Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dalimunthe, Nurmaini
"Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang kini muncul kembali (re-emerging). Untuk menanggulangi penyakit ini, sejak tahun anggaran 1995/1996 Program Pemberantasan Tuberkulosis (P2TB) melaksanakan strategi baru yaitu DOTS (Directly Obsertied Thecumem Shot-course) yang telah direkomendasikan oleh WHO.
Guna mencapai tujuan tersebut dibutuhkan sarana berupa obat-obatan, alat dan bahan laboratorium yang menunjang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem informsi mengenai ketersediaan obat dan alat/bahan laboratorium, khususnya di tingkat kabupaten. Dengan adanya sistem informasi ini diharapkan dapat membantu proses evaluasi terhadap ketersediaan sarana-sarana tersebut.
Sistem informasi yang dikembangkan ini merupakan suatu model, dengan mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Serang. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem informasi ketersediaan obat dan alat/bahan laboratorium untuk program TB Paru di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, termasuk pembuatan solfivareidentifikasi kebutuhan perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya pengguna dan prosedur operasional standar.
Penelitian ini menggunakan disain penelitian riset operasional dengan tahapan pengembangan sistem diawali dengan kebijakan dan perencanaan sistem, analisis sistem hingga disain sistem terinci.
Berdasarkan hasil penelitian, Dinas Kesehatan Kabupaten Serang memiliki kebutuhan perangkat keras, perangkat lunak serta sumber daya pengguna yang cukup memadai untuk menjalankan aplikasi sistem informasi yang based-on computer. Ketersediaan komputer bukan merupakan hal yang baru bagi tenaga di kabupaten khususnya Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) yang menangani program TB Paru.
Dari hasil penelitian juga dibuat suatu rancangan alur informasi ketersediaan obat dan alat/bahan laboratorium untuk Program TB Para, dimana pengumpulan data di lakukan di puskesmas oleh petugas gudang obat dan programmer TB Paru, sedangkan pemasukan, pengolahan dan penyajian data dilakukan di Seksi P2P Dinas Kesehatan Kabupaten oleh Wakil Supervisor (Wasor) Kabupaten.
Sistem informasi yang dirancang ini ditujukan untuk program TB Paru. Untuk program penyakit menular lainnya seperti demam berdarah, malaria, kusta dan Iain-lain kebutuhan. informasi mengenai ketersediaan obat dan alat/bahan laboratorium juga semakin dirasa perlu. Oleh karena itu diusulkan untuk mengkaji model rancangan sistem informasi yang terintegrasi antar program tersebut (integrasi lintas program) daiam proses monitoring dan evaluasi sebagai upaya efisiensi kerja dan dana.

Information System Development Model Of Medicine And Laboratory Equipmentimaterial Availability For Lung Tuberculosis Program In The Health Service Of The Regency Of Serang, West Java In The Year 2000Lung tuberculosis is a re-emerging disease that still causes health problems to people, To fight this disease, the Tuberculosis Elimination Program applies a new strategy since 1995/1996 fiscal year, named DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) as recommended by WHO.
To achieve this goal, supporting facilities like medicine, equipment and laboratory materials are needed. Therefore, an information system of medicine and laboratory equipment/material availability is required, particularly at the level of regency. The existence of this information system is expected to help evaluation process of those facilities availability.
The developed information system was a model resulted from a research located in the Regency of Serang. The research aimed to design an information system of medicine and laboratory equipment/material availability for Lung Tuberculosis Program in the Health Services of the Regency of Serang, including software development, hardware and Software requirement identification, user resources and standard operational procedure.
The research applied operational research design which system development began with policy and system design, system analysis, to a detailed system design.
According to the research results, the Health Services of the Regency Of Serang has adequate hardware, software and user resource requirement to run an information system application which based on computer. Computer provision is not new for human resources in the regency, particularly for the Disease Prevention and Cure Section in charge of the Lung Tuberculosis Program.
An information flow design of medicine and laboratory equipment/material availability was also developed based on the research results with data collected from community health services by medicine warehouse officer and Lung Tuberculosis Programmer. Whereas, data entry, processing and presentation were conducted in the Disease Prevention and Cure Section by the District Vice-Supervisor.
