Ditemukan 170002 dokumen yang sesuai dengan query
Farah Safitri
"Skripsi ini membahas tentang pendampingan yang dilakukan pekerja sosial dalam proses adaptasi Calon Orang Tua Angkat (COTA) dan Calon Anak Angkat (CAA). Penelitian ini penting untuk dikaji karena pekerja sosial anak yang bernaung di bawah Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) mendampingi keluarga angkat untuk memperkuat hubungan antara COTA dan CAA. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan pendampingan pekerja sosial dalam proses adaptasi Calon Orang Tua Angkat (COTA) dan Calon Anak Angkat (CAA). Skripsi ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang dilakukan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara daring semi terstuktur dengan 6 (enam) orang informan yaitu ketua pelaksana, 2 (dua) pekerja sosial, dan 3 (tiga) Orang Tua Angkat. Seluruh proses penelitian dilakukan sejak Oktober 2020 sampai dengan September 2021 selama pandemi COVID-19. Lokasi pengambilan data dilakukan di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja sosial memiliki tugas memberikan pendampingan dalam proses adopsi yaitu home visit 2 untuk mengetahui perkembangan anak angkat dan kendala COTA maupun CAA selama masa asuhan dengan menuliskan laporan sosial untuk menilai kelayakan COTA dan CAA dalam melanjutkan proses adopsi. Pekerja sosial melakukan pendampingan psikososial terhadap COTA untuk menghadapi perubahan dan penyesuaian yang terjadi pada anak. Selama kunjungan rumah pekerja sosial mengajarkan keterampilan mengasuh anak kepada COTA dan membantu berinteraksi dengan CAA. Dapat disimpulkan bahwa pendampingan yang dilakukan pekerja sosial terhadap proses adaptasi yaitu home visit 2 dan pendampingan psikososial.
This thesis discusses the assistance provided by social workers in the adaptation process of Prospective Adoptive Parents (COTA) and Prospective Adopted Children (CAA). This research is important to study because child social workers under the Child Welfare Institution (LKSA) assist the adoptive families to strengthen the relationship between COTA and CAA. The purpose of this study is to describe the assistance of social workers in the adaptation process of Prospective Adoptive Parents (COTA) and Prospective Adopted Children (CAA). This thesis is a qualitative research with a descriptive design which was carried out using data collection techniques through semi-structured online interviews with 6 (six) informants, namely the chief executive, 2 (two) social workers, and 3 (three) adoptive parents. The entire research process was carried out from October 2020 to September 2021 during the COVID-19 pandemic. The location of data collection was carried out at Yayasan Sayap Ibu Jakarta. The results of this study indicate that social workers have the task of providing assistance in the adoption process, namely home visit 2 to find out the development of adopted children and the constraints of COTA and CAA during the care period by writing social reports to assess the feasibility of COTA and CAA in continuing the adoption process. Social workers provide psychosocial assistance to COTA to deal with changes and adjustments that occur in children. During home visits social workers teach COTA parenting skills and help interact with CAA. It can be concluded that the assistance provided by social workers to the adaptation process is home visit 2 and psychosocial assistance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fany Arfiyandita
"Dalam hukum Islam, apabila orangtua angkat ingin memberikan harta peninggalannya maka dapat melalui wasiat atau hibah yang tidak melebihi 1/3 (sepertiga) harta peninggalannya. Meskipun perkawinan Pewaris dengan istri diselenggarakan dengan perjanjian perkawinan namun tidak menghalangi hak istri untuk berhak mewaris harta peninggalan almarhum suaminya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini diantaranya landasan hukum atas peralihan kepemilikan harta benda terhadap janda dan anak angkat berdasarkan hukum Islam, dan bagaimana analisis pertimbangan hakim terhadap putusan Nomor 1776/PDT.G/2019/PA.JS. yang menyatakan bahwa penyerahan harta berdasarkan kesepakatan yang dibuat antara Pewaris dengan anak angkatnya bertentangan dengan hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Dari penelitian ini yang dapat disimpulkan diantaranya bagian hak janda tanpa anak sebesar 1/4 (seperempat) bagian dari harta peninggalan Pewaris apabila perjanjian perkawinan tidak berlaku, sementara anak angkat Pewaris berhak atas maksimal 1/3 (sepertiga) bagian selama tidak melanggar hak ahli waris lainnya. Dalam pembuatan perjanjian perkawinan harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata termasuk syarat objektif maupun syarat subyektif sebagaimana perjanjian pada umumnya. Sehingga perjanjian perkawinan yang dibuat tersebut tidak memenuhi syarat obyektif sehingga batal demi hukum. Demikian juga akta kesepakatan yang dibuat oleh Pewaris dengan anak angkatnya mengenai penyerahan harta peninggalan atas harta peninggalan pewaris dengan istri pertamanya kepada anak angkatnya tersebut menyalahi ketentuan hukum islam, yaitu ketentuan Pasal 209 KHI. Sehubungan dengan pembuatan perjanjian perkawinan, kesepakatan, bahkan pembagian harta Notaris perlu memberikan edukasi berlandaskan hukum agar tidak merugikan ahli warisnya maupun pihak ketiga yang terkait.
