Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Ariyanti
"Diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah berimplikasi pada perubahan yang cukup besar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan yang sebelumnya lebih bersifat sentralistik, berubah menjadi terdesentralisasi ke daerah otonom di tingkat Kabupaten/Kota
Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, dibutuhkan organisasi kesehatan kabupaten/kota yang lebih profesional dan mandiri serta organisasi yang mau terns menerus belajar dalam rangka meningkatkan kinerjanya sebagaimana disebutkan dalam beberapa literatur sebagai Organisasi Pembelajar. Berdasarkan pengamatan peneliti sampai saat ini belum terdapat alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar yang dapat digunakan oleh sebuah organisasi untuk mengevaluasi organisasinya. Atas dasar tersebut peneliti merasakan perlu adanya sebuah penelitian untuk mengembangkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar dalam rangka membantu organisasi kesehatan untuk mengevaluasi organisasinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar untuk organisasi kesehatan tingkat kabupaten/kota berdasarkan konsep Peter Senge (Disciplines of Learning Organization). Penelitian ini menggunakan studi kualitatif dan studi kuantitatif yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada bulan Juli tahun 2002.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 variabel disiplin dalam organisasi pembelajar berdasarkan konsep Peter Senge yaitu berpikir sistem, keahlian pribadi, model-model mental, visi bersama, dan pembelajaran tim. Hasil studi eksploratif dan konfirmatif menunjukkan terdapat pengembangan terhadap konsep Peter Senge, yaitu terdapat 3 pemyataan untuk variabel berpikir sistem, 12 pernyataan untuk variabel keahlian pribadi, 6 pernyataan untuk variabel model-model mental, 8 pemyataan untuk variabel visi bersama, dan 10 pernyataan untuk variabel pembelajaran tim. Dalam penelitian ini juga didapatkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar yang memiliki nilai validitas isi, konstruk, dan kriteria yang baik. Sehingga instrumen ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi organisasi untuk menilai seberapa jauh organisasinya termasuk organisasi pembelajar.
Untuk menindaklanjuti penelitian ini ada beberapa saran dan rekomendasi yang peneliti ajukan diantaranya; sebaiknya penelitian ini dapat dilanjutkan terutama pads kedua organisasi kesehatan di atas untuk dapat memberikan gambaran mengenai organisasi pembelajar secara lebih komprehensif, selain itu untuk mendapatkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar yang lebih valid sebaiknya penelitian. ini juga dilakukan pada setiap organisasi kesehatan tingkat kabupaten/kota di Indonesia.

The Development of Instrument of Learning Organization on Health Organization in The Regency/City Level (Study on Health Section Official of West Jakarta and Health Official of Bogor Regency).
Being in progress of ordinances No.22 in 1999 about territorial administration along with ordinances No.25 in 2000 about the equilibrium of central government finance and district implicated on a great deal of change in governmental implementation in Indonesia. The governmental implementation which was then more centralized changed into decentralized to the autonomous district in regency/city.
At the same time, the regency/city health organization it needed to be more professional, independent and willing to keep on studying which some literatures called as learning organization. Currently there are no a measure or an instrument of learning organ1zation which can be used by an organization to evaluate the organization. Upon that reason a study is needed to develop a measure or an instrument of learning organization to help any health organization to evaluate it's our institution.
The instrument was developed based on Peter Senge concepts (Disciplines of Learning Organization). The research used the qualitative study and quantitative study and performed in health official section of west Jakarta and health official of Bogor regency/city on July, 2002.
The result showed there were five discipline variables in the field similar to Peter Senge concept which were system thinking, personal mastery, mental models, shared vision, and team learning. The result of explorative and confirmative analysis showed that there were derivated of Peter Senge concept; three statements for the variable of system thinking, twelve statements for the variable of personal mastery, six statements for the variable of mental models, eight statements for the variable of shared vision, and ten statements for the variable of team learning. This research also developed a measure or an instrument of learning organization which was validated accords to content, construct, and criteria. So that this instrument may become an evaluation for any organization to judge it's learning condition.
The study recommended to intensify the study in the same area in order to be able to give some pictures about learning organization in a more comprehensive way. In addition, the study recommended to expanse similar study in different areas in Indonesia, so that the research can be more valid.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Agustijani
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah sarana kesehatan terdepan yang memberi pelayanan kesehatan termasuk gizi kepada masyarakat. Upaya perbaikan gizi melalui puskesmas bertujuan untuk menangulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat. Di Puskesmas Kecamatan upaya perbaikan gizi dilaksanakan oleh Ahli Gizi, namun di Puskesmas Kelurahan upaya perbaikan gizi dilaksanakan oleh beberapa macam tenaga gizi puskesmas seperti Ahli Gizi, Pembantu Ahli Gizi, bidan, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya. Upaya perbaikan gizi melalui Puskesmas Kelurahan, belum dapat dilaksanakan secara efektif karena belum semua Puskesmas Kelurahan memiliki tenaga gizi yang professional dalam bidang gizi, kemampuan terbatas, dan masalah gizi yang dihadapi sangat luas.
