Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Handrianto
"Pendahuluan Kehilangan pendengaran adalah problem yang sering diderita pekerja yang terpajan bising, diantaranya adalah masinis kereta api. Pajanan bising dapat menyebabkan kondisi stres oksidatif yang menyebabkan kematian pada sel rambut melalui proses nekrosis atau apoptosis. Untuk mengatasi hal tersebut, tubuh manusia memiliki mekanisme pertahanan endogen dengan membentuk enzim antioksidan, salah satunya glutathione peroxidase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk korelasi antara aktivitas glutathione peroxidase dengan hasil pemeriksaan audiometri dan mengetahui akurasi aktivitas glutathione peroxidase sebagai prediktor hasil pemeriksaan audiometri yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini kehilangan pendengaran akibat bising. Metode Penelitian ini menggunakan desain cross- sectional pada masinis kereta api. Variabel prediktor mencakup aktivitas glutathione peroxidase, indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan usia. Variabel respon adalah nilai rerata ambang pendengaran pada frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz. Hasil Subyek penelitian terdiri dari 46 orang masinis yang memiliki rerata nilai ambang pendengaran pada frekuensi 3000, 4000, 6000 Hz < 25dB. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa aktivitas glutathione peroxidase berhubungan dengan nilai ambang pendengaran (p = 0,03) dengan kekuatan korelasi negatif yang lemah (r = -0,312). Dari analisis regresi linier didapatkan bahwa aktivitas glutathione peroxidase, indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan usia melalui sebuah persamaan regresi (p = 0,018) dapat digunakan untuk memprediksi nilai ambang pendengaran = 15,104 – 0,019 (glutathione peroxidase) - 0,002 (indeks brinkman) – 0,474 (indeks massa tubuh) + 0,237 (usia) dengan nilai adjusted R2 = 0,175. Kesimpulan Aktivitas glutathione peroxidase bersama indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan usia dapat memprediksi nilai ambang pendengaran sesuai dengan persamaan regresi yang didapatkan dalam penelitian ini. Namun, masih terdapat beberapa variabel lain yang mungkin dapat memengaruhi nilai ambang pendengaran yang harus diperhitungkan.

INTRODUCTION Hearing loss is a problem that often affects workers, including train drivers, who are exposed to noise. Noise exposure can cause oxidative stress conditions causing permanent damage to hair cells through necrosis or apoptosis. The human body has an endogenous defense mechanism by forming antioxidant enzymes, one of which is glutathione peroxidase. This study aims to determine the correlation between glutathione peroxidase activity and audiometric examination results and the accuracy of glutathione peroxidase activity as a predictor of audiometric examination results that can be used for early detection of noise-induced hearing loss. METHODS This study of the train driver population used a cross- sectional design. Predictor variables include glutathione peroxidase activity, Brinkman index, body mass index, and age. The response variable is the average hearing threshold at frequencies 3000, 4000, and 6000 Hz. RESULTS The research subjects consisted of 46 train drivers with an average hearing threshold of 3000, 4000, and 6000 Hz < 25dB. Correlation test results showed that glutathione peroxidase activity was associated with a hearing threshold value (p = 0.03) with a weak negative correlation strength (r = -0.312). From linear regression analysis it was found that glutathione peroxidase activity, Brinkman index, body mass index, and age through a regression equation (p = 0.018) can be used to predict the hearing threshold value = 15.104 - 0.019 (glutathione peroxidase) - 0.002 (Brinkman index) - 0.474 (body mass index) + 0.237 (age) with adjusted R2 = 0.175. CONCLUSION Glutathione peroxidase activity, Brinkman index, body mass index, and age can predict hearing threshold values according to the regression equation obtained in this study. However, there are still several other variables that may affect the hearing threshold value that must be taken into account."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuriah
"Latar Belakang: Bising adalah bahaya potensial (hazard) yang dapat menyebabkan NIHL pada pekerja tambang nikel yang terpajan bising. Adanya peningkatan ambang dengar pada pekerja dengan pajanan bising yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan NIHL. Kejadian NIHL yang semakin meningkat merupakan salah satu masalah pada pekerja tambang PT. X. Tujuan penelitian adalah mengetahui tren audiometri dan prevalensi NIHL, mengetahui perbedaan NAD akibat pajanan bising tinggi dan rendah, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan NIHL pada pekerja tambang nikel yang terpajan bising di PT. X tahun 2012-2016.
