Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84630 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febrianus Josua Gantan
"Tesis ini menganalisa kekuatan pembuktian akta autentik notaris yang disangkal dengan bukti-bukti lawan, berikut implikasi hukumnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 748 K/Pdt/2021, dimana Majelis Hakim menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 175/Pdt/2019/PT.Dps dan putusan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 10/Pdt.G/2019/PN.Dps dengan menolak permohonan kasasi Ni Made Krisnawati, selaku penggugat pada tingkat perkara di Pengadilan Negeri, dan menghukum Ni Made Krisnawati untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi. Putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri yang menolak gugatan Ni Made Krisnawati dan menyatakan bahwa serangkaian akta autentik notaris yang berkaitan dengan jual beli atas sebidang tanah di Desa Pecatu, Bali atas nama Ni Made Krisnawati beserta bangunannya, adalah sah dan mengikat Para Pihak dengan segala akibat hukumnya. Ni Made Krisnawati, selaku penggugat dalam tingkat Pengadilan Negeri, hendak membatalkan akta-akta tersebut dengan dalih bahwa apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan Ir. Johadi Akman, selaku tergugat I, adalah pinjam meminjam uang, yang dibuat seolah-olah terjadi jual beli tanah. Ni Made Krisnawati mencoba membuktikan dalilnya tersebut, antara lain, dengan menghadirkan beberapa barang bukti lawan berupa: kuitansi, fotokopi rekening, dan ​​salinan percakapan Whatsapp, untuk menunjukkan bahwa pembayaran yang dilaksanakan tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam akta. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri tetap berpegang pada serangkaian akta-akta autentik notaris terkait dan menyatakannya sah dan mengikat demi hukum.

This thesis analyzes the probative value of an authentic notarial deeds that were refuted by certain opposing evidence, along with the legal implications, based on the Supreme Court Decision Number 748 K/Pdt/2021, where the Panel of Judges upheld the decision of the Denpasar High Court Number 175/Pdt/2019/PT.Dps and the decision of the Denpasar State Court Decision Number 10/Pdt.G/2019/PN.Dps by rejecting the appeal of Ni Made Krisnawati,  who was the plaintiff at State Court, and sentenced Ni Made Krisnawati to pay the costs of the cassation. The High Court's decision upheld the State Court's decision which rejected Ni Made Krisnawati's claim and held that the series of notarial authentic deeds related to to the sale and purchase of a piece of land in Pecatu Village, Bali in her name, as well as the buildings erected there, were valid and binding on the Parties with all the legal consequences. Ni Made Krisnawati, as the plaintiff at the State Court level, wanted to cancel the notarial deeds by contending that what happened between her and Ir. Johadi Akman, as defendant I, was actually that she borrowed money from him, the sale and purchase of land was just to cover that up. Ni Made Krisnawati tried to prove that, among other things, by presenting several pieces of evidence: receipts, a copy of bank statements, and screenshots of a Whatsapp conversation to show that the payments made were not in accordance with those stated in the deed. However, the State Court Judges' Panel of Judges held that the authentic notarial deeds remained valid and binding under the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela Destaliya
"Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya memiliki kewajiban antara lain amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam kepentingan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris beserta perubahannya (UUJN). Notaris harus memperhatikan subjek hukum dan meneliti para penghadap sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 39 UUJN. Tesis ini mengangkat dua permasalahan utama yaitu adalah peran Notaris terhadap kekurangan pihak yang dapat berdampak pada tidak sahnya suatu akta perjanjian (pembatalan akta autentik) berdasarkan Undang-undang jabatan Notaris dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; dan analisis  pertimbangan hukum atas putusan: (i) Pengadilan Negeri Selong No. 87/Pdt.G/2019/PNSel tertanggal 16 September 2019; (ii) Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 76/PDT/2020/PT.MTR tertanggal 27 Juli 2020; dan (iii) Putusan Mahkamah Agung No. 1263 K/Pdt/2021, tentang kasus kekurangan pihak dalam akta perjanjian tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis-normatif melalui studi kasus serta menelaah teori, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan dan pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusan-putusan tersebut. Data yang digunakan untuk menganalisis permasalahan berupa data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan wawancara dengan narasumber. Kesimpulannya, berdasarkan analisis didasari oleh metode penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa akta perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif dan objektif serta hasil perbandingan dari ke-3 putusan tersebut, penelitian ini mengkritisi Putusan PT dan MA  dan setuju dengan Putusan Pengadilan Negeri Selong No. 87/Pdt.G/2019/PNSel berdasarkan pertimbangan majelis hakim dalam membatalkan akta perjanjian.

