Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108873 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta : PPPP LP UI bekerja sama Direktorat Sosial Politik DKI jakarta, 1994
303.37 UNI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994
303.37 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kupang Timor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997
303.37 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suyoko
"Di Provinsi DKI Jakarta gangguan mental emosional khususnya pada lansia menjadi masalah seiring dengan bertambahnya jumlah lansia. Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi, distribusi dan perbedaan proporsi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan mental emosional pada lansia .Metode penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data Riskesdas tahun 2007. Hasil Penelitian prevalensi sebesar 21,1%, Berdasarkan umur proporsi gangguan mental emosional pada lansia lebih besar pada umur ≥ 70 tahun (21,0%), lebih besar pada jenis kelamin perempuan (26,0%), lebih besar pada tingkat pendidikan rendah (26,8%), lebih besar pada yang tidak bekerja (24,2%), lebih besar pada status ekonomi tinggi (24,1%), lebih besar pada anggota keluarga (25,3%), lebih besar pada yang cerai (30,6%), lebih besar pada yang menderita DM (31,6%), lebih besar pada yang menderita hipertensi (29,9%), lebih besar pada menderita gangguan sendi (26,2%) lebih besar pada yang kurus (27,4%) lebih besar pada yang tidak mandiri (46,5%).

In Jakarta Provincial mental disorders in the elderly in particular emotional an issue as the number of elderly. The research objective was to determine the prevalence, distribution and differences in the proportion of risk factors related with emotional mental disorder in the elderly. This method is a cross sectional study using data Riskesdas 2007. Research a prevalence of 21.1%, Based on the emotional life of the proportion of mental disorders in the elderly greater at age ≥ 70 years (21.0%), greater in the female sex (26.0%), greater in the low education level (26.8%), greater in that it does not work (24.2%), greater in the high economic status (24.1%), greater in family members (25.3%), greater in the divorce (30.6%), which suffer greater in DM (31.6%), greater in hypertensive (29.9%), greater in suffering from joint disorders (26.2%) greater in the lean (27.4%) was greater in the dependent (46.5%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995
303.37 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyanti
"Latar Belakang: Jumlah orang dengan gangguan jiwa semakin meningkat, namun tidak diikuti dengan pelayanan psikiatrik yang optimal, baik perawatan secara informal maupun formal, jumlah petugas sosial yang berimbang dan kemampuan teknis keperawatan dalam memberikan pelayanan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil petugas, kebutuhan pengetahuan dan keterampilan bagi petugas panti dan petugas kesehatan Panti Sosial BinaLaras Harapan Sentosa (PSBL) 2 Cipayung.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-kuantitatif melalui observasi dan pengisian kuesioner bagi seluruh petugas panti dan petugas kesehatan PSBL Harapan Sentosa 2 Cipayung pada periode April-Mei 2014.
Hasil: Didapatkan PNS (50%) dengan tugas sebagai staf administrasi yang memiliki latar belakang pendidikan terbanyak SMA (58,5%) dan belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai kesehatan (73,91%). Pengetahuan yang dibutuhkan: pengertian mengenai gangguan jiwa yang memahami hanya (13%), faktor yang menjadi penyebab munculnya ganggguan jiwa yang memahami (45,6%), gejala yang paling sering muncul terbanyak yang memahami (54,4%), masalah yang sering muncul terbanyak tidak mau merawat diri (54,4%), kebutuhan yang dibutuhkan terbanyak pengertian dan dukungan dari orang yang merawat (72,2%), kesulitan terbanyak menentukan diagnosis dan kriteria gangguan jiwa (50%), kendala terbanyak berkaitan dengan fisik (61%) dan hal yang dapat terjadi jika tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup adalah risiko kekerasan (65,5%). Prioritas pengetahuan yang dibutuhkan: deteksi gangguan jiwa, gangguan jiwa, dan manajemen keperawatan. Prioritas keterampilan: perawatan gangguan jiwa, dan cara mengatasi gaduh gelisah. Dari (95,6%) membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dengan metode yang dipilih pelatihan dan pendampingan perawat yang sudah berpengalaman. Sebanyak (73,9%) menyatakan sudah ada ketersediaan sarana. Sarana tersebut adalah Rumah Sakit (81,5%) dan (100%) bersedia untuk mengikutinya.