The designed information system aimed for Lung Tuberculosis Program. For other infectious disease such as dengue DHF, malaria, leprosy etc., the need of information on medicine and laboratory equipment/material availability is increasing. Therefore, it is proposed to assess an integrated information system design model (inter Program integration) in the process of monitoring and evaluation as an effort for task and fund efficiency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T1495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutangi
"Prevalensi TB Paru banyak ditemukan pada lingkungan rumah dengan kondisi fisik rumah yang kurang layak huni, karena kurangnya ventilasi maka konsentrasi kuman TB (mycobacterium tuberculoses) cenderung bertahan dan tidak mati karena kurangnya sinar ultra violet dan sinar matahari yang masuk ke ruangan tersebut, sehingga penularan mudah terjadi (Atmosukarto, K dkk, 2000).
Di Kabupaten Indramayu berdasarkan laporan bulanan (LB. 1) seluruh Puskesmas tahun 2001 dan sesuai daftar tersangka penderita TB.06 didapatkan jumlah penderita TB Pam BTA positif sebanyak 297 orang. Keadaan kondisi lingkungan rumah di Kabupaten Indramayu tersebut yang memenuhi syarat sebanyak 128.006 (35,2%) dari 365.732 rumah yang diperiksa, Jumlah penderita TB Paru BTA (+) terbanyak terdapat pada daerah-daerah wilayah kerja Puskesmas dengan kondisi lingkungan rumah yang memenuhi syarat di bawah rata-rata.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sumber penular dan faktor lain yang berhubungan dengan terjadinya penularan TB Paru di Kabupaten Indramayu. Rancangan yang digunakan adalah cross sectioal pada dua kelompok. Responden pada penelitian ini berjumlah 240 orang yang terdiri dari 120 orang yang menderita TB Paru BTA positif dan 120 orang yang tidak menderita TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif selama periode Juli sampai September 2002. Data diolah dengan analisis statistik univariat, bivariat dan untuk multivariat pemodelan kuantitatif digunakan regresi logistik.
Penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian penularan TB Paru pada pada derajat kepercayaan 95% analisis statistik meliputi: adanya sumber penular (OR 6,9; p=O OO), umur >45 tahun (OR 1,9; p O,09), rumah padat (OR=2,l; kamar padat (OR=2,5; p O,OO),cahaya rumah yang kurang (OR=2,1; p=0,00), cahaya kamar yang kurang (OR=12,6; ventilasi kamar yang kurang (OR =7,6; p4:1,00 dan kelembaban kamar yang tidak sesuai standar (OR=1 1; p=,00). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhungan dengan kejadian penularan TB Paru di Kabupaten lndramayu adalah adanya sumber penular, cahaya kamar yang kurang dan ventilasi kamar yang kurang. Analisis dampak potensial (fraksi etiologi) menunjukkan bahwa mengatur pencahayaan kamar yang cukup akan memberikan dampak penurunan kejadian penularan sebesar 70%, ventilasi kamar yang sesuai standar sebesar 5%, dan menghindari kontak penderita sebesar 5%.
Promosi kesehatan dan kegiatan terkait dengan lintas sektoral perlu dilaksanakan dalam hal pembinaan masyarakat dibidang teknis non medis seperti pemahaman terhadap faktor-faktor risiko penyakit dan pembinaan rumah sehat Disamping meningkatkan efektifitas strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) termasuk mendayagunakan PMO (pengawas minum obat) dari tenaga kesehatan terdekat dengan penderita untuk menjamin pengobatan tuntas sehingga penderita tidak lagi menjadi sumber penular yang membayakan lingkungannya. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian dengan desain yang berbeda sehingga dapat dikaji secara lebih akurat dari pengaruh faktor -faktor risiko yang diteliti.

Relation between Source of Infection and Other Factors with Positive Acid-Fast Bacilli (+AFB) Pulmonary TB Incidence in District of Indramayu Year of 2002Pulmonary TB prevalence often can be found in neighborhood with improper physical condition for living, such as bad ventilation that caused mycobacterium tuberculoses tend to survive because lack of ultraviolet ray from the sun, then the infection is easier (Almosukarto, el al., 2000).
In District of Indramayu based on the weekly report (LB.1) all of the health center in year of 200I and list of TB.06 patients, there are 297 patients with positive acid-fast bacilli (+AFB) pulmonary TB. Only 128000 (35.2%) from 365732 houses that competent for live. Most of TB patients wit AFB+ live in neighborhood that ineligible for live or below average.