A Notary in carrying out his/her position has the obligations of among others, being trustworthy, honest, thorough, independent, and impartial in protecting the interests of the parties involved in the legal matters as regulated under Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notary and its amendments (Notary Position Law). Notaries must pay attention to the legal subjects and examine the appearers in accordance with what is stipulated in Article 39 of the Notary Position Law. This thesis raises two main issues, namely the role of the Notary in the lack of parties that can have an impact on the invalidity of a deed of agreement (cancellation of an authentic deed) based on the Notary Position Law and the Indonesian Civil Code and the analysis of legal considerations on the following decisions: i) Selong District Court Decision Number 87/PDT.G/2019/PNSEL dated 16 September 2019; (ii) Mataram High Court Decision Number 76/PDT/2020/PT.MTR dated 27 July 2020; and (iii) SC Decision, regarding the case of the lack of parties in the deed of agreement. The research method used is juridical-normative through case studies and tthe examinations of theories, legal principles and laws and regulations and judges' considerations in such decisions. The data used to analyze the problem is in the form of secondary data obtained from literature studies and interviews with resource persons. In conclusion, according to the analysis based on this research method, it can be concluded that the deed of agreement does not meet the subjective and objective requirements, and the results of the comparison of the three decisions, this research criticizes the High Court and Supreme Court decisions and agrees with the Selong District Court Decision Number 87/PDT.G/2019/PNSEL basing on the considerations of the panel of judges on cancelling such deed of agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernanti Aryajayaputri
"Notaris mengemban tanggung jawab yang besar dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, yakni melalui perannya dalam pembuatan akta autentik. Dalam hal ini, apabila Notaris melakukan suatu kelalaian dalam melaksanakan jabatannya, termasuk dalam pembuatan akta autentik, maka Notaris harus bertanggungjawab atas perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Penelitian ini merupakan studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1335 K/PDT/2021 dimana Notaris dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum atas pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun yang didasarkan atas pelaksanaan RULB yang tidak sah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa rapat yang diselenggarakan adalah tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan penyelenggaraan rapat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga hasil keputusan yang dituangkan ke dalam Akta Berita Acara Rapat menjadi batal demi hukum. Dari pembuatan akta tersebut, Notaris dinyatakan telah melanggar Undang-undang Jabatan Notaris dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sehingga Notaris dapat diminta pertanggungjawabannya secara administratif dan perdata. Notaris harus membaca dan memahami terlebih dahulu ketentuan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari badan hukum yang bersangkutan, serta Notaris harus bersikap tegas untuk menolak pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi terlindungi dari akibat hukum sekaligus memberikan kepastian hukum kepada klien.

