Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181667 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guntur Argana
"Anemia gizi merupakan salah satu dari empat masalah gizi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, 90% anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat besi. Prevalensi anemia besi pada wanita usia subur (WUS) 39,5%, prevalensi ini tidak berubah dari tahun 1995 sampai tahun 2000. Survei anemia ibu hamil di Kalimantan Selatan 51%, diasumsikan prevalensi anemia pada WUS juga tinggi. Umur 20 sampai 35 tahun merupakan saat yang ideal bagi seorang wanita mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk hamil dan melahirkan sehingga didapatkan bayi yang sehat.
Tujuan penelitian untuk memperoleh gambaran prevalensi anemia dan mengetahui faktor-faktor yang dominan berhubungan dengan kadar Hb pada wanita usia 20 sampai 35 tahun di Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan.
Disain penelitian menggunakan metoda crosssectional dan pengambilan sampel dengan sistematik random sampling. Populasi seluruh wanita umur 20 sampai 35 tahun dan sampel wanita usia antara 20 tahun sampai 35 tahun sebanyak 150 orang. Penelitian diadakan di Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan pada bulan Maret sampai April 2002.
Variabel penelitian yang berhubungan dengan kadar Hb adalah umur, IMT, LILA, konsumsi protein, konsumsi besi, konsumsi vitamin C, frekuensi sumber hem, frekuensi vitamin C, banyaknya gelas teh yang diminum, lama haid, pengetahuan tentang anemia dan pengeluaran per kapita per bulan. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan kadar Hb memakai metode cyanmethaemoglobin yang diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer. Batasan anemia bila kadar Haemoglobin (Hb) < dari 12 g/dl dan tidak anemia bila 712 g/dl.
Analisa data yang dilakukan univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 65,3% yang terdiri dari anemia ringan 53,3% dari anemia sedang 12 %.
Pada uji bivariat dengan menggunakan uji regresi linier sederhana didapatkan variabel yang berhubungan bermakna dengan anemia adalah variabel LILA, frekuensi konsumsi vitamin C dan pengeluaran per kapita per bulan ( p < 0,05). Pada uji regresi ganda dengan memasukkan variabel yang mempunyai nilai (p < 0,25), maka variabel yang diikutkan pada uji regresi ganda adalah variabel; Umur, LILA, IMT, konsumsi protein, konsumsi besi, frekuensi konsumsi hem, frekuensi konsumsi vitamin C, pengetahuan tentang anemia, banyaknya gelas teh yang diminum dan pengeluaran per kapita per bulan. Hasil uji regresi linier ganda dengan mengeluarkan satu per satu variabel yang nilai p paling besar didapatkan variabel LILA dan frekuensi konsumsi vitamin C yang berhubungan dengan kadar Hb (p < 0,05 ).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa prevalensi anemia pada wanita umur 20 sampai 35 tahun di Kecamatan Kintap sudah merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang berat. Untuk itu Dinas kesehatan diharapkan bisa mengadvokasi Bupati dan DPRD Kabupaten Tanah Laut untuk mengeleminasi anemia melalui lintas sektoral, juga untuk program gizi adalah melaksanakan monitoring dan skrining dini pada anemia wanita umur 20 sampai 35 tahun dengan pengukuran LILA, melaksanakan penanaman buah-buah penghasil vitamin C yang dapat meningkatkan absorbsi besi dan meningkatkan kadar Hb.

The Factors that Related to Hemoglobin (HI)) Contains on Women Age 25-35 Years at Kintap Sub-District, Tanah Laut District, South Kalimantan Province, 2002. Nutritional anemia is one of four nutrition problems that faced by Indonesia, 90% nutritional anemia caused by the lack of iron folate. The prevalence of iron folate anemia on fertile-age women as 39.5%, this prevalence was not changed from 1995-2000. The survey anemia on pregnant mother at South Kalimantan as 51%, it assumed that the prevalence anemia on fertile-age women was also high. The age 20-35 is the best age for women to prepare themselves physically and mentally to pregnant and giving a birth, so they will obtained healthy babies.
The objective this study is to obtain the description of prevalence anemia and the factors that the most dominant related to Hemoglobin contents on women aged 20-35 years at Kintap Sub-District, Tanah Laut District, South Kalimantan Province.
The study design was cross-sectional method and the sample taken by random sampling. The population is women age 20-35 years and the number of sample as 150 people. This study is conducted at Kintap Sub-District, Tanah Laut District, and South Kalimantan Province on March-April 2002.
The variable that related to Hemoglobin contents are age, HMI, MUAC, protein consume, iron folate consume, vitamin consume, the frequency of hem source, vitamin c frequency, the number of tea glass that drink, duration of menstruation, the knowledge on anemia and expenses per capita per month. The data collected by questionnaire, physic and laboratory examinations.
