Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifia Maharani Putri
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah gangguan kehamilan yang dapat berdampak buruk pada kondisi ibu dan janin. Sindrom kehamilan tersebut dapat menganggu proses pertumbuhan janin sehingga dapat meningkatan mortalitas dan morbiditas bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan preeklamsia dengan gejala berat (PEB) dan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) disertai luaran neonatus pada kehamilan preeklamsia dengan gejala berat dan tanpa preeklamsia dengan gejala berat.
Metode: Studi cross-sectional ini dilaksanakan di RSCM dengan menggunakan data dari laporan jaga tindakan persalinan dan rekam medis elektronik Departemen Obstetri-Ginekologi FKUI-RSCM tahun 2019. Data diagnosis PEB pada ibu hamil dan IUGR pada bayi dianalisis dengan Uji Chi Square. Sedangkan, data luaran neonatus dari kehamilan PEB dan tanpa PEB dianalisis dengan Uji Chi Square dan uji Fischer.
Hasil: Dari keseluruhan 76 sampel, didapatkan 38 sampel ibu hamil dengan PEB dan 38 sampel ibu hamil tanpa PEB. Sebanyak 44,7% ibu hamil dengan PEB melahirkan bayi dengan IUGR dan 7,9% ibu hamil tanpa PEB melahirkan bayi IUGR. Berdasarkan analisis uji statistik, diperoleh hubungan yang signifikan antara preeklamsia dengan gejala berat dan kejadian IUGR (p=<0,001; IK 95%: 2,470-36.116; OR=9,444). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan luaran neonatus yang meliputi jenis kelamin (p=0,645), kelahiran bayi sesuai usia gestasi (p=<0,001), berat badan lahir (p=<0,001), dan panjang badan (p=0,001), dan skor APGAR menit ke-1 (p=0,025) pada ibu hamil dengan PEB dan ibu hamil tanpa PEB. Tipe IUGR dari kehamilan PEB adalah IUGR simetris, sementara dari kehamilan tanpa PEB adalah IUGR asimetris.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara PEB dan kejadian IUGR di RSCM. Ditemukan juga perbedaan yang signifikan antara luaran neonatus yang lahir dari ibu dengan PEB dan ibu tanpa PEB. Luaran neonatus IUGR yang lahir dari ibu dengan PEB adalah tipe simetris, sedangkan luaran neonatus IUGR dari ibu tanpa PEB adalah tipe asimetris.

Introduction: Preeclampsia with severe features is a pregnancy disorder that negatively impact maternal and fetal condition. This type of pregnancy syndrome can disrupt the process of fetal growth that will increase infant mortality and morbidity as consequences. Therefore, this research aims to determine the association between preeclampsia with severe features (PESF) and incidence of Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Beside that, this study analyse neonatal outcomes from PESF and non-PESF pregnancy.
Method: This cross-sectional study was conducted at RSCM using medical records from delivery report and electronic health record of the Obsterics-Gynecology Departement FKUI-RSCM in 2019. Data on the diagnosis of PESF in pregnant women and IUGR in infants were analyzed by Chi Square Test. For neonatal outcome data from pregnant women with or without preeclampsia with severe features, data were analyzed by Chi Square and Fischer’s Test.
Result: From total of 76 samples, 38 samples of pregnant women with PSF and 38 samples of pregnant women without PESF were obtained. A total of 44,7% pregnant women with PESF gave birth to babies with IUGR and 7,9% of pregnant women without PESF gave birth to babies with IUGR. Based on statistical analysis, there was a significant relationship between preeclampsia and severe features with incidence of IUGR (p=<0.001; 95% CI: 2,470-36,116; OR=9,444). The results also showed that there we’re significance difference in neonatal outcomes which include gender (p=0.645), baby birth according to gestational age (p=<0.001), birth weight (p=<0.001), and body length (p=0.001), and 1 minute-APGAR score (p=0.025) in pregnant women with PESF and pregnant women without PESF. Type of neonates with IUGR on PESF is symmetrical, meanwhile type of neonates with IUGR on pregnant woman without PESF is asymmetrical.
Conclusion: There is a relationship between preeclampsia with severe features and incidence of intrauterine growth restriction. A significant difference was also found between the outcomes of neonates born to mothers with PESF and mothers without PESF. IUGR neonates that born to mothers with PESF had symmetrical type, while IUGR neonates that born to mothers without PESF had assymetrical type
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Zatalini Giyani
"

