Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zalfa Alifah Budiawan
"Tuberkulosis adalah penyakit menular yang termasuk kedalam sepuluh peringkat penyebab kematian tertinggi di dunia, sebagai contoh di Indonesia. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah kasus tuberkulosis. Jumlah kasus tuberkulosis sebagai variabel dependen merupakan data cacah yang umumnya dianalisis menggunakan Regresi Poisson. Namun, adanya asumsi equidispersi yang harus dipenuhi pada Regresi Poisson maka Regresi Generalized Poisson dan Regresi binomial negatif dapat digunakan sebagai alternatif apabila asumsi equidispersi tidak terpenuhi. Aspek spasial dapat diperhatikan, sehingga pemodelan Geographically Weighted Generalized Poisson Regression dan Geographically Weighted Negative Binomial Regression juga dilakukan. Keempat model itu dibangun untuk mengetahui apakah ada hubungan jumlah kasus tuberkulosis di Pulau Jawa pada tahun 2020 dengan faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhinya. Variabel independen yang digunakan adalah kepadatan penduduk, persentase balita diberikan imunisasi BCG, persentase penduduk miskin, persentase sarana air minum memenuhi syarat, persentase kartu keluarga dengan akses sanitasi layak, persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan, dan persentase tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat higienis. Dari penelitian ini, diketahui bahwa model terbaik untuk memodelkan data adalah GWNBR dengan diperoleh 2 kelompok variabel independen signifikan. Sebanyak 7 variabel independen signifikan secara statistik di 88 kabupaten/Kota dan 6 variabel independen signifikan secara statistik di 12 kabupaten/Kota.

Tuberculosis is an infectious disease and one of the world's top 10 highest causes of mortality, for example, in Indonesia. Based on this fact, it’s necessary to know what factors influence number of tuberculosis cases. The number of tuberculosis cases as dependent variable is a count data that generally analyzed using Poisson regression. However, equidispersion assumption must be met, so Generalized Poisson Regression and Negative Binomial Regression are applied if the assumption is not met. Spatial aspects can be considered so Geographically Weighted Generalized Poisson Regression and Geographically Weighted Negative Binomial Regression were also conducted. Four models were built to evaluate relationship between number of tuberculosis cases and factors affecting it in Java in 2020. The explanatory variables are population density, percentage of children receiving BCG immunization, percentage of poor people, percentage of eligible drinking water facilities, percentage of family cards with access to proper sanitation, percentage of public places meet health requirements, and percentage of food management places meet hygienic requirements. This study shows that the best model for modeling the data is GWNBR with 2 groups of significant explanatory variables. Seven explanatory variables are statistically significant in 88 districts and six explanatory variables statistically significant in 12 districts."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Jati Sunggoro
"Latar Belakang: Indonesia merupakan negara peringkat keempat penyumbang kasus TB terbanyak di dunia. TB adalah penyebab kematian kedua terbanyak di Indonesia. Pasien TB mempunyai tingkat kematian yang lebih tinggi saat dirawat dibandingkan pasien non-TB. Pengetahuan tentang prediktor mortalitas dapat membantu pengambilan keputusan klinis untuk tatalaksana pasien dan mengetahui prognosis pasien. Studi-studi tentang faktor prediktor mortalitas pasien tuberkulosis saat rawat inap menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan tidak ada penelitian yang komprehensif di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prediktor mortalitas pasien tuberkulosis saat rawat inap di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien rawat inap di RSCM selama kurun waktu 1 Januari 2008 sampai dengan 31 September 2013. Data klinis dan laboratorium beserta status luaran (hidup atau meninggal) selama perawatan diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat menggunakan tes Chisquare dilakukan pada 13 variabel prognostik, yaitu kelompok usia, jenis kelamin, riwayat pengobatan TB sebelumnya, tingkat keparahan TB, status BTA, hipoalbuminemia, IMT, status HIV, adanya konkomitan pneumonia, sepsis, gagal napas, gambaran radiologis toraks, komorbiditas (skor Charlson Comorbidity Index). Adanya data yang tidak lengkap dilakukan imputasi mengunakan teknik multiple imputation. Variabel yang memenuhi syarat disertakan pada analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Subjek penelitian terdiri atas 470 pasien. Angka mortalitas selama perawatan sebesar 25,1%. Sebanyak 339 (72,1%) pasien adalah laki-laki dan 131 (27,9%) pasien adalah perempuan. Median usia pasien 34 (rentang 18 sampai 86) tahun dan median lama perawatan adalah 10 (rentang 1 sampai 97) hari. Faktor prediktor independen mortalitas yang bermakna pada analisis multivariat adalah kadar albumin < 3 g/dL (OR 5,12; IK 95% 1,80 sampai 14,57), gambaran radiologis toraks lesi kavitas (3,91; 1,53 sampai 9,97) adanya sepsis (23,31; 8,95 sampai 60,68), adanya gagal napas (177,39; 27,09 sampai 1161,55).