Hemoglobin content examined by cyanmethaemoglobin method used spectrophotometer. The burden of anemia when the Hemoglobin contents < 12 g/dl and not anemia if 12 g/dl.
The data analyzed by univariate, bivariate and multivariate. The result of this study showed that the prevalence of anemia as 553°/x, that consist of light anemia as 53.3% and moderate anemia as 12%.
On bivariate test by simple linear correlation regression test obtained that the variable that having significant relationship with anemia was the variable MUAC, the frequency of vitamin C and expenses per capita per month (p <0.05). On double correlation and regression test by entering variable that having value (p<0.25), so those variable that followed on double correlation regression test are as the followings. They are Age, MUAC, BMI, protein consumes, zinc consume, hem consume frequency, frequency of vitamin C, knowledge on anemia, and amount tea that drink and expenses per capita per month. The result of double linear regression test by taking one by one variable that having the biggest p value, it was obtained the variable of MUAC and frequency of vitamin C consume that related to Hemoglobin content (p <0.05).
Based on this study, it concluded that the prevalence of anemia on women age 20-35 at Kintap Sub-District has already serious problem for community health. It is recommended to the Local Health Service to advocate the District and the Provincial Level People's Representative Council of Tanah Laut eliminate the anemia through cross-sector. It also for nutrition program to do monitoring and early screening on women anemia age 20-35 years by MUAC measurement, plant fruit trees that produce vitamin C that could increase the absortion of iron folate, and increase Hemoglobin contents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswandi
"Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat di cegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) yang di sebabkan oleh virus morbili.
Di Kabupaten PelaIawan Proponsi Riau meskipun keberhasilan cakupan imunisasi campak telah mencapai lebih dari 100 %, sedangkan cakupan Puskesmas Ukui 104,9 %. Namun demikian berdasarkan laporan Puskesmas Ukui pada minggu ke IV bulan April tahun 2002 dilaporkan telah terjadi kasus campak di perkebunan kelapa sawit P.T. Musim Mas Kecamatan Pangkalan Lesung dengan 111 kasus di antaranya 8 orang meninggal (CFR =7,2 % ). Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak usia 9 -- 59 bulan di P.T. Musim Mas Kabupaten PelaIawan tahun 2002. Untuk itu digunakan pendekatan desain kasus kontrol ( Case Control Study).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap kejadian campak pada anak usia (9-59 bin) adalah ventilasi rumah (OR= 44,62), pengetahuan ibu ( OR-6,03 ), status imunisasi campak ( OR=4,77), vitamin A (OR=2,53), interaksi status imunisasi campak dengan ventilasi (00 ,15) dan interaksi pengetahuan ibu dengan ventilasi (OR=1,09).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang di imunisasi, mempunyai ibu yang berpengetahuan baik tentang penyakit campak dan mendapat Vitamin A dua kali dalam setahun serta tinggal pada rumah dengan ventilasi yang baik dapat mengurangi angka kejadian (insidence rate) campak.
Dari hasil penelitian ini menyarankan untuk meningkatkan cakupan imunisasi, penyuluhan, pemberian Vitamin A dan perbaikan ventilasi rumah tinggal untuk menurunkan angka kejadian campak pada balita.
Daftar Perpustakaan : 44 ( 1982 - 2001).

Factors Related to Measles Incidence to the 5-59 Months of Age Babies at Coconut Industry of F.T. Musim Mas in Pangkalan Lesung Sub District of Pelalawan Regency In 2002Measles is one of the infecting disease that could de prevented by immunization and it is still becoming a health problem in Indonesia. This disease generally attacks the 5 years old baby by its morbili virus.
In Pelalawan regency of the province of Riau, although successful coverage of measles immunization has reached 100%, but the coverage in public health clinic in Ukui sub district is 104,9%. Based on the report of Ukui clinic in the fourth week of April 2002, the incidents of measles that have occurred in coconut industry of RT. Musim Mas of Pelalawan Lesung sub district were 111 cases, where 8 of them died (CFR=7,2%). This research aimed to find out the factors related to the measles incidence to the 9-59 months babies at Pelalawan regency in P.T. Musim Mas in 2002. The approach used was Case Control Study.
The result of the research showed that the key factors influenced measles incidents to the babies (9-59 months) was house ventilation (OR=41,62), mothers' knowledge (OR=6,03), measles immunization status (OR=4,77), Vitamin A (OR--2,53), the interaction of measles immunization status and ventilation (OR 0,15), and the interaction of mother's knowledge and ventilation (OR 1,09).
The research concluded that babies immunization, mothers with good understanding about measles, and giving Vitamin A twice a year and also living in good ventilation house might reduce measles incidence.
The result of the study suggested to increase the immunization coverage, provide illumination, give Vitamin A, and uses house's ventilation in order to decrease the number of measles incidence rate to babies.