Mengingat bahwa di Propinsi DKI Jakarta belum pernah dilakukan penelitian terhadap kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu, serta mengacu kepada penelitian sebelumnya di tempat lain, maka perlu dilakukan penelitian agar diperoleh informasi bagaimana gambaran kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross sectional dengan pendekatan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Sampel penelitian adalah seluruh petugas gizi puskesmas kelurahan di Propinsi DK.1 Jakarta yang berjumlah 274 orang petugas gizi puskesmas kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan 48,9 % kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan balk dan 51,1 % kinerja buruk. Sebanyak 46,4 % petugas gizi puskesmas kelurahan melakukan kegiatan gizi posyandu dengan balk dan 53,6 % melakukan kegiatan gizi posyandu tidak balk.
Berdasarkan analisis multivariat dengan uji Regresi Logistik Ganda, didapat adanya hubungan yang bermakna dengan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan adalah kegiatan gizi posyandu, pendidikan petugas, lama kerja petugas, supervisi petugas gizi puskesmas kecamatan, dan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan. Sedangkan yang berhubungan secara statistik dengan kegiatan gizi posyandu adalah usia petugas, sarana transportasi, sarana kegiatan, beban tugas dan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan.
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu perlu dilakukan pengaturan pegawai di puskesmas kelurahan dimana petugas yang berusia < 44 tahun ditugaskan sebagai petugas gizi dan untuk meningkatkan kinerjanya dapat ditingkatkan pendidikannya sampai jenjang D3 atau S1 gizi. Disamping itu untuk menunjang dalam pelaksanaan kegiatan gizi di posyandu perlu didukung dengan sarana transportasi berupa sepeda motor atau dana transportasi. Peranan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan sangat mendukung terhadap peningkatan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan. Untuk menyampaikan informasi dari tingkat Sudinkes atau Dinas Kesehatan maka supervisi Petugas Gizi Puskesmas Kecamatan sangat membantu dalam rangka pembinaan untuk meningkatkan kinerja petugas gizi Puskesmas Kelurahan.

Primary Health Centres (Puskesmas) is the frontier of health care services including nutrition services. The nutrition program through Puskesmas is aimed to overcome nutrition problem and improve nutritional status of the population. In sub-district Puskemas, the nutrition program is conducted by a nutritionist. However, in Puskesmas kelurahan, the program is conducted by various staff qualifications, such as nutritionist, assistant nutritionist, midwives, nurses, or other health care professionals. Nutrition program in Puskesmas has not been properly conducted as not all Puskesmas Kelurahan have the appropriate nutritionist, or have limited skill, while the nutrition problem is very wide.
As there has been no known studies in the performance of the nutrition staff in the Posyandu activities in DKI Jakarta, it is thought that such studies is important to be conducted. The design used in this study is a Cross Sectional study with quantitative and qualitative approach. Samples were drawn from a population of 274 nutrition staff in Puskesmas kelurahan. The result was that 48.9% of respondents showed good performance and 46.4% conducted good nutrition activities in the Posyandu.
Multivariate analysis with double logistic regression showed significant relationship between performance of nutrition staff with (I) nutrition activities in Posyandu, (2) education level, (3) length of services, (4) supervision from Puskesmas Kecamatan, and (5) guidance from head of the Puskesmas. Statistically significant relationships were found between Posyandu nutrition activities and (1) age of staff, (2) availability of transportation means, (3) equipments availability, (4) workload, and (5) guidance from head of the Puskesmas.
The study suggested that to improve nutrition staff performance in Posyandu nutrition activities it is necessary to manage the staff so that appointed nutrition staff would be less than 44 years in age. To improve the performance it is suggested to increase education level of the staff to at least diploma level or a degree in nutrition. Availability of transportation vehicles or sufficient find for transportation is also recommended to improve the Posyandu activities. Guidance from head of the Puskesmas is also necessary to improve the performance of the staff. Supervision from the Puskesmas Kecamatan nutritionist is also important to communicate information from district health office in order to improve performance of the star.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunani Sri Astuti
"Perawat merupakan salah satu unsur penting dalam proses pelayanan kesehatan khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Latar belakang pendidikan perawat RSJ ini, kebanyakan lulusan SPK, SPR"B" dan SPKSJ. Jumlah lulusan Diploma III Keperawatan di RSJ Bogor 16,14% (36 dari 223 orang), RSJ Bandung 19,11% (13 dari 68 yang), dan RSJ Cimahi 23,37% (18 Bari 77 orang). Kebutuhan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, serta kebijakan pemerintah (PP.No 3211996) mengharuskan tenaga perawat minimal lulusan D III. Peningkatan mutu tenaga perawat tersebut diharapkan dapat dicapai melalui program pendidikan D III Keperawatan. Unsur utama yang mendukung keberhasilan program tersebut antara lain adalah motivasi para perawat sendiri untuk mengikuti pendidikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor-faktor internal dan ekstemal dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan di tiga RSJP di Jawa Barat tahun 2001. Penelitian ini menggunakan rancangan non eksperimental,dimana data diperoleh secara potong lintang (cross sectional). Sampel penelitian adalah seluruh populasi perawat yang bertugas di tiga RSJP di Jawa Barat yang belum mengikuti pendidikan D 111 Keperawatan. Jumlah responden dalam penelitian ini 201 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner. Data kemudian diolah dengan bantuan komputer dan dianalisis secara statistik dengan teknik chi-square (bivariat) dengan derajat kemaknaan 95%, dan regresi logistik berganda (multivariat).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki motivasi rendah untuk mengikuti pendidikan (54,0%). Dari analisis bivariat didapatkan 9 variabel yaitu umur, status perkawinan, jabatan, masa kerja, persepsi, penghasilan, peraturan, izin atasan dan dukungan keluarga mempunyai hubungan yang secara statistik bermakna dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan. Sedangkan variabel-variabel jenis kelamin, penghargaan dan lokasi tempat kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan. Analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik berganda secara simultan memberi basil variabel masa kerja (p=,017), persepsi (p=0,000), dan peraturan (p= 0,010) yang secara statistik bermakna. Juga dibuktikan secara statistik bahwa dari ketiga variabel tersebut, variabel persepsi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan, karena mempunyai OR paling besar yaitu 6,28 (95% CI : 1,323-7,862, p=0,000) dibandingkan dengan variabel masa kerja dan peraturan. Uji interaksi terhadap ketiga variabel tersebut tidak memberi hasil adanya interaksi, sehingga model yang dikembangkan merupakan model akhir (definitif).