Simpulan: Profil petugas panti dan petugas kesehatan di PSBL 2 Harapan Sentosa memiliki tingkat pendidikan terbanyak bukan dengan latar belakang kesehatan dan hanya sedikit petugas panti dan petugas kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai gangguan jiwa. Petugas panti dan petugas kesehatan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan jiwa mengenai gangguan jiwa, perawatan dan kendala dan kesulitan yang dihadapi dengan metode pelatihan dan pendampingan.

Background: People with mental disorder is increasing nowadays. Unfurtunately it is not followed with optimal mental health services, number of institution officers and technical nursing capability for those officers. The aim of this research is to identified profile, knowledge, and still requirements of intitutions officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta.
Method: The design of this research was qualitative-quantitative through observation and filling up questioner for institution officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta on April-May 2014.
Result: From 46 participants, 50% was administration staff with high school educational background. About 73,91% had never have medical training before. Requirements of knowledge are: knowledge of mental disorder 13% understanding, factors that contribute to the onset of mental disorder 45,6%, symptoms that often appears 54,4%, most encountered problems lack of self caring about 54,4%, crucial needs supoort from caregiver for about 72,2%, difficulties in handling people with mental disorder diagnosis and criteria of mental disorder for about 50%, obstacle in disease for about 61% and things to except with lack of knowledge and skill risk for asssault for about 65,5%. Priority of knowledge needed are detection of mental disorder, mental disorder, and nursing management. Priority of skill are nursing for mental disorder and handling of agitation. About 95,6% officers require knowledge and skill to taking care of people with mental disorder. They prefer training and supporting methods from experienced capable nurse.About 73,9% officers affimerd that there is already hospital 81,5% to help improve, knowledge, skill amd all of the, are willing to participate.
Conclusion:Most of intitutional officers and medical staff in PSBL 2 dont have medical educational back ground. Among them only few have a tarining about mental disorder. Institutional officer and medical staff need knowledge and skill about mental disorder, nursing management and also difficulties in applying methods of training and supporting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 1996
616.89 IND b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rohman
"Asuhan spiritual adalah praktik dan prosedur yang dilakukan oleh perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual guna menopang kesehatan dan kesejahteraan klien. Dimensi spiritual berperan penting bagi kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup individu. Perawat mempunyai peran penting dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan spiritual klien melalui asuhan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian asuhan spiritual oleh perawat di RS. Islam Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross ectional study. Responden yang berpartisipasi berjumlah 111 perawat di ruang rawat dewasa RS. Islam Jakarta. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah total populasi.
Hasil studi ini menunjukan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, kecukupan waktu, persepsi tentang spiritualitas dan asuhan spiritual dengan pemberian asuhan spiritual. Meskipun demikian, faktor tingkat pendidikan didapatkan nilai OR= 2,436 yang menunjukan bahwa perawat yang berpendidikan Sarjana berpeluang memberikan asuhan spiritual secara baik sebesar 2, 436 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan SPK/DIII Keperawatan. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penelitian serupa lebih lanjut yang melibatkan faktor-faktor lain seperti perhatian akan spiritualitas diri perawat, kesehatan spiritual diri perawat, pendidikan dan pelatihan tentang asuhan spiritual yang didapat, dan sistem pengawasan, dengan penentuan sampel yang lebih baik.

Spiritual care is nursing practices and procedures which employed to meet the spiritual needs of the patient in order to support their health and well being. Spiritual dimension has important role for health, wellbeing, and quality of life. Nurses have important role to increase spiritual health and well being state of the patients by providing spiritual care. The purpose of this study was to identify the factors related to providing spiritual care. A design cross sectional study was used in this research. The respondent in this study were 111 nurses who work in adult wards at Islamic Hospital Jakarta. The samples were selected by total of population.