Preeklampsia adalah salah satu komplikasi kehamilan yang banyak menyebabkan mortalitas serta morbiditas ibu dan janin. Preeklampsia ditandai dengan timbulnya hipertensi baru pada wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan disertai dengan proteinuria. Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui; Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa kegagalan penurunan kadar Hypoxia Inducible Factor 1 Alpha (HIF-1α) setelah 9-10 minggu kehamilan menyebabkan invasi trofoblas yang dangkal dan transformasi arteri spiralis yang tidak memadai pada awal kehamilan. Kadar HIF-1α dalam jaringan plasenta wanita dengan preeklamsia kehamilan lebih dari 36 minggu masih belum memiliki hasil yang konklusif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mengukur kadar HIF-1α dalam plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan prosedur uji ELISA dengan kit HIF-1α. Hasil kadar HIF-1α dalam jaringan plasenta preeklampsia lebih dari 36 minggu kehamilan berkisar dari 0,008-0,116 pg / mg protein dengan mean value 0,026(0,008-0,116). Pada protein plasenta yang digunakan sebagai parameter pengukuran tingkat HIF-1α, ditemukan bahwa kadarnya lebih rendah pada jaringan plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu. Perbedaan kadar protein yang signifikan terlihat dari uji statistik T-Test dengan nilai p=0,006. Dari analisis data, hasilnya menunjukkan kadar HIF-1α yang jauh lebih tinggi pada jaringan plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal (p = 0,008). Kesimpulan kemudian dibuat bahwa penelitian ini menunjukkan tingkat HIF-1α lebih tinggi secara signifikan pada plasenta preeklampsia, yang dimana temuan ini mendukung teori bahwa kadar HIF-1α yang tinggi secara berkelanjutan selama kehamilan, ikut berperan dalam proses terjadinya preeklampsia.


Preeclampsia is one of the leading maternal and fetal mortality and morbidity pregnancy related complication. It is marked by new onset of hypertension on a previously normotensive pregnant woman along with proteinuria. Exact cause of preeclampsia is yet to be known; however, recent studies suggest that failure of Hypoxia Inducible Factor 1 Alpha (HIF-1α) downregulation after 9-10th weeks of gestation causes shallow trophoblast invasion and inadequate arteries remodeling earlier in pregnancy. Exact level of HIF-1α in placental tissue of women with preeclampsia more than 36 weeks pregnancy still has no conclusive result. Therefore, this study aims to observe and measure level of HIF-1α in placenta of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy in comparison with placenta of normal pregnancy. Measurement is done using assay procedure (ELISA) with HIF-1α kit. Result shows HIF-1α level in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks of pregnancy sample ranges from 0,008-0,116 pg/mg protein with mean value of 0,026(0,008-0,116). Placental protein used as measuring parameter of HIF-1α level, was found to be lower in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy, which is proven to be statistically significant using T-Test (p=0,006). From data analysis, it results shows significantly higher level of HIF-1α in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy compared to normal pregnancy placenta (p=0,008). A conclusion was then made that this study demonstrates significantly higher HIF-1α level in preeclampsia placenta. This finding support theory of sustained high level of HIF-1α in development of preeclampsia.  

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaabitah Rizqilla Anwar
"Kehamilan merupakan proses alami yang terjadi pada wanita. Selama kehamilan, ibu akan mengeluhkan ketidaknyamanan akibat perubahan tubuhnya, seperti nyeri pada punggung bawah. Nyeri punggung bawah banyak dialami ibu hamil karena bertambahnya berat janin yang menyebabkan pergeseran pusat gravitasi ibu. Penekanan yang lebih berat pada punggung bawah yang menimbulkan ketidaknyamanan. Apabila nyeri punggung bawah tidak diatasi dengan baik, maka dapat mengganggu aktivitas sehari-hari salah satunya saat tidur. Tujuan dari penelitian ini memberikan analisis asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan masalah nyeri punggung bawah. Salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri punggung bawah yaitu dengan penerapan senam hamil selama 5 hari berturut- turut. Hasil evaluasi yang didapatkan adanya penurunan skala nyeri 5 menjadi skala nyeri 1 setelah diberikan intervensi selama 5 hari. Pengukuran skala nyeri menggunakan Numeric Rate Scale dan Visual Analogue Scale. Oleh karena itu, karya tulis ini menganjurkan penerapan senam hamil secara teratur pada ibu hamil untuk mengurangi nyeri punggung bawah. Keterbatasan intervensi penerapan senam hamil baru diterapkan pada satu pasien.

