Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150721 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabilah Mardiyah Alkadrie
"Kasus tanah sengketa seringkali terjadi di Indonesia, permasalahan tersebut timbul akibat adanya perselisihan antar indvidu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Permasalahan tanah sengketa yang sering kali terjadi di Indonesia hingga membutuhkan penyelesaian melalui jalur pengadilan adalah permasalahan tumpang tindih hak kepemilikan atas tanah. Hal ini sering tejadi karna adanya kesalahan pada penerbitan sertipikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh pegawai/pejabat BPN, salah satu contoh kasusnya terdapat dalam Putusan Tata Usaha Negara, yang terjadi di Kelurahan BML, Kecamatan X Selatan, Kota X. Pada kasus ini, penulis menganalisis bagaimana tanggung jawab yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kota X dalam menjalakan fungsi dan tugasnya memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak dengan sertipikat sementara berdasarkan Putusan Tata Usaha Negara. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi preskriptif dan jenis data sekunder. Dari hasil analisis terhadap putusan tersebut, dapat diketahui bahwa pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan dilakukan dengan tidak teliti dan cermat. Pada data yang ada dapat diketahui Kantor Pertanahan telah menerbitkan SHM Nomor 49, Kampung BM pada tahun 1963, sertipikat tersebut dikeluarkan dengan buku tanahnya saja. Kemudian kantor pertanahan terus menerus menerbitkan SHM di atas bidang tanah yang sama dengan nama berbeda tanpa membatalkan SHM No. 49/Kampung BM. Sehingga menimbulkan permasalahan tumpang tindih hak atas tanah. Simpulan penelitan adalah kantor pertanahan tidak melakukan tanggung jawabnya untuk melakukan pembatalan pada sertipikat hak yang tumpang tindih. Sertipikat sementera tersebut tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya.

.Land dispute cases often happen in Indonesia, these problems arise due to the strife between individuals, individual with group and group with group. Land dispute problems that often occur in Indonesia and require settlements through the courts are the overlapping land ownership rights. These often happen because of the errors found in the issuance of land rights certificates issued by BPN employees/officials, an example of this case is in State Administrative Decisions, which occurred in BML Village, South P District, P City. In this case, the writer analyze how is the liability given by the P City Land Office in carrying out their functions and duties and legal protection for rights holders with temporary certificates based on State Administrative Decision. This research uses normative juridical method with prescriptive typology and secondary data types. From the results of the analysis on the decision, it is known that the land registration carried out by the Land Office was carried out with carelessness and scrutiny. Based on the available data that can be seen in the Land Office issue SHM Number 49, Kampung BM in 1963, the certificate was issued only with the land book. Then the land office continuously issuing the SHM on the same plot of land with a different name without canceling the SHM No. 49/Kampung BM. This creates the problem of overlapping land rights. The conclusion of the research is that the land office does not cancels 9 disputed objects that have been issued as a form of liability. And protection for land rights holders with temporary certificates has not been gotten the protection as it should have. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Tiffany Pasha
"Kehidupan ekonomi masyarakat dewasa ini telah membuat tanah menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia. benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan tidak terbatas kepada benda-benda yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, tapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut. Hapusnya Hak Atas Tanah banyak terjadi karena lewatnya waktu, untuk mana hak itu diberikan. Hak-hak yang lebih rendah tingkatannya daripada Hak Milik seperti Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai terbatas waktu berlakunya, sekalipun secara fisik masih tetap ada. Dengan berakhirnya hak Atas Tanah yang bersangkutan, maka Hak Atas Tanah yang bersangkutan kembali kepada pemiliknya dan kalau hak tersebut diberikan oleh Negara, maka tanah tersebut kembali kepada kekuasaan Negara. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian adalah penelitian normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundangundangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.

