Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tyara Alya Noorsyifa
"Gelombang lonjakan popularitas yang dikenal sebagai Hallyu Wave atau Korean Wave bertumbuh pesat bersamaan dengan industri hiburan Korea Selatan akibat ketenaran K-drama dan K-pop di kancah internasional. Eksistensi Hallyu Wave sebagai budaya populer diperkuat dengan lahirnya sebuah fandom besar, terutama pada industri Korean Pop (K-Pop). K-pop kemudian berhasil membentuk komunitas masif di kalangan masyarakat, namun hingga kini keberadaannya masih dianggap sebagai gerombolan imoral yang dangkal. Berangkat dari hal tersebut, studi ingin menunjukan bagaimana partisipasi para K-Pop stan pada kegiatan aktivisme digital melalui project yang diselenggarakan oleh sebuah fanbase di kanal Twitter dengan konsep-konsep, seperti digital citizen, public sphere, serta online community untuk mengkomunikasi sebuah isu maupun fenomena sosial ke khalayak luas. Secara khusus studi ini akan menganalisis fan project @No1LikeHue yang diselenggarakan oleh komunitas seni Atiny (Artiny) dalam menggalang dana untuk sebuah organisasi non-profit sebagai aksi solidaritas dukungan terhadap kelompok marginal. Hasilnya studi ini menunjukan bahwa K-Pop stan adalah kelompok resistensi yang progresif dilihat dari bagaimana mereka mampu memobilisasi sejumlah orang dalam isu-isu sosial yang mendominasi di dunia maya.

The popularity of K-drama and K-pop on a global scale has caused a surge in interest that is known as the Hallyu Wave or Korean Wave, which is growing rapidly alongside the South Korean entertainment industry. A sizable fandom has emerged, particularly in the Korean Pop (K-Pop) industry, which supports the Hallyu Wave's status as a popular cultural phenomenon. K-pop then managed to create a sizable community among the populace, but even today, its existence is still viewed as belonging to an immoral, shallow group. From there, the study aims to demonstrate how K-Pop stans can engage in digital activism through a project run by a Twitter fanbase that uses ideas like digital citizenship, the public sphere, and the online community to inform the general public about an issue. This study will focus on the @No1LikeHue fan project that the Atiny art community (Artiny) ran to raise money for a non-profit as a show of solidarity for marginalized group. According to the findings of the study, K-Pop stans are a progressive resistance movement due to their ability to mobilize a large number of people around social issues prevalent in cyberspace."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;;, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mudhya Razanne Tiara
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan slacktivism dan eskalasi gerakan digital menuju aktivisme onsite. Slacktivism sendiri merupakan tindakan pada ambang batas rendah di suatu gerakan sosial digital yang meliputi namun tidak terbatas pada pemberian like, comment, share, retweet semata. Studi-studi yang membahas mengenai slacktivism dalam gerakan sosial yang terbentuk di ruang digital ditemukan saling kontradiktif, yakni (1) studi yang cenderung pesimis akan slacktivism dan kaitannya dengan eskalasi gerakan sosial karena adanya karakteristik kental berupa lemahnya keterlibatan aktor, aksi yang berada pada ambang rendah, dan tidak adanya pandangan ideologi yang mendalam dari para aktor sehingga justru dipandang kurang memberikan kontribusi yang signifikan pada gerakan; dan (2) studi yang cenderung optimis akan slacktivism dan eskalasi gerakan sosial memandang bahwa aksi dari para aktornya justru membawa dukungan yang bermakna pada level tertentu dalam meningkatkan aspek-aspek gerakan sosial sehingga salah satunya mampu berkontribusi membuka kemungkinan eskalasi gerakan dapat terjadi pada kondisi berisiko politik rendah. Pada penelitian ini, penulis memandang bahwa terjadinya slacktivism dan eskalasi gerakan sosial digital tidak sesederhana yang dipandang oleh kubu optimis & pesimis karena untuk dapat terjadinya eskalasi gerakan digital menuju aktivisme onsite, diperlukan prekondisi-prekondisi tertentu dari slacktivism dan gerakan itu sendiri, seperti melalui keterkaitan slacktivism dengan sumber daya gerakan sosial. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian studi kasus yang dilakukan dengan memperoleh data melalui studi pustaka, wawancara mendalam, observasi media sosial dan kegiatan bermural kepada 6 informan (Pihak Gejayan Memanggil, partisipan lomba, dan donatur) melalui studi kasus Lomba Mural Dibungkam. Hasil penelitian mengimplikasikan bahwa slacktivism, yang dipicu oleh sumber daya sosial organisasi yang telah eksis secara onsite maupun online, mampu mengeskalasi gerakan digital menuju aktivisme onsite sekalipun pada kondisi risiko politik yang tinggi melalui adanya prekondisi penggunaan resource mobilization yang terorganisir matang dan berkaitan timbal balik dengan slacktivism dalam gerakan sosial itu sendiri. Selain itu, adanya dukungan dari struktur media sosial tertentu juga ditemukan sebagai kondisi yang memungkinkan slacktivism mengeskalasi gerakan melalui kapasitas slacktivism untuk meningkatkan dukungan kapasitas algoritma media sosial.