Pregnancy is a natural process that occurs in women. During pregnancy, mothers will complain of discomfort due to body changes, such as pain in the lower back. Low back pain is experienced by many pregnant women because of the increasing weight of the fetus which causes a shift in the mother's center of gravity. Heavier pressure on the lower back which causes discomfort. If low back pain is not treated properly, it can interfere with daily activities, one of which is sleeping. The purpose of this study is to provide an analysis of nursing care for pregnant women with low back pain. One of the nursing interventions to treat low back pain is the application of pregnancy exercise for 5 consecutive days. The evaluation results obtained a decrease in the pain scale from 5 to a pain scale of 1 after being given an intervention for 5 days. Pain scale measurement using Numeric Rate Scale and Visual Analogue Scale. Therefore, this paper recommends the application of regular pregnancy exercise for pregnant women to reduce low back pain. The limitations of the intervention in the application of haml exercise were only applied to one patient."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Oktavia
"Latar belakang: Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis (normal) yang memengaruhi seorang wanita secara fisik dan emosional dalam jangka waktu tertentu. Perubahan tubuh yang spesifik selama kehamilan mengakibatkan ibu mengalami ketidaknyamanan, salah satunya adalah kontraksi braxton hicks. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan asuhan keperawatan maternitas pada ibu yang mengalami kontraksi braxton hicks beserta dengan pengaruh relaksasi napas dalam untuk meningkatkan status kenyamanan ibu hamil. Pembahasan: Ibu hamil 29 tahun, G2P1A0, hamil 30 minggu. Ibu mengeluh tidak nyaman di di daerah abdomen (skala 9/10) selama satu bulan belakangan. Ibu mengatakan adanya penurunan status ketidaknyamanan (skala 3-4) setelah dilakukan latihan relaksasi napas dalam selama 7 hari berturut-turut dengan waktu latihan 2x15 menit setiap harinya. Kesimpulan: Kontraksi braxton hicks merupakan suatu ketidaknyamanan yang umum dirasakan oleh ibu hamil trimester III. Kontraksi akan menghambat aliran darah ke janin dan mengakibatkan terjadinya respon psikologis negatif pada ibu. Relaksasi napas dalam terbukti mampu menurunkan tingkat ketidaknyamanan ibu hamil trimester III yang mengalami kontraksi braxton hicks.

Background: Pregnancy is a physiological (normal) process that affects a woman physically and emotionally in a certain period time. Many body changes during pregnancy caused any discomforts to pregnant women, the one is braxton-hicks contractions. This paper aim to report nursing care for pregnant woman who experienced Braxton Hicks contractions with giving a deep breathing relaxation intervention to improve the comfort status of pregnant women. Discussion: Mrs. J., 29 years, G2P1A0 30 weeks pregnancy. She felt many discomfots all over her body, especially in the stomach area (skala 9/10) for a month lately. Mrs. J had been doing deep breath relaxation exercise for 7 days, 2x15 minutes each day. The result of that exercise is Mrs. J feels more comfortable with skala 3-4. Conclusion: Braxton Hicks contractions is common discomforts in third trimester pregnancy. Any contractions will block blood flow to the fetus and make a pregnant woman feels discomfort. Deep breathing relaxation can reduce the discomfort on a pregnant woman who has braxton hicks contractions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Amara Kamila Harlena
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah salah satu penyakit hipertensi ibu hamil. Penyakit ini meningkatkan kejadian komplikasi dan kematian maternal dan neonatus. Banyak karakteristik ibu hamil yang diasosiasikan sebagai faktor risiko preeklamsia berat, diantaranya adalah paritas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia berat pada ibu hamil. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan menggunakan data yang diambil dari laporan jaga Departemen Obstetri dan Ginekologi tahun 2019 dengan metode consecutive sampling. Populasi yang digunakan adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM tahun 2019. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi-square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil: Dari 108 ibu hamil diinklusikan sebagian besar adalah warga DKI Jakarta, tidak bekerja, berusia 20-35 tahun, berstatus paritas nulipara, dan berusia kehamilan ≥37 minggu. Uji bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (p = 0,045). Setiap paritas mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap kejadian preeklamsia berat, odds ratio yang didapat adalah sebagai berikut: nulipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), dan multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat. Multiparitas merupakan satu-satunya paritas yang menjadi faktor risiko preeklamsia berat.