Metode: Penelitian dengan desain observasional analitik dengan kohort retrospektif di UBP Nikel PT. X pada Bulan Desember 2017, dengan cara pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder MCU pekerja yang sudah dilakukan pemeriksaan audiometri, data baseline 2011, data annual dari tahun 2012 sampai dengan 2016, dan analisis data dilakukan dengan program statistik SPS Statistics 20.0.
Hasil: Prevalensi kejadian NIHL sebesar 15,97% tahun 2012 dan mencapai 39,54% pada tahun 2016. Kejadian kasus (prevalensi) NIHL selalu mengalami peningkatan baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB sejak tahun 2012 sampai 2016, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko kebisingan dengan kejadian NIHL setiap tahunnya. Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan NAD telinga kanan dan kiri baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB pada tahun 2012-2016. Pada penelitian diketahui bahwa faktor usia memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL usia ≥40 tahun sebanyak 47,21% (p 0,000, IK 1,33-1,87), responden dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko mengalami NIHL 1,58 kali lebih besar dibandingkan kelompok usia <40 tahun. Masa kerja ≥10 tahun sebanyak 40,15% memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL (IK 1,51-1,85) dan memiliki risiko mengalami NIHL 1,67 kali lebih besar dibandingkan kelompok masa kerja <10 tahun. Kriteria STS yang positif (90,91%) dengan (p 0,000) signifikan menunjukkan terjadinya NIHL.
Kesimpulan: Tren Audiometri dan prevalensi NIHL terlihat kecenderungan meningkat dari tahun 2012 sampai tahun 2016. Tidak terdapat perbedaan NAD telinga kanan dan kiri baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB pada tahun 2012-2016. Hasil ini menunjukkan tren kecenderungan meningkat terjadinya kejadian (prevalensi) NIHL di PT. X. Kejadian kasus (prevalensi) NIHL selalu mengalami peningkatan baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB sejak tahun 2012 sampai 2016, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko kebisingan dengan kejadian NIHL setiap tahunnya. Faktor usia, masa kerja, kriteria STS positif memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL.

Background: High-volume noise is a potential hazard which may cause Noise Induced Hearing Loss (NIHL) among nickel mine workers who are exposed to noise. The increase of hearing threshold in workers with chronic exposure to high-volume noise may cause NIHL. The increasing prevalence of NIHL is a problem for nickel mine workers of PT. X. The objective of this study is to identify the audiometry trend and NIHL prevalence among mine workers who are exposed to high-volume noise, to investigated correlation of noise level exposure and the others that causes NIHL, to know how difference hearing treshold value on the workers worked with noise level <85 dB and ≥85 dB since 2012 until 2016.
Method: This study used an analytical observational design with retrospective cohort at UBP Nikel PT X in December 2017, with the method of obtaining samples by total sampling. This study was conducted by collecting secondary medical check-up data of workers who have undergone audiometry examinations, baseline data from 2011, annual data from 2012 until 2016, and data analysis was done using SPSS program version 20.0
Results: The prevalence of NIHL was shown starting from 15,97% in 2012, and the prevalence reached 39,54% in 2016. The prevalence of NIHL always showed an increase, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016, however there was no significant relation between noise levels and NIHL prevalence each year. In this study it was discovered that there were no differences in hearing treshold value right ear and left ear, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB during 2012-2016. It was found that age had a significant association with NIHL prevalence, respondents aged >40 years old as much as 47,21% (p 0,000, 95% CI 1,33-1,87); respondents aged >40 years old had 1,58 times higher risks to develop NIHL than the age group <40 years old. Respondents with the period of work ≥10 years as much as 40,2% (IK 1,51-1,85) had a significant association with NIHL prevalence. They had 1,67 times higher risks to develop NIHL than period of work <10 years. It was found that Positive STS Criteria (90,91%) had a significant association with NIHL prevalence (p 0,000).