This study aims to explain slacktivism and the escalation of digital movements towards onsite activism. Slacktivism itself is an action at a low threshold in a digital social movement which includes but is not limited to simply liking, commenting, sharing, retweeting. Studies that discuss slacktivism in social movements formed in digital space are found to be contradictory to each other, namely (1) studies that tend to be pessimistic about slacktivism and its relation to the escalation of social movements due to strong characteristics in the form of weak actor involvement, actions that are at a low threshold , and the absence of deep ideological views from the actors so that they are seen as not making a significant contribution to the movement; and (2) studies that tend to be optimistic about slacktivism and social movement escalation view that the actions of the actors actually bring meaningful support at a certain level in improving aspects of social movements so that one of them is able to contribute to opening up the possibility of movement escalation to occur in conditions of political risk low. In this study, the authors view that the occurrence of slacktivism and the escalation of digital social movements is not as simple as that seen by the optimists & pessimists because for the digital movement to escalate towards onsite activism, certain preconditions are needed from slacktivism and the movement itself, such as through the linkage of slacktivism. with social movement resources. This research belongs to the type of case study research which is carried out by obtaining data through literature study, in-depth interviews, social media observations and mural activities to 6 informants (Gejayan Calling Party, contest participants, and donors) through a case study of the Silenced Mural Contest. The results of the study imply that slacktivism, which is triggered by organizational social resources that already exist both on site and online, is able to escalate digital movements towards onsite activism even in conditions of high political risk through the presence of preconditions for the use of well-organized and reciprocally organized resource mobilization with slacktivism. within the social movement itself. In addition, the existence of support from certain social media structures was also found as a condition that allows slacktivism to escalate movements through slacktivism's capacity to increase the support of social media algorithm capacities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Aghnia
"Studi replikasi plus dari Perez-Zapata, Slaughter, dan Henry (2016) dilakukan untuk
meneliti akurasi, dan response time mindreading kelompok in-group terhadap in-group
dan out-group, serta menguji prejudice sebagai moderator kemampuan mindreading
terhadap kedua kelompok. Kelompok in-group pada penelitian ini adalah etnis Jawa,
sedangkan kelompok out-group merupakan etnis Papua. Partisipan penelitian berjumlah
84 orang memiliki etnis Jawa, berusia 19-30 tahun, dengan domisili Jabodetabek.
Eksperimen ini menggunakan instrumen Strange Stories Task untuk mengukur
kemampuan mindreading, dan RIVEC Prejudice Scale untuk mengukur tingkat
prejudice partisipan. Pengujian statistik Mixed Model ANOVA diterapkan guna
membandingkan kemampuan mindreading terhadap kelompok in-group dan out-group,
lalu Process Hayes model 1 untuk mengetahui interaksi moderasi prejudice. Penelitian
membuktikan adanya penurunan akurasi mindreading dan interaksi positif moderasi
prejudice kelompok in-group terhadap out-group.

