transport Safety Council, TRL, NRSC, dan lainnya. WHO belajar dari pengalaman buruk yang pernah menimpa negara-negara di Amerika Utara dan Eropa di masa lalu, beberapa dasawarsa yang lalu. Untuk mengatasi masalah keselamatan di jalan, kebijakan dan aksi tidak bisa dilakukan seperti sekarang ini, apa adanya, dan secara parsial. Masalah keselamatan di jalan harus diselesaikan secara terintegrasi. Pernyataan ini merupakan tesis dalam laporan ini. Bila tidak dilakukan secara terpadu, alokasi sumber daya bisa menjadi tidak efisien dan tidak efektif. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah tersedianya data yang cukup tentang kecelakaan di jalan. Indonesia harus belajar dari Kamboja yang sudah berhasil mengimplementasikan RCVIS (Road Crash and Victim Information System) sejak tahun 2004. Di Indonesia, sebutan untuk RCVIS Kamboja adalah IRSMS-AIS. IRSMS-AIS sudah diimplementasikan oleh Korlantas belum lama ini, yakni sejak pertengahan tahun 2012. Setelah mempelajari dengan seksama berbagai laporan praktek keselamatan di jalan di Indonesia dan SOP bagi TPTKP kecelakaan lalu lintas di beberapa Polda, tulisan ini bisa menyimpulkan bahwa Korlantas Polri belum memiliki SOP untuk IRSMS, dan pada umumnya belum mengimplementasikannya secara massal di seluruh Polda. SOP yang ada pun tidak menyebutkan kebijakan dan tindakan yang harus dilakukan Korlantas dan/atau Ditlantas terhadap lokasi rawan kecelakaan, kecuali menerima apa adanya.

The alarming trends of increasing social burden caused by traffic accidents in developing countries by the year 2020 has led WHO to step forward to make improvements in road safety in 2004. It took 6 years for WHO to ask the UN to issue a resolution urging the state parties to take action for road safety in the coming decade. WHO was not alone in communicating the urgency of road safety. There are Global Road Safety Partnership, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, regional and national transport societies such as European Transport Safety Council, TRL, NRSC, and so on. WHO has learnt the worst experiences from the North America and European countries in the past, decades ago. To deal with the road safety issues, policies and actions can not be taken for granted and partially. Road safety issues must be addressed integrally. This is the thesis in this report. Otherwise, the resources could be allocated inefficiently and ineffectively. The first step that must be taken is that there must be sufficient data on traffic accidents. Indonesia must learn from Cambodia who has implemented successfully the RCVIS (Road Crash and Victim Information System) since 2004. Cambodian RCVIS is the Indonesian name for IRSMS-AIS that has been implemented by the Indonesian Traffic Police recently, that is since mid-2012. After studying road safety reports and learning SOPs for TPTKP of traffic accident (First Actions in Crash Scene) from several Poldas, it can be concluded that the ITP has not had the SOP for IRSMS, neither implementing it, yet in general and at all Poldas. Yet, the SOPs have not mentioned how to treat the blackspots, but taken it for granted.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Nugroho
"Tesis ini membahas tentang penanganan kemacetan lalu lintas di Jalan Raya Bekasi, Jakarta Timur dalam kerangka tugas pokok dan fungsi kepolisian dalam mewujudkan terciptanya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dengan mengacu pada kondisi faktual yang dapat didentifikasikan sebagai faktor-faktor yang berhubungan dengan kemacetan di Jalan Raya Bekasi, baik faktor eksternal maupun faktor internal sehingga dapat dilakukan upaya-upaya yang bersifat preventif maupun represif dalam peningkatan peran Polsek Cakung Jakarta Timur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggambarkan secara deskriptif analitis dengan metode penelitian berupa studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan (observasi) untuk memperoleh data primer sedangkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan pengumpulan data yang berasal dari dokumen maupun sumber informasi/data yang berasal dari literature atau penelitian sebelumnya. Analisis data dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu Reduksi Data, Sajian atau display data, dan Verifikasi data.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Upaya preventif dan represif yang dapat dilakukan Polsek Cakung Jakarta Timur dalam penanganan kemacetan lalu lintas khususnya di Jalan Raya Bekasi dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak hanya bersifat sektoral melainkan juga bersifat lintas sektoral. Kegiatan yang bersifat sektoral yang dapat dilakukan Polsek Cakung Jakarta Timur berkenaan dengan tugas dan fungsi di bidang penegakan hukum di bidang lalu lintas terutama terhadap pengguna jalan raya Bekasi pada khususnya. Sementara itu kegiatan yang bersifat lintas sektoral berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat koordinasi dalam rangka pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas serta kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas khususnya di Jalan Raya Bekasi. Kemudian Optimalisasi peran Polsek Cakung dalam menangani kemacetan lalu lintas di Jalan Raya Bekasi dalam rangka mewujudkan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas berdasarkan analisis SWOT terdapat beberapa alternatif yaitu: memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Polsek Cakung dengan meningkatkan koordinasi dalam pengaturan lalu lintas di jalan raya Bekasi, baik dengan Polres Metro Jakarta Timur dan pemerintah walikotamadya Jakarta Timur; melakukan mobilisasi personil dalam kegiatan pengaturan lalu lintas di jalan raya Bekasi sesuai dengan manajemen operasional Polri; menumbuhkembangkan adanya kesadaran dan tanggung jawab dari setiap personil yang ada dilingkungan Polsek Cakung mengenai adanya tanggung jawab bersama antara pihak kepolisian, pemerintah, dan masyarakat atas keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan raya Bekasi; dan melakukan peningkatan kegiatan-kegiatan di bidang penegakan hukum dan pelayanan masyarakat di Polsek Cakung Jakarta Timur.

This thesis discusses the handling of traffic congestion at arterial road of Bekasi, East Jakarta within the framework of duties and functions of the police in bringing about the creation of security, safety, order and smooth traffic with reference to the factual conditions that can be identified as factors associated with congestion in the arterial road of Bekasi, both external factors and internal factors so that efforts can be made that preventive and repressive of the police in improving Cakung, East Jakarta.
This study used a qualitative approach with descriptive analysis as a case study research method. Data was collected through interviews and observation to obtain primary data while secondary data was obtained by collecting data from documents and sources of information / data derived from the literature or previous research. Analysis was carried out in three phases, namely data reduction, display of data, and verification of data.
The results conclude that: preventive and repressive efforts to do Cakung Police in handling the traffic congestion especially in the arterial road of Bekasi can be implemented in the form of activities that not only sectoral but also is cross-sectoral. sectoral activities do Cakung Police with regard to the duties and functions in the field of law enforcement in the field of traffic, especially on road users in particular on the arterial road of Bekasi. While the cross-sectoral activities with regard to the activities that are co-ordination in the implementation and management of traffic engineering and traffic awareness in the society especially in the arterial road of Bekasi. Then Optimizing the role of police Cakung traffic jam on the arterial road of Bekasi in order to realize the security, public order and the smooth traffic based on SWOT analysis, there are several alternatives, namely: comparative advantage held by police Cakung to improve coordination in the regulation of traffic on the arterial road of Bekasi, either by police district (Polres Metro) East Jakarta and Mayor governments in the district; undertake the mobilization of personnel in the activities of traffic control on the highway in accordance with the operational management of the Police Cakung; develop the awareness and responsibility of every existing personnel within the Police Cakung about a shared responsibility between the police, the government, and the public for security, safety, order and the smooth traffic on the arterial road of Bekasi, and make improvements to the activities in the field of law enforcement and community service in Police Cakung.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>