This study objective is to gain information about source of infection and other factors that related to TB infection in District of Indramayu. Using two group cross sectional design. Respondents in this study are 240 people, 120 people with +AFB of Pulmonary TB and 120 people -AFB during July to September. Data has been processed by statistical analysis unvariate, bivariate and for quantitative modeling of multivariate using logistic regression.
This study showed that variables that related to Pulmonary TB incidence at 95% Cl area: source of infection (OR=6.9, p=0.00), age ? 45 (0R=1.9; p'0.09), crowded housing (DR=2.1; p 0.00), crowded room (OR=2.5; p O.00), lack of light (OR=12.6; p r.1.00), lack of ventilation (OR 7.6; p 9,00) and humidity below standard (OR=1.1;.p=0.00). Multivariate analysis showed that dominant factors which related to Pulmonary TB infection in District of Indramayu are source of infection, humidity, lack of light and crowded room. Potential impact analysis (etiology fraction) showed that room with enough light decrease incidence of TB infection 70%, setting room with enough ventilation to appropriate level is 5%, and avoid the Pulmonary TB patient is 5%.
Health promotion and linked activity inter sector should be arranged in order to educate people in non-medical technique such as understanding the risk factors and build a healthy house besides increasing the effectiveness of Directly Observed Treatment Short course (DOTS) including usage of health workers for supervision in medication usage, so this medication could work effectively and patients can be healed and not become source of infection. In addition, study with different design should be arranged so the effects of risk factor can be found accurately.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 11317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Suwarsa
"Penyakit tuberkulosis paru adalah merupakan penyakit menular yang bersifat kronis dan memiliki dampak sosial yang cukup besar. Penularannya melalui hubungan yang lama dan akrab, karena itu kontak serumah dengan penderita TB paru diduga merupakan risiko yang tinggi untuk terjadinya penularan. Walaupun demikian tidak semua kontak serumah tertular, oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penularan penyakit TB paru pada kontak serumah.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten garut dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini diduga 552 kontak serumah dengan penderita TB paru BTA (+). Sampel sebanyak 155 yang terdiri dari 55 penderita TB paru BTA (+) dan 100 bukan penderita TB paru BTA (+) yang dipilih dengan metode stratified random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan 1 diantara 2,8 kontak serumah menderita TB paru. Beberapa faktor yang diduga berhubungan adalah: keeratan, lama kontak, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, status gizi dan hygiene sanitasi (p<0,05), dan variabel hygiene sanitasi memiliki hubungan yang paling kuat (POR= 12,30). Dari hasil analisis multivariat ternyata hanya ada 4 variabel utama yang berhubungan yaitu: sanitasi rumah, keeratan, status gizi dan pendidikan, sehingga dapat dikemukakan sebuah model dengan 4 variabel tersebut. Setelah dilakukan penilaian interaksi ditemukan ada 1 interaksi yang bermakna antara status gizi dan sanitasi rumah sehingga dapat dikemukakan sebuah model dengan 4 variabel utama dan 1 variabel interaksi.

Lung tuberculosis is an infectious disease, which tend to become chronic and causing big social impact. The infection needs close and long contact, so that house hold contact of lung tuberculosis patient has a high risk to be infected. Nevertheless not all the house hold contact will be infected, thus it is important to be know factors related to the infection of the hhouse hold contacts of tuberculosis patient.
The research was done at Garut regency using cross sectional design. Population of the study was 552 house hold contacts with the lung tuberculosis patient. A random sample of 155 respondent were inclided in the study, 55 of them turn out to be infected and the tirest were free of the disease.
The result shows that 1 of 2.8 house hold contacts has the disease. Factors examined in the study consist of close association, the length of contact, education, job, knowledge, nutritional status and dwelling sanitation (p<0.005), and the dwelling sanitation variable has the strongest correlation (POR= 12,30)_ The result of the multivariate analysis reveals that only four of them were the significantly correlated with the household transmission, namely dwelling sanitation, close association, so that the model of transmission consist of those 4 variables. A significant interaction was found between nutritional status and dwelling sanitation (p5 0.1), so that there will be a model using those 4 main variables and 1 interaction.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Hateyaningsih T.
"Kasus TB yang tinggi dan status gizi yang rendah pada penderita TB menyebabkan TB paru masih endemik di masyarakat. Upaya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dilakukan di Puskesmas Jagakarsa untuk meningkatkan status gizi. Belum diketahui pengaruh PMT terhadap konversi dahak pada penderita TB mendorong dilakukan penelitian ini.
