Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reyhan Anindya Untoro
"Pteraeolidia ianthina adalah Nudibranchia yang dapat ditemukan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Pulau Rambut dan Pulau Air merupakan dua pulau di Kepulauan Seribu yang memiliki kondisi berbeda akibat perbedaan jarak dengan perairan Teluk Jakarta yang tercemar. Perbedaan kondisi kedua pulau dapat berpengaruh terhadap kandungan metabolit biota perairan, termasuk P. ianthina. Penelitian dilakukan untuk menganalisis profil metabolit sekunder sampel P. ianthina dari Pulau Rambut dan Pulau Air. Tujuh sampel P. ianthina diambil dari kedua pulau dengan metode jelajah bebas dan dipreservasi menggunakan metanol 96%. Sampel dibuat menjadi ekstrak kasar untuk dianalisis lebih lanjut. Ekstrak yang didapat dianalisis menggunakan instrumen HPLC. Data kromatogram HPLC dianalisis lebih lanjut menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dan Hierarchical Cluster Analysis (HCA). Hasil analisis kromatogram HPLC ke-7 sampel menunjukkan 5 common peak dengan luas area yang berbeda yang menandakan keberadaan senyawa yang sama pada setiap sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Hasil analisis PCA dan HCA mengelompokan sampel menjadi 2 klaster. Pengelompokan yang didapat tidak sesuai dengan lokasi pengambilan sampel. Hasil penelitian yang didapatkan kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan seperti kekeruhan dan pencemaran serta faktor usia sampel.

Pterarolidia ianthina is a Nudibranch that can be found on Thousand Island, DKI Jakarta, including at Rambut Island and Air Island. These two island have different environmental characteristics due to their locations relative to the poluted Jakarta Bay waters. These differences may affect the metabolic profiles of the marine organisms that lives in those waters. The aim of this research is to analyze the metabolite profile of P. ianthina samples taken from Rambut Island and Air Island. Seven samples were taken from both island and preserved with 96% purity technical grade methanol. Crude extract were made from the preserved samples. The extract were then analyzed using an HPLC instrument. The chromatogram data were analyzed further using Principal Component Analysis (PCA) and Hierarchical Cluster Analysis (HCA) method. HPLC Chromatogram analysis shows 5 common peaks found on each samples with variable peak areas suggesting the existence of same metabolite compounds with different concentrations. PCA and HCA analysis shows the samples were grouped into two major clusters with no correlation to the sampling locations. The results may be due to effects of factors such as environmental factors or age variation in the samples."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto Kusnadi
"Pulau kecil merupakan pulau yang memiliki keanekaragaman yang spesifik, sumberdaya aiam yang terbatas dangan masyarakat yang memiliki karakteristik sosial budaya yang beradaptasi dengan kehidupan pulau. Ekosistem kapulauan memiliki karakteristik adanya keterbataaan daya dukung Iingkungan baik lahan maupun air sebagai kebutuhan dasar.
Pulau Panggang merupakan pulau dengan Iuas 9 Ha, pada tahun 2001 dihuni oleh 3.275 jiwa dengan kepadatan 364 jiwa/ha adalah melebihi kepadatan kota Jakarta (144 jiwa/ha). Kepadatan penduduk, di pulau kecil akan mengakibatkan terjadinya tekanan tarhadap Iingkungan dan berdampak pada penurunan sumberdaya pulau. Air bersih akan semakin langka dan mahal yang pada akhimya akan membebani perekonomian masyarakat pulau. Untuk mengatasi masalah tekanan penduduk terhadap sumberdaya air maka di pulau kecil harus dilakukan pengelolaan air bersih dengan tujuan untuk mempertahankan ketersadiaan air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk pulau.
Pangelolaan air bersih di Pulau Panggang menjadi masalah penting karena keterbatasan sumber air bersih dan kemampuan masyarakat untuk membayar. Hingga saat ini penduduk Pulau Panggang memanfaatkan air bersih dari air hujan yang ditampung daiam tangki/bak penampungan. Penurunan kualitas Iingkungan dapat teridentifikasi dan penurunan kuantitas dan kualitas air sumur dangkal yang telah tercemar oleh Iimbah rumah tangga dan air laut.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan belum dilakukan pengelolaan air bersih secara Iestari, membuat model pengelolaan air bersih secara Iestari dan mengidentifikasi faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan air bersih secara lestari. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah: Bila curah hujan total Iebih besar atau sama dengan jumlah kebutuhan air bersih penduduk puiau kecil, dengan melakukan pengelolaan air bersih secara Iestari maka kebutuhan air bersih penduduk dapat terpenuhi dan air hujan (air hujan dan air tanah dangkal).
Peneiitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah ex post facto dan survei. Pengambilan sampel untuk kuesioner dilakukan dengan metode simple random sampling, dan kualitas air ditentukan berdasarkan uji fisik, kimia, dan bakteri coli.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui kebutuhan air bersih penduduk Pulau Panggang sebanyak 70 Iiter/orang/hari atau sebanyak 6.877,5 m3/bulan. Jumlah curah hujan rata-rata yang jatuh di wilayah Kepulauan Seribu sebanyak 127,5 mm/bulan atau 11.473,5 m3/bulan. Air Iarian sebanyak 3.442,05 m3/buIan. Neraca air di Pulau Panggang dengan laju pertambahan penduduk 1,8%/tahun maka hingga tahun 2026 akan terjadi surplus air bersih, dan pada tahun 2027 akan terjadi defisit air bersih.
Penerapan teknologi RO di Pulau Panggang di nilai tidak Iestari karena, tujuan pembangunan RO hanya untuk memenuhi kebutuhan air minum sebesar 8 Iiter/jiwa/hari. Kebiasaan masyarakat adalah mengkonsumsi air hujan sehingga pada musim hujan penduduk Pulau Panggang tidak memanfaatkan air RO sehingga akan menjadi beban pemerintah dalam mengoperasikan unit pengolahan air bersih tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan di Pulau Panggang belum dilakukan pengelolaan air bersih secara Iestari, disebabkan:
1). Pengelolaan air bersih masih bersifat sektoral oleh antar instansi.
2). Belum adanya konsep -pengelolaan air bersih dengan biaya murah sehingga tidak membebani anggaran pemerintah atau sesuai dengan tingkat ekonomi penduduk pulau Panggang.
3). Keterbatasan sumberdaya manusia dan sumber ekonomi masyarakat Pulau Panggang.
Untuk mengatasi masalah kebutuhan air bersih di Pulau Panggang harus melakukan pengelolaan air bersih secara Iestari, meliputi:
1). Teknologi tepat guna Teknologi pengelolaan air bersih yang diterapkan dengan berdasarkan pada sifat dan fungsi Iingkungan alami pulau, dapat diterapkan dan sesuai dengan Iingkungan binaan dan lingkungan sosiai. Teknologi yang digunakan dapat dilaksanakan oleh masyarakat dan memberikan manfaat sesuai tujuan pengelolaan air bersih.
2). Pengelolaan kuantitas air bersih, yaitu untuk meningkatkan jumlah relatif air bersih terhadap jumlah penduduk. Meliputi:
a). Pemanenan air hujan, yaitu melakukan penangkapan air hujan dari atap dan ditampung dalam tangki/bak penampungan. Tempat penampungan air hujan harus dimiliki oleh setiap rumah dan di dalamnya dapat diberikan treatment sehingga air yang masuk ke dalam tangki tidak tercemar oleh pencemar yang ada pada Iingkungan dan dapat menambah mineral yang dibutuhkan oleh manusia.
b). Penataan ruang dan mengatasi masalah kepadatan jumlah penduduk, melakukan penghijauan pada daratan pantai yang sesuai dengan Iingkungan pulau.
c). Hemat dalam memanfaatkan air bersih.
3). Pengelolaan kualitas air bersih.
Bertujuan untuk mencegah bahan pencemar masuk ke dalam air bersih, baik yang ada dalam penampungan atau yang tersimpan sebagai air tanah dangkal. Pengeloaan kualitas air bersih dapat dilakukan dengan: perbaikan sanitasi dan pengendalian pengambilan air tanah.
Hal berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan air bersih secara lestari adalah:
1). Adanya konsep pengelolaan air bersih secara Iestari dengan menyesuaikan dengan sifat Iingkungan alam, Iingkungan binaan dan Iingkungan sosial.
2). Adanya koordinasi antara dinas terkait dalam melakukan kegiatan pengelolaan air bersih.
3). Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan air bersih secara lestari.
4). Sosialisasi pengelolaan air bersih secara menerus sehingga pengelolaan air bersih secara lestari dapat menjadi salah satu bagian dari aktivitas kehidupan penduduk pulau.

Small islands are islands that possess spesific diversity, limited natural resources with its people having social and cultural characteristics that adapts to the archipelago life. The island ecosystem has the characteristic of the limited environment condition to support their basic needs, both land and water.
Panggang is an island with an area of 9 Ha. ln 2001, 3.275 people live here and its density population of 364 people/Ha outnumbered the density population of Jakarta (144 people/Ha). Such a high population in a small island can cause pressures on the environment and contribute to the deterioration of the island?s natural resources. Clean water will become rare and unaffordable and therefore burden the economic of the local community. To overcome the problem of the people?s pressures toward water resources, a management of clean water has to be conducted in the purpose of preserving the clean water supply that is useful for the local community.
Clean water management has become an important issue on Panggang lsland because of the limited resources of clean water and the people?s lacking ability to pay for it. The people on Panggang Island have been using clean water that comes from rain, which is restored in reservoir. The environment quality deterioration can be identified from the decreasing quantity and quality of the land water, which has been contaminated by house waste pollution and seawater.
The objectives of this research are for identification some factors which causes there is no sustainability of clean water management; for create a sustainability of clean water management model; and for identitication. which factors that, can causes this sustainability of clean water management to be succeed.
The proposed hypothesis in this research is: When total rainfall is bigger than or is the same as total of clean water that people need on small island, with a sustainability of clean water management, the need of clean water of those people can be fulfilled by using water from rainwater (rain and shallow groundwater).
This research is descriptive with a qualitative and quantitative approach. The research method used is ex-post facto and survey. The sampling for the questionnaire is completed by using the simple random sampling, and the water quality is determined from its physical and chemical test and also we do on colli bacteria test.
Based on the result of this research, it is known that the need of clean water of the people on Panggang Island is 70 Iiter/people/day or approximately 6.877,5 m3/month. The amount of the rainfalls in Kepulauan Seribu area is approximately 127,5 mm/month or 11.473, 5 m3/month. The water flow is 3.442,06 m3/month. Based on the clean water scales in Panggang island and 1,8%/year the people rapid population growth, it is assumed that there will be a surplus of clean water in 2026, and will be a deficit in 2027.
The use of the reverse osmosis technology on Panggang island is considered because the purpose ofthe reverse osmosis enstabilishment is merely to fulfill the need of clean water for 8 liter/people/day. The people usually consume rainwater, therefore in the rainy seasons the Panggang lsland?s local communities do not use the osmosis-reversed water, and this becomes a burden for local govemment in operating the clean water management.
Based on the result of this research, it can be concluded that in Panggang Island, the clean water management has not been yet conducted in a sustainable way. This is caused by :
1). The clean water management on small islands is still sectional and conducted merely by certain institutions.
2). There has not been a concept of clean water management with a small budget that does not burden the local govemmenfs fiscal year, nor that suites the economy level of the Panggang Island community.
3). The limit of human resources and financial sources for Panggang lsland's community.
To overcome problem of clean water necessity in Panggang island, a sustainable management of clean water must be conducted. this includes :
1). Efficacious technology.
The technology of clean water management, which is used based on the characters and functions of the natural environment, shall be accepted and also be suited in the developed and social environment. So it can be conducted by the community and thus give advantages adjusted to the purpose of the clean water management
2). The clean water quantity management, is to increase the relative amount of clean water toward the people which includes :
a). Rain water harvesting, is to seize rainwater from roofs and restore them in the reservoir. Every house has to have a reservoir for rain water. They can give treatment inside of the tank to prevent water that fall into the reservoir from being contaminated by environmental contamination and to add minerals needed by human.
b). Reforestation the whole island and solving the population problem, planting on the coastline that is suitable with the island's environment
c). Economizing the clean water.
3). Clean water quality management
The purpose of the clean water quality management is to prevent clean water, which is restored in the reservoir and in around shallow water, from being contaminated by environmental contamination. The clean water quality management could e conducted with repairing the sanitary equipments and controlling the the ground extraction.