The economic life has grown to make the land and the production of commodities sought by humans. Objects related to land that can be encumbered with pledge not confined to the objects that belonged to the holder of the land in question, but it also belongs to the right of the fatherland. Nullification land rights much happens because the passage of time, rights for which it was given. The lower than right of ownership such as the right to cultivate, right of use of structures, right of use with limited enactment, through physically still persists. In the end oof land rights concerned, the rights on land rights concerned to back or return to the owners when the rights provided by the state, then the land returned to the state. The research method used in the study is a normative research , legal research that lays the law as a system of building norms include research into the principles of law, the sources of law, legislation that theoretical science and can analyze the issues discussed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Richardo
"Kasus sengketa tanah merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada hukum terkait pertanahan di Indonesia, permasalahan tersebut timbul akibat perselisihan antar individu, individu berhadapan dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Permasalahan sengketa tentu membutuhkan penyelesaian melalui jalur mediasi atau gugatan yang dikenal melalui lembaga pengadilan negeri yang berkaitan dengan perdata atau pidana dan pengadilan tata usaha negara yang berkaitan dengan penerbitan sertipikat hak milik oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional. Salah satu contoh kasus yang terjadi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 158/K/TUN/2022 yang terjadi di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Pada kasus ini menganalisis bagaimana hubungan hukum sertipikat hak milik penggugat & milik tergugat dan riwayat penerbitan sertipikat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan tipologi eksplanatoris dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Dari analisis putusan tersebut dapat diketahui bahwa penggugat merupakan pemegang sertipikat tanah terbit lebih dahulu pada tahun 1982 yang dibeli dari Setia Arhiap seluas 48.330 m2 pada tahun 2006 nomor sertipikat 28243/Desa Limbung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kabupaten Pontianak, dan atas dasar Akta Jual Beli dilakukan pemindahan nama kepada WP (Penggugat) di Kantor Pertanahan Nasional namun pada tahun 2017 telah diterbitkan sertipikat oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kubu Raya atas nama NV seluas 7.500 m2 pada tahun 2017 dengan nomor 10112/Desa Limbung. Penggugat mengajukan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak hingga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta namun gugatan pada tingkat pertama dan tingkat banding tersebut ditolak sehingga penggugat mengajukan kasasi di Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung berpendapat putusan di tingkat pertama dan banding adalah keliru dan membatalkan sertipikat milik tergugat serta mencoret dari daftar buku tanah.

Land disputes frequently occur in Indonesia, arising from conflicts between individuals, individuals versus groups, and groups versus groups. These disputes often require resolution through civil court involving civil or criminal case and administrative courts related to the issuance of land ownership certificates by officials of the National Land Agency. One notable case is found in the Supreme Court Decision Number: 158/K/TUN/2022, which took place in Sungai Raya District, Kubu Raya Regency. In this case, the author analyses correlation between the land ownership certificates of the plantiff and defendant, and whether the issuance history of the certificates complies with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. This study employs a doctrinal research method with a explanatory typology, utilizing secondary data. From the analysis of decision, it is revealed the plaintiff holds and earlier land certificate issued in 1982, Purchased from Setia Arhiap, covering and area of 48,330 m2 in 2006 with certificate number 28243/Village of Limbung, in the presence of Land Deed Official Pontianak Regency. Based on the Sale and Purchased deed, the name was transferred to WP (the plaintiff) at the National Land Agency. However, in 2017, certificate was issued by the Kubu Raya Land Office in the Name of NV for an area 7,500 m2 with certificated number 10112/Village of Limbung. The Plaintiff filed a lawsuit at the Administrative Court of Pontianak, which was subsequently rejected by the High Administrative Court of Jakarta at both the first instance and appellate levels. The plaintiff then filed for cassation at the Supreme Court, which opined that the decisions at the both the first instance and appellate levels were erroneous, thus annulling the defendant certificate and striking it from the land book."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pima claudia Markezia
"Jual beli dibawah tangan merupakan suatu perjanjian jual beli tanah, dimana perbuatan hukum yang dilakukan berupa pemindahan hak dengan pembayaran tunai artinya bahwa harga yang disetujui dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli tersebut. Surat jual beli di bawah tangan atas tanah dan bangunan dibuktikan dengan selembar kwitansi. Dengan demikian, semua perjanjian yang dibuat antara para pihak sendiri secara tertulis dalam akta di bawah tangan, bentuknya bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya juga dibolehkan di mana saja. Dilakukan perjanjian jual beli dibawah tangan memiliki akibat salah satunya, dimana penjualnya baik di dalam maupun diluar wilayah Republik Indonesia tidak diketahui keberadaannya lagi, sedangkan pembeli beritikat baik guna melakukan pencatatan peralihan hak di Kantor Pertanahan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikat baik dan proses pencatatan peralihan hak tanah atas Sertipikat Hak Milik Nomor 1364/Sukamaju yang dilakukan dengan perjanjian dibawah tangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, sifat penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data adalah studi dokumen dan wawancara. Metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif. Adapun hasil penelitian bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penulisan tesis ini adalah proses pencatatan peralihan hak yang mana penjualnya tidak diketahui lagi keberadaannya, serta perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikat baik. Simpulan dari penelitian ini adalah terbitnya Sertipikat yang telah beralih namanya kepada nama pembeli dalam jangka waktu 30 hari (1 bulan). Saran dari penelitian ini guna mempersingkat lama waktu pencatatan peralihan hak maka masyarakat wajib melakukan transaksi jual beli atas tanah dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu Notaris dan PPAT.