Kesimpulan: Adanya gagal napas, adanya sepsis, hipoalbuminemia (kadar albumin < 3 g/dL), serta gambaran radiologis toraks lesi kavitas merupakan faktor prediktor independen mortalitas pasien tuberkulosis saat rawat inap.

Background: Indonesia is the world’s fourth highest tuberculosis burden in the world. Tuberculosis is the second leading cause of death for all age in the country, according to the Health Ministry. Mortality remains high among tuberculosis hospitalized patients compare to the non-TB patients. The prediction of patients outcome is important in decision-making process and in the effort reducing mortality rate. Studies exploring predictors of mortality in patients with pulmonary tuberculosis produced conflicting results and there are no comprehensive reports in Indonesia.
Objective: To determine predictors of mortality among hospitalized tuberculosis patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia.
Methods: We performed a retrospective cohort study among hospitalized tuberculosis patients in Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2008 - September 2013. Data were collected at initiation of inpatients period and the main outcome was all-cause mortality during hospitalization. We analyzed age, sex, history of previous anti-tuberculosis treatment, tuberculosis severity, sputum smear positivity, hypoalbuminemia, BMI, HIV status, concomitant pneumonia, sepsis, respiratory failure, pulmonary radiographic lesion, comorbidity (CCI score) in bivariate analysis using Chi-square test. Missing data were handled using multiple imputation methods. Multivariate logistic regression analysis was performed to identify independent predictors of mortality.
Results: A total of 470 patients were evaluated in this study. In-hospital mortality rate was 25.1%. There were 339 (72.1%) male and 131 (27.9%) female patients. Median age of the population was 34 (range 18 to 86) years old and median length of stay was 10 (range 1 to 97) days. The independent predictors of mortality in multivariate analysis were hypoalbuminemia (OR 5,12; 95% CI 1,80 - 14,57), cavitary lesion (3,91; 1,53-9,97), sepsis (23,31; 8,95-60,68), and respiratory failure (177,39 ; 27,09-1161,55).