In Islamic law, if the adoptive parents willing to give their heritage to their adopted children shall not more than 1/3 (one-third) of their wealth. Although the Inheritor and his wife marriage was agreed above pre-nuptials agreement, shall not obstructing the wife’s right as the heirs of the inheritor’s. The main issues in this tesis is legal basis on property transition for widow and adopted child; and another one is the analytics based on Judge consideration on verdict No.1776/PDT.G/2019/PA.JS which mentioned shall the inheritors’s wealth will be given to their adopted child if the Inheritors passed away has against the Islamic Law. Using normative juridicial as research method with secondary data. As for tipology research, using explanatory and evaluative method. Based on Islamic law we can conclude this research that widow shall receive her rights on 1/4 (one-fourth) of the Inheritors wealth if there’s no children, as for adoptive child shall receive not more than 1/3 (one-third) of their adoptive father’s wealth. The prenuptials agreement shall follow Article 1320 of Civil Law Code. In this case, both agreement against the Article 209 of Islamic Law Compilation. Consequently, the prenuptials agreement shall no affected on law (void at law). Additionally, Notary as public official shall advocate their clients about legal basis prior to make an agreement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"This paper explores the rights of the adopted child arising from the legal relationship created between the former and his or her adoptive parents. The existing law in Indonesia in this regard creates a legal fiction where the act of adoption or raising a child ( adoption) which involves the taking another person's child is admitted into the unit and then attains a legal status equivalent to those the biological children with appurtebant right including use of the surname of adoptive parents, exsclusion of parental authority of the biological parents, and inheritance. The implication of the bestowing of equivalent status and rights as those of biological children are likewise discussed in this paper."
LRUPH 13:1 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Zaslyn Annisa
"Kekosongan hukum yang mengatur pembatalan pengangkatan anak mengakibatkan perbedaan pandangan hakim dalam memutus perkara pembatalan pengangkatan anak. Anak angkat dalam kasus ini keluar dari rumah sejak almarhumah Ibu angkat meninggal dunia karena ayah angkat membawa perempuan lain ke rumah dan yang bersangkutan tidak memberikan persetujuan penjualan rumah. Kemudian ayah angkat mengajukan gugatan pembatalan pengangkatan anak karena semenjak keluar dari rumah anak angkat tidak melaksanakan kewajiban untuk memeliharanya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pemaknaan dari kewajiban anak angkat kepada orang tua angkat sebagai dasar untuk membatalkan pengangkatan anak dan kedudukan persetujuan anak angkat untuk menjual rumah orang tua angkat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian ini adalah majelis hakim Mahkamah Agung mempersempit pemaknaan kewajiban anak angkat dalam Pasal 46 Undang-Undang Perkawinan. Perbuatan tidak mengurus orangtua angkat tidak tergolong sebagai perbuatan yang melanggar kewajiban anak angkat kepada orangtua angkatnya sepanjang tindakan orang tua angkat bertentangan dengan norma agama dan norma sosial, serta orang tua angkat terbukti tidak membutuhkan bantuan. Kondisi tidak memenuhi kewajiban kepada orang tua angkat yang demikian tidak dapat menjadi dasar untuk meminta pembatalan pengangkatan anak kepada pengadilan. Terkait dengan penjualan rumah peninggalan ibu angkat, diperlukan pembuktian tentang status rumah tersebut. Dalam hal rumah tersebut merupakan harta peninggalan almarhumah Ibu angkat maka untuk menjualnya harus mendapat persetujuan anak angkat. Namun, jika rumah tersebut merupakan harta bawaan/harta hibah ayah angkat, penjualan rumah tidak memerlukan persetujuan anak angkat. Saran dari penelitian ini adalah perlu ditetapkan suatu peraturan pemerintah mengenai pembatalan pengangkatan anak untuk memberikan kepastian hukum.