Private sale/purchase is a land sale/purchase agreement, where legal actions taken in the form of transfer of rights with cash payments mean that the agreed price is paid in full at the time of the sale/purchase. A letter of Private sale/purchase of land and buildings is proven by a receipt. Thus, all agreements made between the parties themselves in writing in the private deed, the form is free, it is up to the parties who make it and the place to make it is also permissible anywhere. Agreements of private deed has the effect of one of them, where the seller is both inside and outside the territory of the Republic of Indonesia, is no longer known, while the good buyer is to record the transfer of rights at the Land Office. The problems that will be discussed in this study are about legal protection for buyers with good ties and the process of recording the transfer of land rights over certificates of ownership number 1364/Sukamaju, which are carried out private sale/purchase. This study uses a normative juridical research method, the nature of the research used is descriptive analytical. Data collection methods used to obtain data are document studies and interviews. The data analysis method used by the author is a descriptive method, the results of the study are descriptive analytical. The conclusion of this study is the issuance of a certificate that has changed to the name of the buyer within 30 days (1 months). Suggestions from this research are to shorten the length of time to record the transfer of rights, the community is obliged to conduct private sale/purchase transactions on land in the presence of the authorized officials, namely Notary and PPAT."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasya Yustisia
"Pembuatan akta jual beli tanah seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sayangnya praktek pembuatan akta jual beli tanah menggunakan blangko kosong sudah terjadi sejak lama dan dapat menyeret PPAT ke dalam gugatan Pengadilan untuk diminta pertanggungjawabannya atas pembuatan akta. Penelitian ini pertama membahas mengenai permasalahan pertimbangan hakim dalam memberikan putusan terhadap pembuatan akta jual beli tanah berdasar blangko kosong oleh PPAT karena PPAT sebagai pejabat pembuat akta autentik erat kaitannya dengan Notaris padahal kewenangan keduanya berbeda sehingga hakim harus menggunakan dasar hukum peraturan yang tepat, kedua mengenai perbandingan ratio decidendi hakim pada putusan utama dengan putusan pembanding lainnya dalam kasus akta jual beli tanah berdasar blangko kosong, dan ketiga mengenai pertanggungjawaban PPAT atas perbuatannya tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa yang pertama dalam memutuskan perkara mengenai akta jual beli menggunakan blangko kosong pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2721K/Pdt/2017, Mahkamah Agung (MA) secara garis besar hanya menguatkan putusan-putusan sebelumnya padahal pada kasus ini Pengadilan Negeri kurang tepat menggunakan dasar hukumnya yakni UUJN karena pembuatan akta jual beli tanah merupakan kewenangan PPAT bukanlah Notaris, simpulan kedua adalah ratio decidendi MA dalam kasus-kasus akta jual beli tanah berdasar blangko kosong terdapat perbedaan fokus pertimbangan pada masing-masing kasus, seperti penekanan pada tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian, asas terang dan tunai, atau tidak dibacakannya akta oleh PPAT kepada para pihak, dan ketiga tanggung jawab yang dapat dikenakan pada PPAT atas perbuatannya adalah tanggung jawab secara perdata dalam bentuk ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum serta pertanggungjawaban secara administratif dan pidana.