Things that give contributions to the successfulness of a sustainable clean water management of clean water are :
1). The concept of clean water management by adjusting to the natural environment characters as well as to the developed and social environment.
2). An obligation to have a good social coordination between the relative institutions in conducting the activities of the clean water management.
3). Including the people in managing the clean water in sustainable way.
4). A continous socialization of the clean water management in order to make it as one of the activities that becomes a habit ofthe people in doing their activities."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Hakim A. 2010. The diversity of secondary metabolites from Genus Artocarpus (Moraceae). Nusantara Bioscience 2:146-156.
Several species of the Artocarpus genus (Moraceae) have been investigated their natural product. The secondary metabolites
successfully being isolatad from Artocarpus genus consist of terpenoid, flavonoids, stilbenoid, arylbenzofuran, neolignan, and adduct
Diels-Alder. Flavonoid group represent the compound which is the most found from Artocarpus plant. The flavonoids compound which
are successfully isolated from Artocarpus plant consist of the varied frameworks like chalcone, flavanone, flavan-3-ol, simple flavone,
prenylflavone, oxepinoflavone, pyranoflavone, dihydrobenzoxanthone, furanodihydrobenzoxanthone, pyranodihydrobenzoxanthone,
quinonoxanthone, cyclopentenoxanthone, xanthonolide, dihydroxanthone."
570 NBS 2:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Fauzi Firdaus
"Diare wisatawan (Traveler's Diarrhea) adalah buang air besar lebih dari tiga kali dalam 24 jam dengan konsistensi encer, umum terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Sekitar 60% kasus TD disebabkan oleh Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Aeromonas. Indonesia mencatat angka kejadian TD tertinggi di Asia Tenggara, mencapai 19%. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab TD pada wisatawan nusantara di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, dengan fokus pada sumber konsumsi air minum dan karakteristik individu (usia, perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS), lama menginap, dan tempat menginap). Desain studi penelitian adalah cross-sectional dengan 173 responden, dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan kejadian TD di Pulau Tidung (11%), lebih rendah dibandingkan angka kejadian TD di Indonesia (19%) maupun Asia (20-60%). Faktor yang menunjukkan hubungan signifikan dengan kejadian TD di Pulau Tidung adalah sumber konsumsi air minum (p=0,000, OR=23,750), perilaku CTPS (p=0,012, OR=3,786), dan tempat menginap (p=0,053, OR=3,380). Analisis multivariat mengidentifikasi sumber konsumsi air minum (p=0,000, OR=24,986) dan tempat menginap (p=0,042, OR=3,797) sebagai faktor risiko dominan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kejadian diare wisatawan (TD) di Pulau Tidung lebih rendah dibandingkan Indonesia dan Asia. Faktor risiko dominan TD adalah sumber air minum dan tempat menginap. Oleh karena itu, Penting untuk meningkatkan pengawasan sanitasi air minum dan kebersihan tempat menginap. Otoritas kesehatan, seperti puskesmas, disarankan memperkuat pemantauan sanitasi di tempat-tempat umum yang sering dikunjungi wisatawan.