The absence of a law that regulates the annulment of adoption resulted in differences between the judges in deciding the case. The adopted child in this case has left the house since the deceased adoptive mother died because the adoptive father brought another woman to live in the house and the child also is not willing to be asked for approval to sell their residential house. Then the adoptive father filed a lawsuit to annul the adoption of the child because since leaving the house the adopted child did not carry out the obligation to care for him. The problems raised in this research are the interpretation of the obligations of adopted children towards adoptive parents as the basis for adoption annulment and the legal standing of the adopted child's consent to sell the adoptive parents' house. To answer this problem, a normative juridical research method is used, with an explanatory research typology. The result of the analysis of this research is that the panel of judges at the Supreme Court narrows the meaning of adopted child obligations in Article 46 of the Marriage Law. If the adopted child does not perform the obligations due to the adoptive parents' behavior that is against religious and community values and the adoptive parent is not proven to be in need of help, then the adopted child does not violate the obligations, hence the annulment of adoption can not be conducted. Regarding the standing of the adopted child's consent, if the house is a part of the deceased adoptive mother’s inheritance, then to sell it must have the approval of the adopted child. However, if the house is the property of the adoptive father, it does not require the adoptive child's consent to sell. The suggestion from this research is that it is necessary to stipulate a government regulation regarding the cancellation of adoption to provide legal certainty. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Choirunnisa Aprilita Andan
"Kurangnya pengetahuan tentang prosedur pengangkatan anak di Indonesia berdampak pada pencatatan dokumen atas anak yang diangkat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ketidaksesuaian dokumen yang dimiliki akan berakibat kesulitan dalam pengurusan beberapa hal salah satunya bidang kewarisan. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana kedudukan hukum anak yang telah diangkat oleh orang lain sebagai ahli waris dari saudara kandungnya menurut hukum Islam serta pemenuhan dokumen untuk pembuatan surat keterangan waris. Penelitian ini juga membahas bagaimana keberlakuan dua surat keterangan waris yang disaksikan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang mengunakan data primer dan data sekunder dengan hasil penelitian berbentuk preskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah kedudukan hukum anak yang telah diangkat dalam hukum adat Jawa dan hukum Islam tetap berkedudukan sebagai ahli waris dari keluarga sedarahnya dalam hal ini adalah sebagai ahli waris dari saudara kandungnya. Dalam hal pemenuhan dokumen surat keterangan waris harus terlebih dahulu meminta pengesahan dari Pengadilan Agama atas pengangkatan anak yang dilakukan dengan cara hukum adat sehingga dokumen identitas diri yang tidak sesuai dengan seharusnya dapat dimintakan perbaikannya. Keberlakuan surat keterangan waris yang disaksikan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat dapat menjadi alat bukti yang kuat harus dilakukan sesuai dengan aturannya dan terpenuhi baik dari sisi formil maupun materiilnya. Surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat tunduk pada hukum administrasi negara dan hukum perdata
.The lack of knowledge about legal procedure of child adoption in Indonesia resulted in document discrepancies of the adopted child. The document discrepancies will complicate the process of many things, one of them is the matter of inheritance. This research discusses the legal position of an adopted child as the heir of their blood relative according to Islamic law and the document fulfillment for the legal heir certificate. This research also discusses the validity of two legal heir certificates witnessed and acknowledged by Lurah/Kepala Desa (village chief) and Camat (subdistrict head). The scope of this research is limited only to the raised case. This is an empirical and juridical research that uses both primary and secondary with the result presented in a form of analytical perspective. The result of the research shows that the children adopted by Javanese customary law and Islamic law are legally rightful heirs to their blood relatives, in this case their siblings. Meanwhile, regarding document fulfillment for the legal heir certificate, the adoption done by customary law should be legalized by proposing to either District Court or Religion Court to resolve the discrepancies in the identity documents. The legal heir certificate witnessed and acknowledged by Lurah/Kepala Desa and Camat can be a strong valid evidence as long as it’s made in accordance with the regulation and fulfills its formal and material aspects. The legal heir certificates issued by Lurah/Kepala Desa and Camat are subject to the state administrative law and the civil law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hanadhia Zein