Background: Preeclampsia with severe features is one of hypertension disorders of pregnancy. It can increase maternal and neonate complication as well as their mortality rate. There are many maternal characteristics that can be considered as risk factors of preeclampsia with severe features, parity being one of it. Therefore, this study aims to determine the association between parity and preeclampsia with severe features incidence in pregnant women. Methods: This cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) using data collected consecutively from morning conference report of Obstetrics and Gynecology Department, 2019. The case population is pregnant women who gave birth at RSCM in 2019. The association of parity and severe preeclampsia incidence was analyzed using Chi-square test (degree of confidence 95%). Results: From 108 pregnant women included in this study, majority of the patients belong to these characteristics: located in DKI Jakarta, aged 20-35 years old, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. The Chi-square test showed that parity has significant association with preeclampsia with severe features (p = 0,029). Each parity category showcased different odds ratios, meaning they have different effect towards preeclampsia with severe features incidence. Said odds ratios are as followed: nullipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), and multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Conclusion: There is a significant association between parity and preeclampsia with severe features incidence. Multiparity is the only parity that becomes the risk factor of severe preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Wicensius Parulian
"Preeklampsia berat (PEB) berefek negatif pada ibu dan bayi. Pada ibu, terdapat angka kematian maternal yang tinggi akibat PEB, sedangkan pada bayi, salah satu masalah yang serius ialah penurunan skor Apgar ketika bayi lahir. Masih sedikit penelitian yang menunjukkan hubungan antara kondisi preeklampsia pada ibu dengan kondisi bayi pada saat dilahirkan.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui PEB dan hubungannya dengan skor Apgar bayi sebagai indikator kondisi fisiologis bayi ketika lahir. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross-sectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien ibu hamil di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2011 (n=2223).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PEB adalah 16,3%. Rerata skor Apgar bayi pada menit ke-5 adalah 8,1 (SD 1,7). Pasien dengan PEB memiliki risiko 1,67 kali lebih besar (95% CI 1,61—1,72) daripada pasien tanpa PEB untuk memiliki bayi dengan skor Apgar yang rendah. Dengan uji Chi-square diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan proporsi bayi dengan skor Apgar. Terdapat hubungan yang signifikan antara skor Apgar dan prevalensi PEB di RSCM pada tahun 2011 (p<0,0001).

Severe preeclampsia contributed negative effects to both maternal and neonatal problems. It contributed to the high prevalence of maternal death and a serious neonatal outcome which is the depressed Apgar score. There were still few researches exploring the relationship between severe preeclampsia and neonatal outcomes.
The objective of this study was to know the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 and its relationship with Apgar score as indicator of physiological condition of neonates at birth. The design of this study was cross-sectional which used medical records of patients at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 as samples (n=2223).
The result of this study showed that the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 was 16,3%. The mean of Apgar score at the 5th minute of neonates in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 was 8,1 (SD 1,7). Patients with severe preeclampsia had 1,67 times higher risk (95% CI 1,61—1,72) than patients without severe preeclampsia to have neonates with depressed Apgar score. There was a significant association between prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 and Apgar score (p<0,0001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gisheila Ruth Anggitha N.
"Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal di Indonesia. Suatu studi menyatakan Preeklampsia Berat (PEB) merupakan penyebab kematian ibu sebesar 1,5-25% dan bayi 45-50% di Indonesia. Status paritas dinilai menjadi salah satu faktor penting terhadap tingginya angka kejadian PEB. Walaupun sudah cukup banyak studi epidemiologi mengenai kaitan antara PEB dan paritas, sangat disayangkan RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pusat rujukan nasional belum pernah melaporkan data serta analisis kasus PEB.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi tentang distribusi karakteristik sosiodemografi pasien RSCM, prevalensi PEB di RSCM, serta hubungan antara status paritas dan PEB. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang. Data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis pasien Departemen Obstetri Ginekologi RSCM sepanjang tahun 2011. Dari 2517 data, 2462 data memenuhi kriteria yang kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square.
Pada penelitian ini ditemukan karakteristik sosiodemografi pasien hamil RSCM berasal dari Jakarta (79,05%), beragama Islam (87,98%), pendidikan terakhir SMA (35,2%), ibu rumah tangga (71%), dan menggunakan jaminan persalinan (44%). Prevalensi angka kejadian PEB di RSCM tahun 2011 sebesar 16,4%. Status paritas memiliki hubungan yang signifikan dengan prevalensi angka kejadian PEB di RSCM tahun 2011, dengan proporsi angka kejadian PEB paling tinggi ada pada kelompok grande multipara (24,3%).