Study of Perez-Zapata, Slaughter, and Henry (2016) is conducted to establish in-group’s
mindreading accuracy and response time towards in-group and out-group, with an
addition to test prejudice as a moderator. In-group in this study are people with Javanese
ethnic, while the out-group’s are Papuan ethnic. Total of 84 participants are Javanese,
aged 19-30, with Jabodetabek domicile. This experiment uses Strange Stories Task to
measure mindreading ability, and RIVEC Prejudice scale to measure participants’
prejudice. Mixed Model ANOVA is applied to compare mindreading ability towards
in-group and out-group, then Process Hayes model 1 to determine prejudice’s
moderation. This study shows a decrease in mindreading accuracy and a positive
prejudice moderation of in-group towards out-group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Haryo Proboncono
"Skripsi ini membahas tentang analisis sintaksis lirik-lirik lagu t.A.T.u dalam album 200 По Встречной (Dvesti Po Vstrečnoj) ?200 Dalam Pertemuan?. Analisis tersebut bertujuan untuk melihat pola kalimat dalam lirik agar pesan lagu dapat diketahui. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori hubungan rangkaian kata oleh Popov dan teori kalimat sederhana oleh ?vedova. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa lagu-lagu t.A.T.u lebih banyak menggunakan kalimat satu komponen (60,23%) dengan menghilangkan subjek dan keterangan. Sesuai dengan fungsi lagu, maka hal tersebut dilakukan supaya lagu-lagu tersebut dapat lebih mudah dinikmati dan dicerna oleh pendengar. Lirik-lirik tersebut menggunakan verba untuk mengekspresikan cinta.

This thesis explains the syntax analysis of russian phrase relations and the structural scheme of russian simple sentence in the album 200 По Встречной (Dvesti Po Vstrečnoj) ?200 On Meeting? of t.A.T.u. The aims of this research are to look the patterns of the sentences by using Popov?s and ?vedova?s theories. The result of the analysis showed that t.A.T.u?s lyrics more often use one component sentences (60,23%) by eliminating the subjects and descriptions. According to the function of the song, it is intended that t.A.T.u?s songs can be more enjoyed and understood. t.A.T.u?s lyrics are focused on the using of verbs to express love."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42270
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yang, Hee Mun
"Penelitian ini mempelajari arus budaya Korea (Korean wave) di Indonesia, terutama budaya campuran antara budaya Korea dan budaya Indonesia. Sekarang ini, budaya Korea menjadi sebuah hiburan baru di Indonesia. Fenomena ini berhubungan dengan budaya populer di Indonesia. Karena hal ini, budaya campur antara Indonesia dan Korea pun muncal. Budaya Korea sedang melemah di China karena hilangnya fungsi budaya populer yang diakibatkan oleh tidak adanya drama Korea yang dianggap menarik untuk ditonton oleh masyarakat China.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan persamaan dari fenomena ini, untuk mengetahui apakah budaya campur bisa berkompetisi dengan budaya asli di Indonesia dan juga untuk menemukan kemungkinan menurunnya budaya Korea di Indonesia berdasarkan apa yang terjadi di China. Penelitian ini menyertakan penelitian deskriptif dan wawancara dengan orang yang suka menonton acara TV Korea dan film Korea dan juga mendengarkan musik Korea (K-Pop). Permasalahan utama adalah kemungkinan adanya kompetisi antara budaya Korea asli dengan budaya populer Indonesia-Korea. Data-data dikumpulkan dari berbagai buku, artikel, kuesioner, dan laman internet yang berkaitan dengan budaya Korea di Indonesia. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis respon.
Hasil dari penelitian ini adalah banyak orang beranggapan bahwa budaya populer Korea-Indonesia tidak bisa bersaing dengan budaya Korea asli. Faktanya, sejak Indonesia diperkenalkan dengan budaya Korea, negara ini secara stabil tertarik dengan kepopuleran budaya Korea, berbeda dengan China.

This research explores Korean Wave in Indonesia, especially the mix-culture between Korean Wave and Indonesian culture. Nowadays, Korean Wave becomes a new entertainment for Indonesian. This phenomenon is related to popular culture in Indonesia. Because of this, the mixed culture between Korean Wave and Indonesian culture appear. Korean Wave is weakening in China because the function of popular culture is loss due to absence of Korean drama that Chinese people are interested to watch.