"Mengenai adopsi anak telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, Peraturan Menteri Sosial No.110 Tahun 2009 dan Kompilasi Hukum Islam. Adopsi anak merupakan cara pasangan suami isteri yang tidak dapat memiliki anak dari hasil perkawinannya. Namun adopsi anak Di Indonesia sering dilakukan tanpa prosedur hukum sehingga tidak menutup kemungkinan jika terjadi perceraian dalam suatu perkawinan setelah mengadopsi seorang anak, maka munculah permasalahan hukum antara orang tua angkat dan anak angkat termasuk mengenai hak asuh anak angkat tersebut. Dengan demikian, Skripsi ini membahas mengenai Hak Asuh Anak Angkat Tanpa Prosedur Hukum dalam Hal Terjadi Perceraian dengan Analisis Putusan No.19Pdt.G/2013/Pa.PP). Skripsi disusun dengan menggunakan metode yuridis normatif. Pembahasan dilakukan dengan menjabarkan teori-teori dasar yakni pengertian, jenis, syarat dan tata cara, akibat hukum dari pengangkatan anak tanpa prosedur hukum serta pembagian hak asuh anak angkat tanpa prosedur hukum akibat dari perceraian. Penulis juga membandingkan kasus-kasus perceraian dari berbagai putusan pengadilan sehingga didapati suatu permasalahan mengenai pengangkatan anak yang tidak dilakukan melalui Pengadilan. Kemudian, penulis mengaitkan setiap permasalahan hukum dengan UU Perkawinan, PP adopsi, UU Perlindungan Anak dan KHI.
Regarding child adoption, it has been regulated in the Child Protection Act No. 35 of 2014, Regulation of the Minister of Social No.110 of 2009 and Compilation of Islamic Law. Adoption of children is a way for married couples who cannot have children from their marriage. However, because adoption in Indonesia is frequently done without legal procedures, it is possible that if a marriage dissolves after adopting a child, legal issues arise between the adoptive parents and the adopted child, including custody of the adopted child. Thus, by analyzing Decision No.19.Pdt.G/2013/Pa.PP, this thesis discusses the Custody of Adopted Children Without Legal Procedures in the Event of Divorce. The normative juridical method is used to write the thesis. The normative juridical method is used to write the thesis. The discussion is carried out by elaborating the fundamental theories, namely the understanding, types, conditions, and procedures, the legal consequences of adopting children without legal procedures, and the distribution of custody of adopted children as a result of divorce. The author also compares divorce cases from various court decisions in order to identify a problem with non-judicial adoptions of children. The author then connects each legal issue to the Marriage Law, Adoption Law, Child Protection Law, and Compilation of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Summayah Rahmadani
"Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum, salah satunya berupa waris. Di Indonesia, pengangkatan anak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya UU Perlindungan Anak, PP No. 54/2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, serta Staatsblad 1917 Nomor 129 yang belum dicabut. Pasal 39 ayat (2) UU Perlindungan Anak dan Pasal 4 PP No. 54/2007 mengatur bahwa pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Hal ini merupakan cerminan dari hukum Islam, yakni anak angkat tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya. Sementara itu dalam hukum perdata, terdapat perbedaan dengan ketentuan Staatsblad 1917 Nomor 129 yang menyatakan bahwa pengangkatan anak memutus segala hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya, sehingga anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya. Perbedaan ini berdampak pada ketidakpastian hukum pada pertimbangan hakim dalam menetapkan waris terhadap anak angkat. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketentuan pengangkatan anak dalam Staatsblad 1917 Nomor 129 sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, sehingga seharusnya ketentuan tersebut dicabut dengan tegas, Lebih lanjut, permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam seharusnya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, tetapi diajukan ke Pengadilan Agama. Diharapkan penelitian ini dapat menghapus ketidakpastian hukum mengenai hak waris anak angkat terhadap harta warisan orang tua kandung menurut hukum perdata serta menyelesaikan kebingungan mengenai kewenangan absolut pengadilan mengenai permohonan pengangkatan anak.