Penelitian menggunakan desain kohort retrospektif, dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2009, di Puskesmas Jagakarsa. Sumber data yang digunakan adalah formulir TB-03 dan formulir distribusi penerimaan bantuan program TB.
Hasil penelitian tidak bermakna (RR 5.21, nilai p = 0.209 dengan 95% CI : 0.59-45.71) sehingga dapat disimpulkan PMT tidak berpengaruh terhadap konversi dahak akhir tahap intensif. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan peninjauan ulang program PMT dimasa yang akan datang.

High TB case and low nutritional status on lung TB patient still become an endemic on the society. The effort of giving food supplement is being conducted on Puskesmas Jagakarsa in order to improve nutritional status. The effect of giving food supplement to sputum conversion has not yet been reported, thus it became the main objective in conducting this research.
This research implements retrospective cohort study design and was conducted between March to May 2009 on Puskesmas Jagakarsa. The data was collected using TB-03 form and TB aid program distribution form.
The result of the research is not significant (RR = 5.21, p value = 0.209 and 95% CI; 0.59-45.71) So that it can be concluded that giving food supplement does not have any significant effect on the intensive stage of final sputum conversion. Due to that fact, it is being suggested that there will be reconsideration in the future for the food supplement program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Katili, Amalia K.M.
"Masalah TB adalah masalah kesehatan masyarakat yang merebak keseluruh dunia sehingga WHO mencanangkannya sebagai "global emergency" tahun 1993. Ini meliputi Indonesia yang menempati peringkat ke tiga sedunia. Di Rumah sakit Cibinong terdapat masalah yang berkaitan dengan TB yakni lemahnya kemampuan ketajaman diagnostik pelayanan medis, lemahnya sistem informasi medis yang berkaitan dengan sifat epidemiologis, tampilan klinis dan aspek sosial ekonomi TB, bersamaan dengan keharusan rumah sakit mengembangkan fungsi pelayanan rujukan dan pembinaan institusi lain di wilayah cakupan RS. Selain itu juga terdapat perbedaan dan variasi penanganan antar spesialisasi yang terkait dengan TB.
Dan hal tersebut diatas diperlukan upaya komprehensif dan terkoordinasi berupa pengorganisasian penanggulangan TB yang berdasarkan komitmen internal rumah sakit dan ditindaklanjuti dengan penetapan misi dan tujuan serta penetapan struktur dan rancangan organisasi. Penelitian tentang upaya pengorganisasian ini adalah penelitian partisipatif kualitatif untuk memperoleh pemikiran, pendapat dan pandangan para pelaku organisasi RSUD Cibinong terhadap pembentukan organisasi penanggulangan TB. Seluruh informasi dan data dikelompokkan dan dianalisis secara deskriptif atas pola-pola yang meliputi pemrosesan satuan, tema dan kategorisasi serta penafsiran data yang memunculkan rumusan kesimpulan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan hampir semua jawaban responden memenuhi tema misi dan tujuan pengorganisasian secara umum yang sejalan dengan tujuan jangka pendek nasional penanggulangan TB. Tujuan khusus menggambarkan komitmen internal menjadikan rumah sakit Cibinong adalah rumah sakit rujukan untuk kasus TB dan puskesmas di wilayah Bogor. Strategi dasar adalah upaya terpadu dan komrehensif disertai pendidikan dan penyuluhan internal rumah sakit. Rancangan struktur organisasi P2TB didasarkan pada produk yakni manajemen kasus TB, berdasarkan suatu proses yang memungkinkan pengembangan derajat keahlian yang lebih baik dengan penekanan pada output. Rancangan juga berdasarkan orientasi pada masalah pasien yang lebih spesifik yakni tipe kasus. Organisasi P2TB berada di dalam wadah Komite Medik, terintegrasi dengan komponen Komite Medik yang lain. Model organisasi divisualisasikan melalui dokumen yang terdiri dari penjabaran misi dan tujuuan, administrasi dan pengelolaan, staff dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan pendidikan serta evaluasi dan pengendalian mutu.