Making of a land sale and purchase deed should be carried out in accordance with applicable regulations. Unfortunately, the practice of making land sale and purchase deeds using empty blanks has been going on for a long time and was the negligence of the PPAT which could drag itself into a court lawsuit to be held accountable for the deeds. First, this study discusses the problem of judges' considerations in making decisions in making land sale and purchase deeds based on empty blanks by PPAT because PPAT as an authentic deed maker is closely related to a notary even though the powers of the two are different, so the judge must use the right legal basis, and second about the comparison of the ratio decidendi the judge with other comparative decisions in the case of land sale and purchase deeds based on blank blanks, and the last about the PPAT's responsibility for his actions. This study used a normative juridical method with a descriptive-analytical typology. The results of this study can be concluded that first, in deciding cases regarding sale and purchase deeds using blank blanks in the Supreme Court Decision Number 2721K / Pdt / 2017, the Supreme Court (MA) in general only strengthens previous decisions even though in this case the District Court is not quite right to use the legal basis is UUJN because the making of the land sale and purchase deed is the authority of the PPAT not the notary public. The second, the Supreme Court's decidendi ratio in cases of land sale and purchase deeds based on blank blanks, there are differences in the focus of consideration in each case, such as the emphasis on not fulfilling the legal terms of the agreement, the principle of transparency and cash, or not reading the deed by the PPAT to the parties. The last, responsibility that can be imposed on the PPAT relating to cases of land sale and purchase deeds that use blank form is civil liability in the form of compensation based on illegal acts, but can also be held accountable administratively and criminally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering diidentikkan dengan proses yang sarat hambatan dan berlarut-larut pelaksanaannya.Menyikapi perubahan konteks pembangunan,telah dilakukan penyempurnaan regulasi yang terkait pengadaan tanah...."
INKABAP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Mouretha F.
"Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan (a) Apakah yang menjadi sebab timbulnya sertipikat Tumpang Tindih (Overlapping), (b) Bagaimana Penyelesaian sengketa terhadap sertipikat yang Tumpang Tindih (Overlapping). Metode penelitian yang digunakan adalah Tipologi penelitian eksplanatoris dan penelitian hukum Normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua Cara yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara. Pada umunya motif dan latar belakang penyebab munculnya kasus-kasus dibidang pertanahan sangat bervariasi, antara lain: Kurang tertibnya administrasi pertanahan di masa lampau, kondisi masyarakat yang semakin menyadarii dan mengerti akan kepentingan dan haknya, masih adanya oknum-oknum pemerintah yang belum dapat menangkap aspirasi masyarakat, adanya pihak-pihak yang menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan materil yang tidak wajar atau menggunakan untuk kepentingan politik. Sehingga timbullah masalah-masalah pertanahan, di bidang Pensertipikatan tanah. Yang salah satunya adalah masalah Sertipikat Tumpang ,Tindih. Hal ini tidak akan terjadi bila penerbitan sertipikat dahulu didasari pemetaan yang cermat dan dipetakan dalam peta dasar. Sedangkan pembuatan peta dasar dilakukan dalam rangka proyek PP No.10 Tahun 1961 (sekarang diganti dengan PP No.24 Tahun 1997) yang dibiayai oleh dana APBN, yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Maka untuk menanggapi persoalan-persoalan tersebut, ditempuh dengan mengambil jalan musyawarah dari pihak-pihak yang bersengketa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila tidak dapat ditempuh dengan jalan musyawarah, dapat disalurkan melalui proses Pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Fadli Robi
"Reformasi pertanahan yang diawali dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria seharusnya dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten sesuai dengan tujuan dan kepentingan rakyat dan Negara. Reformasi tersebut meliputi pelaksanaan pendaftaran tanah, yang bertujuan untuk mendapatkan sertipikat hak atas tanah. Dalam prakteknya kepemilikan sertipikat hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat tidak selamanya lepas dari gugatan/klaim dari pihak lain yang menolak kepemilikan sertipikat tersebut. Penulis dalam penelitian ini menemukan sengketa tumpang tindih overlapping bidang tanah yang telah bersertipikat hak milik dengan bekas tanah KINAG. Sengketa semacam ini sering terjadi di masyarakat, sehingga menimbulkan banyak permasalahan. Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
Berdasarkan penelitian ini, Penulis menyimpulkan bahwa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor 13/G/2017/PTUN.BDG jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 327/B/2017/PT.TUN.JKT dalam memutus kasus tumpang tindih overlapping belum sepenuhnya konsisten. Selain itu terhadap pihak yang memiliki sertipikat yang telah dibatalkan dalam putusan tersebut tidak memperoleh perlindungan hukum sebagaimana mestinya karena perolehan tanahnya tidak dengan itikad baik. Sedangkan dipihak pemilik tanah bekas tanah KINAG yang memperoleh dan menguasai tanah dengan itikad baik, memperoleh perlindungan hukum dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah mereka setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Land reform that begins with the enactment of Law No. 5 of 1960 Concerning Basic Regulations on Agrarian Principles should be implemented consistently in accordance with the goals and interests of the people and the state. Such reforms include the implementation of land registration, which aims to obtain a land title certificate. In practice, ownership of a land titling certificate that is valid as a strong evidentiary instrument is not always free from claims from other parties who reject the ownership of the certificate. The author in this study has found the case of overlapping Freehold Title with ex KINAG land. Such disputes often occur in the community, raises many problems. To find out and learn about the problem, the author has used the method of normative legal research or legal research literature, namely the legal research done by examining library materials or secondary data.