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan, maka penelitian ini juga memberikan saran sebagai berikut: (a) untuk pihak yang bertanggung javrab dalam mengembangkan tenaga kesehatan, misalnya Pusdiknakes, perlu membuat peraturan dimana minimal 3 tahun perawat diwajibkan mengikuti pendidikan lanjutan, disamping juga perlu dikembangkan program pendidikan keahlian khusus dibidang tertentu bagi yang tidak ingin melanjutkan pendidikan jangka panjang, (b) untuk RSJ, diusulkan untuk membuat daftar unit perawat untuk mengikuti pendidikan, menetapkan imbalan dan menyediakan informasi yang komprehensif, sehingga dapat meningkatkan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan. Untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih representatif perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang mewakili seluruh populasi, desain dan variabeI yang lebih bervariasi.

Nurse is one of the important elements in health service process especially in giving treatment comprehensively to the patient. The mental hospital asylum nurse's educational background at this moment, mostly graduated from SPK, SPR "B" and SPKSJ. The number of nursing diploma graduates in Bogor mental hospital asylum are 16,14% (36 from 223 people), Bandung mental hospital asylum 19,11% (13 from 68 people), and Cimahi mental hospital asylum 23,37% (18 from 77 people). Needed health service quality; and as regulated by the government policy (PP No 32/1996) required every nurse to hold at least a diploma. The quality improvement of nurse hopefully can be gained through education (diploma program) in nursing. The main factor assumed to assure the success of the program is the nurse's motivation to participate in the education.
The purpose of the research is to find out whether there is relationship between internal factors and external factors with the nurse's motivation to participate in the education. Observation was carried out in three Mental Hospital Asylums in West Java in year 2001. This research used non-experimental design,using cross sectional method in collecting data. The sample was the whole nurse population on duty at these three mental hospitals who have not attended the diploma offering. The number of respondent in this study were 201 nurses. Data was collected by using both open and close ended questionnaires. The data was then processed with the help of computer and statistically analyzed with chi-square technique (bivariate) using Confidencen Interval (CI) of 95%, and double logistic regression (multivariate).
The result showed more than a half of the respondent have low motivation to follow the education (54,0%). Using bivarian's analysis mentioning 9 variables which were age, marriage status, position, tenure, perception, income, rule, higher permission and family support, statistically showed significant relationship with the nurse's motivation to follow the education. Other variables, such as gender and work site did not show significant relation statistically with the nurse's motivation. Further analysis using double logistic regression simultaneously showed that (length of service) tenure (pl,017), perception toward education program (0,000) and rules/conditions (0,010) statistically significant. Also statistically approved that from those three variables, perception was the most dominant variable related with the nurse's motivation, because it has the biggest odds ratio (OR) which was 6,28 (95% Cl = 1,323 - 7,862, p = 0,000) compared with other variables (length of service and rules). Interaction test done to the three variables did not assure the result of interaction's existence, giving the improved model as the last accepted (definitive) model.
Recognizing the factors related with' the nurse's motivation to participate in education, this research suggested ; a) to the authority who is responsible for health menpower development (such as Pusdiknakes), to develop conditions that nurse to attain additional three years education, aside from improving special skill training programmes in various fields, for those who are not willing to continue their education, b) for the mental hospital asylum, it is suggested to make the list of nurses to participate in a programmed, to provide comprehensive information, and to establish an incentiveldisincentive schem, to attract nurses to continue their education. To gain more representative conclusion it is needed to carry out further research using sample that represent the whole population, different designs and or involving more variables.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
"Dalam upaya melaksanakan program/kegiatan Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir memiliki tanggung jawab sebagai penyelenggara pembangunan sektor kesehatan baik secara teknis maupun non teknis yang bekerja sama dengan perangkat pemerintahan Kabupaten dan masyarakat, namun kinerja staf Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir sejalan dengan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan program/kegiatan serta disiplin kerja itu pada tahun 2002 menunjukan penurunan produktifitas kerja.
Secara faktual program/kegiatan dan pelaksanaan disiplin oleh pejabat struktural eselon IV sudah berjalan, akan tetapi belum optimal karena kemampuaniketerampilan dan komponen yang diperlukan belum memadai. Kinerja pejabat eselon IV Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir berkait dengan kinerja pejabat eselon III.