Adoption is a legal act that brings about legal consequences, one of which is inheritance. In Indonesia, adoption is regulated in several laws and regulations, including the Child Protection Law, Government Regulation No. 54/2007 on the Implementation of Adoption, and Staatsblad 1917 No. 129, which has not been repealed. Article 39 paragraph (2) of the Child Protection Law and Article 4 of Government Regulation No. 54/2007 stipulate that adoption does not sever the blood relationship between the adopted child and their biological parents. This reflects Islamic law, where an adopted child remains an heir to their biological parents. Meanwhile, under civil law, there is a difference with the provisions of Staatsblad 1917 No. 129, which states that adoption severs all relationships between the adopted child and their biological parents, making the adopted child an heir to their adoptive parents. This difference leads to legal uncertainty regarding judges' considerations in determining inheritance for adopted children. To address this issue, a study was conducted using a normative juridical method. The study's findings show that the adoption provisions in Staatsblad 1917 No. 129 are no longer in line with societal conditions, and therefore, these provisions should be explicitly revoked. Furthermore, adoption petitions by Muslims should not be submitted to the District Court but to the Religious Court. It is hoped that this study can eliminate the legal uncertainty regarding the inheritance rights of adopted children concerning the inheritance of their biological parents under civil law and resolve the confusion regarding the absolute jurisdiction of the court concerning adoption petitions. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Delia Devi Barlian
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hans Raynadhi
"Tesis ini meneliti kedudukan anak angkat pada golongan Tionghoa dalam pewarisan orang tua angkat khususnya pada Keterangan Hak Mewaris, mengingat belum ada pengaturan yang jelas terkait kedudukan anak angkat dalam pewarisan kerap kali menjadi pemicu timbulnya konflik di antara ahli waris. Rumusan permasalahan yang diangkat adalah pengaturan hak dan kewajiban anak angkat pada golongan Tionghoa di Indonesia dalam kaitannya dengan pewarisan dan kesesuaian pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 171/Pdt.G/2023/PN.Srg dengan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia terkait kedudukan anak angkat dalam Keterangan Hak Mewaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil dari penelitian adalah hak dan kewajiban anak angkat dengan orang tua angkat mendapat pengaturan yang sama seperti antara anak sah dengan orang tua kandungnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan dalam kaitannya dengan pewarisan, anak angkat berhak menjadi ahli waris orang tua angkatnya, sebab pengangkatan anak yang dilakukan secara sah berdasarkan Pasal 12 Staatsblad 1917 Nomor 129 membawa akibat hukum anak angkat dianggap seolah-olah dilahirkan dari perkawinan orang tua angkatnya. Kemudian, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 171/Pdt.G/2023/PN.Srg yang menyatakan ahli waris dari OGH alias K adalah saudara kandungnya, sedangkan SS sebagai anak angkat bukan merupakan ahli waris tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebab berdasarkan Pasal 12 Staatsblad 1917 Nomor 129 dihubungkan dengan Pasal 832 jo. Pasal 852 KUHPerdata, anak angkat berkedudukan sama seperti anak sah, sehingga SS berhak menjadi satu-satunya ahli waris golongan I dari OGH alias K dan menutup hak waris dari saudara kandung pewaris. Adapun terkait Akta Keterangan Hak Mewaris kedua yang dibuat Notaris RD tidak boleh dibuat bahkan tidak boleh terjadi karena apabila ahli waris lain keberatan atas suatu keterangan hak mewaris seharusnya diselesaikan di Pengadilan, bukan malah membuat akta keterangan hak mewaris yang berbeda ahli warisnya atas pewaris yang sama.