The purpose of this article is to find similarity of this phenomenon, to know whether mixed culture can compete with the original one in Indonesia and also to find the possibility of decreasing Korean Wave in Indonesia based on what happened in China. This research includes descriptive research and interviews people who like to watch Korean TV program and film, and listen to K-pop. The main issue is the possibility of competition between the original Korean wave and Korean-Indonesian Pop culture. The data is collected from various books, articles, questionnaire, and websites related to Korean Wave in Indonesia. The method of data analysis used is response analysis.
The result of this research is that many people assume that Korean-Indonesian Pop culture cannot compete with the original Korean Wave. In fact, since Indonesia is just introduced to Korean Wave, this country is statically fascinated in the popularity of Korean Wave, differ from China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Adrian Romano
"ABSTRAK
AKB48 (Akihabara48) merupakan kelompok musik Jepang yang didirikan oleh Akimoto Yasushi pada tahun 2005. AKB48 beranggotakan perempuan remaja dengan usia rata-rata 20 tahun dan memiliki cabang di berbagai negara di Asia. Tugas Akhir ini akan membahas mengenai pengaruh kebijakan Cool Japan melalui AKB48 di Indonesia. Penelitian ini menggunakan konsep Cool Japan yang dijelaskan oleh Douglas McGray serta menjelaskan alasan AKB48 disebut sebagai alat untuk menyebarkan budaya Jepang di dunia. Analisis akan dilakukan dengan memaparkan data primer dari penelitian-penelitian sebelumnya untuk menjelaskan pengaruh AKB48 terhadap penggemar di Indonesia.

ABSTRACT
AKB48 (Akihabara48) is a Japanese music group founded by Akimoto Yasushi in 2005. AKB48 consists of teenage girls with an average age of 20 years and have branches in different countries in Asia. This Final Project will discuss the effects of Cool Japan policy through AKB48 in Indonesia. This research uses the Cool Japan concept described by Douglas McGray and explains why AKB48 is called a tool to spread Japanese culture around the world. The research will be carried out by presenting primary data from previous research to explain AKB48's influence on fans in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alberta Christina Cahya Pertiwi
"Persoalan mengenai penyintas 1965 dapat dilihat secara kompleks dan tidak terbatas pada segi gerakan sosial atau melihat hanya sebagai kelompok rentan. Tulisan ini berfokus pada agensi pada Dialita, suatu kelompok musik yang berisi para penyintas perempuan dari peristiwa penangkapan dan penganiayaan massal yang diawali Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) tahun 1965, dan Sahabat Dialita, sebuah istilah yang digunakan Dialita untuk menyebut individu-individu yang membantu Dialita untuk mencapai tujuannya, dalam membentuk ruang berekspresi. Berangkat dari pemaparan mengenai pengalaman yang dialami para penyintas 1965 dan upaya yang dilakukan kini, diketahui bahwa agensi dimiliki oleh para individu sebagai agen untuk membentuk ruang berekspresi yang turut berfungsi sebagai pemulih atas trauma terhadap kejadian tahun 1965. Agensi yang dimiliki Dialita dan Sahabat Dialita turut membentuk karya seni yang tercipta karena adanya pengalaman yang dialami Dialita dan Sahabat Dialita. Proses berkesenian yang dilakukan Dialita dan Sahabat Dialita membutuhkan ruang. Ruang berekspresi merupakan ruang para anggota Dialita dan Sahabat Dialita bertemu, bercerita dan mengutarakan pikiran, serta berlatih menyanyi. Upaya Dialita dan Sahabat Dialita untuk menciptakan ruang berekspresi merupakan bentuk dari ruang sosial. Bentuk resistensi terhadap apa yang mereka alami dan usaha untuk menyampaikan wacana kemanusiaan juga bentuk dari ekspresi yang disebabkan agensi.