Based on this study, the author has concluded that the Decision of Bandung State Administrative Court Number 13 G 2017 PTUN.BDG jo Decision of the State Administrative High Court of Jakarta Number 327 B 2017 PT.TUN.JKT in deciding overlapping cases has not been fully consistent. Furthermore, the party who has the certificate that has been canceled in the decision does not get the legal protection as it should because the acquisition of the land is not in good faith. In the case of former landowners of KINAG land acquiring and controlling the land in good faith, obtaining legal protection by the issuance of a certificate of title to their land after fulfilling the provisions set out in law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Charles
"Proses penerbitan sertipikat hak milik seharusnya dilakukan untuk mewujudkan tujuan pendaftaran tanah, yakni tertib administrasi pertanahan. Namun faktanya, dengan diterbitkannya sertipikat hak milik nomor 10XXX tujuan pendaftaran tanah pada proses penerbitan sertipikat tersebut gagal terwujud, hal ini dikarenakan ukuran dari sertipikat ini beririsan dengan batas tanah untuk pelebaran jalan yang didasari oleh Surat Keputusan Gubernur Kaltim No 212 Tahun 1987. Pokok  permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah proses penerbitan sertipikat hak milik Nomor 10XXX dikaitkan dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 212 tahun 1987 dan Bagaimanakah pertanggung jawaban Kantor pertanahan kota Samarinda terhadap penerbitan sertipikat  hak milik nomor 10XXX yang beririsan dengan tanah untuk pelebaran jalan sesuai SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 212 Tahun 1987. Metode penelitian yang digunakan adalah  doktrinal. Hasil penelitian dalam tesis ini adalah Pada  proses penerbitan Sertipikat Nomor 10XXX telah terjadi kesalahan ukur karena tidak dilakukan koordinasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2006, akibatnya  ukuran tanah SHM tersebut beririsan dengan badan jalan dengan lebar 4 meter persegi. maka tujuan pendaftaran tanah yakni tertib administrasi pertanahan tidak terwujud dalam pelaksanaanya. Kantor Pertanahan atas kesalahannya mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab, dalam pasal 63 PP pendaftaran tanah terdapat sanksi administratif bagi Kepala kantor pertanahan atas pengabaian terhadap aturan yang berlaku saat melakukan tugasnya, lalu bertanggung jawab memberi penyelesaian atas dasar aduan dari masyarakat, dan ketika hal tersebut tidak berhasil maka pada tahapan litigasi Kantor pertanahan sebagai tergugat bertanggung jawab untuk melaksanakan isi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

The process of issuing certificates of ownership should be carried out to realize the objectives of land registration, namely orderly land administration. But in fact, with the issuance of certificate of title No. 10XXX the purpose of land registration in the process of issuing the certificate failed to materialize, this is because the size of this certificate overlaps with the land boundary for road widening based on East Kalimantan Governor Decree No. 212 of 1987. The subject matter of this research is how the process of issuance of certificate of title No. 10XXX is associated with the Decree of the Governor of the East Kalimantan Level I Region No. 212 of 1987 and how is the responsibility of the Samarinda City Land Office for the issuance of certificate of title No. 10XXX which intersects with the land for road widening in accordance with the Decree of the Governor of the East Kalimantan Level I Region No. 212 of 1987. The research method used is doctrinal. The result of the research in this thesis is that in the process of issuing Certificate Number 10XXX there has been a measurement error because coordination was not carried out as stipulated in Presidential Regulation number 10 of 2006, as a result the size of the SHM land intersects with the road body with a width of 4 square meters. hen the purpose of land registration, namely orderly land administration, is not realized in its implementation. The Land Office for its mistakes has an obligation to take responsibility, in article 63 of the Government Regulation on land registration there are administrative sanctions for the Head of the land office for neglecting the applicable rules when performing its duties, then it is responsible for providing a settlement on the basis of complaints from the public, and when this does not work then at the litigation stage the Land Office as the defendant is responsible for implementing the contents of the decision of the State Administrative Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Andriani
"ABSTRAK