This thesis examines the position of adopted children in the Chinese group in the inheritance of adoptive parents, especially in the Statement of Inheritance Rights, considering that there are no clear regulations regarding the position of adopted children in inheritance which often triggers conflicts between heirs. The formulation of the problem raised is the regulation of the rights and obligations of adopted children in the Chinese group in Indonesia in relation to inheritance and the conformity of the judge's considerations in Decision Number 171/Pdt.G/2023/PN.Srg with the Laws and Regulations in Indonesia regarding the position of adopted children in the Statement of Inheritance Rights. This study uses a doctrinal research method. The results of the study are that the rights and obligations of adopted children with adoptive parents are regulated the same as between legitimate children and their biological parents based on Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection and in relation to inheritance, adopted children have the right to become heirs of their adoptive parents, because the adoption of a child carried out legally based on Article 12 of Staatsblad 1917 Number 129 has the legal consequence that adopted children are considered as if they were born from the marriage of their adoptive parents. Then, the judge's consideration in Decision Number 171/Pdt.G/2023/PN.Srg which stated that the heirs of OGH alias K are his siblings, while SS as an adopted child is not an heir is not in accordance with the laws and regulations in Indonesia. Because based on Article 12 of Staatsblad 1917 Number 129 connected with Article 832 in conjunction with Article 852 of the Civil Code, adopted children have the same status as legitimate children, so that SS has the right to be the only heir class I of OGH alias K and closes the inheritance rights of the testator's siblings. Regarding the second Deed of Inheritance Rights made by Notary RD, it may not be made and may not even occur because if other heirs object to a statement of inheritance rights, it should be resolved in Court, not making a deed of inheritance rights with different heirs for the same heir."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Agus Hasanudin
"Dengan adanya lembaga pengangkatan anak bagi suatu keluarga atau seseorang yang tidak mempunyai anak atau ingin menambah anaknya dapat melakukan pengangkatan anak sebagai salah-satu jalan keluarnya. Orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia menurut peraturan yang ada bagi mereka berlaku BW dalam lapangan hukum perdata tapi sehubungan dengan tidak terdapatnya pengaturan mengenai pengangkatan anak dalam BW, maka bagi mereka diberlakukan Staatsblad 1917/129. Sehubungan dalam Staatsblad 1917/129 tidak mengatur mengenai kewarisan maka timbul permasalahan yakni apakah anak angkat dapat saling mewaris dengan orang tua angkatnya, sedangkan hubungan saling mewaris antara anak angkat dengan orang tua angkatnya sudah terputus. Dengan dianggapnya anak angkat dianggap sebagai keturunan atau anak kandung dari orang tua angkatnya maka ketentuan mengenai kewarisan bagi seorang anak kandung dalam BW dapat diberlakukan juga terhadap seorang anak angkat dalam hal mewaris dari orang tua angkatnya. Menurut Hukum Islam yang berlaku bagi umat Islam yang dalam hal ini mengenai peraturan tentang pengang-katan anak mengatur bahwa dengan adanya pengangkatan anak pada dasarnya tidak menyebabkan terputusnya hubungan darah serta akibat-akibatnya terutama dalam lapangan hukum kewarisan dan hukum perkawinan. Walaupun dalam lapangan hukum Kewarisan anak angkat bukanlah merupakan ahli waris dari dari orang tua angkatnya namun seorang anak angkat masih dapat menerima harta peninggalan dari orang tua angkatnya, melalui lembaga wasiat. Dengan adanya keanekaragaman hukum mengenai pengangkatan anak sudah seharusnyalah dilakukan pemikiran-pemikiran ke arah pembentukan UU mengenai pengangkatan anak. Dimana UU tersebut haruslah memperhatikan hukum-hukum yang hidup dalam masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20693
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library