Bibliography : 40 (1982-2001).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang
"Prevalensi gizi buruk di Kabupaten Pandeglang mencapai 32,28%. Berbagai intervensi telah dilakukan guna menekan kasus tersebut, antara lain intervensinya adalah PMT dari program JPSBK pada keluarga miskin. Tujuan penelitian ini adalah: mengetahui proporsi Ibu yang patuh dalam memberikan makanan tambahan, menilai hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, manfaat pemberian PMT, pengalaman Ibu dalam pemberian PMT, jumlah anggota keluarga, persepsi tentang jarak pada tempat pelayanan kesehatan, suplai PMT yang cukup, penyuluhan oleh petugas dengan kepatuhan Ibu memberikan makanan tambahan di Kabupaten Pandeglang tahun 2002.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang tahun 2002 dan disain yang digunakan adalah Krosseksional. Cara pengambilan sampel menggunakan sistim Muster dengan program C Survey.
Hasil penelitian menunjukan proporsi Ibu yang tidak patuh mencapai 70%. Untuk faktor pengalaman dan faktor persepsi jarak pada tempat pelayanan kesehatan terjadi interaksi hasilnya yaitu bahwa Ibu yang memiliki persepsi jarak yang dekat dan berpengalaman memiliki peluang patuh 0,035 kali lipat di bandingkan dengan Ibu yang memilki persepsi jarak yang jauh dan tidak berpengalaman dalam pemberian PMT (95% CI 0,002:0,517), setelah di kontrol variabel lainnya. Sedangkan untuk ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang cara pemberian PMT memiliki peluang patuh 15 kali lipat dibandingkan dengan Ibu yang pengetahuannya kurang tentang cara pemberian PMT (95% Cl 3,111:79,886).
Untuk Ibu yang suplai PMT diberikan cukup akan memiliki peluang patuh 18 kali lipat dibandingkan dengan apabila suplai PMTnya kurang (95% CI 5,220:65,752). Untuk faktor pendidikan, pekerjaan, faktor jumlah anggota keluarga, manfaat pemberian PMT, umur, dan penyuluhan oleh petugas tidak ada hubungan dengan kepatuhan.
Saran dalam meningkatkan kepatuhan lbu dalam memberikan PMT, bahwa persepsi jarak dekat pada tempat pelayanan kesehatan dan berpengalaman dalam memberikan PMT tidak berpengaruh terhadap kepatuhan lbu dalam memberikan PMT. Walau demikian peningkatan pengetahun Ibu tentang cara pemberian PMT yang baik dan benar serta suplai PMT yang cukup dapat meningkatkan kepatuhan Ibu dalam memberikan PMT.

Factors Related to Mother's Compliance in Providing Food Supplement According to Instruction of Social Safety Net Program in Health in 1999, to Child Age 6 to 23 Months Old in Pandeglang District in 2002Prevalence of malnutrition in Pandeglang District reached 32.28%. Many interventions had been done to decrease the prevalence, including food supplementation program of the Social Safety Net in Health (JPSBK) targeted to the poor families. The aim of this study is to know the proportion of compliant mothers in providing food supplement, to understand the relationship between mother's age, education, occupancy, knowledge, perception on benefit of food supplementation, mother's experience in providing food supplement, family size, perception on distance to health facilities, sufficiency of food supplement supply, extension by health personnel and mother's compliance in providing food supplement in Pandeglang District in 2002.
This study was conducted in Pandeglang District in 2002 using cross sectional design. Sampling was done by cluster system using C survey program.
Result of this study shows that the proportion of non-compliant mothers was 70%. There was interaction between experience and perception on distance factors where mothers who perceive the distance as close and having experience had chance to be compliant of 0.035 times compared to those who perceive the distance as far and not having experience of providing food supplement (95% CI 0.002:0.517) after controlled by other variables. Mothers who possessed good knowledge about providing food supplementation had chance to be compliant of 15 times compared to those mothers who did not possess sufficient knowledge on providing food supplement (95% CI 3.111:79.886). Mothers with adequate supply of food supplement had chance of 18 times higher to be compliant compared to those without adequate supply (95% CI 5.220:65.752).