The result of bivariate analysis with Chi-square test showed (that there were) no corelation between providing spiritual care with: age, sex, level of education, length of services, time avalilibility, and perception about spirituality and spiritual care. Although level of education factor have OR= 2,436, it mean nurses? graduate have oportunity to give good spiritual care 2,436 time more than those nurses? with level of education SPK/DIII. This research recommended the importance of further similar research which entangle other factors such as attention of nurses?'self spirituality, self spiritual health, development of training and education about spiritual care, and control system, with determination of better sample.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winanti
"ABSTRAK
Gangguan jiwa pada warga binaan di dalam Lapas merupakan suatu hal yang mungkin terjadi. Pelayanan kesehatan yang kurang baik dan kondisi di dalam Lapas yang penuh dengan tekanan serta adanya pembatasan bergerak dapat memunculkan terjadinya stress dan depresi pada narapidana/tahanan, bahkan pada beberapa kasus muncul gejala psikotik yang perlu penanganan lebih serius. Meskipun masalah kesehatan jiwa merupakan hal yang penting di dalam Lapas/Rutan, namun sampai saat ini belum tertangani dengan baik. Kesehatan jiwa seolah-olah terabaikan, karena yang selama ini menjadi fokus penanganan adalah kesehatan fisik saja. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki fungsi melakukan pelayanan terhadap masyarakat, dalam hal ini narapidana/tahanan, tentu saja lapas memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan yang optimal kepada warga binaannya. Manajemen yang baik tentu sangat diperlukan, termasuk dalam manajemen pelayanan kesehatan jiwa. Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan yang hendak dijawab, Bagaimana manajemen pelayanan kesehatan jiwa di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta saat ini; serta Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta saat ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara menggunakan pedoman wawancara. Informan penelitian terdiri dari: informan penting, terdiri dari 4 orang petugas lapas dan 6 orang warga binaan; informan kunci, adalah Kalapas Narkotika Klas IIA Jakarta; serta informan tambahan, terdiri dari mantan warga binaan, mantan Direktur Jenderal Pemasyarakatan, dan keluarga warga binaan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa manajemen pelayanan kesehatan jiwa di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta belum mendapat perhatian yang serius baik dalam perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Masih ada kendala dalam pelayanan kesehatan jiwa yaitu peran dan komitmen penentu kebijakan, keterbatasan SDM, keterbatasan sarana prasarana, serta belum adanya MoU dengan Rumah Sakit Jiwa.

ABSTRACT
Mental illness of inmates inside the correction is something that possibly can happen. Low health treatment and overcrowd with lots of pressure and limited access could possibly give stress and depression to the inmates/prisoners. Even there are psychotic symptom which need serious treatment occurred in few cases. Although mental health is one of the important things inside the correction/detention house, but it is still not yet treated very well. It is seems to be ignored because, so far, the treatment only focusing on physical health. As an institution which has a function to serve the society, in this case is the inmates/prisoners, correction has an obligation, of course, to give an optimum care to the inmates. Good management is needed, including mental health care. There are two questions to answer in this study, how is the treatment of mental health in Jakarta Class IIA Narcotic Correction at present; and what are the obstacles encountered in the implementation of mental health care management in Jakarta Class IIA Narcotic Correction at present. This is a qualitative study by conducting interview with interview guidelines. The interviewees are important informants consist of 4 correction officers and 6 inmates; key informant is The Head of Jakarta Class IIA Narcotic Correction; also additional informant consist of ex-prisoners, former Director General of Correction and the inmates’ family. Based on the result of study, it is revealed that the mental health care management in Jakarta Class IIA Narcotic Correction is not seriously taken care in terms of planning, organizing, leading and controlling. There is, still, an obstacle in mental health care which is commitment and role of the policy makers, lack of human resources and infrastructures, also there is no Memorandum of Understanding (MoU) with the mental hospital.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>