Untuk mengetahui gambaran kinerja staf Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir dilakukan analisis terhadap sumber daya manusia dan perangkat yang mendukung program/kegiatan yang terkait dengan disiplin kerja dalam pencapaian kinerja tersebut. Analisis ini dilakukan dengan penelitian kualitatif terdiri dari 6 orang pejabat struktural eselon III melalui wawaneara mendalam, 16 orang pejabat struktural eselon IV melalui diskusi kelompok terarah, dan 6 orang staf yang tidak menduduki jabatan struktural melalui wawancara mendalam dan self assesment tentang penilaian produktivitas serta ketepatan waktu dalam mengikuti apel pagi di Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir.
Dari penelitian ini didapat gambaran tentang kinerja pejabat eselon IV disarnping itu tentang tersedianya sumber daya dan kurang tepatnya penempatan, fasilitas kurang memadai, pelaksanaan koordinasi, dan lemahnya penerapan sanksi oleh atasan. Semua ini berpengaruh terhadap pencapaian kinerja staf Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2002.
Disarankan penempatan karyawan dilakukan sesuai dengan keterampilannya, pemenuhan kebutuhan fasilitas kerja, perhatian terhadap insentif dan kesejahteraan, penerapan ketaatan sistem kerja, peningkatan koordinasi dan kesadaran tanggung serta peningkatan kemampuan diri yang tarus menerus untuk pekeraaan yang menjadi tanggung jawabnya.

An Analysis of Staffs' Work Performance of Indragiri Hilir District Health Office The Province of Riau in 2002 District Health Office of Indragiri Hilir is in charge as the organizer of health sector development, technically and non-technically the office works together with the district government and community in carrying out every programs/activities. However in 2002 the staffs performance of District Health Office of Indragiri Hilir showed decline of work productivity although the programs/activities and application of work discipline by structural officials of echelon IV was done it was not optimal due to lack of ability and as well as inadequate skills and necessary components. The work performance of echelon IV officials in Indragiri Hilir District is strongly related to the work performance of echelon III officials.
To know the picture of their work performance, a research was done to analyze factors of human resources and every unit that support the operation of the program/activities and the discipline applied. The analysis was conducted using qualitative method an informant including 6 persons from the structural officials of the echelon III through in-depth interview, 16 structural officials of echelon IV through focused group discussion, and 6 officials of non-structural position, through conducted an in-depth interview and self assessment about productivity assessment and punctuality of presence in the morning name roll call.
From this research, it is known that the low work performance of echelon 1V officials is due to the misplacement, inadequate facilities, unsatisfactory work arrangement in application and weakness of sanction from the superior, As a result, these factors affected the achievement of work performance of District Health Office staffs of Indragiri Hilir Regency in 2002.
This Thesis suggested that the placement of staffs is done based on their skills, with the fulfilment of adequate working facilities with proper, incentive and prosperity, also the work system should be obeyed, coordination and together with the responsibility awareness should be increased and continuously increased self competence of works and their responsibilities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wimmy Ario Kuntjahjo
"Perencanaan pengembangan sumber daya tenaga kesehatan adalah suatu proses penyelenggaraan tenaga kesehatan yang terdiri dari a) perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan, b) rekrutmen, penyerapan tenaga kesehatan, c) penempatan /pendayagunaan tenaga kesehatan untuk tercapainya penyediaan, jumlah serta mutu untuk pemerataan tenaga kesehatan.
Diduga tidak tercapainya pemerataan dalam bentuk jumlah dan jenis tenaga kesehatan di Propinsi Jawa Barat karena ketiga unsur dalam pengembangan tenaga kesehatan belum merupakan satu kesatuan perencanaan ketenagaan yang utuh.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik wawancara mendalam dan disertai tinjauan kepustakaan dan telaahan dari segi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penelitian serta observasi yang mendalam untuk mengetahui sejauh mana terjadinya perbedaan antara peraturan-peraturan dengan kenyataan yang ada selama ini dan pada akhirnya dimunculkan saran dan tindakan koreksi.
Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah bahwa unsur-unsur dalam perencanaan pengembangan sumberdaya tenaga kesehatan di Propinsi Jawa Barat belum menjadi satu kesatuan yang utuh, yang pada akhirnya menyebabkan belum tercapainya pemerataan baik dalam jumlah dan jenis tenaga kesehatan.
Secara umum belum tercapainya pemerataan baik dalam jumlah dan jenis tenaga kesehatan di Jawa Barat lebih disebabkan karena masih lemahnya koordinasi dalam proses penempatan tenaga kesehatan, hal ini ditunjukkan dengan proses penempatan tenaga kesehatan yang kurang memperhatikan data-data perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan dari daerah, serta terdapatnya 2 (dua) tim penempatan tenaga kesehatan di Jawa Barat yang hampir bisa dikatakan berjalan sendiri-sendiri karena mempunyai kewenangan penempatan tenaga kesehatan yang berbeda, serta adanya kebijaksanaan yang kurang mengacu untuk tercapainya pemerataan tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan agar pembentukan "Tim penempatan tenaga kesehatan di Jawa Barat " ditingkatkan menjadi Surat keputusan Gubernur Kepala Daerah TK I Jawa Barat, yang anggotanya terdiri dari unsur Kanwil Kesehatan, Dinas Kesehatan dan Pemda TK I Jawa Barat, diharapkan pula agar data perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan dari DT II Iebih optimal dimanfaatkan untuk perencanaan penempatan tenaga kesehatan serta modifikasi kebijaksanaan penempatan tenaga kesehatan untuk lebih tercapainya unsur pemerataan, dengan tidak mengurangi semangat kebijaksanaan itu sendiri.