Conclusion: Respiratory failure, sepsis, hypoalbuminemia, and cavitary lesion were independent predictors of in-hospital mortality among hospitalized tuberculosis patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Shannisya Noorcintanami
"

Posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang masuk ke dalam kategori High Burden Countries untuk penyakit menular Tuberkulosis (TB), menyebabkan TB menjadi masalah kesehatan yang patut diperhatikan oleh Pemerintah. Maka, penting bagi Pemerintah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kasus TB. Pada umumnya, model regresi linear berganda digunakan untuk melihat bagaimana hubungan linear antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah kasus TB, namun dengan model ini variasi spasial pada data tidak diperhitungkan. Untuk menutupi kekurangan tersebut, penelitian ini menggunakan model spasial, yaitu model yang memperhitungkan lokasi geografis observasi dalam pembentukan model. Penelitian ini mencakup dua jenis Geographically Weighted Models (GWM), yaitu Geographically Weighted Regression (GWR) dan Mixed Geographically Weighted Regression (MGWR). Jenis model spasial ini akan memberikan bobot tertentu pada observasi-observasi sesuai dengan lokasi geografisnya. Kedua model tersebut dikonstruksi untuk melihat hubungan antara jumlah kasus baru TB dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya per Kabupaten/Kota di Pulau Jawa tahun 2017. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah penduduk, angka keberhasilan pengobatan TB, persentase balita yang diimunisasi BCG, persentase penderita HIV, persentase rumah sehat, persentase penduduk miskin dan jumlah puskesmas per seratus ribu penduduk. Perbandingan performa kedua model diukur menggunakan Akaike’s Information Criterion (AIC) dan Adjusted R2 untuk menentukan model yang relatif lebih baik. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa GWR merupakan model yang relatif lebih baik untuk data. Salah satu penemuan pada penelitian ini adalah bahwa hubungan antara persentase balita yang diimunisasi BCG dan jumlah kasus baru TB adalah negatif dan paling kuat di DKI Jakarta. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya tingkat kesadaran dari pentingnya imunisasi BCG dan sosialisasinya di lokasi tersebut.

 


Indonesia’s position as one of the High Burden Countries for the infectious disease, Tuberculosis (TB), has caused TB to be a major health problem in Indonesia. As means to control the number of TB cases, it becomes important for the government to identify the factors affecting it. Commonly, multiple linear regression models are used to evaluate the linear relationship between the factors and the number of TB cases.  Unfortunately, this model does not have the ability to expose the spatial variation in the data. To improve that, this research uses a spatial model: a model that takes the geographical location into account in the making of the model. This research covers two types of Geographically Weighted Models (GWM), which are Geographically Weighted Regression (GWR) and Mixed Geographically Weighted Regression (MGWR). These spatial models assign weights to the observations based on its’ geographical location. These two models will be constructed to evaluate the relationship between the number of TB cases and the factors affecting it per Regency/City in Java in 2017, namely: population, success rate of TB treatment, percentage of toddlers receiving BCG vaccine, percentage of HIV patient, percentage of healthy homes, percentage of poor people and the number of public health centre per one hundred thousand people. The performance of both models is measured using Akaike’s Information Criterion (AIC) and Adjusted R2 to find out which model is relatively better. The result of this research suggests that the GWR model is the relatively better model for the data. The model suggests that the relationship between percentage of toddlers receiving BCG vaccine and the number of TB cases is negative and is the strongest in Jakarta, which may be caused by the level of awareness and socialization of BCG vaccine that is better in this area.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taruga Runadi