Traveler's Diarrhea (TD) is characterized by passing loose stools more than three times within 24 hours and is common in developing countries like Indonesia. Approximately 60% of TD cases are caused by pathogens such as Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, and Aeromonas. Indonesia has the highest TD incidence in Southeast Asia, reaching 19%. This study aims to analyze the factors causing TD among domestic tourists in Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, focusing on water consumption sources and individual characteristics (age, handwashing behavior with soap (CTPS), length of stay, and accommodation). The study used a cross-sectional design with 173 respondents, analyzed using chi-square tests and binary logistic regression. Results showed that the TD incidence in Pulau Tidung was 11%, lower than in Indonesia (19%) and Asia (20-60%). Significant factors associated with TD in Pulau Tidung were water consumption source (p=0,000, OR=23,750), CTPS behavior (p=0,012, OR=3,786), and accommodation (p=0,053, OR=3,380). Multivariate analysis identified water consumption source (p=0,000, OR=24,986) and accommodation (p=0,042, OR=3,797) as dominant risk factors. The study concludes that TD incidence in Pulau Tidung is lower compared to Indonesia and Asia. Dominant risk factors for TD are water consumption sources and accommodation. Therefore, it is crucial to improve sanitation monitoring of drinking water and accommodation hygiene. Health authorities, such as local health centers, should enhance sanitation monitoring programs in public areas frequently visited by tourists."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hilmi Rizadha
"Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, membuat Indonesia memiliki banyak perbedaan pada kondisi lingkungan, tingkat keanekaragaman hayati, hingga pada tingkat komposisi kimia dan kuantitas suatu senyawa yang terdapat dalam suatu makhluk hidup, salah satunya adalah senyawa metabolit sekunder. Hal ini membuat perlu adanya analisis secara metabolomik terhadap suatu makhluk hidup dengan membandingkan lokasi yang berbeda. Phyllidiella nigra merupakan salah satu Nudibranchia yang banyak ditemui di Pulau Rambut dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra mendapatkan metabolit sekunder dari mangsanya dengan cara mengakumulasi kemudian memanfaatkan senyawa metabolit sekunder untuk peran ekologisnya seperti sebagai antimicrobial, antifeedant, dan antifouling. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui perbandingan metabolit sekunder pada Phyllidiella nigra di lokasi yang berbeda yaitu Pulau Rambut dan Pulau Pramuka. Sampel diambil dengan cara jelajah bebas sebanyak sepuluh sampel. Metabolit sekunder diekstraksi menggunakan metanol 96%, diuapkan, kemudian dideteksi menggunakan GC-MS. Data kemudian dianalisis dengan PCA dengan scatter plot dan HCA dengan dendrogram. Terdapat delapan senyawa yang dapat dianalisis, tiga senyawa diantaranya memiliki pengaruh yang tinggi dalam pembentukan kelompok yaitu 1-propene-1,2,3-tricarboxylic acid, tributyl ester; tributyl acetylcitrate; dan phenol, 2,4-bis (1,1- dimethylethyl)-. Senyawa metabolit sekunder di kedua pulau tidak ditemukan adanya perbedaan karena berdasarkan PCA dan HCA, sampel di kedua pulau saling campur dan tidak membentuk kelompok sesuai lokasinya yaitu Pulau Rambut dan Pulau Pramuka.

As one of the largest archipelagic countries in the world that is rich in biodiversity, Indonesia has various environmental conditions and biodiversity, either at the chemical composition and quantity contained in a living thing such as secondary metabolites. Hence, there is a need to perform a metabolomic analysis of a living thing that lived at different locations. Phyllidiella nigra is one of the Nudibranchia that is commonly found on Rambut Island and Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra accumulates secondary metabolites from its prey and then used the compounds for several ecological roles such as antimicrobial, antifeedant, and antifouling. This study analyses and compares the secondary metabolites of Phyllidiella nigra from two different locations, namely Rambut Island and Pramuka Island. Samples were taken by free-roaming as many as ten. The secondary metabolites were extracted using 96% methanol, evaporated, and then detected using GC-MS. Data was then analyzed by PCA with scatter plot and HCA with dendrogram. Eight compounds could be analyzed, three of which were dominant on group formation, namely 1-propene-1,2,3-tricarboxylic acid, tributyl ester; tributyl acetylcitrate; and phenol, 2,4-bis (1,1-dimethylethyl)-. There were no differences in the secondary metabolites between islands. Based on PCA and HCA, the samples on the two islands mixed and did not form groups according to their location, namely Rambut Island and Pramuka Island."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiyanisa
"Air menjadi kebutuhan esensial untuk masyarakat untuk memenuhi kebutuhan domestik. Namun, sulit untuk mengakses air bersih yang terjamin kualitasnya. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di kepulauan. Salah satu sumber air bersih yang dimanfaatkan adalah air hujan. Studi deskriptif kuantitatif ini dilakukan untuk menggambarkan kualitas air hujan yang dimanfaatkan sebagai air minum dan kondisi kesehatan masyarakat studi kasus di Pulau X, Kepulauan Seribu Tahun 2024. Variabel yang diteliti adalah untuk kualitas air hujan yang diambil di tiga titik sampel per RW, yaitu parameter bau, parameter biologi (E. coli), parameter kimia Selenium (Se), Mangan (Mn), Fluorida (F), dan Sulfat (SO4). Pengumpulan data parameter pendukung perawatan PAH, kondisi dan kualitas PAH menggunakan kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 90. Kemudian, data sekunder terkait kondisi kesehatan masyarakat dengan indikator diare dan kaitannya dengan kejadian stunting akibat kerusakan vili usus dan menyebabkan malabsorbsi nutrisi akan diakses dari Puskesmas Pulau X. Setelah dilakukan uji laboratorium dan analisis univariat, kualitas air hujan di Pulau X belum memenuhi standar untuk konsumsi sehari-hari karena mengandung bakteri E. coli terdeteksi dalam sumber air hujan dan konsentrasi mineral esensial terdeteksi dalam jumlah yang sangat sedikit selenium, mangan, fluorida, dan sulfat yang diperlukan oleh tubuh sehingga dapat berkaitan dengan kejadian stunting akibat kekurangan mineral dan kejadian diare persisten.