Conclusion: The NIHL prevalence and the audiometry trend showed a tendency to increase from 2012 until 2016. The prevalence of NIHL always showed an increase, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016, however there was no significant relation between noise levels and NIHL prevalence each year. There were no differences in hearing treshold value right ear and left ear, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016. The factor of age and period of work had a significant association with NIHL It was found that Positive STS Criteria had a significant association with NIHL prevalence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firly Ratsmita
"Pendahuluan Mayoritas kasus sekitar 82% kasus gangguan pendengaran terjadi pada pekerja manufaktur. Insiden gangguan pendengaran memiliki dampak yang permanen yang dapat dicegah dengan deteksi dini melalui STS ( standard threshold shift).Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor risiko baik individu maupun pekerjaan terhadap kejadian standard threshold shift pada pekerja manufaktur. Metode Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional pada karyawan dengan pajanan kebisingan. Variabel bebas mencakup faktor individu seperti usia,riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus,merokok,dan obesitas dan faktor pekerjaan seperti bahan kimia,lama kerja, penyediaan alat pelindung diri, dan area kerja. Hasil Subjek penelitian berjumlah 200 karyawan dimana 67 karyawan mengalami STS dengan baseline tahun 2018. Dari hasil penelitian didapatkan faktor risiko yang berhubungan adalah masa kerja (OR 1.9 IK 95% 1.0-3.4),riwayat diabetes mellitus (OR 17 IK 95% 2.1 -146) dan obesitas (OR 2.4 (IK 95% 1.1- 5.0).Variabel riwayat diabetes mellitus, masa kerja, dan BMI berperan sekitar 12% dalam proporsi 12% STS dengan nilai prediktif utama adalah riwayat diabetes mellitus.Kesimpulan Proporsi STS di perusahaan manufaktur dalam periode 2018 sampai 2020 adalah 33,5%. Masih tingginya proporsiSTS pada karyawan dapat menjadi nilai evaluasi dari program perlindungan pendengaran yang telah dijalankan sejak tahun 2016. Prevalensi kejadian STS pada PT.X dalam periode 2018 sampai 2020 adalah 33,5 %.Diharapkan adanya program kesehatan terutama dalam mengontrol penyakit kronis terutama diabetes mellitus dan obesitas untuk mengurangi risiko individu terhadap gangguan gangguan pendengaran.

Introduction The majority of hearing loss cases by 82% are experienced by manufacturing workers. The incidence of hearing loss has a permanent impact which is obtained by prevention with early detection through STS (standard threshold shift). The aim of study was to determine the relationship between individual and occupational risk factors on the proportion of standard threshold shift. Methods The research was a cross sectional study on employees with noise exposure. The independent variables include individual factors such as age, history of hypertension, history of diabetes mellitus, smoking, body mass index and occupational factors such as history of chemical exposures, working period, provision of PPE and working area. Results Research subjects found 200 employees of which 67 employees experienced STS with 2018 baseline.The study showed that the associated risk factors were working period (OR 1.9 with 95% CI 1.0- 3.4), history of diabetes mellitus (OR 17 with 95% CI 2.1 -146), obesity (OR 2.4 with 95% CI 1.1-5.0). The variables history of diabetes mellitus, working period, and BMI account for about 12% in the proportion of STS with the main predictive value being history of diabetes mellitus. Conclusions The proportion of STS in manufacturing company by period 2018 to 2020 was 33.5%. The high proportion of STS in employees can be an evaluation of the hearing protection program that has been running since 2016. Suggestions for improving employee protection programs, monitoring and evaluating ongoing hearing protection programs, and health programs, especially chronic diseases such as diabetes mellitus and weight loss."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Surianti
"Kebisingan merupakan risiko dalam bidang kesehatan bagi pekerja yang kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja (work related desease). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pajanan kebisingan dengan keluhan pendengaran pada pekerja bagian produksi PT Sanggar Sarana Baja.
Penelitian ini merupakan Studi deskripftif yang bersifat analitik dengan pendekatan rancangan Studi yang digunakan cross sectional, yaitu melakukan pengamatan pada subyek penelitian sebanyak 195 sampel terpilih dari populasi pekerja pada bagian produksi dan diikuti dengan pengukuran intensitas kebisingan di lingkungan kerja dengan menggunakan sound level meter. Pengukuran kebisingan menunjukan intensitas bising pada 6 area kerja berkisar antara 81-89 decibel A (dBA).
