Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144168 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thourow Matthew Nissiel
"Penelitian ini berfokus pada permasalahan kelebihan penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia serta pemenjaraan penyalah guna narkotika yang menghambat tercapainya tujuan pemasyarakatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu reintegrasi sosial. Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk memjelaskan proses hukum yang harus dihadapi seorang penyalah guna narkotika, menjelajahi pemberian pidana penjara (pemenjaraan) bagi penyalah guna narkotika sebagai faktor penghambat tercapainya reintegrasi sosial dan menganalisa penanganan penyalah guna narkotika dalam lembaga pemasyarakatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian socio legal yang melaksanakan studi dokumen dan studi lapangan untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat celah hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebabkan perbedaan perlakuan bagi penyalah guna narkotika. Lebih lanjut, kondisi sebuah lapas yang kelebihan penghuni dapat menghambat tercapainya reintegrasi sosial serta menghasilkan pola interaksi tidak sehat ketika seorang penyalah guna bertemu dengan pelaku tindak pidana peredaran gelap narkotika

This research focuses on prison overcrowding issues in correctional institutions in Indonesia and imprisonment for drug abusers which tends to obstruct the aims and purposes of correctional institutions, which is social reintegration. The purposes of this research is to describe the legal process a drug abuser must proceed, explore the imprisonment of drug abusers as hindering factors to achieve social reintegration and to analyze the treatment of drug abusers in correctional institutions. The method used in this research is socio legal research method, which exercises document studies and field studies in order to answer the problem statement or this research. This research discovered that there are loopholes in Law No 35 of 2009 concerning Narcotics which leads to different treatments for drug abusers. Moreover, the overcrowding situation in correctional institutions hinders the pursuit of social reintegration and creates inhealthy interactions among inmates, especailly when drug abusers were put together with narcotics trafficker."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luay Ghozy Rizq
"Penelitian ini mengkaji tentang evaluasi kebijakan tour of duty dan tour of area pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan enam dimensi dari Teori Evaluasi Kebijakan Publik oleh Dunn (2018) yang terdiri dari effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, dan appropriateness. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan campuran melalui survei, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Survei dilakukan secara langsung melalui penyebaran kuesioner dengan melibatkan 76 responden yang merupakan pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta, sementara itu wawancara mendalam dilaksanakan dengan melibatkan 13 informan. Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa penerapan kebijakan tour of duty dan tour of area pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta telah sesuai dengan ukuran nilai efektivitas, efisiensi, kecukupan, keseteraan, responsivitas, dan ketepatan. Hasil uji statistik tersebut juga didukung oleh analisis kualitatif berdasarkan temuan di lapangan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan tour of duty dan tour of area sebagai bentuk kebijakan pengelolaan sumber daya manusia terbukti mampu membawa banyak keunggulan kompetitif baik bagi para individu pegawai maupun entitas organisasi secara keseluruhan.