Water is an essential to meet domestic needs. However, it is difficult to access drinking-water that is as safe as practicable. Especially for people who live on the small islands. One source of clean water that can be used is rainwater. This quantitative descriptive study was to describe the quality of rainwater used as drinking water and the health conditions of the community at X Island, Kepulauan Seribu. Biological parameters (E. coli), chemical parameters Selenium (Se), Manganese (Mn), Fluoride (F), and Sulfate (SO4). Data collection on supporting parameters for treatment, condition and quality of rainwater harvesting used a questionnaire with a total of 90 respondents. Then, secondary data related to public health conditions with indicators of diarrhea and its relation to the incidence of stunting due to damage to intestinal villi and causing malabsorption of nutrients will be accessed from the Island X Community Health Center. After laboratory tests and univariate analysis, the quality of rainwater on X Island contains E. coli were detected and essential mineral concentrations were detected in very small amounts so it can be related to stunting due to mineral deficiencies and persistent diarrhea."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kyra Bestari Wicaksono
"Penelitian mengenai mikroplastik pada teripang Holothuria leucospilota Brandt, 1835 , air, dan sedimen di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis mikroplastik pada teripang, mengetahui korelasi antara jumlah mikroplastik pada organ respirasi, saluran pencernaan, sedimen yang dikonsumsi teripang, air, dan sedimen. Sampel teripang, air, dan sedimen diambil dari 3 stasiun berbeda, yaitu pada wilayah barat, timur, dan selatan Pulau Rambut. Analisis jumlah mikroplastik dilakukan dengan cara mengisolasi mikroplastik pada setiap sampel. Isolasi pada sampel teripang dilakukan dengan melarutkan organ respirasi dan saluran pencernaan di dalam larutan HNO3, sementara sampel air, sedimen, dan sedimen yang dikonsumsi dilakukan dengan cara pemisahan berdasarkan ukuran dan massa jenis dengan perendaman dalam larutan NaCl jenuh. Berdasarkan hasil yang diperoleh, organ respirasi mengandung jumlah film tertinggi dibandingkan organ lainnya, yaitu 4,7 partikel/g. Fiber dominan pada saluran pencernaan dan sedimen didalamnya, yaitu 2,34 dan 1,4 partikel/g secara berturut-turut. Rata-rata jumlah mikroplastik di air dan sedimen yaitu, 21,5 partikel/L air laut dan 15.420 partikel/kg sedimen kering. Mikroplastik jenis film dominan pada sampel air, sedangkan fragmen dominan pada sedimen. Terdapat korelasi antara jumlah mikroplastik pada organ respirasi dengan air; sedimen dengan sedimen yang dikonsumsi; fiber, film, dan granula pada sedimen yang dikonsumsi dengan saluran pencernaan.