Notaries have great responsibility in providing legal certainty, namely by making authentic deeds. In this case, if the Notary commits an error in carrying out their position, including in making an authentic deed, the Notary must be responsible for their actions whether its intentional or unintentional. This research is a case study of the Supreme Court’s Decision Number 1335 K/PDT/2021 where the Notary is declared to have committed an unlawful act for making the Deed of Minutes of the General Meeting of the Flat Owners and Occupants’ Association which is based on the implementation of an invalid meeting. The issue raised in this research is the legal consequences of the deeds produced by the invalid meeting, as well as the responsibility of the Notary who makes the deed. The research method used in this research is normative juridical with descriptive analytical research typology. This research further concludes that the meeting was invalid since it does not meet the requirements of conducting a meeting as regulated in Articles of Association and Bylaws. Therefore, the decisions contained in the Minutes of Meeting were regarded as null and void. Furthermore, the Notary is also deemed to have violated Notary Profession Law as well as the Civil Code, in which they would be held accountable in both administrative and civil manners. The Notary must first read and understand the provisions in the Articles of Association and Bylaws of the legal entity concerned, and the Notary must be firm in refusing to make a deed that is not in accordance with the applicable laws and regulations in order to be protected from legal consequences while at the same time providing legal certainty to the client.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risty Rachmonicha
"Hibah adalah pemberian secara cuma-cuma dari pemberi hibah semasa hidupnya berdasarkan Pasal 1666 KUHPerdata. Hibah dengan objek berupa tanah wajib dibuat dengan akta autentik berupa akta hibah dalam bentuk khusus dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian hibah dapat meninggalkan sengketa apabila melanggar batasan mengenai legitieme portie. Dalam Putusan MA No. 2892 K/PDT/2021 terdapat permasalahan hukum dimana hakim membatalkan Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah tanpa didasarkan atas perhitungan harta peninggalan pewaris (HP Massa) sehingga mengakibatkan ketidakpastian bagi para pihak. Berdasarkan hal tersebut rumusan masalah yang diangkat penulis adalah mengenai kedudukan akta perjanjian (ikatan) hibah dalam putusan MA No. 2892 K/PDT/2021 dan perhitungan besarnya legitieme portie pada pertimbangan Hakim dalam putusan tersebut. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui wewenang serta tanggung jawab Notaris dan PPAT terhadap pelaksanaan jabatannya dalam pembuatan Akta Hibah khususnya aspek hukum apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan akta tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan yaitu dengan bentuk penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa bahan pusataka dan wawancara. Simpulan yang diambil dalam penelitian ini yaitu: 1). Pemberian hibah atas tanah harus dibuat dalam suatu Akta Hibah dihadapan PPAT, sehingga tidak diperbolehkan dibuat melalui suatu perjanjian pendahuluan dalam bentuk apapun seperti Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah dikarenakan tidak sesuai dengan filosofi dari pemberian hibah; 2). Perhitungan legitieme portie pada Pasal 921 KUHPerdata penting dilakukan sebagai dasar mengetahui apakah harta peninggalan pewaris yang ada terdapat kekurangan sehingga tidak memenuhi hak legitimaris atas legitieme Portie. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu: 1). Notaris dan PPAT tidak melakukan kesalahan membuat suatu akta yang tidak lazim seperti Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah dikarenakan tidak sesuai dengan filosofis dari pemberian hibah, untuk itu pemberian hibah haruslah dilakukan melalui suatu Akta Hibah yang dibuat dhadapan pejabat yang memiliki kewenangan untuk itu 2). Peran Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas penting dalam menegakkan kode etik dan menemukan adanya kesalahan yang dilakukan oleh Notaris dan/atau PPAT sehingga Notaris dan/atau PPAT terhindar dari risiko dan tanggung jawab terhadap kesalahan terhadap akta yang dibuatnya.