Analysis of the Planning Process of Health Workforce Resources Development in West Java ProvinceThe planning of health workforce resources development is a process of providing health workforce which consists of a) identifying the needs of health workforce, b) recruitment of health workforce, c) placement/utilization of health workforce to meet the of needs with a reasonable quality.
It is assumed that the unfulfillment of human resources in health in terms of number and kind in West Java province happened due to separation of the above three factors .
This research is adopting qualitative method utilizing interviews and library literature. The writer also study the related regulations to have a better understanding of how far is the difference between the available regulations and the existing reality. In turn, it is hoped that there will be a valuable inputs, suggestions and improvements.
The result of this research showed that the components in health workforce resources development in West Java have not yet been coordinated , and this becomes a reason why the distribution of number and kind of health workforce is unfulfilled.
In general, the unfulfillment of the equitable distribution of health workforce both in number and kind, of is primarity caused by a weakness in coordinating the placement of health workforce process, in indicated by the lack of data needed from the district level, to facilitate the health workforce placement. In addition, there are two teams of health workforce placement, which carry out the job individually. Each team has the power to place the workforce.
Based on the research result it is advised to set up " a Team of health workforce placement in West Java" which is reinforced by a decree of Governor of West Java. This team will involve Kanwil Kesehatan ( Provincial Health Office ), Dinas Ks h t n TK I ( Provincial Health Service) , and Pemda TK I ( Provincial Government) of West Java. It is also hoped that the data on the needs of health workforce from DT II ( District Government) are used resonably for health workforce planning. Policy modification of health workforce placement is also needed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asteria Unik Prawati
"Sejak tahun 1997, Departemen Kesehatan bekerjasama dengan WHO telah mengembangkan suatu pendekatan dalam tatalaksana balita sakit di tingkat pelayanan kesehatan dasar yang selanjutnya disebut sebagai Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur dengan dana bantuan WHO pada tahun 1997 pula telah mulai menerapkan pendekatan MTBS di 6 puskesmas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tingkat kepatuhan petugas pelaksana MTBS dan kepuasan ibu balita yang mendapat pelayanan dengan menggunakan tatalaksana MTBS di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan jumlah sample sebanyak 12 petugas pelaksana MTBS dan 120 ibu balita. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada saat petugas memeriksa balita sakit dengan menggunakan daftar tilik dan wawancara terhadap ibu balita setelah selesai pelayanan dengan menggunakan kuesioner, kemudian dilakukan wawancara mendalam kepada petugas dan diskusi kelompok terarah dengan ibu balita.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada tingkat kepatuhan petugas dengan menggunakan cut off point 90 dalam niiai kisaran kepatuhan tertinggi 100 dan terendah 83,32 maka sebanyak 65,80% petugas patuh dalam melakukan penilaian dan klasifikasi, 9I,70% petugas patuh dalam menentukan tindakan dan 66,70% petugas patuh dalam memberikan konseling. Untuk tingkat kepuasan ibu balita, dengan cut off point 29 dari total score 40, maka secara umum ibu balita menyatakan puas mendapat pelayanan dengan tatalaksana MTBS, tetapi masih ada 8,34% ibu balita yang tidak puas dalam hal keinginannya untuk kembali. Dengan uji statistik, pada p~,43 terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan petugas dalam penilaian dan klasifikasi penyakit dengan kepuasan ibu balita dalam hal keinginannya untuk kembali membawa anaknya berobat ke puskesmas.
Kesimpulan secara umum, tingkat kepatuhan petugas daIam tatalaksana MTBS sudah cukup baik, demikian pula kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan dengan menggunakan tatalaksana sudah cukup tinggi. Maka disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo untuk tetap mempertahankan kualitas bimbingan dan supervisinya agar kelangsungan pendekatan ini tetap terjaga. Bagi puskesmas perlunya memberikan penghargaan tertentu bagi petugas yang patuh untuk mempertahankan tingkat kepatuhan petugas , dan untuk meningkatkan kepuasan ibu perlu dilakukan sosialisasi tentang MTBS. Bagi Departemen Kesehatan perlu mempertimbangkan cut off point tingkat kepatuhan, disesuaikan dengan telah berapa lama puskesmas menerapkan MTBS.

Relationship on the Compliance Rate of Health Workers and the Satisfaction Rate of Mothers on the Integrated Management of Childhood Illness at Distric Sidoarjo East Java year 2002Since 1997, the Ministry of Health Republic of Indonesia in collaboration with the World Health Organization has developed an approach in managing sick child underfive at the primary health services known as Integrated Management of Childhood Illness (LMCI). District of Sidoarjo, using WHO budget has started socializing the IMCI in 6 health centers on 1997.
The objective of this study is to have a description of health worker's compliance and mother's satisfaction towards IMCI implementation in district Sidoarjo. The study will use cross sectional design with quantitative and qualitative approach with sum of sample to 12 IMCI-implement health workers and 120 mothers. Data collection is conducted by direct observation to health workers during sick child examination using a checklist and exit interviews to mothers using questionnaires then followed by an indepth interview to the health workers and focus group discussion to the mothers.