The research on microplastic in the Sea Cucumber Holothuria leucospilota Brandt, 1835 , Water, and Sediment at Rambut Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta aims to determine the amount and types of microplastic in sea cucumbers, the correlation of microplastic amount in the sea cucumber rsquo s respiratory organ, intestine, sediment consumed by the sea cucumber, water, and sediment. Microplastic polymeres were also identified. Samples of sea cucumbers, water, and sediments were collected from 3 different stations, which were the west, east, and south region of Rambut Island. The analysis of microplastic amount and types was done by isolating microplastics in each sample. The sea cucumber rsquo s respiratory organ and intestine was dissolved in HNO3, whereas separation by size and density by immersion in saturated NaCl solution was performed on the consumed sediment, water, and sediment samples. The respiratory organ contained the most amount of film, i.e. 4,7 particles g. Fiber were dominant in the intestine and the consumed sediment, i.e. 2,34 and 1,4 particles g respectively. The average amount of microplastic in water and sediment samples were 21,5 particles L sea water and 15.420 particles kg dry sediment. Film was dominant in water, while fragment was dominant in sediment. There was a correlation between the amount of microplastic in the respiratory organ and water sediment and consumed sediment fiber, film, and granule in the consumed sediment and intestine.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masengi, Gersom
"Mikroplastik merupakan salah satu polutan di lingkungan berukuran mikro yang menjadi permasalahan global oleh tingginya penggunaan plastik masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelimpahan dan kandungan jenis mikroplastik pada air laut, sedimen, serta daun lamun Enhalus acoroides di Taman Nasional Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Sampel air disaring dengan plankton net sementara sedimen dikeringkan dalam oven hingga berat konstan, kemudian masing- masing dicampur dalam NaCl dan diidentifikasi mikroskop cahaya. Hasil yang didapat lamun titik timur memiliki rata-rata kelimpahan mikroplastik 33,35 partikel/cm2, titik utara 38,6 partikel/cm2, titik selatan 40,55 partikel/cm2, kemudian titik barat 42,65 partikel/cm2, dan titik baratlaut 44,7 partikel/cm2. Air titik timur 56 partikel/L, titik utara 58 partikel/mL, titik selatan 69,33 partikel/mL, titik barat 72 partikel/mL, dan titik barat laut 74,66 partikel/L. Sedimen titik timur 38,66 partikel/g, titik utara 58,66 partikel/g, titik selatan 75 partikel/g, titik barat 77 partikel/g, dan titik barat laut 89 partikel/g. Hasil uji kandungan jenis ATR-FTIR ditemukan kandungan HDPE, LDPE, dan PP. Uji Kruskal Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan mikroplastik pada lamun Enhalus acoroides di kelima titik.

Microplastic is one of the micro-sized pollutants in the environment and has become a global problem due to the high use of plastic amongst society. This study is aimed to analyze the abundance and content of microplastics in sea water, sediment, and seagrass Enhalus acoroides in Pramuka Island. The leaf surface of Enhalus acoroides were softly scraped using razor blade and microplastic was identified through microscope and ATR-FTIR. The water sample was filtered with a plankton net whereas the sediment was dried in an oven until constant weight, each was mixed in NaCl and identified through light microscope. Results obtained, east site has a microplastic average abundance of 33.35 particles/cm2, north site 38.6 particles/cm2, south site 40.55 particles/cm2, west site 42.65 particles/cm2, and northwest site 44.7 particles/cm2. The east site for water sample has average abundance 56 particles/mL, north site 58 particles/mL, south site 69.33 particles/mL, west site 72 particles/mL, and northwest site 74.66 particles/L. The east site for sediment has 38.66 particles/g,north site 58.66 particles/g, south site 75 particles/g, west site 77 particles/g, and northwest site 89 particles/g. The result of ATR-FTIR showed HDPE, LDPE, and PPcontent. Kruskal Wallis Test showed no significant difference in microplastic abundance in seagrass Enhalus acoroides at the five sampling sites and Pearson Test showed positive and signficant relation between microplastics in water and sediment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengamatan kualitas air perairan Kepulauan Seribu Utara diperlukan agar menjaga stabilitas biota laut dan wisata bahari dari bahaya pencemaran air. Pesatnya pembangunan sarana wisata berdampak pada turunnya kualitas air. Kondisi perairan perlu dikontrol menggunakan baku mutu air laut kategori biota laut dan wisata bahari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian spasial ekstraksi kualitas air perairan Kepulauan Seribu Utara. Hasil penelitian ini, dari algoritma Klorofil-a menggunakan MCI menghasilkan 61%, TSS dengan (Budhiman, 2004) dengan