This study examines the evaluation of tour of duty and tour of area policies on employees of the Class IIA Jakarta Narcotics Correctional Institution. This research uses six dimensions of the Public Policy Evaluation Theory by Dunn (2018) consisting of effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness. This research uses a quantitative approach with mixed collection techniques through surveys, in-depth interviews, and literature studies. The survey was conducted directly through the distribution of questionnaires involving 76 respondents who were employees of the Class IIA Jakarta Narcotics Correctional Institution, while in-depth interviews were conducted involving 13 informants. Quantitative analysis shows that the implementation of tour of duty and tour of area policies for employees of the Class IIA Jakarta Narcotics Penitentiary is in accordance with the measures of effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and accuracy. The statistical test results are also supported by qualitative analysis based on field findings. Therefore, it can be said that the application of tour of duty and tour of area as a form of human resource management policy has proven to be able to bring many competitive advantages to both individual employees and the organizational entity as a whole."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalina Thuffi
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatana masyarakat. Salah satu populasi yang paling berisiko adalah tahanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian TB di dalam lapas. Data yang digunakan adala data primer yang diambil pada bulan Desember 2013 hingga Februari 2014. Analisis data menggunakan Chi Square, dan Chi Square Mantel Haenzel untuk bivariat, serta Regresi Logistik untuk multivariat. Ada hubungan signifkan antara keberadaan orang dengan penyakit TB dapam satu kamar tahanan (p value<0,0001), lama tahanan (p value=0,008), dan pemanfaatan ARV (p value=0,039).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan orang dengan penyakit TB dalam satu kamar merupaka faktor paling berisiko terhadap kejadian TB di lapas (OR=13,009). Pengupayaan perbaikan sistem ruang isolasi dan modifikasi lingkungan, serta peningkatan pelayanan kesehatan dengan pemeriksaan rutin terhadap suspek TB dapat dijadikan upaya pencegahan penularan TB di dalam lapas. Diperlukan upaya provokasi ke atas guna melancarkan upaya pencegahan karena upaya yang diambil berhubungan dengan sistem keamanan lapas.

Tuberculosis is still a problem for public health. One of the populations most at risk are prisoners. This study aimed to determine the risk factors in the incidence of TB in prisons. The data used is primary data taken in December 2013 to February 2014. Analysis of the data using Chi Square, Chi Square and Mantel Haenzel for bivariate, and multivariate logistic regression for. There was a significant association between the presence of a person with TB disease in the detention room (p value <0.0001), length of detention (p value = 0.008), and the use of antiretrovirals (p value = 0.039).
The results showed that the presence of people with TB in the room is the most risk factors on the incidence of TB in prison (OR = 13.009). Striving for improvement and modification system isolation room environment, as well as increased health care with routine checks on suspected tuberculosis prevention efforts can be used as TB transmission in prison. Required to provoke up to launch prevention efforts because of measures taken related to prison security system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiha Amalia Firdausya
"Penelitian ini membahas peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam melaksanakan Reintegrasi Sosial bagi Klien Pemasyarakatan Dewasa (Studi deskriptif pada Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan). Adapun penelitian ini berlokasi di Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan. Penelitian ini berfokus untuk menggambarkan mengenai peran Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan dalam melaksanakan reintegrasi sosial bagi Klien Permasyarakatan dewasa, serta melihat hambatan dalam proses reintegrasi sosial yang diberikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan bagi Klien Permasyarakatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Metode yang digunakan yaitu wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan berperan sebagai enabler, empowerer, case management, educator, researcher, counseler, koordinator, broker, inisiator. Namun reintegrasi sosial yang diselenggarakan tidak lepas dari beberapa hal yang menghambat yang berasal dari faktor internal seperti ketidaksiapan klien ketika kembali ke masyarakat serta pemikiran dari klien maupun keluarga yang kurang sesuai dengan tujuan reintegrasi sosial dan juga berasal dari faktor eksternal seperti adanya aturan yang kurang mendukung dalam proses reintegrasi sosial serta adanya stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada klien. Dalam temuan juga ditemukan beberapa upaya yang dilakukan dalam menangani hambatan reintegrasi sosial yakni mengadakan koordinasi lintas sektoral antara Pembimbing Kemasyarakatan dengan berbagai lembaga terkait, adanya diklat yang disediakan oleh Balai Pemasyarakatan sebagai penunjang bentuk pemenuhan kebutuhan dari Pembimbing Kemasyarakatan dalam pemberian pelayanan bagi Klien Pemasyarakatan.