Agency as the Maker of The issue of 1965 survivors can be seen in a complex way and not limited to the social movement aspek or seeing only as a vulnerable group. This paper focuses on the agency at Dialita, a music group that contains female survivors from the events of mass arrests and persecution that began with the Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) in 1965, and Sahabat Dialita, a term used by Dialita to refer to individuals who help Dialita to achieve its goals, in forming expression space. Drawing from the presentation of the 1965 survivors’ experiences, it is known that the agency is owned by individuals as agents to form an expression space which functions as a restorer of the trauma because the events in 1965. Agency, that Dialita and Sahabat Dialita have, also forms artworks which are created by Dialita and Sahabat Dialita’s experiences. The process of making artworks needs space. The expression space is the space for Dialita dan Sahabat Dialita members to tell stories, express thoughts, and practice singing. The efforts of Dialita and Sahabat Dialita to create expression space are a form of social space. The resistance from the experience and effort to convey human discourse are also forms of expressions caused by agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryuni Hindradi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara neurotisisme dan harga
diri dengan konsumsi TikTok. Pesertanya berusia antara 17 hingga 78 tahun dengan 217
perempuan dan 152 laki-laki, 10 peserta menyebutkan bahwa mereka non-biner, dan dua
peserta mengidentifikasi diri sebagai gender lainnya. Peserta wajib mengisi sosialisasi survei
online yang diberikan oleh mahasiswa peserta kelas ini dengan alat ukur skala Big Five
Inventory-10 dan skala Harga Diri Rosenberg. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipan
dengan neurotisisme rendah cenderung memiliki screen time lebih rendah untuk
menggunakan aplikasi TikTok. Selain itu, peserta dengan harga diri yang lebih rendah
menunjukkan bahwa mereka cenderung akan menghabiskan lebih banyak uang saat
menggunakan aplikasi TikTok.

The goal of this study is to assess the relationship between neuroticism and self-esteem with TikTok consumption. The participants ranged in age from 17 to 78 years with 217 women and 152 men, 10 participants stated that they were non-binary, and two participants identified
as other gender. The participants should fill in the online survey dissemination that is given by the student who participates in this class and measure by using the Big Five Inventory-10 scale and the Rosenberg Self-Esteem scale. The result shows that participants with low
neuroticism tend to have less screen time on TikTok; however, participants with low self-
esteem would spend more on TikTok consumption.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pike, Robert
San Francisco, California: Josey Bass, 2000
331.25 PIK f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Acieta Arbi
"ABSTRAK
Industri musik dan rekaman, yang melibatkan bermacam-macam aliran musik, selalu
dipengaruhi oleh tren musik yang berlaku. Tahun 1999 merupakan tahun kesuksesan boyband, yaitu
kelompok penyanyi vokal pria yang membawakan lagu pop yang easy listening atau enak didengar.
Hal ini disebabkan karena suksesnya album-album dan konser-konser mereka sehingga memberikan
inspirasi kepada perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman untuk memunculkan
boyband-boyband baru.
Westlife. yang terbentuk tahun 1998, merupakan salah satu artis pendatang baru
internasional pada tahun 1999. Westlife, yang terdiri dan lima orang pria: Shane Filan, Mark
Feehily, Klan Egan, Nicky Byrne dan Bryan McFadden, dan berasal dari irlandia, dikategorikan
sebagai boyband. Adapun pemegang hak produksi, distribusi dan pemasaran produk Westlife di
Indonesia adalah PT 8MG Music Indonesia, yang bersama dengan RCA selaku perusahaan rekaman
yang mengontrak Westlife, merupakan unit dad BMG Entertainment.
Sebagai produk dan sebuah hoyband. produk Westlife menghadapi pasar sasaran yang sama
dengan produk dari boyband internasional Iainnya yaitu cohort Internet dan cohort MTV, terutama
remaja putri. Untuk memasuki pasar sasaran tersebut PT BMG Music indonesia harus melakukan
suatu bentuk strategi komunikasi pemasaran yang efektif sehingga Westlife dapat dengan sukses
memasuki pasar sasaran tersebut. Strategi komunikasi pemasaran merupakan unsur yang sangat
penting bagi perusahaan yang bergerak dalam industrii musik dan rekaman di Indonesia, karena
dalam melakukan bauran pemasaran, hanya unsur produksi dan komunikasi pemasaran yang dapat
diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan. Unsur harga (price) dan saturan
distribusi merupakan hal yang telah ditetapkan bersama dan bersifat baku dalam industri musik dan
rekaman di indonesia.