korelasi 51%, Salinitas dengan Cilamaya dengan korelasi 54%, CDOM dengan (Al-Kharusi,2020) dengan 55%, Suhu Permukaan Laut dengan algoritma (Syariz, 2015) menghasilkan korelasi 71% dan Turbiditas dengan NDTI menghasilkan korelasi 61%. Pada sebarannya hanya parameter TSS yang melebihi baku mutu sesuai aturan yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Observation of the water quality in North Seribu Islands is needed to maintan the stability of marine life and tourism from danger of water pollution. The rapid development of tourist facilities has an impact on the decline in water quality. Water conditions need to be controlled using water quality standards for marine biota and tourism categories. Therefore, this study aims to do spatial study of water quality extraction from the waters of North Seribu Island. The result of chlorophyll-a algorithm using MCI resulted in 61%, TSS using (Budhiman,2004) resulted 51%, salinity perform using Cilamaya resulted 54%, CDOM with (Al-Kharusi,2020) resulted 55%, turbidity using NDTI resulted 71% and SST using (Syariz,2015) resulted 61% correlation. Based on the distribution, only TSS parameter exceeds the quality standard according to the rules issued by the Ministry of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raafi Wibisana
"Interaksi mangsa dan pemangsa merupakan suatu interaksi yang umum terjadi di suatu ekosistem. Banyak biota laut meningkatkan kemampuan bertahan hidupnya dengan mengembangkan perlindungan fisik, perilaku, dan kimiawi agar tidak termakan. Perlindungan kimiawi merupakan bentuk adaptasi yang paling tinggi digunakan dalam biota laut, salah satunya alga. Alga dari spesies Bryopsis sp. mengembangkan metabolit sekunder berupa kahalalida F sebagai adaptasi antipredator dari herbivora. Namun, siput laut dari spesies Elysia ornata dapat memakan alga dengan mentolerin metabolit sekunder alga dan diakumulasi senyawa tersebut untuk keperluan perlindungan kimiawinya. Belum ada penelitan mengenai hubungan pemangsa dan mangsa antara Elysia ornata dan Bryopsis sp. yang ditemukan pada perairan Pulau Rambut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan mangsa dan pemangsa dengan membandingkan profil metabolit sekunder antara Elysia ornata dengan Bryopsis sp di perairan Pulau Rambut. Profil metabolit sekunder diperoleh melalui tahapan ekstraksi yang dilakukan dengan maserasi sampel yang telah dihaluskan menggunakan metanol 96%. Selanjutnya, diuapkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan oven. Kemudian, ditimbang beratnya hingga mendapatkan berat ekstrak kasar yang konstan. Ekstrak sampel yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan instrument High Pressure Liquid Chromatography untuk memperoleh profil metabolit sekunder dalam bentuk peak. Hasil kromatogram sampel Elysia ornata dibandingkan dengan sampel Bryopsis sp. Terdapat 12 common peak yang bisa ditemukan pada Elysia ornata dan Bryopsis sp. sehingga terdapat 12 senyawa metabolit sekunder berbeda yang diakumulasi oleh Elysia ornata dari mangsanya. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa terdapat hubungan mangsa dan pemanga antara Elysia ornata dan Bryopsis sp.

The interaction of prey and predators is a common interaction in an ecosystem. Many marine biotas enhance their survival by developing physical, behavioral, and chemical protection against the predator. Chemical protection is the most widely used form of adaptation in marine biota, one of which is algae. Algae of the species Bryopsis sp. developed a secondary metabolite in the form of kahalalides F as an adaptation antipredator of herbivores. However, sea slugs of the species Elysia ornata can feed on algae by tolerating algal secondary metabolites and accumulate these compounds for their chemical protection purposes. There has been no research on the predator-prey relationship between Elysia ornata and Bryopsis sp. found in the waters of Rambut Island. This study aims to examine the relationship between prey and predators by comparing the secondary metabolite profiles between Elysia ornata and Bryopsis sp. in the waters of Rambut Island. The secondary metabolite profile was obtained through extraction which was carried out by maceration of the mashed sample using 96% methanol. Furthermore, it is evaporated using a rotary evaporator and dried using an oven. Then, it was weighed to get a constant weight of the crude extract. The sample extract obtained was then analyzed using a High Pressure Liquid Chromatography instrument to obtain a secondary metabolite profile in the form of a peak. The chromatogram results of Elysia ornata samples were compared with Bryopsis sp. There are 12 common peaks that can be found in Elysia ornata and Bryopsis sp. Thus, there are 12 different secondary metabolites that accumulates in Elysia ornata from it’s prey. This can explain that there is a prey and predator relationship between Elysia ornata and Bryopsis sp."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>