"Menganalisis hubungan antara jumlah tindak kejahatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menjadi topik penelitian yang menarik karena jumlah tindak kejahatan di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat. Untuk meningkatkan kualitas keamanan masyarakat maka pemerintah perlu memahami faktor-faktor apa saja yang dapat memicu tindakan kejahatan. Dibandingkan dengan metode analisis regresi klasik, metode Geographically Weighted Regression GWR lebih diunggulkan karena dapat menangani masalah ketidak stasioneran spasial yang biasanya terjadi pada data fenomena-fenomena sosial. Ketidakstasioneran spasial adalah situasi dimana hubungan antar peubah berbeda-beda secara signifikan disetiap lokasi observasi. Hal tersebut mengakibatkan hasil analisis regresi klasik menjadi tidak akurat di beberapa lokasi. GWR menangani masalah tersebut dengan membangun model regresi di setiap titik observasi sehingga memungkinkan parameter regresi menjadi berbeda di setiap lokasi observasi. Penelitian ini menggunakan jumlah tindak kejahatan y sebagai peubah terikat dan peubah bebasnya adalah jumlah penduduk buta huruf x1, jumlah pengangguran x2, jumlah penduduk miskin x3, kepadatan penduduk x4, dan jumlah korban NAPZA x5. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dihimpun oleh POLRI, BPS, dan Dinsos di Jawa Tengah pada tahun 2015. Terdapat dua fungsi pembobot spasial GWR yang akan dibandingkan yaitu Kernel Gaussian dan Kernel Bisquare. Hasil penelitian menunjukkan fungsi Kernel Gaussian lebih baik dibanding Kernel Bisquare berdasarkan skor AIC dan R2. Hasil analisis menggunakan GWR menghasilkan model untuk 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Analyzing the relationship between number of crime cases and factors defined became an interesting research topic over the last ten years. The total number of crime in Indonesia didn rsquo t show a consistent decrease. In order to upgrade people safeness quality, the government need to know the factors influence people committing crime acts. Rather than using classical regression analysis, Geographically Weighted Regression GWR was preferable since it gave a better representative model by effectively resolve spatial non stationary problem which is generally exist in spatial data of social phenomenon. Spatial non stationary is a situation when the relationship between variables are significantly different in each location of observation point, so that classic regression analysis will result a misleading interpretation in some location. GWR handled the spatial non stationary problem by generating a single model in each observation point which allow different relationship to exist at different point in space. This study used number of crime cases y as the dependent variable and the factors which affect the number of crime cases as independent variables that consist of the number of illiterates x1 , the number of unemployed x2, the number of poor population x3, population density x4, the number of victims of drug x5. This study used secondary data collected by POLRI, BPS, and Social ministry of Indonesia in Central Java during 2015. Two spatial weighting functions were compared i.e. Kernel Gaussian and Kernel Bisquare and the study result indicated that Kernel Gaussian was batter according to score of R2 and AIC. GWR generated model for 35 city regency in Central Java. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T48305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Senewe, Felly Philipus
"Penyakit Tuberkulosis Paru(Tb Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mana penyakit ini di tahun 1992 menduduki urutan kedua penyebab kematian dan menduduki urutan ketiga di tahun 1995, serta menduduki urutan pertama penyebab kesakitan untuk semua golongan umur. Angka prevalensi secara Nasional yakni 2.4 / 1000 penduduk yang mana angka ini masih cukup tinggi. Di Kotif Depok Jawa Barat angka prevalensi tahun 1996 ialah 0.17%, dengan angka kematian 1.07%. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai keteraturan berobat penderita Tb Paru di wilayah Kotif Depok Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada 11 Puskesmas dalam wilayah Kotif Depok Jawa Barat yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan Agustus 1997.
Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 215 orang dengan pengambilan sampel secara simple random sampling.
Hasil yang diperoleh yaitu dari 215 responden terdapat 33% yang tidak teratur berobat. Jenis kelamin perempuan 57.2% dan laki-laki 42.8%. Umur rata-rata 36.9 tahun, pendidikan terbanyak Tamat SLTP(28.8%), pekerjaan terbanyak ibu rumah tangga(34.9%), status dalam keluarga yaitu isteri(34.4%), dan tingkat pengetahuan berhubungan dengan keteraturan berobat(nilai p=0,0232). Pada analisis multivariat ada tiga variabel yang berhubungan dengan keteraturan berobat yaitu penyuluhan kesehatan nilai OR=4,35, 95% CI (3,72 ; 4,97) dan nilai p=0,0000, ketersediaan sarana transportasi nilai OR= 3,44, 95% CI (2,39 ; 4,48) dan nilai p=0,0200, dan pekerjaan nilai OR 1,95, 95% CI (1,30 ; 2,61) dengan nilai p=0,0439.
Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu faktor penyuluhan kesehatan, ketersediaan sarana transportasi dan pekerjaan yang secara bersama-sama mempunyai hubungan yang bermakna(p<0.05) dengan keteraturan berobat penderita Tb Paru di Puskesmas se Kotif Depok Jawa Barat tahun 1997. Selanjutnya yang dapat disarankan ialah faktor penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan sangat panting untuk keberhasilan pengobatan, juga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keteraturan berobat dengan suatu alat ukur/instrumen yang baik.