Saran yang diajukan adalah SMF Paru diharapkan dapat memberi masukan yakni pendapat dan pengarahan dalam perencanaan tujuan, prosedur operasional dan cara terbaik melaksanakan suatu keputusan berbagai masalah penanggulangan yang menghubungkan kerjasama rawat berbasis klinis pada organisasi rumah sakit dengan yang berbasis kesehatan masyarakat di puskesmas dalam wilayah cakupan RS.

Development of TB Care Organization in Cibinong District Hospital Tuberculosis (TB) is a community health problem that spread over the world so WHO put its condition as "global emergency" in 1993. This part's included Indonesia that rose the third grade of the world. Cibinong Hospital believes that many problems of ineffective global action, which relates to TB endemic. They are representing a diagnostic sharpness of medical service ability, the weakness of medical information system and report's registration that have to do with epidemiological-clinical appearance and TB's social economic aspect, along with the obligation to construct improving the referral and educational function in hospital's area.
Beside that, there are also differences and various ways to handle, among parts of specialization connected to TB. From several things above. we need a comprehensive and coordinated exert that appear as TB's preventive organizing based on hospital's internal commitment and continue with mission, purpose confirmation and organizational structure and design. This participatory qualitative research's constructed to get several opinion, thinking and vision of organization's staff of Cibinong Hospital to create TB care and preventive organization. All information and data's being grouped and analyzed descriptively in patterns containing unity, theme, categorization and interpretation resulting of conclusion.
The results show that almost all respondents' answers granted the general organizing missions and purposes, along with National short time purposes of TB prevention. The particular is the drawing of internal commitment makes Cibinong Hospital becomes referral center for TB cases and public health facility in Bogor area. The basic strategies are coordinated and comprehensive expedients along with internal hospital's education and instruction. The structural design of TB care organizations based on product. That's the management of TB cases, constructed on a process that allows the improvisation of a better ability, forced on outcome. The design also based on orientation inside more specific patient's problem, the type of case. TB care and prevention organization is inside the medical committee, integrated with other component. The types of organization's being visualized by document consist of explanation such factors as missions and purposes, administrations and management, staff and leader, facilities and instruments, ability and action, staff improvement and education also evaluation and quality control.
It was suggested to conduct another continuing research on the developing of collaborative care organization for all of case management. We hope pulmonary staff medical becomes a director in planning, operational procedure and to make a decision in any kinds of TB prevention problem that contain of clinical-base collaborative care on hospital organization with the ones that based on community health in hospital's area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T3740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rin Dwi Septarina
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang penting untuk ditangani. Penemuan penyakit ini pada anak usia balita (0 - 60 bulan) merupakan hal yang sulit, Pemaparannya pada anak dilihat melalui status mantouxnya. Permasalahan seringkali muncul tanpa disadari pada saat infeksi primer berubah menjadi bentuk klinis melalui kuman yang tidur (dormant} dalam tubuh. Untuk itu, penanganan perlu dilakukan dengan memperhatikan segala potensi risiko yang ada, termasuk risiko penularan melalui kondisi fisik rumah (pencahayaan, kelembaban, ventilasi, kepadatan penghuni rumah).
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain cross sectional, berlokasi di wilayah Puskesmas Cimahi Tengah, Cicalengka dan Baleendah Kabupaten Bandung. Populasi penelitian berjumlah 217 orang anak usia balita yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA (+). Sampel diperoleh dengan cara random sederhana sebanyak 160 orang.
Balita sebanyak 68,1% mempunyai status mantoux positif, mereka sebagian besar adalah pria (50,6%) dan berumur 12-60 bulan (85%). Kondisi lingkungan fisik rumah berupa kelembaban, pencahayaan dan ventilasi tidak berhubungan dengan status mantoux (p>0,05). Variabel kovariat berupa variabel demografi (umur, jenis kelamin), respon individu (status gizi dan BCG, perilaku meludah, tidur, minum obat dan menjemar peralatan tidur) juga tidak berhubungan (p>0,45). Kepadatan penghuni sebagai salah satu variabel utama berhubungan bermakna dengan status mantoux. Demikian pula dengan variabel perilaku menutup batuk, pengetahuan tentang obat TBC dan pengetahuan tentang menghentikan pengobatan (p<0,05). Hasil analisis interaksi menunjukkan bahwa tidak ada variabel interaksi yang bermakna.