A grant is a free grift through a unilateral agreement, described under article 1666 Indonesian Civil Law. Grants with objects in the form of land must be made with an authentic deed in the form of a grant deed in a special form in front of the Land Deed Maker's Office. The granting of grants can result in a dispute when violating the restrictions described under legitieme portie. In the Supreme Court Order No 2892 K/PDT/2021 there is a legal issue where the Judge annuls the Act of Agreement (Obligations) on Act without being based on the calculation of the inheritance of the heir (HP Massa) resulting in uncertainty for the parties. Based on this, the formulation of the problem raised by the author is regarding the position of the grant agreement (bond) in the Supreme Court decision Number 2892 K/PDT/2021 and the calculation of the amount of legitimacy portie in the judge's consideration in the decision. The main outcome of this research is to identify role and responsibilities of the notary and Land Deed Making Officer to their duties in producing land grant especially on the making of acts and aspects of law that needs to be scrutinized in the process. The research method used is the form of juridical-normative research using secondary data obtained from primary and secondary legal sources through analyzing literatures and conducting interviews.. The conclusions taken in this study are: 1). Grants for land must be made in a Deed of Grant before the Land Deed Making Offiicer, so that it is not allowed to be made through a preliminary agreement in any form such as the Deed of Agreement (Ikatan) Grant because it is not in accordance with the philosophy of granting; 2). Assessment of the legitieme portie in Article 921 of the Civil Code is important as a basis to find out whether there are deficiencies in the inherited assets so that they do not fulfill the legitimate rights of the legitieme portie. Further suggestions that can be given are: 1). Notaries and Land Deed Making Officers do not make the mistake of making an unusual deed such as the Deed of Agreement (Ikatan) Grant is not because it is in accordance with the philosophy of giving a grant, for this reason the grant must be made through a Deed of Grant made before an official who has the authority for that 2). The role of the Indonesian Notary Association and the Supervisory Board is important in enforcing the code of ethics and finding errors made by Notaries and/or Land Deed Making Officers so that Notaries and/or Land Deed Making Officers avoid the risks and responsibilities for errors in the deeds they make."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desela Sahra Annisa Rangkuti
"Notaris adalah pejabat umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,  perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang  berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan dengan undang-undang. Akta Notaris tersebut dibuat sesuai/memenuhi persyaratan kumulatif sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata maka dianggap sebagai alat bukti otentik

Notary is a public official in accordance with Law Number 2 of 2014 concerning amendments to Law Number 30 of 2014 concerning Notary Position Article 1 number 1. Notaries are authorized to make authentic deeds regarding all actions, agreements and provisions required by laws and regulations and/or what is desired by the interested party to be stated in an authentic deed, guaranteeing the certainty of the date of making the deed, keeping the deed, providing grosse, copies and excerpts of the deed, all of this as long as the making of the deeds is not assigned or excluded to other officials or other people. determined by law. The Notary Deed is made in accordance with/fulfills the cumulative requirements as required in Article 1868 of the Civil Code, it is considered as authentic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Priyanka Nabilah
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai hak atas tanah. Dalam proses pembuatan Akta Jual Beli (AJB) harus memerhatikan syarat sahnya jual beli agar tidak mengakibatkan batalnya akta jual beli. Salah satunya yaitu mengenai kewenangan seseorang dalam menjual atau membeli tanah tersebut. Dalam kasus yang diteliti, akta jual beli tidak dihadiri dan ditandatangani oleh pemilik. Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan sistem publikasi negatif yang bertendensi positif terhadap pihak yang beritikad baik dan tanggung jawab PPAT atas jual beli yang memuat unsur pemalsuan.Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe eksplanatoris. Hasil analisis adalah sistem publikasi negatif yang bertendesi positif pada kasus Putusan Mahkamah Agung No. 1356 K/Pdt/2021 telah memberikan perlindungan hukum kepada pihak beritikad baik yakni pemilik sah melalui perlindungan hukum represif dengan dihapuskannya sertipikat Hak Milik yang telah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional karena AJB yang mendasari penerbitan sertipikat tersebut dinyatakan tidak berlaku oleh majelis hakim. Dengan demikian terbukti bahwa sistem publikasi negatif bertendensi positif telah mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan terhadap pemilik sebenarnya. PPAT yang membuat AJB tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata dan administrasi, karena telah menimbulkan kerugian bagi pemilik dan dapat dikenai sanksi pemberhentian sementara. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu seharusnya PPAT dalam menjalankan tugas dan wewenangnya melakukan verifikasi para pihak sehingga terhindar dari manipulasi fakta yang diajukan para pihak. Pemilik seharusnya melakukan proses pencatatan pendaftaran tanah sesegera mungkin setelah melakukan penandatanganan akta jual beli.