Lung tuberculosis is still being a public health problem which was the second cause of mortality in 1992 and was the third cause of mortality in 1995. It is also the first cause of morbidity for all age groups. The national prevalence is 2.411000 people which is quite high. In 1996, Kotif Depok West Java has a prevalence of 0.17% with mortality rate 1.07%. Up to now there is not any scientific publication concerning the regularity of taking medicine among the lung tuberculosis patients in the areas of Kotif Depok West Java. This research was done at 11 public health centers in the whole areas of Kotif Depok West Java since May until August 1997.
Cross Sectional design was used in this study with 215 patients as the sample which was taken by simple random sampling method. Among 215 patients there is 33% of respondent that didn't take the medicine regularity. About 57.2% is female and 42.8% is male. The average age is 36.9 years old. The biggest proportion regarding education level is junior high school(28.8%). We found in the study that about 34.9% of respondent are housewife. The biggest proportion regarding status in the family is the wife(34.4%), and the level of knowledge which have relation with the regularity of taking medicine(p value = 0.0232). In multivariate analysis there are three variables which have relation with the regularity of taking medicine, i.e. health promotion [OR = 4.35, 95% CI(3.72 ; 4.97) and p value = 0.00001, the availability of transportation [OR = 3.44, 95% C1(2.39 ; 4.48) and p value = 0.0200], and occupation [OR = 1.95, 95% CI(1.30 ; 2.61) and p value = 0.0439].
The conclusion of this research is that the factors of health promotion, availability of transportation and occupation together have significant associations (p<0.05) with the regularity of taking medicine among the lung tuberculosis patients at public health centers in Kotif Depok West Java in 1997. We suggests that health promotion conducted by the health officer is the most important tool for supporting the success of the treatment. It is also necessary to do an advanced research concerning the regularity of taking medicine using a better indicator or instrument. (Kotif is kota administratif = administrative city).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sefti Fazila
"TB merupakan penyebab utama kematian yang kedua setelah Human Imunnodeficiency Virus (HIV). Sekitar 80 % dari kasus TB yang dilaporkan, terjadi di 22 negara pada tahun 2013. Di pasar minggu kasus TB terus meningkat secara signifikan. Pada tahun tahun 2014 terjadi 332 kasus TB paru BTA (+). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Pada Tahun 2015, meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi, status gizi, kepadatan serumah dan sekamar tidur, ventilasi rumah dan kamar tidur, cahaya matahari masuk rumah dan kamar tidur, sumber penular, dan perilaku merokok.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA positif berusia ≥ 15 tahun dan tercatat dalam buku register TB dari seluruh puskesmas di Kecamatan Pasar Minggu pada bulan januari - September 2015, dan tetangga terdekat dari kasus (penderita TB) yang berusia ≥ 15 tahun. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. Dari hasil analisis bivariat, variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian TB adalah jenis kelamin (OR=3,07), status ekonomi (OR=5,71), status gizi (OR=23,58), dan, cahaya matahari masuk kamar (OR=5,3).

TB is the second leading cause of death after Imunnodeficiency Human Virus (HIV). Approximately 80% of TB cases were reported, occurred in 22 countries in 2013. In the Pasar Minggu of TB cases continued to rise significantly. In the year 2014 occurred 332 cases of pulmonary TB BTA (+). This study aims to identify factors related to the incidence of pulmonary TB smear positive in Puskesmas Subdistrict Pasar Minggu In 2015, included age, sex, occupation, education, economic status, nutritional status, overcrowding at home and roommates sleep, ventilation houses and bedrooms, solar light into the house and bedroom, a source of transmitting and smoking behavior.