Preeclampsia is one of the major causes of maternal and fetal morbidity and mortality in Indonesia. One study showed that severe preeclampsia caused 1,5-25% of maternal death and 45-50% of neonatal death in Indonesia. Parity seems to become one of the major risk factors that contribute to the high incidence of severe preeclampsia. Although there have been many studies about epidemiology of correlation between parity and preeclampsia, RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) as a central national refferal hospital has not yet reported any data and analysis about severe preeclampsia case.
The aim of this study was to know about the characteristics sosiodemographic of obstetric patients, prevalence of severe preeclampsia, and relationship between parity and prevalence of severe preeclampsia in RSCM in 2011. The method used in this study was cross sectional. The data were obtained from medical record of all patients from Department Obstetric Gynecologic RSCM in 2011. From 2517 data, 2462 data were fulfilled research criteria, and were analyzed using Chi-Square test.
Through this study, we obtained some characteristics of maternal in RSCM, i.e. originated from Jakarta (79,05%), Moslem (87,98%), last educational was high school (35,2%), housewife (71%), and had labor inssurance (44%). Prevalence of severe preeclampsia in RSCM in 2011 was 16,4%. There was a significant relationship between parity and incidence of severe preeclampsia in RSCM in 2011 (p=0,002), which the highest proportion of incidence severe preeclampsia was in the grande multipara group (24,3%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Viryawan
"ABSTRACT
Kehamilan dengan preeklampsia berat (PEB) merupakan kehamilan risiko tinggi, yang dapatmenyebabkan kematian ibu bahkan bayi. PEB merupakan theory of disease, dengan banyak faktorrisiko dan penyebab, salah satunya adalah tingginya kadar gula darah yang umum terjadi pada ibuhamil. Penelitian ini bertujuan mencari prevalensi PEB dan hubungannya dengan kadar glukosa darahsewaktu. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan subjek seluruh ibu hamil dirumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2011 yang memenuhi kriteria penelitian; datadidapat dari rekam medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PEB di RSCM selamatahun 2011 adalah 16.4% dan prevalensi pasien hamil yang terdeteksi mempunyai peningkatan guladarah sewaktu adalah 8.3%. Dengan uji Chi-square untuk mengetahui beda proporsi antara kehamilandengan PEB dan tidak PEB pada kelompok kadar glukosa darah rendah, sedang dan tinggi didapatkanhasil yang signifikan (p=0.004). Disimpulkan bahwa kadar gula darah sewaktu ibu hamil berhubungandengan prevalensi PEB.

ABSTRACT
Pregnancy with severe preeclampsia is a high risk pregnancy, which can lead to maternal and babies
death. Severe preeclampsia is a theory of disease that has numerous risk factors, including elevation
of blood glucose that is common occurred in pregnancy. This study aimed to know the relationship
between maternal blood glucose levels and the prevalence of severe preeclampsia. This study used
cross-sectional methods. Subject was pregnant women in Cipto Mangunkusumo hospital (RSCM )in
the year 2011 who fullfil the research criteria; data were obtained from medical records. The results
showed that the prevalence of severe preeclampsia in RSCM during 2011 was 16.4%, and the
prevalence of pregnant patients who had an elevation of blood sugar level was 8.3%, and there was
significant relationship between severe preeclampsia with elevation of blood sugar (Chi-square test;
p=0.004). In conclusion, maternal blood sugar levels is related to the prevalence of severe
preeclampsia."
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Putri
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah gangguan kehamilan berupa onset baru hipertensi dan proteinuria disertai gejala berat pada usia gestasi ≥20 minggu. Sindrom kehamilan ini merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh dunia. Terdapat berbagai faktor risiko preeklamsia, salah satunya adalah usia maternal ekstrem (<20 tahun dan >35 tahun). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia maternal ekstrem dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 100 sampel ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan metode consecutive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM. Data pasien diperoleh dari laporan jaga tindakan persalinan dan rekam medis elektronik Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM pada periode Maret 2019-Oktober 2019.  
Hasil: Subjek penelitian ini memiliki karakteristik sebagian besar berasal dari DKI Jakarta, berusia 20-35 tahun, bekerja, status paritas nullipara, dan usia gestasi ≥37 minggu. Sebanyak 34% (17 dari 50 subjek) pada kelompok ibu dengan preeklamsia gejala berat dan 16% (8 dari 50 subjek) pada kelompok ibu tanpa preeklamsia gejala berat berusia ekstrem. Berdasarkan analisis bivariat dengan uji Chi-square, diperoleh hubungan yang signifikan (p = 0.038) antara usia maternal ekstrem dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (OR 2,705, IK 95% 1,040-7,036).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara usia maternal dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat di RSCM. Usia maternal ekstrem (<20 tahun dan >35 tahun) merupakan faktor risiko preeklamsia dengan gejala berat.