Berdasarkan analisis menggunakan chi-square terdapat 116 pekerja dengan persentase (59,5%) mengalaini keluhan pendengaran akibat bising. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pajanan kebisingan dengan keluhan pendengaran pada pekerja PT Sanggar Sarana Baja. Beberapa variabel lainnya yang diteliti adalah karakteristik pekerja sepelti umur, masa kerja, pendidikan, riwayat penyakit telinga, riwayat minum obat, lama pajanan, pelatihan dan perilaku pekerja seperti kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung telinga (APT). Bedasarkan hasil penelitian perlunya peranan pihak perusahaan agar lebih mengefektikan penggunaan APT pada pekerja, serta memberikan penghargaan terhadap pekerja yang selalu menggunakan APT dan memberikan sanksi pada pekerja yang tidak menggunakan APT.
Noise is a health risk for Workers in the likelihood of occupational diseases (Work related Disease). The purpose of this study was to determine the noise exposure level relationships With the Workers' grievance hearing on the production of PT Sanggar Sarana Baja.
This research is a study that is analytic deskripftif design approach used cross sectional study, which observed a total of 195 subjects selected from a population sample of Workers in the production and was followed by measuring the intensity of noise in the Workplace by using a sound level meter. Noise measurements indicate the intensity noise in the Work area ranged from 6 81-89 decibel A (dBA).
Based on chi-square analysis using the 116 Workers there by the percentage (59.5%) experienced a loss due to noise complaints. The results showed a significant relationship between the level of noise exposure in Workers with hearing complaints PT Sanggar Sarana Baja. Some of the other variables studied were the characteristics of Workers such as age, tenure, education, history of ear disease, history of medicine, long exposure, training and employee behaviors such as smoking, use of ear protectors (PPE). Based on the results of the study the need for the role of the company to be more effective use ear protectors to Workers, as Well as pay tribute to Workers who are constantly using and impose sanctions on employees who are not using ear protectors.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Kusumastuti Roosadiono
"Latar belakang: Angka kelahiran dan kesintasan bayi prematur mengalami peningkatan. Prematur memiliki morbiditas 7 kali lipat dari bayi cukup bulan. Gangguan pendengaran merupakan salah satu morbiditas yang masih tinggi insidensnya dengan 6 kasus per 1000 kelahiran di negara berkembang. Deteksi dini dan identifikasi faktor risiko dilakukan agar tidak terjadi keterlambatan diagnosis dan intervensi.
Tujuan: Mengetahui prevalens dan faktor risiko disfungsi auditorik pada bayi prematur.
Metode: Penelitian deskriptif-analitik dengan metode potong lintang dilakukan selama bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017 pada bayi prematur usia 48 jam-3 bulan yang dirawat di Divisi Perinatologi Departemen IKA FKUI/RSCM. Sampel dipilih secara consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara orangtua pasien, pengumpulan data retrospektif dari rekam medis, uji tapis DPOAE dan AABR. Analisis bivariat disfungsi auditorik dengan faktor risiko dinilai dengan uji chi-square dan fischer sebagai uji alternatif. Analisis multivariat dilakukan untuk menilai interaksi faktor risiko dengan regresi logistik.
Hasil: Sejumlah 100 subyek memenuhi kriteria inklusi dan sebesar 25 subyek pernah mendapat perawatan intensif. Prevalens disfungsi auditorik pada bayi prematur sebesar 14 . Analisis multivariat faktor risiko yang berhubungan dengan disfungsi auditorik adalah usia gestasi OR 3,824; IK 95 1,109-13,179; p=0,034 . Faktor risiko lain seperti berat lahir, pertumbuhan janin terhambat, hiperbilirubinemia, proven sepsis, pemakaian aminoglikosida, ventilasi mekanik lebih dari 5 hari, nilai Apgar yang rendah, abnormalitas lingkar kepala, riwayat gangguan pendengaran di keluarga tidak memiliki hubungan bermakna dengan disfungsi auditorik.