This research was conducted with the approach of case-control studies, the study sample was patients with pulmonary TB smear-positive individuals aged ≥ 15 years and recorded in the register of TB from all health centers in the district Pasar Minggu in January ? September 2015, and the nearest neighbor of cases (TB) which aged ≥ 15 years. Data was analyzed using univariate and bivariate analyzes. From the results of the bivariate analysis, the variables associated with a statistically significant incidence of TB is gender (OR = 3.07), economic status (OR = 5.71), nutritional status (OR = 23.58), and, incoming sunlight room (OR = 5.3).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahmawati Pebriani
"Saat ini bakteri Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sekitar seperempat populasi dunia yang menyebar melalui udara dan Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi. 4 dari 6 provinsi di Pulau Jawa masuk dalam 10 provinsi dengan prevalensi TB paru tertinggi, yaitu Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah dengan prevalensi TB paru di atas 0,4 yang merupakan rata-rata Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dan kondisi lingkungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Pulau Jawa tahun 2018. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Jumlah sampel yang digunakan adalah 216.098 responden. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan kejadian tuberkulosis paru yaitu jenis kelamin, status gizi, tingkat Pendidikan, merokok, jumlah anggota keluarga, pencahayaan kamar utama, pencahayaan dapur, pencahayaan ruang keluarga, keberadaan jendela kamar utama, keberadaan jendela dapur, ventilasi kamar utama, dan ventilasi dapur. Penting untuk dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat terkait dengan penularan dan pencegahan tuberkulosis paru, termasuk pemberian edukasi tentang kriteria rumah sehat, serta meningkatkan surveilans penemuan kasus melalui peningkatan pemberdayaan kader kesehatan.

Currently, Mycobacterium tuberculosis bacteria have infected about a quarter of the world's population that spreads through the air and Indonesia is one of the countries with a high burden of tuberculosis. 4 out of 6 provinces in Java are included in the 10 provinces with the highest prevalence of pulmonary TB, namely Banten, West Java, DKI Jakarta, and Central Java with the prevalence of pulmonary TB above 0.4 which is the Indonesian average. The purpose of this study was to determine the relationship between individual characteristics and environmental conditions with the incidence of pulmonary tuberculosis in the population aged 15 years in Java Island in 2018. The study design used was cross-sectional using Riskesdas 2018 data. used are 216,098 respondents. Data analysis used univariate and bivariate with chi-square test. The results of the bivariate analysis showed that the variables that had a statistically significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis were gender, nutritional status, education level, smoking, number of family members, main room lighting, kitchen lighting, living room lighting, presence of main bedroom window, presence of kitchen windows, main bedroom ventilation, and kitchen. It is important to increase public knowledge related to the transmission and prevention of pulmonary tuberculosis, including providing education about the criteria for healthy homes, as well as increasing case finding surveillance by increasing the empowerment of health cadres."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Immanuel Natanael
"Indonesia masih mempunyai banyak masalah kesehatan, salah satunya adalah mengenai penyakit infeksi. Salah satu masalah terbesar adalah penyakit tuberculosis (TB). Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan penderita TB terbanyak. Banyak cara telah dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut, misalnya aplikasi Strategi DOTS. Namun tampaknya hal ini belum cukup adekuat untuk mengatasi penyakit TB mengingat semakin meningkat angka penderita TB. Keadaan ini diperburuk dengan insiden koinfeksi TB dan HIV. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya hubungan yang berbeda bermakna antara tingkat pendidikan formal, pekerjaan sehari-hari, tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu terhadap penderita TB dan kesediaan ibu menjalani pengobatan TB terhadap persepsi ibu mengenai penyakit TB. Data diambil pada 1 Maret 2011 sampai 1 Mei 2012 di Jakarta Timur.