Perangkat-perangkat dasar dalam komunikasi pemasaran adalah advertising (periklanan),
direct marketing (pemasaran Iangsung), sales promotion (promo si penjualan), publicity/public
relations (hubungan masyarakat) dan personal selling (kewiraniagaan). Perusahaan dapat memilih
perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk mempromosikan produknya tergantung pada
kebutuhan dan anggaran biaya promosi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal yang dianggap
penting adalah bahwa perangkat-perangkat tersebut terkoodinir secara baik dan harus saling
berhubungan sertaa saling mendukung sehingga terbentuk suatu integrated marketing communication
bagi produk yang diprornosikan. Sebelum menentukan bentuk strategi kornunikasi pemasaran yang
digunakan, perusahaan harus rnenentukan tujuan dan strategi tersebut.
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di indonesia
menggunakan 3 perangkat dalam strategi komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion
dan publicity/public reiations Saies prornouiorl yang diguriakan umurnnya bersifat prornosi
perdagangan. Promosi konsumen, yaitu promosi yang berorientasi pada konsumen, kalaupun
digunakan biasanya hanya berbentuk pemberian bonus berupa poster allis atau undian berhadiah.
Dengan tujuan niemperkenalkan produk Westlife yaitu baik lagu-lagu yang dibawakan oleh
Westlife, Westlife sendiri secara personal, dan menjadikan Westlife sebagai artis internasional yang
menjadi favorit dan ¡dola baru dalam industri musik dan rekaman di Indonesia, PT BMG Music
Indonesia melakukan strategi komunikasi pemasaran yang merupakan integrated marketing
Communications dengan menggunakan advertising, sales promotion dan publicity/public relations
yang dititikberatkan pada kepuasan konsumen.
Penitikberatan pada kepuasan konsumen terutama dicerminkan oleh sales promotion yang
dilakukan oleh PT BMG Music indonesia. Bentuk sales promotion yang berorientasi kepada
kepuasan konsumen ini adalah pemberian sisipan berupa ballotd dalam setiap produk Westlife, baik
berupa kaset, CD maupun VCD. Melalui ballots tersebut PT BMG Music Indonesia dapat menjalin
interaksi timbal balik dengan konsumennya, dimana hal ini beium pernah dilakukan oleh perusahaan lain yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di Indonesia. Ballots tersebut memberikan
keuntungan bagi konsumen, berupa perolehan informasi seputar Westlife, dan bagi PT BMG Music
Indonesia, berupa data konsumen yang dapat membantu PT BMG Music Indonesia dalam
meningkatkan pelayanannya dan merancang program komunikasi pemasaran yang efektif.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi yang dilakukan oieh PT BMG Music
Indonesia adalah angka penjualan kaset, Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD)
Westlife yang cukup tinggi di indonesia, yaltu mencapai 20 platinum untuk album pertama Westlife
yang berjudul ?Westlife?. Prestasi penjualan produk Westlife merupakari prestasi yang
mengagumkan bagi artis internasional di lndonesia. Westlife sendiri, saat ini, merupakan boyband
yang menjadi penyanyi favorit dan idola baru dalam industri musik dan rekaman di indonesia.
;ABSTRAK
Industri musik dan rekaman, yang melibatkan bermacam-macam aliran musik, selalu
dipengaruhi oleh tren musik yang berlaku. Tahun 1999 merupakan tahun kesuksesan boyband, yaitu
kelompok penyanyi vokal pria yang membawakan lagu pop yang easy listening atau enak didengar.
Hal ini disebabkan karena suksesnya album-album dan konser-konser mereka sehingga memberikan
inspirasi kepada perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman untuk memunculkan
boyband-boyband baru.
Westlife. yang terbentuk tahun 1998, merupakan salah satu artis pendatang baru
internasional pada tahun 1999. Westlife, yang terdiri dan lima orang pria: Shane Filan, Mark
Feehily, Klan Egan, Nicky Byrne dan Bryan McFadden, dan berasal dari irlandia, dikategorikan
sebagai boyband. Adapun pemegang hak produksi, distribusi dan pemasaran produk Westlife di
Indonesia adalah PT 8MG Music Indonesia, yang bersama dengan RCA selaku perusahaan rekaman
yang mengontrak Westlife, merupakan unit dad BMG Entertainment.