Simpulan: Prevalens disfungsi auditorik pada bayi prematur sebesar 14 . Usia gestasi merupakan faktor risiko disfungsi auditorik pada bayi prematur."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Delfina
"Kebisingan merupakan salah satu permasalahan di dunia industri. Kebisingan dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan gangguan pendengaran. PT.X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perbaikan dan distribusi alat berat. Beberapa proses kerja di PT.X memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi. Selain itu, hasil tes audiometri menunjukan bahwa beberapa pekerja di PT. X mengalami gangguan pendengaran.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis korelasi antara pajanan bising dan faktor risiko yang ada dengan kejadian gangguan pendengaran pada pekerja di PT.X tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional dengan cara menyebarkan kuesioner, observasi, pengukuran kebisingan dengan sound level meter (SLM), serta menganalisis hasil audiometri pekerja tahun 2013. Pekerja yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 46 orang.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 pekerja (10.9%) yang mengalami gangguan pendengaran ringan. Hasil pengukuran kebisingan lingkungan berkisar antara 73-103.6 dBA. Selain itu, pajanan bising efektif (L equivalent efektif) yang diterima pekerja masih dibawah NAB berkisar antara 71 - 83.2 dBA. Dari 5 pekerja yang mengalami gangguan pendengaran, seluruhnya memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun. Terdapat 30.4% pekerja yang mengalami NIHL.Tidak ada hubungan yang signifikan pada setiap variabel, namun alat pelindung telinga mempengaruhi kejadian gangguan pendengaran dan NIHL.

Noise is one of the problems in the industrial world. Noise can cause health problems and impaired hearing. PT.X is a company which business engaged in the reconditioning and distribution of heavy equipment. There are several work processes in PT.X which have high noise level. Besides, the result of audiometric test indicates that some of the workers in PT. X suffer hearing loss.
The purpose of this study is to analyze the correlation between noise exposure and the existing risk factors with the incidence of hearing loss in workers PT.X in year 2014. This study uses cross sectional study design by filling out questionnaires by the workers, observation, measuring the noise level with a sound level meter (SLM ), and analyzing the results of audiometric test in 2013. There are 46 workers taken as samples in this study.
The results of this study shows there are 5 workers (10.9%) who suffered a mild hearing loss. The results of environmental noise measurements between 73-103.6 dBA. Besides that, effective noise exposure (Effective L equivalent) received by workers is still below the TWA between 71 - 83.2 dBA. 5 workers with hearing loss have a working period of more than 5 years. There are 30.4% of workers who suffered NIHL (Noise Induced Hearing Loss). There are no correlation at all the variables, but ear protection devices influencing the occurrence of hearing loss and NIHL.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusumawati
"Penelitian ini membahas hubungan tingkat kebisingan di lingkungan kerja dengan kejadian gangguan pendengaran pada pekerja PT X. Desain penelitian yang digunakan adalah coss sectional. Sampel penelitian berjumlah 110 pekerja pada area kerja AC dan mesin cuci. Terdapat 33 pekerja yang mengalami gangguan pendengaran setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan garpu tala. Intensitas kebisingan di dua area kerja antara 86,4 dB-90,1 dB setelah diukur menggunakan Sound Level Meter. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan bermakna, tetapi tingkat kebisingan di dua area kerja telah melebihi nilai ambang batas.

This study aims to determine the relationship between noise levels in working environment with hearing loss occurrence in workers in PT X. The study design used was cross sectional study. Sample of this study is 110 workers in AC and laundry system areas. There are 33 workers that suffer of hearing loss after measured by tuning fork. The noise intensity in two area is between 86,4 dB - 90,1 dB after measured by Sound Level Meter. The study result showed there is no significant relation, but noise level in two areas exceed the limit."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Budi Christina
"Latar belakang. Bising merupakan salah satu stresor individu di tempat kerja. Untuk lingkungan kerja KEPMENAKER RI no 51 tahun 1999 telah menetapkan nilai ambang batas (NAB) bising yaitu sebesar 85 dBA. Penetapan NAB tersebut perlu dievaluasi, karena baru memperhitungkan efek terhadap terjadinya ketulian, sedangkan efek lain berupa stres akut belum di pertimbangkan.
Tujuan. Diperolehnya data mengenai tingkat bising dibawah nilai ambang yang dapat meningkatkan kadar adrenalin sebagai tanda akut stres.
Metode. Desain studi adalah analitik eksperimental yang membandingkan 6 kelompok, (pajanan 85 dBA, 80 dBA, 75 dBA, 70 dBA, 0 dBA dan kontrol). Pemilihan sampel dilakukan dengan blok randomisasi yang dilakukan secara single blind. Subjek adalah laki laki usia kerja di lingkungan Universitas Indonesia. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan mulai 23 Mei 2011 sampai 28 September 2011.