Kesimpulan utama memperlihatkan bahwa dari empat variabel utama mengenai kondisi fisik rumah, hanya variabel kepadatan penghuni yang berhubungan bermakna dengan status mantoux balita (p=0,005, OR=3,2). Hal ini diduga dipengaruhi oleh perilaku menutup batuk (p=0,007, OR-3,3), pengetahuan tentang obat TBC (p=0,009, OR=3,5) dan pengetahuan tentang menghentikan pengobatan (p=0,029, OR=2,7).
Disarankan balita menjadi bagian dari sasaran program TB paru. Penanganan bisa dimulai dari penyediaan informasi balita berisiko, pemetaan, pembuatan pojok TB di Puskesmas dan konseling pada penderita, dan memodifikasi KMS. Penelitian lain yang serupa perlu dikembangkan dengan memperhatikan keterbatasan yang ada pada penelitian ini.
Daftar bacaan : 50 (1972 - 2001)

Relation of Housing Physical Environmental Factor with Mantoux Status to The Children below 5 Years of Age in Bandung Regency in 2001Tuberculosis is a critical disease to be handled urgently. To know early this disease at children below 5 years of age (0-60 months) is quiet difficult. Its expose to the children can be seen through its mantoux status. The problem frequently appears without knowing at primary infection changing into clinical form by dormant germ in body. Therefore, the handling is necessarily done with caring any available risky factor, including epidemical risk by housing physical condition (lighting, humidity, ventilation, housing occupant population).
This research uses secondary data with cross sectional design, located in Puskesmas Cimahi Tengah area, Cicalengka and Baleendah, Bandung regency. Research population is amounted 217 children below 5 years of age who lived at the same house with TB lungs BTA (+) sufferer. The samples are obtained with simple random methodology effected by 160 persons.
68,1% children below 5 years of age posses positive mantoux status, most of them are male (50.60%) and age is 12-60 months (85%). Housing physical environmental condition which has a humidity, lighting and ventilation doesn't relate with mantoux status (p>0,05). Covariate variable is a demography variable (age, sex), individual response (nutrious status and BCG, spitting behaviour, sleeping, drinking medicine and surbathing bed tools) also not to correlate with (p>0.05). Inhabitant population is one of mail variable of significant correlation mantoux status. Furthermore it is the same as behaviour variable closes the cough, the knowledge concerning TBC medicine and how to stop the treatment (p<0.05). Interaction analysis result proved that there was no significant interaction variable.
The main conclusion showed that from 4 (four) main variables concerning physical house condition, it is only urbant population variable which related significantly with children below 5 years of age mantoux status (p-0.006, OR=3.2). It is probably influenced by the behaviour not to close the cough (p=0,007, OR=3.3), the knowledge about TBC (p =0.009, OR=3 .5) and how to the treatment (p= 0.029, OR=2.7).
We are recommended that the children below 5 years of age become a part of lungs TB program target. The handling can be begun from information providing for the risked children below 5 years of age, mapping, building up TB corner at Puskesmas and conseling to the sufferer and modificating KMS (health card).. Another research which is familiar needs to be developed with caring available limitation on this research.
Reference list : 50 (1972 - 2001)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8278
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Hendaryo
"Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Beberapa keadaan diduga merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatnya infeksi TBC pada saat ini, antara memburuknya kondisi sosial ekonorni, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, meningkatnya infeksi HIV, daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang meningkat. (Kardiana, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mutu pelayanan program TB di Puskesmas terhadap tingkat keberhasilan program TB di Kabupaten Ciamis tahun 2007. Desain penelitian adalah kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap petugas yang berkaitan langsung dengan program, diskusi kelompok terarah dengan masyarakat pengguna pelayanan dan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukan pada kelompok Puskesmas yang berhasil dalam peneapaian program penanggulangan TB, pelak.sanaan kegiatan melibatkan seluruh petugas dan sumber daya yang ada di Puskesmas. Sedangkan pada kelompok Puskesmas yang belurn berhasil dalam pencapaian program penangguIangan TB, belum terjalin kerja sama baik lintas program .dan lintas sektor serta belum adanya kepedulian dari seluruh staf Puskesmas terhadap program.
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya kepedulian petugas dan karyawan Puskesmas terhadap program, peran aktif dokter terhadap program, peningkatan frekuensi penyuluhan dan sosialisasi program di lintas sektor, pemberian pelayanan yang bermutu sesuai standar dengan mengutamakan kepuasaxi pasien sebagai pelanggan ekstemal dalam pelayanan kesehatan, adanya pembinaan dan pertemuan rutin dari Dinas Kesehatan pengahargaan terhadap prestasi kerja.