This study discusses the role of Correctional Advisor in Implementing Social Reintegration for Correctional Adult Clients (Descriptive Study at Correctional Centers Class I South Jakarta). The research is located in Correctional Centers Class I South Jakarta. This study focuses on providing an overview the role of Correctional Advisor in Implementing Social Reintegration for Correctional Clients, as well as to see the obstacles in the process of social reintegration provided by the Correctional Advisor of Correctional Centers Class I South Jakarta for Correctional Adults Clients. This research is descriptive research with qualitative method. The method used is in-depth interview, observation, and literature study. The results of this study indicate that Correctional Advisor act as Enabler, empowerer, case management, educator, researcher, counseler, koordinator, broker, inisiator. However, the social reintegration held cannot be separated from several things that hinder that come from internal factors such as the unpreparedness of the client when returning to the community as well as the thoughts of the client and family that are not in accordance with the objectives of social reintegration and also comes from external factors such as the existence of rules that are less supportive in the process of social reintegration and the existence of negative stigma given by the community to clients. In the findings also found several efforts made in addressing the obstacles of social reintegration, namely cross-sectoral coordination between Correctional Advisor and various related institutions, the training provided by the Correctional Center as a form of fulfilling the needs of Correctional Advisor in providing services for Correctional Clients."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Maryatun
"Penyalahgunaan narkotika setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kondisi tersebut menimbulkan masalah psikologis harga diri rendah. Logotherapy bertujuan meningkatkan harga diri melalui proses penemuan makna hidup. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh logotherapy terhadap harga diri narapidana perempuan dengan narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Palembang. Desain penelitian quasi experimental pre-post test with control group. Penelitian dilakukan terhadap 56 responden yaitu 28 orang kelompok intervensi dan 28 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga diri (kognitif, perilaku, afektif) yang signifikan pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan logotherapy. Rekomendasi hasil penelitian adalah perlunya pelaksanaan logotherapy dalam program pembinaan mental.

Abuse case of narcotics each year has increased. These conditions led to psychological problems of low self-esteem. Logo therapy was aimed to raise self esteem through the discovery process of the meaning of life. The research objective was to analyze the influence of logo therapy for the dignity of women prisoners with a drug in the class IIA Palembang Penitentiary. Design of this research used ?Quasi experiment by using pre post test with control group? on 56 samples. The consist of samples were 28 peoples for intervention group and 28 peoples for control group. The results showed that there were significantly different in self-esteem (cognitive, behavioral, affective) aspects in the intervention group before and after logo therapy. It was recommended that there was a need for implementation of logo therapy in mental health program."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tumpal Eben Ezer
"Penjatuhan sanksi rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika adalah suatu tindakan yang penting karena disatu sisi penyalahguna narkotika merupakan korban dari tindak pidana narkotika. Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, kerangka yuridis yang telah ada di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika seharusnya digunakan dalam penerapannya pada masing-masing sub sistem peradilan pidana agar upaya pengobatan dan juga perawatan bagi penyalahguna, guna menyelaraskan penerapan rehabilitasi tersebut Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04 Tahun 2010, begitu juga dengan Badan Narkotika Nasional mengeluarkan Peraturan Kepala BNN Nomor 2 Tahun 2011, Kejaksaan Agung pada tanggal 12 Januari 2012 telah menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-136/E/EJP/01/2012 perihal tuntutan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, sedangkan Polri masih menyiapkan Rancangan Peraturan Kapolri tentang Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di lingkungan Polri untuk di jadikan pedoman Penyidik dalam melakukan rehabilitasi terhadap penyalahguna Narkotika yang menjadi Pecandu atau korban Penyalahgunaan Narkotika. Berkaitan dengan hal tersebut penulis nantinya akan membahas mengenai harmonisasi antara ukuran-ukuran yang digunakan oleh Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kejaksaan dan Pengadilan dalam merehabilitasi dilanjutkan dengan peranan Jaksa sebagai penyaring perkara dalam penanganan kasus-kasus Narkotika dan kewenangan penuntut umum dalam penanganan perkara Narkotika.