Hasil penelitian. Jumlah data yang dianalisis adalah 89. Dengan uji repeated anova didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar adrenaline pre dan pasca di semua kelompok yang diperbandingkan (p>0,05). Didapatkan terjadi penurunan kadar adrenalin pasca pajanan. Perubahan sistol, diastol, frekuensi nadi dan frekuensi nafas juga tidak memberikan perbedaan bermakna secara statistic terhadap pajanan masing masing kelompok dibandingkan kelompok kontrol. Penurunan kadar adrenalin dapat disebabkan karena subjek penelitian telah mengetahui bahwa pajanan bising akan berakhir (15 menit) serta kadar adrenalin yang mungkin meningkat pada awal intervensi sudah menurun pada akhir intervensi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hans Selye, dimana seseorang cenderung untuk mengalami kegelisahan untuk suatu hal yang tidak pasti (uncertainty). Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Ursin dan Eriksen bahwa ketidakpastian dapat memberikan ketakutan dan kegelisahan.
Simpulan. Terjadi penurunan kadar adrenalin pada kelompok 0 dBA, kontrol, 75 dBA, 80 dan 85 dBA. Singkatnya pajanan bising yang diberikan menyebabkan tidak terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah pajanan pada tiap kelompok pajanan dibandingkan dengan kontrol.

Background. Noise can be stressors for individual. Indonesian regulation for the workplace No. 51 in 1999, has defined the threshold value for noise is at 85 dBA. This value should be evaluated, since it was determined for hearing protection, while other effect (acute stress) was not taken into consideration.
Objective to obtain data on noise level that increases adrenaline level as a sign of acute stress. This data will be used to recommend efforts to improve the quality of health and the prevention of occupational diseases through occupational health and safety programs.
Method. An analytical study design was used comparing 6 experimental groups, (85 dBA, 80 dBA, 75 dBA, 70 dBA, 0 dBA and control). Samples were selected by block randomization and single blind allocation. All subjects were men working in the University of Indonesia.. Data collection and processing was conducted from 23 May 2011 until 28 September 2011.
Results. Data from 89 subjects were analyzed. Repeated ANOVA test was used to analyzed the results of this. The results showed that there was no significant difference between pre and post adrenaline levels in all groups (p > 0.05). As a result, there is decresing level of adrenaline in post exposure. There are no significantly differences between systolic pressure, diastolic blood pressure, heart rate, breathing rate in every exposure groups compared with control. The decreased levels of adrenaline can be explained because the subjects were informed about the length of the exposure (15 minutes), the adrenaline level might has already increased before exposure and getting lower at the end of intervention. This is consistent with the theory proposed by Hans Selye, which a person tends to experience anxiety for a matter that is uncertain (uncertainty), this is also consistent with the theory expressed by Ursin and Eriksen that uncertainty can give fear and anxiety.
Conclusion. There are a decreasing level of adrenaline at 0 dBA, the control, 75 dBA, 80 and 85 dBA groups. The short period of exposures given can cause no significant difference before and after exposure in each exposure group compared with the control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Khoirotin Novaisa
"Kebisingan merupakan salah satu bahaya fisik di tempat kerja yang memiliki risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran kepada pekerja. Diantara beberapa sektor industri, konstruksi merupakan industri yang memiliki kebisingan dalam pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebisingan serta hubungan karakteristik dan perilaku pekerja terhadap gangguan pendengaran pada pekerja. Pada penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 106 pekerja dan pengukuran titik kebisingan pada 30 titik yang tersebar pada area konstruksi. Berdasarkan pengukuran kebisingan yang dilakukan, rentang kebisingan pada lokasi konstruksi BUMN Center ialah 67.9 – 100.8 dBA dan kejadian ganggguan pendengaran pada pekerja sebesar 44.3%. Uji Mann- Whitney U Test dilakukan pada variabel tingkat kebisingan dan gangguan pendengaran dan menunjukkan hasil tidak adanya perbedaan signifikan tingkat kebisingan terhadap gangguan pendengaran pada pekerja (p=0.904). Adapun pada variabel karakteristik dan perilaku pekerja, hanya usia yang memiliki hubungan signifikan dengan gangguan pendengaran (p=0.000) dengan OR 7.8. Penelitian ini menemukan adanya tingkat kebisingan yang melebihi NAB dan pekerja yang mengalami gangguan pendengaran, sehingga disarankan untuk adanya tindakan pencegahan dan meminimlaisir risiko dengan prinsip kontrol hirarki.