Amount of TBC paru patient from year to year in Indonesia increasing. Some situation anticipated to represent factor playing a part important in the increasing of TBC infection at the moment, for example: deteriorating it condition of social economic, not yet is optimal of service facility of health society, the increasing of amount of resident which don't have residence, the increasing of HIV infection, weak body endurance/ downhill, germ amount and virulence which mounting. (Kardiana, 2007).
This research aim to to know picture quality of TB program service in Puskesmas to level efficacy of TB program in Sub-Province Ciamis year 2007. Research Design is qualitative by conducting interview to direct interconnected officer with program, directional group discussion with service consumer society and document study. Research place conducted by in four Self-Supporting Puskesmas Executor (PPM) in TB program with selection of research place in two a success Puskesrnas in attainment of Puskesmas and program which not yet succeeded in attainment of program.
Result of research show of a success Puskesmas group in attainment of TB overcome program, activity execution entangle entire resource and officer exist in Puskesmas, existence the same of activity pass by quickly program and pass by quickly good sector. While at Puskesmas group which not yet succeeded in attainment of TB overcome program not yet intertwined the same of activity the goodness pass by quickly program and pass by quickly sector.
Recommendation in this research the existence of officer caring and Puskesmas employees to program, active the role of doctor on the program, the improving make-up of counseling frequency pass by quickly sector socialization, giving of certifiable service according to standard by majoring satisfaction of patient as the external client in health service, existence of routine meeting and construction from Public Health Service appreciation and reward to the achievement activity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Foto thorax merupakan salah satu penunjang diagnostik tuberkolosis (TB). Lesi pada foto thorax seperti infiltrat, fibrosis, kalsifikasi, karvitas, effusi pleura maupun kombinasi lesi sering dijumpai pada penyakit radang kronik paru, terutama TB. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas gejala klinis dan lesi foto thorax. Penelitian ini bersifat restrospektif dari catatan medik poliklinik dan bangsal RSUD Bantul tahun 2010. Ada 100 sampel, terdiri dengan klinis TB dan 50 tanpa klinis TB, usia 18-50 tahun dengan foto thorax dan pemeriksaan sputum BTA. Metode penelitian ui diagnostik ini didasarkan pada baku emas sputum BTA. Hasil menunjukkan gejala klinis TB terbanyak adalah batuk berdarah dan sesak napas. Foto thorax didapatkan 33 pasien dengan lesi infiltrat, 18 pasien kombinasi lebih dari 3 lesi 87,5%, 13,3%. Disimpulkan sensitifitas gejala klimis, infiltrat-fibroinfiltrat 83,3%, 24,4% dan kombinasi lebih 3 lesi cukup tinggi (>70%) sedangkan spesifisitasnya rndah (<70%)."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Tommy P.
"We describe that often colonic tuberculosis remains unsuspected prior to surgery. We therefore draw attention to pitfalls in the diagnosis and review the literature on the diagnostic modalities available to diag-nose the disease. Today, the prompt diagnosis of an unknown gastroenteritis process invoives colonoscopy.
Using a fiberscope, a procedure with instantaneous return can be carried out. Patients with clinical presen-tation suggestive of coionic tuberculosis should have had either an aggressive diagnostic work out using high-yield tests or anti tubercuiosis therapy.
"
The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2001
IJGH-2-2-Agt2001-29
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Intestinal tuberculosis, without any evidence of pulmonary or tubercuious infection elsewhere in the body, is still a rare case. Sometimes it is very difficult to make an early and prompt diagnosis for this, because clinical manifestations are varied, unspecific, and mimic other diseases. Examinations, including chest x-ray, tubercuiln test, acid-fast stained smear; endoscopic and histoogical findings may still be inconclusive. Thus, therapeutic trials of anti-tuberculous drugs are advised.
We report a case of intestinal tuberculosis with a chief clinical manifestation of chronic diarrhea. There was no evidence of tuberculous infection eisewhere in the body Endoscopic appearance and histological findings were atypical and unspecific. The patient was given anti-tubercuious drugs and responded very welt clinically within 2 weeks."
The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy Vol 2 (3) December 2001 : 25-27, 2001
IJGH-2-3-Des2001-25
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>