Rehabilitation sanctions against drug abusers is an important measure because on one hand, drug abusers are victims of crime narcotics. In Article 54 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics explain that addicts Narcotics and Narcotic abuse victims to undergo compulsory medical rehabilitation and social rehabilitation, the existing legal framework in the Act No. 35 Year 2009 on Narcotics and Government Regulation No. 25 of 2011 on the implementation of compulsory reporting of drug addicts should be used in the application on each - each sub-system of criminal justice in order to attempt treatment and also care for abusers, in order to harmonize the implementation of the rehabilitation of the Supreme Court has issued a Circular Letter of the Supreme Court (SEMA) No.04 of 2010, as well as with the National Narcotics Agency chief BNN issued Regulation No. 2 of 2011, the Attorney General on January 12, 2012 has issued Circular Attorney General for General Crimes Number: B-136/E/EJP/01/2012 demands concerning medical rehabilitation and social rehabilitation, while the police are still preparing the Draft Police Regulation on Narcotics Abuse Reduction in the police to make the guidelines at Investigators in rehabilitating narcotics abusers who become addicts or victims of Narcotics Abuse. In this regard the authors will discuss the harmonization between size - the size used by the Police, the National Narcotics Agency (BNN), and courts in rehabilitating followed by a role as a filter Attorney handling the case in the case - Narcotics and authority of the public prosecutor in handling Narcotics cases.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafri Edi
"Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika Jakarta selaku Unit Pelaksana Teknis bidang Pemasyarakatan Narapidana yang berada di bawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta dan bertanggungjawab secara teknis ke Direktoral Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Lembaga ini baru beroperasional sejak awal tahun 2004 yang didirikan khusus untuk narapidana narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya lainya) dan istilah yang dipakai adalah warga binaan pcmasyarakatan.
Penelitian tentang kualitas pelayanan lembaga pemasyarakatan narkotika khususnya Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas ll A Narkotika Jakarta ditujukan untuk mengetahui tentang kualitas pelayanan yang menyangkut persepsi dan harapan warga binaan pemasyarakatan. Untuk meneliti ini, penulis menggunakan teori dari Parasuraman et.al (1990) tentang ServQual.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga binaan pemasyarakatan berjumlah 802 orang (data per 31 Desember 2004). Jumlah responden sebagai sampel penelitian sebanyak 202 orang yang dianggap mewakili secara reprsentatif.
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui kualitas pelayanan lembaga pemasyarakatan narkotika ditinjau dari dimensi reliabilily, responsiveness, assurance, empathy dan tangible dan untuk menganalisis masing-masing dimensi tersebut dan hasil yang telah dicapai Lembaga Pemasyarakatan Klas Il A Narkotika Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka jumlah rata-rata kesenjangan pada dimensi reliability - 0,08 yang berarti tingkat pelayanan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta tidak terdapat kesenjangan yang berarti, tidak mencapai 10 %.
Selanjutnya dapat pula dihitung tingkat kepuasan responden pada kelompok 1 reliability dengan menggunakan rumusan skor rata-rata persepsi dibagi dengan skor rata-rata harapan, sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut yaitu tingkat kepuasan responden pada kelompok reliability ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta mencapai angka 98 %.
Pada dimensi responsiveness kesenjangannya sebesar - 0,05. Lalu dihitung tingkat kepuasan responden yaitu tingkat kepuasan responden pada kelompok responsiveness mencapai angka 99 % Pada dimensi assurance dalam perhitungan tetap dicari angka rata-rata sehingga diperoleh hasil - 0,16. Dihitung tingkat kepuasan responden sehingga diperoleh perhitungan angka 96 %.
Pada dimensi , empathy Jumlah rata-rata kesenjangan pada dimensi empathy - 0,17 dan dapat pula dihitung tingkat kepuasan responden pada kelompok empathy dengan menggunakan rumusan skor rata-rata persepsi dibagi dengan skor rata-rata harapan, sehingga diperoleh perhitungan mencapai angka 96 %, dan dimensi tangible jumlah rata-rata kesenjangan pada dimensi tangible sebesar - 0,07 dan tingkat kepuasan responden pada kclompok tangible mencapai angka 98 %, juga dihitung tingkat kepuasan warga binaan pemasyarakatan atas pelayanan yang diberikan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta dengan menggunakan rumusan jumlah skor persepsi pada keseluruhan dimensi kualitas pelayanan dibagi dengan jumlah skor harapan, sehingga diperoleh hitungan sebesar 97 % dengan lingkat kesenjangan hanya 0,1 1.