Noise exposure is one of the physical hazards in the workplace that can cause of hearing loss to workers. Among some industrial sectors, construction sector has a lot of noise in its workplace. The study aimed to analysis the differences in noise intensity and the association between characteristics and behavior to hearing loss among construction workers Gedung BUMN Center. The study used cross-sectional study design with 106 respondents and measurements of noise points at 30 points spread across the construction area. Based on noise measurements, the noise range at the construction site of the BUMN Center is 67.9 - 100.8 dBA and the incidence of hearing disorders in workers is 44.3%. The Mann-Whitney U Test was conducted on variable noise levels and hearing loss and showed results no significant differences in noise levels and hearing loss among workers (p=0.904). As for the characteristic variables and behavior of workers, only age has a significant association with hearing loss (p=0.000) and OR 7.8. This study found that there was a noise intensity that exceeded NAB and workers with hearing loss, so minimze the risk with hierarchy control is recommended as preventive action."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Brilliant Sunarno
"Hubungan Karakteristik Bising dan Faktor-Faktor Determinan yangBerkontribusi dengan Gangguan Pendengaran Pada Pekerja TerpajanBising di Area Produksi Perusahaan Daerah Air Minum PT XTingkat kebisingan di Instalasi Pengolahan Air IPA cukup tinggi. Meningkatnyakebutuhan air bersih seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, membuatPerusahaan Daerah Air Minum PDAM dituntut untuk meningkatkan kapasitasproduksi. Terdapat alat-alat dan proses produksi yang memiliki karakteristikberbeda dibanding jenis industri lain. Terdapat 306 PDAM di seluruh Indonesia,potensi jumlah pekerja yang terpajan bising sangat besar, maka perlu diteliti lebihlanjut mengenai hubungan karakteristik bising serta faktor-faktor determinannyaterhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PDAM untuk memperoleh bentukpengendalian yang paling tepat.
Penelitian ini menggunakan desain studi potonglintang. Tahapan penelitian ini yaitu mengukur tingkat kebisingan sertamemberikan kuesioner sebagai data primer, menganalisis hasil audiometri pekerjasebagai data sekunder dan menggunakan uji statistika Chi Square dan analisis multideterminan untuk mengetahui hubungan di antara variabel independen dandependen.
Hasil penelitian diperoleh bahwa sumber bising di instalasi pengolahanair adalah pompa, exhaust fan, kompresor, blower, vacuum dan terjunan air.Sebanyak 84.4 pekerja di area produksi terpajan bising > 85 dBA. Sebanyak15.6 pekerja mengalami gangguan pendengaran.
Diperoleh kesimpulan bahwapekerja yang terpajan bising di atas 85 dBA yang memiliki frekuensi bisingdominan > 2000 Hz dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pendengarandan diperparah apabila pekerja berusia > 40 tahun dan memiliki masa kerja > 14tahun.

Relation of Noise Characteristic and Determinant Factors that Contribute toHearing Loss on Workers Exposed by Noise at Production Area in Water SupplyCompany PT XNoise level in Water Treatment Plant WTP is high enough. Increasing the needfor clean water in line with the increasing population, making the Water SupplyCompany PDAM is required to increase production capacity. There are machinesand production processes that have different characteristics than other types ofindustries. There are 306 PDAMs throughout Indonesia, the potential number ofworkers exposed to noise is very large, it is necessary to further investigate therelationship between noise characteristics and its determinants to hearing loss toPDAM workers to obtain the most appropriate form of control.
This study used across sectional study design. The stages of this study are to measure the noise leveland provide questionnaires as primary data, analyzing the worker audiometricresults as secondary data and using Chi Square statistical test and multi determinantanalysis to find out the relationship between independent and dependent variables.
The results obtained that the source of noise in water treatment plants are pumps,exhaust fan, compressor, blower, vacuum and waterfall. About 84.4 of workersin the production area exposed to noise 85 dBA. About 15.6 of workers havehearing loss.
It is concluded that exposure workers over 85 dBA with dominantnoise frequency 2000 Hz can cause hearing impairment and aggravate if workersare 40 years old and have a working life 14 years.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>