Land Deed Making Officials (PPAT) are public officials authorized to make authentic deeds regarding land rights. In making the Sale and Purchase Deed (AJB), one must pay attention to the legal requirements of the sale and purchase so as not to cancel the sale and purchase deed. One is regarding a person's authority to sell or buy the land. In the case studied, the sale and purchase deed was not attended to and signed by the owner. The problem raised in this research is the protection of the negative publication system with a positive tendency towards the party with good faith and PPAT's responsibility for buying and selling that contains counterfeiting elements. A normative juridical legal research method with an explanatory type was used to answer this problem. The analysis result is that a negative publication system with a positive tendency in the case of Supreme Court Decision No. 1356 K/Pdt/2021 had provided legal protection to the party with good faith, namely the rightful owner, through repressive legal protection by the abolition of the Certificate of Ownership that the National Land Agency had issued because the AJB which underlies the issuance of the certificate was declared invalid by the panel of judges. Thus, it is proven that the negative publication system with a positive tendency has realized justice, legal certainty, and benefits for the actual owner. The PPAT that made the AJB can be held accountable for civil and administrative matters because they had caused losses to the owner and may be subject to temporary suspension. The advice that can be given is that in carrying out its duties and authorities, PPAT should verify the parties to avoid manipulation of the facts submitted by the parties. The owner should carry out the land registration process immediately after signing the deed of sale and purchase."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulus Purna Malintang
"Dalam penerapan asas Rechtsverweking, hakim seharusnya tidak hanya berpatokan pada lampaunya batas waktu lima tahun untuk menggugat, tetapi juga mempertimbangkan keabsahan perolehan sertipikat tanah. Pendekatan tersebut diperlukan agar penerapan asas Rechtsverweking tidak secara otomatis menghilangkan hak gugat, terutama dalam kasus dimana penerbitan sertipikat melanggar hukum atau dilakukan tanpa itikad baik. Salah satu permasalahan dalam penerbitan sertipikat tanah oleh Kantor Pertanahan terhadap jual beli tanah dengan bukti kuitansi semata terdapat di dalam kasus yang termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 997 K/Pdt/2021. Penulisan ini mengangkat tentang keabsahan jual beli tanah dengan bukti kuitansi, perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang kehilangan tanahnya akibat penerapan asas Rechtsverwerking. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Sertipikat Hak Milik No. 01494 diterbitkan secara tidak sah karena hanya berasal dari jual beli yang dibuktikan dengan kuitansi semata, hal ini menimbulkan sengketa antara pemilik tanah dan pembeli beritikad baik. Perlindungan hukum bagi pemilik tanah meliputi pembatalan sertipikat dan pembeli beritikad baik dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum untuk mengembalikan keadaan seperti keadaan semula.

In the application of the principle of rechtsverwerking, judges should not solely rely on the lapse of the five-year limitation period for filing a claim but must also consider the validity of the acquisition of the land certificate. This approach is necessary to ensure that the application of the rechtsverwerking principle does not automatically extinguish the right to file a claim, particularly in cases where the issuance of the certificate violates the law or is conducted in bad faith. One of the issues in the issuance of land certificates by the Land Office, based solely on a receipt of sale and purchase, is illustrated in the Supreme Court Decision Number 997 K/Pdt/2021. This study addresses the validity of land transactions supported only by receipts, as well as the legal protection for landowners who lose their land due to the application of the rechtsverwerking principle. This doctrinal research collects legal materials through literature review, which are then analyzed qualitatively. Certificate of Ownership No. 01494 was issued unlawfully, as it stemmed solely from a sale and purchase evidenced by a receipt, resulting in a dispute between the landowner and a good faith buyer. Legal protection for landowners includes the annulment of the certificate, while good faith buyers may file a claim for damages based on unlawful acts to restore the situation to its original state."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhona Indah Lestari
"Jual beli tanah secara adat masih sering terjadi khususnya di daerah yang belum terdapat banyak PPAT. Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan di hadapan pejabat berwenang dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena tidak ada bukti autentik sebagai bukti yang sah. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli yang telah melakukan jual beli hak atas tanah secara adat mendapati bahwa objek tanahnya ditempati pihak ketiga yang telah melakukan jual beli di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai penerapan asas terang dalam jual beli secara adat dan kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara adat ketika adanya jual beli dengan PPAT serta akibat hukum dari sertipikat yang telah terbitkan dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 135 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara adat tersebut asas terangnya tidak terpenuhi jika dilihat dari sisi hukum adat maupun hukum tanah nasional. Meskipun dalam jual beli tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip hukum adat lainnya yaitu tunai juga riil. Berdasarkan bukti yang telah diberikan di pengadilan, Hakim menyatakan jual beli secara adat tersebut sah dan mengikat secara hukum dan akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT setelahnya menjadi batal demi hukum. Akta yang dibuat oleh PPAT dinyatakan tidak mengutamakan asas kehati-hatian dan pihak ketiga bertentangan dengan asas kepatutan, serta tidak bersikap hati-hati dalam mencari tahu kepastian dari pemilik tanah, sehingga akta tersebut menjadi batal demi hukum. Batalnya akta jual beli tersebut tidak serta merta membatalkan sertipikat, karena harus ada permohonan pembatalan terlebih dahulu oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar pembatalan sertipikat.