Dari 2415 responden yang berhasil diwawancarai terdapat 2395 responden yang memenuhi kriteria. Dari 2395 responden, sebanyak 1098 responden (45,85%) mempunyai pandangan bahwa penyakit TB adalah penyakit yang memalukan. Tingkat pendidikan formal terakhir ibu yang paling banyak adalah setidaknya SMA (52,7%). Kebanyakan ibu tidak bekerja atau beraktivitas sebagai ibu rumah tangga sehari-harinya (68,73%). Tingkat pengetahuan ibu terhadap TB adalah tinggi sebanyak 57,83%. Dengan uji chi-square didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan berbeda bermakna antara pekerjaan dan persepsi ibu (p=0,829). Sedangkan dengan uji yang sama terdapat hubungan berbeda bermakna antara pendidikan, pengetahuan, sikap ibu terhadap penderita TB, kesediaan menjalani pengobatan dengan persepsi ibu terhadap penyakit TB (p<0,01).

Indonesia still has a lot of health problems, one of which is the infectious disease. One of the biggest problems is TB. Indonesia was ranked the fifth largest country with TB. Many ways have been made to overcome these problems, such as applications DOTS strategy. But apparently this has not been adequate enough to cope with TB given the ever increasing number of TB patients. This situation is exacerbated by the incidence of TB and HIV co infection. The purpose of this study was to determine whether there are significantly different relationship between the level of formal education, daily work, the level of knowledge of mothers, maternal attitudes toward people with TB and the willingness of women undergoing treatment for TB of the mother's perception of TB. Data was taken on March 1, 2011 until May 1, 2012 in East Jakarta.
From 2415 respondents were successfully interviewed 2395 respondents found that suitable with the criteria. Of the 2395 respondents, a total of 1098 respondents (45.85%) had the view that TB is a shameful disease. Last formal educational level of mothers is at least senior high school (64.51%). Most mothers do not work or activities as a housewife daily (68.73%). Mother's level of knowledge of TB is high as 57.83%. With chi-square test found that there was no difference between the employment relationship and the perception of the mother (p = 0.829). Whereas the same test are significantly different relationship between education, knowledge, attitudes toward people with TB mother, a willingness to undergo treatment with the mother's perception of TB disease (p <0.01).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Alfiana Fauziah
"Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia baik dalam hal prevalensinya maupun masalah-masalah lainnya yang ditimbulkannya. Upaya dalam penanggulangan penyakit tuberkulosis masih terus dilakukan. Namun dalam perjalanannya banyak hambatan dalam upaya tersebut, salah satunya adalah adanya fenomena tuberkulosis multidrug resistant (TB-MDR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus-kontrol dengan populasinya pasien TB di RSUP Persahabatan tahun 2013.
Penelitian ini menghasilkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR di RSUP Persahabatan adalah umur (OR 1,7; 95%CI 0,7-4,1), konsumsi alkohol (OR 1,5; 95%CI 0,5-4,5), riwayat kontak TB (OR 2,1; 95%CI 0,8-5,2), kepatuhan minum obat (OR 10,8; 95%CI 4,4-26,8), status gizi (OR 3,3; 95%CI 1,4-7,8) dan diabetes mellitus (OR 2,1; 0,7-5,8). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk mendukung pelaksanaan program DOTS, penderita TB harus terus dimonitoring dan dikontrol selama pengobatannya terutama dalam hal kepatuhan dalam minum obat.

Tuberculosis remains a major problem of public health in Indonesia, both in terms of prevalence and other problems it causes. An attempt of the tuberculosis prevention is still underway. But along the way there are a lot of obstacles in it, one of which is a phenomenon of multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB). This study intended to find the factors that affecting the MDR-TB. The design study is a case-controland the population is patients with TB at RSUP Persahabatan in 2013.
This study found that affected is the factors in MDR-TB at RSUP Persahabatan are the age (OR 1.7; 95%CI 0.7-4.1), alcohol consumption (OR 1.5; 95%CI 0.5-4.5), history of TB contact (OR 2.1; 95%CI 0.8-5.2), medication compliance (OR 10.8; 95%CI 4.4-26.8), nutritional status (OR 3.3; 95%CI 1.4-7.8) and diabetes mellitus (OR 2.1; 95%CI 0.7-5.8). The study showed that to support the implementation of DOTS program, TB patients should be closely monitored and controlled during treatment, especially in terms of medication compliance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>