Departemen Hukum dan HAM merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki potensi untuk meningkatkan pemanfaatan keuangan negara melalui pengelolaan lahan menganggur yang dimilikinya dengan optimal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Departemen Hukum dan HAM RI guna pencapaian visi dan misinya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, kuantitatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap kriteria-kriteria untuk menentukan tingkat prioritas. Teknik pengumpulan data primer yang dilakukan adalah dengan mewawancarai 8 orang informan dan menyebarkan kuesioner pada 4 orang responden yang dianggap ahli dan mengerti dalam hal pengelolaan aset, khususnya pada unit Setjen Departemen Hukum & HAM.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaam lahan menganggur yang dilaksanakan oleh Departemen Hukum dan HAM RI selama ini; faktor kendala dalam pengelolaan lahan menganggur yang dimiliki oleh Departemen Hukum dan HAM RI di Kota Tangerang; serta Model optimalisasi pengelolaan lahan menganggur apa yang tepat untuk dipilih oleh Departemen Hukum dan HAM RI.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan menganggur milik Departemen Hukum & HAM di Kota Tangerang telah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu PP No.6 tahurn 2006 dengan pemanfaatan dalam bentuk sewa dan pinjam pakai, juga dengan pernindahtanganan dalam bentuk hibah, yang disesuaikan dengan maksud & tujuan dari pengelolaan saat itu. Faktor yang menghambat dalam pengelolaan lahan menganggur yaitu meliputi faktor internal seperti kurangnya pemahaman atas prosedur dan produk hukum yang ada, dan faktor eksternal seperti kurangnya koordinasi dengan instansi-instansi yang terkait.
Dad penyusunan kebijakan optimalisasi pengelolaan lahan menganggur dengan bantuan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), Hirarki kebijakan terdiri atas Goal, yaitu memperoleh cara pengelolaan lahan menganggur yang optimal; Kriteria Utama yang meliputi Nilai Strategis, Nilai Sosial,, Nilai Ekonomi, dan Nilai Kesejahteraan Pegawai; Subkriteria-subkriteria yang dipakai untuk menilai !criteria di atasnya; dan alternatif model pengelolaan lahan menganggur yang akan direkomendasikan. Nilai Strategis memiliki bobot tertinggi, sebesar 62%; Nilai Kesejahteraan Pegawai sebesar 21%; Nilai Ekonomi dan Nilai Sosial masing-masing sebesar 11% dan 6%. AIternatif model optimalisasi pengelolaan yang direkomendasikan adalah dengan menggunakan mekanisme pemindahtanganan dalam bentuk tukar menukar sebesar 54%.

ABSTRACT
Department of Justice and Human Rights is one of official government institution that having potential to increasing the state financing by optimizing the management of its idle assets so would fulfill the needs of achieving the Goals.
This research is Quantitative Descriptive, by observing some criteria in order to setting the level of priorities. Technique of Collecting Data was interviewing 8 informants and having questioners from 4 respondents who have high skills and expert on the field of managing assets.
The goals of this research are to know about the existing managing idle lands that have been done by the Department of Justice and Human Rights; to identify the obstacles of the process of Managing Idle Lands in Tangerang and to recommend the Most Suitable Model of optimizing management of idle lands for Department of Justice and Human Rights.
The results of research shows that the existing managing idle lands belongs to the Department of Justice and Human Rights in Tangerang were done by according to PP No.6 tahun 2006, through mechanism of rent; lend in using; and donating assets, all these mechanism was achieved and elaborated on the purposes and goals from the both parties. The obstacles of Managing Idle Lands in Tangerang were identified into internal obstacles, such as low knowledge of procedures and laws, and external obstacles such as low coordination to the related institutions.
In accordance to policy making of optimizing the idle lands management with Analytical Hierarchy Process (AHP) Method, the policy hierarchy are contains of Goal, which is obtaining the optimum mechanism of idle lands management; the main criteria were Strategic Value, Social Value, Economic Value, and Employee Prosperity Value; the sub criteria are used to over viewing the main criteria above; and the alternative model of idle lands management that recommended. Strategic Value got the highest priority as 62%; Employee Prosperity Value as 21%; Economic and Social Value got each as 11% and 6%. The alternative model of idle lands management that recommended is through exchange (ruilslag) as the highest priority as 54%.
"
2007
T20506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>