Several suggestions can be endorsed after this study, that perception about distance to health care facilities and experience in providing food supplement has no influence to mother's compliance in providing food supplementation. However, improving mother's knowledge on how to provide food supplement and adequate supply of food supplement could improve mother's compliance."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Purwanto
"Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia hingga saat ini masih sangat tinggi dimana Tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke-5 (SKRT 1995). Upaya untuk mengeliminisasi tetanus neonatorum terus dilakukan Departemen Kesehatan dengan target menurunkan insiden menjadi < 1 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
Salah satu strategi Departemen Kesehatan mencapai Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) adalah meningkatkan cakupan imunisasi TT ibu hamil. Namun evaluasi tahun 1999/2000 menunjukkan cakupan yang masih rendah. Oleh karena itu Depkes mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi TT kepada wanita usia subur (WUS). Hingga tahun 2000, Kabupaten Serang melaporkan cakupan imunisasi TT WUS > 3 kali mencapai 77,3%. Salah satu Puskesmas yang memiliki cakupan imunisasi TT WUS rendah adalah Puskesmas Anyer.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi TT WUS di Puskesmas Anyer, dengan menggunakan desain survei cross sectional. Responden terdiri dari 300 orang wanita usia subur. Variabel yang diteliti meliputi faktor umur, pendidikan, status perkawinan, pengetahuan, sikap, pekerjaan, persepsi tentang jarak, anjuran, dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan/imunisasi TT.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa variabel mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan status imunisasi TT WUS (p<0,05). Variabel yang mempunyai hubungan bermakna tersebut adalah umur (OR=3,60), status perkawinan (5,60), pengetahuan (3,60), sikap (4,45), anjuran petugas kesehatan (2,63), anjuran petugas non kesehatan (7,14) dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan (2,89). Sementara variabel persepsi tentang jarak, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p>0,05).
Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah pengetahuan, umur, status perkawinan dan anjuran petugas non kesehatan. Diantara ke empat variabel tersebut, status kawin merupakan variabel yang paling besar mempengaruhi status imunisasi TT WUS.
Mengacu pada hasil penelitian, maka untuk meningkatkan cakupan imunisasi TT WUS disarankan agar penjangkauan sasaran melalui kegiatan sweeping perlu dipertahankan mengingat kegiatan yang bersifat mass campaign masih dirasakan cukup efektif. Selain itu upaya sosialisasi TT WUS melalui media penyuluhan yang tepat bagi kelompok sasaran antara, seperti kader dan perangkat desa perlu dibuat mengingat pengaruhnya kepada sasaran utama program cukup besar. Untuk mempercepat tercapainya target jangka panjang yaitu dihentikannya imunisasi TT ibu hamil, maka perlu dilakukan pentahapan target TT WUS sehingga status imunisasi TT5 mendekati l00%. Penyesuaian jadwal dengan mengadopsi konsep interval minimal pada pelaksanaan imunisasi TT rutin pada ibu hamil sangat diperlukan untuk meningkatkan perlindungan individu sekaligus untuk meningkatkan efisiensi imunisasi TT.

Factors Contributed To Tetanus Toxoid Immunization Status among Child Bearing Age Women in Anyer Puskesmas Service Area, District Of Serang, In the Year 2001Infant mortality rate is considerably still high in Indonesia where Neonatorum tetanus as the fifth major cause of infant deaths in Indonesia (Household Health Survey 1995). The Ministry of Health has been adopting various efforts to eliminate tetanus neonatorum targeted reducing of neonatal tetanus incidence rate down to below 1 per 1000 live births by the end of 2000.
One of the strategies in the Ministry of Health in order to eliminate neonatal tetanus is achieving high coverage of routine tetanus-toxoid (TT) immunization for pregnant women. Annual evaluation still shows low level of coverage up till the fiscal year 1999/2000, therefore the implementation of program acceleration of TT immunization targeting child-bearing age women (CBAW) as a new approach. By the year 2000, 77.3% of CBAW in Serang District health service area have received TT immunization minimum 3 doses. Anyer is one health centers of health centers in Serang District which reports the lowest coverage.
The objective of this study is to identify the factors contributing to TT immunization status of CBAW in Anyer puskesmas service area, using cross sectional study design. This survey included 300 CBAW. The study factors are age, educational level, marriage status, knowledge, attitude, job, perception about distance, motivator and need for health services/TT immunization.
The study shows several variables are having significant relationship with TT status of CBAW (p<0.05). Those variables are age, (OR=2.014), marriage status (OR= 3.286), knowledge (OR=2.626), and non-health motivator (OR=2.268). Other variables such as distance, attitude, need of health service, health motivator, education level, and job in this study do not show significant influence to TT status (p>O.05).
Thesis study recommends, sweeping of TT CRAW in a mass campaign is an effective approach in increasing the coverage and cadres or village administrators are the important motivators. The program long term goals in terminating TT immunization for pregnant women requires a good plan of TT CBAW until all or almost all of CBAW achieve the TT-5 status. Adjusting the TT immunization schedule by adopting the minimum-interval concept into the routine immunization for pregnant women is needed to increase the individual protection, as well as to increase the efficiency of TT immunization.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Fauzia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26543
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widaryoto
"Penggunaan jamban yang rendah merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan yang perlu mendapat perhatian karena peranannya dalam memutus mata rantai penularan penyakit. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penggunaan jamban yang diwujudkan melalui Proyek Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga (Samijaga), Proyek Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan, Proyek Peningkatan Kesehatan Lingkungan Permukiman, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan jamban. Faktor-faktor yang diteliti antara lain adalah jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, jenis jamban, asal perolehan jamban, letak jamban, jarak jamban, luas jamban, pencahayaan, udara sekitar jamban, ketersediaan air, pembinaan tenaga kesehatan, dan perhatian tokoh masyarakat.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi "cross sectional". Survei dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terhadap 192 kepala keluarga yang memiliki jamban sebagai responden. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan regresi logistik multivariat.