Berarti dengan tingkat kepuasan yang dirasakan warga binaan pamasyarakatan, maka kualitas pelayanan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta pada tingkat relatif sangat memuaskan dan sudah memenuhi harapan warga binaan pemasyarakatan sebanyak 802 orang."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tejo Harwanto
"The criminal act of drugs abuse, which has been increasing in number nowadays, has threaten the life of all nations in the world including Indonesia due to the transnational distribution of illegal drugs.
The establishment of the Class II A Narcotics Penitentiary is a response of the Government, through the Directorate General of Penitentiary, to the Combating Drugs Abuse and Illicit Trade of Narcotics (P4GN) program. This policy is adapted from the people's demand to make changes to the existing system.
The rehabilitation of the criminals of narcotics case as a complex problem since they play part not only as drugs dealers, but also drugs addicts. This particular condition makes the rehabilitation of the narcotics prisoners is more complicated than other prisoners.
One of the aims of the establishment of the narcotics penitentiary is to cut off the link of illicit drugs trade in Indonesia. Thus, the people who administer the penitentiary are expected to be able to play their part and to run the penitentiary function properly. Every personnel of the penitentiary shall be provided with administrative and technical capability through education and training in order to carry out their main duty and function. They also need motivation to support their creativity and to enhance their performance.
The theory applied to study employee performance analysis in its relation to the prisoners' behavior is the employee performance theory by Keith Davis with the formula as follow: Human Performance = Ability + Motivation. One's performance is influenced by ability and motivation. While ability is obtained from education, training and experience, motivation rises from the impulse of humans desire to meet their basic necessities, which is expressed in their behavior.
In this research descriptive analytic method is employed. Distributing questionnaires as a means of data collection and doing interviews as the basis of rationality and objectivity of this research conduct a field approach of survey method.
A positive correlation coefficient value between ability variable and employee performance is resulted in this research. The ability variable correlation value over employee performance is r = 0.551. This indicates that the relation between working motivation and employee performance is positive. Based on the simple regression analysis, there is a positive and significant influence of ability variable over employee performance variable with a determinant correlation R2 of 0.424 or 0.424 x 100% = 42.4 %. The rest 57.6% is influenced by other variables beyond this research on a significance level of 0.000. It also found that there is a positive and significant influence of motivation variable on employee performance in the Class II A Narcotics Penitentiary with a determinant correlation R2 of 0.303 x 100% = 30.3%. The rest 69.7% is influenced by other variables beyond this research with significance level 0.000.
The multiple regression analysis performed shows that ability (X1) and motivation (X2) have consistently a positive and significant relation on employee performance (Y) with a correlation coefficient r2 of 0.673. This analysis also points out an influence of ability (X1) and motivation (X2) on employee performance (Y) with determinant coefficient R2 of 0.453 or 0.453 x 100% = 45.3% while the rest 54.3% is influenced by other variables beyond this research on a significance level of 0.000.
It can be concluded that there is a positive and significant relation between ability and motivation and employee performance. The influence perception of ability and motivation on employee performance also appears in the Class II A Narcotics Penitentiary although there is still a 54.7 % of it which is influenced by other variables.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Suseno
"Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M3.UM.01.06 tahun 1983 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Bogor temmasuk Salah satu Lapas yang tetapkan fungsinya sebagai Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan), konsekwensinya disamping dihuni oleh narapidana juga ditempatkan para tahanan yang sedang dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan. WiIayah keria Lapas Klas IIA Bogor meliputi wilayah Kota Bogor, Kabupataen Bogor dan Kota depok. Sehingga saat ini Lapas Klas IIA Bogor mengalami over crowded dikarenakan jumlah hunian sudah sangat meIebihi kapasitas yang sebenamya. Kapasistas Lapas Klas IIA Bogor yang sebenamya sesuai dengan statusnya sebagai Lapas Klas IIA adaIah 468 orang. Namun kondisi hunian pada saat ini mencapai 1.526 orang (Data April 2006).