The study showed that means of staff compliance score on IMCI procedures are 92,18; 96,56; 93,06 and 95,45 respectivety for patient assessment & classificatioiu; determine treatment; giving counseling; and average total compliance using cut-off 90, it is showed that compliance on treatment determination is highest with 91,70% respondent midwifes. Followed by giving counseling (66,70%) and assessment & classification (65,50%). Furthermore, this study showed level of satisfaction for IMCI service on high (by using cut-off score of 29 of total score 40), except that there are 8,30% of mothers who expreseed will not return for the IMCI services at the health center. Furthermore, using Chi Square statistic with exact p-value approach, it is showed that there is a significant relationship between compliance in assessment & classification and satisfaction in intention to return for the same services (p~,03).
In conclusion, the compliance rate of health workers towards the IMCI achieve a higher level than Ministry of Health suggestion (80% comply)) similar results are shown for the mother satisfaction in health treatment. This study suggest the District Health Office of Sidoarjo to maintain its quality of IMCI services with adequate supervision and monitoring evaluation. Furthermore, Puskesmas manager should identify staff with excellent compliance and reward them adequately. For other staff, the manager may promote continuously the IMCI services. At last but not least, this study suggest the Ministry of Health recruits level of compliance based local experience on applying IMCI services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thoria K. Yanuar
"Tenaga berkualitas tinggi ditandai oleh perilaku produktif. Dengan perilaku produktif dilingkungan kerja, seseorang dapat menciptakan atau mengubah sesuatu menjadi lebih produktif. Untuk mencapai perilaku produktif tersebut perlu pembinaan tenaga secara terus menerus dengan berbagai cara yaitu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan lain-lain.
Untuk mengukur produktivitas tenaga kerja salah satunya adalah mengukur waktu yang digunakan untuk menghasilkan jasa yaitu dengan pengukuran kerja, salah satu metode yang dipakai ialah work sampling. Dengan demikian dapat dihitung persentase waktu yang dipergunakan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan waktu kerja produktif di beberapa sarana kesehatan gigi dan mulut TNl AU yaitu LAKESGILUT, RUSPAU, LAKESPRA, dan MABES AU.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional yang mengamati faktor-faktor seperti jenis kelamin, jenis tenaga (dokter gigi spesialis, dokter gigi, pengatur rawat gigi, dan pengatur teknik gigi), status tenaga (militer dan sipil), umur, lama kerja, pendidikan tambahan yang didapat, dan motivasi, yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan waktu kerja produktif.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa rata-rata waktu kerja produktif untuk tenaga kesehatan gigi dan mulut adalah 51,76%, di mana 17,50% untuk kegiatan langsung terhadap penderita, 30,14% untuk kegiatan tak langsung [penunjang] misalnya administratif, dan 4,13% untuk kegiatan pribadi, dengan demikian waktu kerja non produktif adalah sebesar 48,24%.
Dengan menggunakan uji t, uji F, analisis regresi, dapat dibuktikan bahwa faktor-faktor jenis tenaga, lama kerja, pendidikan tambahan yang didapat, dan motivasi berbeda bermakna dalam menggunakan waktu kerja produktif. Sedangkan status tenaga, umur, jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Selanjutnya disarankan agar setiap petugas tenaga kesehatan gigi dan mulut dapat diberikan pembinaan seperti pendidikan tambahan, pelatihan, motivasi, penempatan yang sesuai (fungsi yang relevan) sehingga penggunaan waktu kerja lebih produktif."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arniwita
"Desentralisasi merupakan upaya pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Untuk itu diperlukan peningkatan profesionalisme sumber Jaya manusia di daerah sehingga mampu melaksanakan kewenangannya dengan baik. Pejabat struktural Dinas Kesehatan Kabupaten mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan program-program kesehatan di kabupaten. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural mengatakan bahwa syarat untuk menduduki jabatan struktural adalah kepangkatan, pendidikan yang sesuai dan kompetensi jabatan yang diperlukan. Pengangkatan pejabat struktural di Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar Propinsi Riau hanya berdasarkan pangkat minimum, sedangkan kompetensi yang juga disyaratkan belum menjadi perhatian dan belum diketahui bagaimana kompetensi pejabat struktural tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi gambaran keadaan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar (struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi. proyeksi kebutuhan sumber daya manusia, ketersediaan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan), mekanisme penempatan, kompetensi yang dibutuhkan, kompetensi yang belum terpenuhi dan upaya organisasi dalam memenuhi kompetensi pejabat struktural tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan informan Kepala Dinas dan Kepala Sub Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, Sekda, Bappeda dan Kepala Puskesmas, diskusi kelompok terarah dengan Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, serta melakukan telaah dokumen. Pengolahan data dibuat dalam bentuk matriks yang diperoleh dari transkrip wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Teknik analisis yang dilakukan adalah teknik analisis isi, yaitu dianalisis sesuai dengan topik dan melakukan identifikasi menjadi beberapa topik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur organisasi cukup ramping dan tugas pokok dan fungsinya telah mencakup seluruh program kesehatan di kabupaten, proyeksi kebutuhan sumber daya untuk lima tahun mendatang sudah dibuat berupa dokumen ketenagaan, tetapi ketersediaan sumber daya manusia saat ini masih kurang. Sebagian pejabat struktural belum mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jabatannya, sebagian belum mengikuti pelatihan kepemimpinan dan pelatihan teknis untuk pelaksanaan tugas pokoknya masih kurang. Kompetensi yang diburuhkan untuk melaksanakan tugas pokok pejabat struktural Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar adalah pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsinya, menetapkan dan melaksanakan program, membangun jaringan kerja lama, merencanakan dan menetapkan program peningkatan sumber daya manusia, serta melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kinerja unit organisasinya. Belum semua kompetensi tersebut memadai untuk melaksanakan tugasnya, dimana kompetensi yang belum memadai adalah kemampuan pengorganisasian dalam pelaksanaan program, merencanakan dan menetapkan program peningkatan sumber daya manusia dalam unit organisasinya. Upaya organisasi dalam memenuhi kompetensi saat ini adalah dengan mengirim untuk mengikuti pelatihan-pelatihan teknis.