Hasil penelitian menginformasikan bahwa pengguna jamban keluarga sebesar 82,8%. Dan analisis diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan jamban keluarga adalah faktor pengetahuan tentang jamban, udara sekitar jamban, ketersediaan air, dan pembinaan tenaga kesehatan. Faktor yang paling dominan berhubungan adalah faktor udara sekitar jamban dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 159,077 (95%CI: 8,885-2.848,070), yang berarti bahwa jamban dengan kondisi udara sekitar jamban baik mempunyai peluang untuk digunakan sebesar 159,077 kali dibanding jamban dengan kondisi udara sekitar kurang baik, setelah dikontrol variabel lain.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, masih adanya responden yang tidak mendapat pembinaan tenaga kesehatan dan masih adanya pemilik jamban yang tidak menggunakan jamban, maka penulis menyarankan agar pembinaan oleh tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan lingkungan khususnya tentang penggunaan jamban harus ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkala (minimal satu kali dalam sebulan). Disamping itu, memberdayakan kembali kader kesehatan lingkungan yang telah ada dan membentuk serta melatih kader kesehatan lingkungan bila belum ada, akan membantu dan menambah jangkauan pembinaan kesehatan lingkungan khususnya tentang penggunaan jamban sampai tingkat desa. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang jamban dalam praktik penggunaan jamban, penyebarluasan informasi tentang jamban kepada masyarakat perlu terus dilakukan, misalnya dengan pemberian leaflet tentang manfaat jamban. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan pembangunan jamban adalah menciptakan kondisi udara sekitar jamban yang baik (tidak bau), antara lain dengan cara mengupayakan agar lekukan pada leher angsa menampung air dengan baik dan membuat lubang ventilasi jamban yang memadai. Ketersediaan air di jamban juga perlu diperhatikan, yaitu dengan membuat fasilitas penyediaan air (bak air). Dan untuk menunjang keberhasilan kegiatan penyehatan lingkungan permukiman, khususnya tentang penggunaan jamban, maka kerja sama dengan instansi terkait perlu dilakukan secara baik.

Low utilization of latrine have been one of health problems which needs more attention since it plays major role in cutting the chain of infectious diseases. Government has been conducted efforts to increase the latrine utilization implemented in projects such as drinking water facility and family latrine project (Samijaga), water supply and environmental health project, the residential environment health improvement project, etc.
The aim of this research is to find out factors related to utilization of latrine. Factors under study included gender, education, knowledge, latrine type, source of latrine, placement of latrine, width of latrine, lighting, air surrounding the latrine, water supply, training by health personnel, and community leaders' concern.
The research was using cross-sectional study design. Survey was conducted through interview using questionnaire to 192 heads of family who have their own latrine as respondent. Analysis conducted were univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis using multivariate logistic regression.
The study found that the utilization of family latrine was 82,5%. The analysis showed that factors related to the use of latrine were knowledge, air surrounding the latrine, water supply, and training by health personnel. The most dominant factor was air surrounding the latrine with Odds Ratio (OR) of 159.077 (95% Cl: 8.8825-2848.070), which means that latrines with good surrounding air condition have 159.077 higher chance to be used compared to latrines with bad surrounding air condition, after controlled by other variables.
Based on the study results, some respondents had not been trained by health personnel yet and some latrine owners who never use their latrine, researcher suggested that training by health personnel emphasizing the use latrine should be increased and conducted periodically (at least once a month): Beside that, there is a need to empower the existing environmental health cadres and to attract and train the new ones, in order to extend the community education and extension about the use of latrine down to village level. Considering the importance of using latrine, the information regarding it should be continuously implemented, for example through leaflet distribution. Important thing to be considered when building a latrine is air condition surrounding the latrine (should be good and not smelly), for example by making sure that the goose neck could hold water well and by providing sufficient air ventilation. Latrine's water supply needs to be concerned as well, by providing water supply facility (water basin). To support the success of residential environmental health activities, particularly the utilization of latrine, good coordination with other related institutions should be implemented.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Surya Atmaja
"Bahan dan Metode : Desain cross seksional pada 99 subyek laki-laki tahun yang dipilih secara simple random sampling dari sarnpel MONICA Jakarta III. Data yang dikumpulkan meliputi data umum subyek, asupan makanan, antropometri, tekanan darah, EKG dan pemeriksaan laboratorium darah. Uji statistik yang digunakan adalah uji X2, Fisher dan Kolmogorov-Smimov, Mann Whitney dan korelasi Pearson / Spearman rank.