Introduction: Preeclampsia with severe features is a pregnancy disorder of new onset hypertension and proteinuria after 20 weeks gestational age. It is the leading cause of maternal and perinatal morbidity and mortality worldwide. There are various risk factors of preeclampsia, one of them is extreme maternal age (<20 years and >35 years). This study aims to determine the association between extreme maternal age and preeclampsia with severe features incidence.
Method: A cross-sectional study was conducted on 100 samples of pregnant women who met the inclusion and exclusion criteria using consecutive sampling method. The population in this study are pregnant women who gave birth at RSCM. Patient’s data was obtained from the delivery report and electronic health record of the Obstetrics and Gynecology Department RSCM from March to October 2019.

Result: The subjects of this study are mostly from DKI Jakarta, aged 20-35 years, working, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. A total of 34% (17 of 50 subjects) in the preeclampsia group and 16% (8 of 50 subjects) in the control group are in the extreme age. Based on Chi-square test, there is a significant association (p = 0.038) between extreme maternal age and the incidence of preeclampsia with severe features (OR 2.705, 95% CI 1.040-7.036).
Conclusion: There is a significant association between maternal age and the incidence of severe preeclampsia in RSCM. Extreme maternal age is a risk factor of preeclampsia with severe features.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Hari Kurniawan
"Tesis ini bertujuan mengetahui kadar vitamin D dan zinc serum pasien preeklamsia berat dan hamil normal, mengetahui hubungan antara kadar vitamin D dan zinc dengan kejadian preklamsia berat, dan prevalensi preeklamsia berat di RSCM. Penelitian ini merupakan observasional potong lintang. Subyek penelitian adalah perempuan hamil yang menjalani persalinan di Kamar Bersalin RSCM pada Januari sampai dengan April 2014. Terdapat 22 subyek kelompok preeklamsia berat dan 22 subyek kelompok hamil dengan tekanan darah normal. Hasil penelitian didapatkan rerata kadar vitamin D dan median kadar zinc lebih rendah pada kelompok preeklamsia berat dibandingkan hamil normal, namun tidak berbeda bermakna. Kadar vitamin D dan zinc tidak berhubungan bermakna dengan kejadian preklamsia berat, dengan p=0,689 dan 0=0,517. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di RSCM adalah 31,07%, dengan rincian sebagai berikut: hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklamsia ringan, preeklamsia berat, preeklamsia berat superimposed, sindrom HELLP, dan eklamsia gravidarum adalah 0,54%, 2,14%, 1,96%, 17,14%, 3,21%, 4,64%, dan 1,44%.

The purpose of this investigation was to examine the maternal plasma level of vitamin D and zinc in cases of severe preeclampsia compare to normal pregnancy, to know association between level of vitamin D and zinc and severe preeclampsia, and to know prevalence of severe preeclampsia in Cipto Mangunkusumo. This is a cross sectional observational study. Subjects were pregnant women who gave birth in delivery room Cipto Mangunkusumo Hospital in between January and April 2014. There are 22 subjects in severe preeclampsia group and 22 subjects in normotensive pregnancy. Subject with severe preeclampsia were noted to have lower maternal vitamin D and zinc level to normotensive pregnancy with not significant statistically (p 0,689 and p 0,517). Prevalence of hypertension in Cipto Mangunkusumo hospital is 31,07% which is contain of: chronic hypertension 0,54%, gestational hypertension 2,14%, mild preeclampsia 1,96%, severe preeclampsia 17,14%, superimposed severe preeclampsia 3,21%, HELLP syndrome 4,64%, and eclampsia 1,44%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>