Disarankan agar pemerintah daerah meninjau kebijakan tentang persyaratan dan mekanisme penempatan jabatan struktural bagi pegawai negeri sipil, serta mendukung pembentukan program peningkatan sumber daya manusia kesehatan di daerahnya. Peningkatan sumber daya manusia disarankan dalam hal jumlah dan jenis ketenagaan yang masih dibutuhkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. Dinas Kesehatan disarankan secara proaktif mengadvokasikan program-program peningkatan sumber daya nianusia kepada pemerintah daerah. Kepada pejabat struktural disarankan secara proaktif meningkatkan kompetensinya baik melalui peningkatan pendidikan maupun melalui pelatihan-pelatihan teinis yang sesuai dengan jabatannya.

Decentralization is the attempt of center government to give authority to the district in planning and conducting the development appropriate with their need. Hence, it is considered necessary to maintain the professionalism of human resources in the district in order to be able to conduct its authority well. Structural Job of the District of Kampar Health Office plays an important role on accomplishing the implementation of health programs in the district. Government regulation Number 13 Year 2002 in term of the Amendment of Government Regulation Number 100 Year 2000 in term of the Deployment of Civil Government Officer in structural Job says that the requirements to get structural position are grade or position in the organization, appropriate educational background, and job competencies. The deployment of structural officer in the District of Kampar Health Office, the Province of Riau was based on minimum grade, meanwhile the required competencies had not been noticed yet.
This research was conducted to obtain the information about the description of Health Office in the District of Kampar (organization structure, main task and function, need projection of human resources, availability of human resources, education and training), placement mechanism, required competencies other uncovered competencies, and organization's efforts to meet the competency of structural officer.
This research used qualitative approach through conducting in-depth interview to the informants (the Head of Health Office and Sub-head of Health Office. Local Government Secretary, District Planning Board, and Head of Health Center), and conducting focus group discussion to the Head of Unit and Head of Section of Health Office. Besides, this research also reviewed the documents. Data processing was conducted by making matrix table that obtained from the transcript (interview result) of both in-depth interview and focus group discussion. Analysis technique used an essay analysis technique, which analyzed the interview result according to topics and identified them into some topics.
The result showed that organization structure was flat enough and the main task and function had included all of district health programs. The need projection or planning of human resources had been made as human resources documents. However, the lack of human resources still remained. Some of structural officers had not had appropriate educational background with their position. Some of them had not got the leadership training yet and also technical training to conduct their main task. Required competencies to do the main task of structural officer of the District of Kampar Health Office were the understanding of main task and function, setting up and implementing the programs, developing the network, planning and setting up the human resources development, and monitoring and evaluating the work performance in each unit. Nevertheless, not all the competencies above were implemented yet. Insufficient competencies that found were the ability to organize the programs, planning and setting up the human resources improvement program in the unit. Organization's attempt to meet the competencies was sending its human resources to get technical training.
It is recommended to the district government in order to review the placement mechanism of structural officer for the civil government officer, and to support the making of human resources improvement program in their district. Besides, the amount and sort of human resources that needed by the District of Kampar Health Office were also recommended to be reviewed. The Health Office is suggested to proactively advocate the district government to maintain the human resources improvement programs. It is also recommended to the structural officer to enhance his competence through continuing education and taking technical training that in line with his job.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aus Al Anhar
"ABSTRAK
APK TS Banjarmasin adalah salah satu institusi pendidikan tenaga kesehatan lingkungan didirikan tahun 1983 dan sampai akhir tahun 1988 sudah menghasilkan lulusan sebanyak 151 orang. Pendirian institusi ini terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan lingkungan setingkat S0/D III pada propinsi-propinsi di Kalimantan; dan diharapkan dapat menunjang pelaksanaan upaya peningkatan kesehatan masyarakat umumnya dan bidang kesehatan lingkungan khususnya.
Program pelayanan kesehatan sejak awal 1980-an mencanangkan kesehatan untuk semua orang pada tahun 2000 melalui upaya kesehatan primer ( Primary Health Care), dengan salah satu bentuk kegiatan adalah upaya penggalian potensi dan partisipasi masyarakat. Di Indonesia hal tersebut di operasionalkan dengan kegiatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dan kemudian lebih disederhanakan dalam bentuk kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Melihat adanya kebutuhan upaya penggalian potensi dan partisipasi masyarakat, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah tenaga kesehatan lulusan suatu institusi pendidikan tenaga kesehatan (dalam hal ini APK TS) mempunyai kemampuan untuk melakukannya pada bidang keahliannya, sesuai (relevan) dengan kemampuan pelaksanaan yang diharapkan.
Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui kesesuaian (relevansi) antara nilai hasil belajar dengan kemampuan untuk melaksanakan fungsi dimaksud, sebagai upaya evaluasi terhadap proses pembentukan kemampuan (selama proses pendidikan) dengan memperhatikan mata-mata kuliah yang dianggap mempunyai kontribusi untuk itu.