Hasil : Kadar feritin serum ?200 p.glL tedapat pads 8,1% subyek. Asupan besi total 4,81 mg (1,59-13,24 mglhari), besi hem 0,21 mg (0-1,22 mg/had), 93,9% asupan besi kurang 1 AKG. Terdapat 13,1% dengan IMT >27 kglm2, 20,2% dengan Lpe X94 cm aan rasio LpelLpa X0,95; 34,3% dengan tekanan darah >149190 mm Hg, Kadar kolesterol total abnormal 41,4% (?200 mgldL); kolesterol HDL abnormal 63,6%(z40 mgldL); kolesterol LDL abnormal 52,5% (?130 mgldL); trigiiserida abnormal 11,I%(200 mg/dL); gula puasa abnormal 5,1% (?126 mgldL). Kebiasaan merokok pada 54,5% subyek. Tidak trdapat korelasi bermakna antara asupan besi total (r--0,038) dan besi hem (r,027) dengan feritin serum. Rasio Odds kasar antara feritin serum dengan PJK (diagnostik EKG) 5,5 kali (CI. 0,87-34,33). Pada uji statistik didapat perbedaan bermakna median feritin serum pads subyek diabetes daengan non diabetes (p~,001) dan subyek dengan kelebihan lemak tubuh dengan subyek dengan lemak tubuh normal (Lpe dengan p:1,009; LpelLpa dengan p"0,047).
Kesimpulan: Didapatkan hubungan tidak bermakna antara feritin serum dengan asupan zat gizi. Terdapat hubungan moderat antara feritin serum dengan risiko PJK. Subyek dengan feritin serum ? 200 .iglL mempunyai kecenderungan risiko 5,5 kali menderita PJK (diagnostik EKG) dibandingkan subyek dengan feritin serum <200 p.g(L,

Serum ferritin in men 35 years old or over and its relating factors at Mampang PrapatanMethods : A cross sectional study had been carried out of on 99 subjects age 35 years selected using simple random sampling method from MONICA Jakarta's III sample. Data collected consist of socio-economic state, dietary intake, anthropometric, laboratory, blood pressure and electrocardiogram examination. Statistical analysis was performed by X-, Fisher, Kolmogorov-Sm imov, Mann-Whitney, and Pearson/ Spearman rank correlation.
Result : Serum ferritin 1200 1.tglL was found in 8,1% subjects. Total iron intake 4,81 mg (1,59-13,24 mg/day), heme iron 0,21 mg (0-1,22 mg/day), 93,9%% of iron intake below the RDA. There were 13,1% subjects with BMI >27 kg/m2; 20,2% with AC >94 cm and WHR >0,95; 34,5% with blood pressure >140/90 mm Hg. Abnormal total cholesterol level 41,4% (1200 mg/dL); abnormal HDL cholesterol 63,6% (<40 mg/dL); abnormal LDL cholesterol 52,5% (1130 mg/dL); abnormal triglyceride 1,1% (~0d mg/dL); abnormal fasting glucose 5,1% (?126 mgldL); 54,5% had smoking habits. Lack association between total iron (r=-0,038) and heme iron (r 0,027) with serum ferritin. Men with ferritin serum 1200 l.tg1L had an crude odds ration 5,5 fold suffer from CHD (according to ECG diagnostic) compare to subjects with ferritn serum <200 .iglL (CI. 0,87-34,33). Statistical analysis showed significant difference of serum ferritin median in diabetic and non diabetic subjects (p:1,001), overfatness subjects and normo fatness subjects (AC with. pC,009 and WHR with p=0,047).
Conclusion : There is no significant relationship between serum ferritin level and dietary intake. Bivariate analysis found moderate relationship between serum ferritin and CHD. Men with serum ferritin 1200 pglL had a crude odds ratio 5,5 fold suffer from CHD (according to ECG diagnostic) compare to the subjects with serum ferritin < 200 pg/L."
2001
T597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Ade Syahbudin
"Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan salah satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP pada balita disebabkan oleh berbagai hal, baik faktor langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan hasil survei Ekonomi Nasional tahun 1995, 1998 dan tahun 1999 secara Nasional prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) teiah dapat diturunkan, demikian pula prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) di Kabupaten Majalengka berdasarkan hasil Pemantauan status gizi tahun 1999, 2000 dan 2001 (14,54%, 15,91%, 12,54%) mengalami penurunan, akan tetapi prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) di Puskesmas Munjul tahun 2001 masih tinggi 19;48%
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7-36 bulan di Puskesmas Munjul Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka.