Sebagai produk dan sebuah hoyband. produk Westlife menghadapi pasar sasaran yang sama
dengan produk dari boyband internasional Iainnya yaitu cohort Internet dan cohort MTV, terutama
remaja putri. Untuk memasuki pasar sasaran tersebut PT BMG Music indonesia harus melakukan
suatu bentuk strategi komunikasi pemasaran yang efektif sehingga Westlife dapat dengan sukses
memasuki pasar sasaran tersebut. Strategi komunikasi pemasaran merupakan unsur yang sangat
penting bagi perusahaan yang bergerak dalam industrii musik dan rekaman di Indonesia, karena
dalam melakukan bauran pemasaran, hanya unsur produksi dan komunikasi pemasaran yang dapat
diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan. Unsur harga (price) dan saturan
distribusi merupakan hal yang telah ditetapkan bersama dan bersifat baku dalam industri musik dan
rekaman di indonesia.
Perangkat-perangkat dasar dalam komunikasi pemasaran adalah advertising (periklanan),
direct marketing (pemasaran Iangsung), sales promotion (promo si penjualan), publicity/public
relations (hubungan masyarakat) dan personal selling (kewiraniagaan). Perusahaan dapat memilih
perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk mempromosikan produknya tergantung pada
kebutuhan dan anggaran biaya promosi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal yang dianggap
penting adalah bahwa perangkat-perangkat tersebut terkoodinir secara baik dan harus saling
berhubungan sertaa saling mendukung sehingga terbentuk suatu integrated marketing communication
bagi produk yang diprornosikan. Sebelum menentukan bentuk strategi kornunikasi pemasaran yang
digunakan, perusahaan harus rnenentukan tujuan dan strategi tersebut.
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di indonesia
menggunakan 3 perangkat dalam strategi komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion
dan publicity/public reiations Saies prornouiorl yang diguriakan umurnnya bersifat prornosi
perdagangan. Promosi konsumen, yaitu promosi yang berorientasi pada konsumen, kalaupun
digunakan biasanya hanya berbentuk pemberian bonus berupa poster allis atau undian berhadiah.
Dengan tujuan niemperkenalkan produk Westlife yaitu baik lagu-lagu yang dibawakan oleh
Westlife, Westlife sendiri secara personal, dan menjadikan Westlife sebagai artis internasional yang
menjadi favorit dan ¡dola baru dalam industri musik dan rekaman di Indonesia, PT BMG Music
Indonesia melakukan strategi komunikasi pemasaran yang merupakan integrated marketing
Communications dengan menggunakan advertising, sales promotion dan publicity/public relations
yang dititikberatkan pada kepuasan konsumen.
Penitikberatan pada kepuasan konsumen terutama dicerminkan oleh sales promotion yang
dilakukan oleh PT BMG Music indonesia. Bentuk sales promotion yang berorientasi kepada
kepuasan konsumen ini adalah pemberian sisipan berupa ballotd dalam setiap produk Westlife, baik
berupa kaset, CD maupun VCD. Melalui ballots tersebut PT BMG Music Indonesia dapat menjalin
interaksi timbal balik dengan konsumennya, dimana hal ini beium pernah dilakukan oleh perusahaan lain yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di Indonesia. Ballots tersebut memberikan
keuntungan bagi konsumen, berupa perolehan informasi seputar Westlife, dan bagi PT BMG Music
Indonesia, berupa data konsumen yang dapat membantu PT BMG Music Indonesia dalam
meningkatkan pelayanannya dan merancang program komunikasi pemasaran yang efektif.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi yang dilakukan oieh PT BMG Music
Indonesia adalah angka penjualan kaset, Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD)
Westlife yang cukup tinggi di indonesia, yaltu mencapai 20 platinum untuk album pertama Westlife
yang berjudul ?Westlife?. Prestasi penjualan produk Westlife merupakari prestasi yang
mengagumkan bagi artis internasional di lndonesia. Westlife sendiri, saat ini, merupakan boyband
yang menjadi penyanyi favorit dan idola baru dalam industri musik dan rekaman di indonesia.
"
2001
T709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>