Penelitian ini bersifat deskriftif dengan rancangan cross sectional . Dilihat dari segi program pendidikan, penelitian ini bersifat evaluatif prediktif . Dilakukan terhadap lulusan APK TS Banjarmasin yang bekerja di Puskesmas di seluruh Propinsi Kalimantan Selatan. Analisis dilakukan secara kualitatif dan uji statistik Chi kuadrat (dan derivatnya).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai UKP responden cenderung rendah, kemampuan untuk melaksanaan fungsi UKP relatif belum sesuai, kecuali untuk fungsi 1 dan 3, sedang pada bidang kemampuan tersebut relatif tinggi pada bidang FAB dan PTA.
Relevansi antara nilai UKP dengan kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi UKP secara kualitatif hanya terdapat pada beberapa fungsi, yaitu fungsi 1 dan 2 bidang PTA, PS, STTU dan HSM; pada fungsi 3 bidang PAB, PTA, STTU, HSM dan KL; fungsi 4 dan total pada bidang STTU. Walaupun secara statistik diperoleh hasil perhitungan, bahwa nilai UKP masing-masing bidang tidak mempunyai relevansi dengan kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi UKP pada bidang yang bersangkutan.
Di lihat dari segi karakteristik responden, beberapa karakteristik mempunyai hubungan secara kualitatif dengan kemampuan pelaksanaan fungsi UKP yaitu angkatan pendidikan, masa kerja total dan masa kerja di Puskesmas, pengalaman kerja, penataran/latihan yang pernah diikuti, strata puskesmas, masa kerja atasan dan lokasi puskesmas. Secara statistik hubungan tersebut bermakna pada masa kerja responden dan masa kerja atasan untuk bidang PAB dan PTA.
Saran yang dikemukakan oleh penulis antara lain bahwa nilai hasil belajar tidak dapat dipergunakan sebagai satu-satunya indikator kemampuan, supaya disusun suatu acuan minimal penguasaan kemampuan dari suatu proses pendidikan (critical competency), pemikiran perbaikan ataupun peningkatan pola pemberian materi belajar serta penelitian dengan skala yang lebih luas dan dalam terutama untuk tujuan penetapan standar dan kriteria pemanfaatan tenaga menurut jenisnya."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Kustiandi
"Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu upaya untuk mengetahui gangguan gizi pada balita, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah secara dini. Kabupaten Sukabumi adalah salah satu kabupaten dimana Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil SUSENAS (2002) prevalensi KEP di Kabupaten Sukabumi lebih kurang 16,23%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan kader dalam mencatat pemantauan pertumbuhan balita pada KMS dan karakteristik internal dan eksternal kader posyandu dan faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kemampuan kader dalam mencatat pemantauan pertumbuhan balita pada KMS di Kabupaten Sukabumi.
Penelitian ini bersifat diskriptif dengan desain studi potong lintang. lnstrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat kuesioner. Sebagai sampel dari penelitian ini adalah kader posyandu di 34 unit posyandu dari 29 desa yang tergabung dalam 6 Kecamatan. Responden yang didapat berjumlah 130 kader posyandu.
Hasil penelitian menunjukkan persentase kader yang mempunyai kemampuan dalam mencatat pemantauan pertumbuhan balita pada KMS dengan benar sebanyak 36,2%. Sedangkan hasil analisis dengan uji Chi Square terhadap karakterisitik internal dan eksternal yang berhubungan dengan kemampuan kader dalam mencatat pemantauan pertumbuhan balita pada KMS, menunjukkan hanya 3 variabel yaitu pendidikan, persepsi dan insentif yang berhubungan secara signifikan (r<0,05). Analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan variabel persepsi sangat dominan (OR=2,56) dalam kemampuan kader dalam mencatat pemantauan pertumbuhan balita pada KMS. Berdasarkan hasil tersebut di atas, terlihat "persepsi dalam pembagian tugas" merupakan masalah yang sangat penting untuk pelaksanaan kegiatan posyandu seharihari. Salah satu saran dari peneliti yaitu "persepsi dalam pembagian tugas" merupakan masalah yang harus ditekankan pada saat pelatihan kader posyandu.
Daftar bacaan : 77 (1979-2003)

Growth monitoring is one of the efforts to identify the malnutrition in children under five years, hence deterioration of nutrition status can be prevented. District of Sukabumi is one of the districts where the protein energy malnutrition is considered as the public health problem. Based on the result of SUSENAS (2002), the prevalence of protein energy malnutrition in District of Sukabumi is about 40%. The aims of the research is to study the description of cadres ability in recording of growth monitoring of children under five years, internal and external characteristic of cadres, and factors that may be related to cadres ability in recording children under five years in growth chart (KMS) in District of Sukabumi.
The study is descriptive research with cross sectional study design. The instrument used in the study is a set of questionnaires. As the sample in the study is cadres in 34 integrated health services post (posyandu) from 29 villages in 6 sub district in District of Sukabumi. The total respondent of cadres was 130 cadres.
The result of study showed that the percentage of cadres who are able to correctly record the growth monitoring was 36.2%. The chi square test analysis on internal and external characteristic related to the cadres ability found that only 3 variables, namely_ education, perception and incentives were significantly associated (p=<0,05). Multivariate analysis using logistic regression showed that perception of job description is significantly associated with the ability of cadres to record the growth monitoring of children under five years (OR=2.56)."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>