Desain penelitian adalah Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling dengan jurnlah sampel minimal 241 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) total sebesar 21,99 %,adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu, sikap ibu, asupan energi, asupan protein, dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7 - 36 bulan.
Faktor pengetahuan ibu, perilaku ibu, asupan energi dan asupan protein secara bersama-sama mempengaruhi terjadinya Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7 - 36 bulan. Faktor asupan energi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak balita umur 7 - 36 bulan.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar tetap meneruskan pemberian PMT pemulihan dengan memberikan formula tepung tempe dan susu disertai pendidikan gizi dan dibentuk kembali "Taman Gizi" yang menyelenggarakan makanan balita yang KEP. Perlu dilakukan penyuluhan yang lebih intensif dengan melibatkan tokoh masyarakat seperli alim ulama.
Daftar Pustaka : 70 (1979 - 2001).

Factors Relating with the Protein Energy Malnutrition (PEM) at Children Aged 7 - 36 Month in Helath Center on Munjul Majalengka Distric Majalengka Regency 2002.
Protein Energy Malnutrition persits as one of main nutritional problem in Indonesia five years children. PEM are caused by many factors. Direct factors or indirect factors.
Based on the result from national survey economic in 1995, 1998 and 1999 prevalence Protein Energy Malnutrition has been desreased, and so prevalence Protein Energy Malnutrition in regency Majalengka based on the result of developing nutrition status in 1999, 2000 and 2001 (14,54 %, 15,91 %, 12,54 %) descreased, but prevalence Protein Energy Malnutrition in Helath Center on Munjul is still high (19,48 %).
Objective of this study was to the factors related to Protein Energy Malnutrition of children aged 7-36 month in Helath Center on Munjul Majalengka Distric Majalengka Regency 2002.
Design Cross sectional was used in this study. Sampling used by simple random sampling and sample size wise 241 mother under five years children. The result of research show prevalence 21,99 per cent, a significant realationship between mother education, mother performent, income percapity, mother knowledge, energy food, protein food with Protein Energy Malnutrition to children aged 7 - 36 month.
The factors mother knowledge, mother performent, energy food and protein food together influenced Protein Energy Malnutrition to children aged 7 - 36 month. Energy food factors as the main factor which influence Protein Energy Malnutrition to children aged 7-36 month.
The research recommended to be continuing supplementary feeding programme with used nutrition formula tempe and milk, education and reformed the nutrition demontration plot "Taman Gizi" wich can apply under five years children food which PEM. It has necessary to be done with an intensive education by involved community specially alim Ulama.
Bibliography : 70 (1979 - 2001).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Markani
"Penyakit malaria merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik pada ibu hamil, bayi, balita, dan orang dewasa maupun tua. Penyakit ini apabila dilakukan penanganan secara serius dan komprehensip berbasis masyarakat sesuai dengan faktor spesifik daerah maka angka kesakitan dan kematian bisa ditekan serendah mungkin, jika tidak maka sebaliknya dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria. Kecamatan Dusun Hilir salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Barito Selatan, merupakan daerah endemis malaria. Pekerja yang menginap di hutan karena pekerjaannya dan lingkungan masyarakat berisiko untuk terkena malaria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian malaria, hubungan faktor lingkungan rumah, upaya pencegahan, karakteristik individu dan pekerja yang menginap di hutan karena pekerjaannya dengan kejadian malaria, serta faktor dominan, di Kecamatan Dusun Hilir Kabupaten Barito Selatan. Rancangan penelitian adalah studi potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni 2004. Unit analisis yaitu individu yang berumur 19 - 55 tahun yang berada di Kecamatan Dusun Hilir. Jumlah sampel sebanyak 300 dan pengolahan data dengan uji kai kuadrat dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian didapatkan yaitu: variabel yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Dusun Hilir adalah: Lingkungan rumah; hutan/rawa (nilai p = 0,000, OR = 5,2), upaya pencegahan; penggunaan kawat nyamuk (nilai p = 0,005, OR = 0,4), penggunaan obat penolak nyamuk/repellent (nilai p = 0,009, OR= 2,3), Kelambu (nilai p = 0,016, OR = 1,9), pekerja yang menginap di hutan/pedagang menggelar dagangan di malam hari (nilai p = 0,000, OR = 3,1). Faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian malaria adalah: hutan/rawa pekerja menginap di hutan atau pedagang yang menggelar dagangan malam hari, penggunaan repellent dan penggunaan kelambu.