Customary land buying and selling still often occurs, especially in areas where there are not many PPATs. Transfer of land rights that is not carried out in the presence of an authorized official can cause various problems in the future because there is no authentic evidence as valid evidence. One of the problems that can arise is when later it turns out that the buyer who has carried out the customary sale and purchase of land rights finds that the land object is occupied by a third party who has carried out the sale and purchase before the PPAT. In this research, the application of the principle of clarity in customary buying and selling is analyzed and studied and the legal strength of land buying and selling carried out customarily when there is a sale and purchase with a PPAT as well as the legal consequences of certificates that have been issued using case studies in Decision Number 135 K/Pdt /2021. This research uses a doctrinal method with an explanatory research type. The results of the research show that the principles of buying and selling land carried out according to custom are clearly not fulfilled when viewed from the perspective of customary law and national land law. Even though the buying and selling has complied with other customary law principles, namely cash is also real. Based on the evidence provided in court, the judge declared that the customary sale and purchase was valid and legally binding and the sale and purchase deed made before the PPAT was subsequently null and void. The deed made by PPAT was stated to not prioritize the principle of prudence and the third party was contrary to the principle of propriety, and was not careful in seeking confirmation from the land owner, so that the deed became null and void. The cancellation of the sale and purchase deed does not necessarily cancel the certificate, because there must be a request for cancellation first by the interested party by attaching a court decision that has permanent legal force as the basis for canceling the certificate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashilah Chalista
"Jual beli tanah yang dilakukan secara lisan seringkali masih ditemui dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang belum terdapat banyak PPAT di daerahnya. Peralihan hak atas tanah secara lisan dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena minimnya bukti-bukti yang dapat menerangkan mengenai peristiwa tersebut. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli ingin menghibahkan hak atas tanah di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara lisan ketika akan dilakukan peralihan hak setelahnya, keabsahan pembuatan akta hibah oleh PPAT Sementara, serta pertanggungjawaban dibatalkannya akta hibah dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 95 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian perskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara lisan mengikat para pihak secara terbatas. Tidak adanya alat bukti yang dimiliki menjadikan jual beli tidak mempunyai kekuatan hukum di muka pengadilan. Penghibahan yang dilakukan juga tidak sah oleh karena tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan hibah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PMNA No 3 Tahun 1997. PPAT Sementara yang menerbitkan akta hibah hanya berlandaskan pada SPPT PBB yang dimiliki oleh pemberi hibah, padahal SPPT PBB bukanlah bukti kepemilikan hak atas tanah. Atas hal tersebut, PPAT Sementara dapat dimintai pertanggungjawaban, baik dalam aspek perdata maupun secara administratif.