Berangkat dari asumsi-asumsi tersebut, penelitian ini berusaha mengungkap pelaksanaan program reintegrasi sosial di Lapas Klas IIA Bogor, dan peranannya dalam mencegah residivisme. Populasi penilitian ini adalah: narapidana yang sedang diusulkan program reintegrasi, residivis yang sebelumnya telah memperoleh program reintegrasi sosial dan yang belum memperoleh program reintegrasi sosial. Sample penelitian ini merupakan sampel total, mengingat populasi peneliiian tidak terlalu banyak dan kondisi Iapangan terkendali oleh peneliti (peneliti mempunyai akses yang maksimal tentang kerangka sampel aiau sample frame). Adapun instrumen penelitian menggunakan kuisioner, selanjutnya data akan dianalisis berdasarkan distribusi frekuensi, dan setiap variabel penelitian akan dideskripsikan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam melakukan program reintegrasi masih diperlukan: 1) Perbaikan dan meningkatkan berbagai sarana dan prasarana pendukung, seperti sumber daya manusia, peralatan ketrampilan dengan fokus pada kondisi pasaran kerja praktis yang benar-benar dapat diisi oleh warga binaan; 2) Perlu penggalangan kerjasama dengan berbagai pihak unsur masyarakat, terutama dalam kegiatan-kegiatan nyata yang terkait dengan pembinaan pelanggar hukum; 3) Sosialisasi program reintegrasi harus digalakkan bekerjasama dengan pihak media massa berisi muatan-muatan materi yang dapat mengguggah partisipasi masyarakat; dan 4) Monitoring dan pendampingan juga harus dilakukan dengan Iebih baik manakala warga binaan memang mengalami kesulitan dan kegagaian.
Banyak faktor atau variabel lain yang juga berpengaruh pada dilakukannya atau tidak diiakukanny kejahatan selanjutnya oleh bekas narapidana. Berbagai faktor yang kemudian juga signifikan mempengaruhi kegagalan bekas narapidana (warga binaan pemasyarakatan) adalah keberadaan pekerjaan dan perekonomian, masalah keluarga, kesehatan mental dan fisik serta pendidikan.

According to the Regulations of Indonesian Ministry of Justice No. M3.UM.01.06 year 1983, 2nd A Class Correctional Institution of Bogor is an institution that have 2 functions, those are as a Correctional Institution and as an Detention Facility to put the detents (inmate on trial). The jurisdiction areas are City of Bogor, District of Bogor, and City of Depot; There are so many inmates and detents put inside this institution. As the result, 2nd A Class Correctional institution of Bogor have already over crowded, because the population already more than the real capacity. The real pacity for this Institution is 468 persons, but now, there are 1,526 persons inside this institution. (Based on the data in April 2006) Starts from these assumptions, this research tries to show the accomplishment of reintegration programs in 2nd A Class Correctional institution of Bogor, and also the part in preventing recidivism. The populations of this research are inmates that already put in reintegration program, recidivists that already put in reintegration programs, and recidivists that not yet put in reintegration programs. The sample of this research is total sample, because the population is not so many and the condition of the area can be controlled by the analyst (analyst has maximum access about the sample frame). As the instrument of research, analyst using questioner, and then the data will be analyzed according to the distribution frequency, and each variable will be described.