Kesimpulan penelitian bahwa pekerja yang menginap di hutan atau pedagang yang menggelar dagangan malam hari, dengan lingkungan rumah di sekitar hutan/rawa, dan tidak menggunakan repellent/kelambu berpeluang lebih besar untuk terkena malaria. Disarankan bahwa kepada mereka yang berisiko untuk terkena malaria (penebang rotan, penebang kayu, penyadap karet, bertani dan berkebun yang pernah menginap di hutan dan pedagang yang menggelar-dagangan malam hari) agar menggunakan baju lengan panjang, celana panjang, sepatu, dan penutup kepala, dan jika bermalam di hutan agar menggunakan kelambu/obat penolak nyamuk. Rumah yang berada di lingkungan berisiko (hutan/rawa) gunakanlah kelambu waktu tidur malam hari/penggunaan kawat nyamuk/obat penolak nyamuk(repellent).

Dynamics of Infection and Factors Concern with Occurrences of Malaria in Sub District Dusun Hilir Regency of South Barito Year 2004Malaria disease can attack pregnant women, babies, children, adults and also old ages. This disease if handled seriously and comprehensive base on society according to specific area factor will reduce morbidity and mortality number as low as possible, if not, it can generate Extraordinary Occurrence (KLB) of Malaria. Sub district Dusun Hilir, one of sub district in Regency of South Barito, represents an endemic area of malaria. Labors stayed in forest, because of their work and society environment have a risk of being infected by malaria.
This research's aim is to have a description about malaria occurrences, the connection of house environmental factor, prevention effort, individual characteristic and labors stayed in forest with malaria occurrences, and also its dominant factor, in Sub district Dusun Hilir Regency of South Barito. The research uses a (cross sectional) method and it is conducted in May - June 2004. Analyzing unit is an individual between 19 - 55 years stayed in Sub district Dusun Hilir. The amount of sample is 300 and processed with kai square test and double logistic regression.
The research shows that the variables relate to occurrence of malaria in Subdistrict Dusun Hilir is: House environment; forest/swamp (p value = 0,000, OR value = 5,2), prevention effort; the use of Klement for mosquito (p value = 0,005, OR value = 0,4), the use of repellent (p value = 0,009, OR value = 2,3), kelambu (p value = 0,016, OR value = 1,9), labors stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise (p value = 0,000, OR value = 3,1). Dominant factors relate to malaria occurence is: Forest/swamp, labors stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise, the use of repellent and net for mosquitoes.
The research concludes that labor stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise, who stays in swampy area and do not use repellent/net have higher risk of being incurred by malaria. It s better for those who have high risk to be incurred malaria (cane hewer, woodcutter, farmer and gardener stayed in forest or merchant performing nighttime merchandise) to use long arm clothes, long pants, shoe, and helmet. If they should spend the night in forest, it is recommend that they would use kelambu or mosquitoes' repellent. House in swampy environment should use kelambu or filement for mosquito or mosquito?s' repellent during night sleep.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkun Maskun
"Latar belakang dan tujuan
Bahan berbahaya dalam kebakaran dapat mempengaruhi kesehatan petugas pemadam. Bahan kimia yang terkandung dalam asap kebakaran akan terserap kedalam tubuh dan mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh, di antaranya adalah peningkatan kadar hemoglobin darah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruli pajanan asap kebakaran terhadap peningkatan kadar hemoglobin darah pada tim pemadam kebakaran.
Metode
Penelitian ini menggunakan disain studi kasus-kontrol terhadap 120 subjek terdiri dari 40 kasus kadar Hb tinggi dan 80 kontrol dengan memadankan umur. Subjek penelitian adalah anggota pasukan, sopir mobil pemadam, kepala regu dan kepala peleton pemadam kebakaran. Tingkat pajanan dihitung secara skoring terhadap faktor-faktor yang terkait pajanan.
Hasil dan kesimpulan
Faktor-faktor pajanan yang diteliti yaitu umur, masa dinar, jabatan, lama pemadaman, frekuensi pemadaman, pemakaian masker dan kebiasaan merokok, secs statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan kadar Hb (p> 0,05). Hipotesis tingkat pajanan asap yang tinggi mempunyai risiko kadar Hb tinggi lebih besar dibanding tingkat pajanan rendah, ditolak. Tingkat pajanan tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kadar Hb (p >0,05).

Background and objective
The exposure of fire smokes contained hazardous substances ;potentially effect firefighter's health. The cumulative effect of these substances can abnormally increase the haemoglobine level. This study is aimed at finding the associations of fire smokes exposure to high haemoglobine level and its risk factors.
Methods. This study design was a case-control study involving sample of 120 subjects consisted of 40 cases of high I-lb level and 80 controls. The exposure levels offire smokes were scored for exposure related factors.
Results and conclusions. The exposure factors included age , periode of job, job position, length of service, frekuency of service, masker usage, and smoking habit were no statistical significant association to high Hb level (p>0,05). The hypotesis stated the high exposure level offire smokes have higher risks :3f Hb level than low exposure level alit was rejected . The level of exposure was no statistically significant association with Hb level (p>0, 05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>