The oral land transactions are still often encountered in community life, especially in rural areas where there are not many Land Deed Officials (PPAT) available. The transfer of land rights orally can lead to various issues in the future due to the lack of evidence that can explain the event. One of the issues that may arise is when, in the future, the buyer wishes to donate the land rights through PPAT. In this research, an analysis and examination were conducted regarding the legal validity of land transactions conducted verbally when transferring ownership rights thereafter, the validity of the process carried out by the Temporary Land Deed Official (PPAT Sementara) in the creation of a deed of gift, and the accountability for the cancellation of the deed of gift using a case study in Decision Number 95 K/Pdt/2021. This study employs a doctrinal method with a descriptive research type. The results indicate that land transactions conducted verbally bind the parties involved to a limited extent. The lack of supporting evidence renders such transactions unjustifiable in court. The act of giving is also deemed invalid due to the failure to fulfill the requirements for a gift as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration and PMNA No. 3 of 1997. The PPAT Sementara issuing the deed of gift is solely based on the Land and Building Tax Payment Receipt (SPPT PBB) held by the donor, although the SPPT PBB does not serve as proof of ownership rights to the land. Therefore, the PPAT Sementara can be held accountable, both in terms of private law and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abimukti Primanto
"

Jual beli hak atas tanah berdasarkan permohonan pengampuan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 438 KUHPerdata yakni mengenai kesaksian dari para keluarga sedarah atau semenda,  yang permohonannya diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Namun ditemukan permohonan pengampuan yang kesaksiannya tidak lengkap karena tidak semua keluarga sedarah atau semenda yang berkaitan langsung dengan pengampuan memberikan kesaksian seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 915K/pdt/2021 di mana salah seorang anak kandung tidak dimintakan kesaksiannya. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap AJB yang dibuatnya berdasarkan pengampuan yang cacat hukum karena tidak lengkapnya kesaksian dari keluarga sedarah atau semenda. Selain itu juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan keabsahan AJB yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pengampuan yang cacat hukum. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT sesungguhnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata karena AJB yang dibuatnya melanggar hak subjektif orang lain dan formil jual beli, dalam hal ini adalah hak dari anak kandung yang tidak dimintakan kesaksiannya terkait pengampuan dari ibunya yang menjual tanah warisan dari keluarganya dengan dibantu oleh ayahnya. Adapun pertimbangan hakim yang memutuskan bahwa AJB dinyatakan sebagai dibatalkan karena akta tersebut tidak memenuhi salah satu syarat subjektif perjanjian yakni tentang kecakapan para pihak karena dalam kenyataannya penjual tidak cakap (berada di bawah pengampuan) sehingga dalam melakukan perbuatan hukum jual beli yang melibatkannya harus didukung dengan adanya persetujuan dari pengadilan negeri atas permohonan pengampuan yang dimintakan para keluarga sedarah atau semenda secara lengkap. Dengan tidak lengkapnya kesaksian tentang pengampuan dari pihak penjual maka seharusnya jual beli hak atas tanah tidak bisa dilakukan sehingga AJB yang sudah dibuat menjadi dapat dibatalkan.


The buying and selling of land rights based on a desired power of attorney application by the parties to be documented in the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by a Land Deed Official (PPAT) should be done according to Article 438 of the Civil Code, concerning testimonies from blood relatives or similar relatives, whose application is submitted to the local District Court. However, a power of attorney application was found to have incomplete testimonies because not all blood relatives or similar relatives directly involved in the power of attorney provided testimonies, as in Supreme Court Decision Number 915K/pdt/2021 where one of the biological children did not give testimony. Therefore, this study aims to analyze the responsibility of the PPAT towards the legally defective AJB made due to the incompleteness of testimonies from blood relatives or similar relatives. It also analyzes the judge's considerations in deciding the validity of the AJB made by the PPAT based on the legally defective power of attorney. This legal research takes a doctrinal form by collecting secondary data. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be explained that the PPAT can actually be held civilly responsible because the AJB made by them violates the subjective rights of others, in this case, the rights of the biological child whose testimony was not requested regarding the power of attorney from their mother selling inherited land from their family with the assistance of their father. As for the judge's considerations in ruling that the AJB is declared null and void because the deed does not meet one of the subjective requirements of the agreement, namely the capacity of the parties, as in reality, the seller is not competent (under guardianship), so in carrying out the legal act of buying and selling involving them, it must be supported by approval from the district court based on the power of attorney application requested by blood relatives or similar relatives completely. With the incompleteness of testimonies about the seller's power of attorney, the sale and purchase of land rights should not be carried out, thus the AJB that has been made can be declared void

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>