Kasus sengketa tanah merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada hukum terkait pertanahan di Indonesia, permasalahan tersebut timbul akibat perselisihan antar individu, individu berhadapan dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Permasalahan sengketa tentu membutuhkan penyelesaian melalui jalur mediasi atau gugatan yang dikenal melalui lembaga pengadilan negeri yang berkaitan dengan perdata atau pidana dan pengadilan tata usaha negara yang berkaitan dengan penerbitan sertipikat hak milik oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional. Salah satu contoh kasus yang terjadi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 158/K/TUN/2022 yang terjadi di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Pada kasus ini menganalisis bagaimana hubungan hukum sertipikat hak milik penggugat & milik tergugat dan riwayat penerbitan sertipikat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan tipologi eksplanatoris dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Dari analisis putusan tersebut dapat diketahui bahwa penggugat merupakan pemegang sertipikat tanah terbit lebih dahulu pada tahun 1982 yang dibeli dari Setia Arhiap seluas 48.330 m2 pada tahun 2006 nomor sertipikat 28243/Desa Limbung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kabupaten Pontianak, dan atas dasar Akta Jual Beli dilakukan pemindahan nama kepada WP (Penggugat) di Kantor Pertanahan Nasional namun pada tahun 2017 telah diterbitkan sertipikat oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kubu Raya atas nama NV seluas 7.500 m2 pada tahun 2017 dengan nomor 10112/Desa Limbung. Penggugat mengajukan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak hingga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta namun gugatan pada tingkat pertama dan tingkat banding tersebut ditolak sehingga penggugat mengajukan kasasi di Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung berpendapat putusan di tingkat pertama dan banding adalah keliru dan membatalkan sertipikat milik tergugat serta mencoret dari daftar buku tanah.
Land disputes frequently occur in Indonesia, arising from conflicts between individuals, individuals versus groups, and groups versus groups. These disputes often require resolution through civil court involving civil or criminal case and administrative courts related to the issuance of land ownership certificates by officials of the National Land Agency. One notable case is found in the Supreme Court Decision Number: 158/K/TUN/2022, which took place in Sungai Raya District, Kubu Raya Regency. In this case, the author analyses correlation between the land ownership certificates of the plantiff and defendant, and whether the issuance history of the certificates complies with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. This study employs a doctrinal research method with a explanatory typology, utilizing secondary data. From the analysis of decision, it is revealed the plaintiff holds and earlier land certificate issued in 1982, Purchased from Setia Arhiap, covering and area of 48,330 m2 in 2006 with certificate number 28243/Village of Limbung, in the presence of Land Deed Official Pontianak Regency. Based on the Sale and Purchased deed, the name was transferred to WP (the plaintiff) at the National Land Agency. However, in 2017, certificate was issued by the Kubu Raya Land Office in the Name of NV for an area 7,500 m2 with certificated number 10112/Village of Limbung. The Plaintiff filed a lawsuit at the Administrative Court of Pontianak, which was subsequently rejected by the High Administrative Court of Jakarta at both the first instance and appellate levels. The plaintiff then filed for cassation at the Supreme Court, which opined that the decisions at the both the first instance and appellate levels were erroneous, thus annulling the defendant certificate and striking it from the land book.