The results of this research show that in doing reintegration programs, we still need: 1) Improvement on the supporting facilities, like human resource, the tools for creativities in the focus to the practical works that can be easily done by inmates; 2) Corporation between the elements of community, especially in the good activities for the inmates; 3) Socialization on reintegration programs should be more better by make corporation with mass media to put positive news, so can attract the community and 4) Monitoring and communication also should be done much better when the inmates have problem or failure.
There are many other factors and variables that affect the recidivist to do or not doing criminal again, for example the occupation and the economy situation, problem of family, mental and physic condition, and also education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Zulfah Dani Hari Wijaya
"Pada saat ini Poliklinik telah dikenal sebagai salah satu fasilitas kesehatan masyarakat dalam skala kecil baik itu swasta maupun milik pemerintah yang menyediakan pelayanan kesehatan dasar, sehingga Poliklinik juga perlu menyelenggarakan kegiatan manajemen logistik farmasi dalam pemenuhan obat-obatan pada poliklinik tersebut seperti layaknya Rumah Sakit. Adapun tahapan dari kegiatan manajemen logistik yang perlu mendapat perhatian lebih adalah perencanaan, karena perencanaan obat-obatan merupakan suatu tahapan untuk memilih cara yang paling sesuai untuk mencapai tujuan.
Poliklinik LP Kelas II A Narkotika Jakarta di dalam melaksanakan kegiatan perencanaan perbekalan obat selama ini hanya berdasarkan pada ketersediaan stok obat pada saat itu dan data konsumsi obat tahun sebelumnya Hal ini menyebabkan beberapa jenis obat mengalami stok kosong (out of stock) dan beberapa jenis yang lainnya mengalami kelebihan stok (over stock).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang proses perencanaan perbekalan obat dalam menyediakan obat yang sesuai dengan jenis dan jumlah serta ketepatan waktu pengirimannya yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia, dana/anggaran, metode, sarana, data, struktur organisasi dan kebijakan yang berkaitan
dengan kegiatan penyusunan perencanaan kebutuhan obat tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode yang digunakan yaitu studi deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi untuk pengambilan data primer, sedangkan untuk data sekunder melalui telaah dokumen meliputi; laporan harian pemakaian obat, laporan pemakaian dan pemesanan obat, laporan kebutuhan obat pertahun, dan laporan kegiatan tahunan Poliklinik LP Kelas II A Jakarta.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perencanaan obat selama ini hanya berdasarkan ketersediaan stok dan dengan menggunakan data kebutuhan obat tahun sebelumnya karena perencana obat tidak mengetahui metode atau analisis yang sesuai untuk melakukan perencanaan obat. Dari hasil analisis ABC Pemakaian, diketahui bahwa terdapat sebanyak 63,53 % jenis obat berada pada kelompok A, sedangkan pada kelompok B terdapat sebanyak 25,13 % dan pada kelompok C terdapat sebanyak 8,66%. Sedangkan hasil analisis
VEN menunjukan bahwa terdapat 5 jenis obat kelompok V, 17 jenis obat kelompok E dan 4 jenis obat yang termasuk kelompok N. Pada analisis ABC-VEN diketahui bahwa dari 26 jenis obat yang diteliti terdapat obat yang termasuk golongan (A-N) yaitu obat dengan
pemakaian dana hampir sebesar 70 % yang digunakan untuk obat non esensial.
Saran yang diajukan dengan melihat kondisi tersebut adalah sebaiknya para perencana obat mulai membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan di dalam merencanakan obat. Metode yang sesuai untuk digunakan adalah metode konsumsi, mengingat poliklinik telah memiliki data-data yang cukup yang dapat digunakan untuk metode tersebut. Sedangkan analisis penyesuaian rencana pengadaan sebaiknya memakai
analisa ABC-VEN, karena dapat lebih tajam mengetahui jenis obat apa yang menjadi prioritas untuk diadakan maupun yang dikurangi atau dihapuskan sehingga diharapkan ketersediaan obat menjadi lebih tepat jenis, jumlah dan waktu.
"
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>