Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Gabriel Marvin Emilio
"Praktik kegiatan bisnis anjuran (endorsement) di Indonesia telah berkembang secara pesat seiring maraknya penggunaan media sosial. Namun ketentuan hukum positif di Indonesia belum secara jelas mengatur dan membatasi praktik endorsement. Regulasi di Indonesia belum mengatur hubungan hukum yang mendasari kegiatan endorsement dan beban pertanggungjawaban di antara para pelaku usaha periklanan. Implikasi yang terjadi adalah konsumen berada di posisi yang lemah karena minimnya informasi yang dapat ia peroleh atas suatu konten endorsement yang ditayangkan. Konsumen berpotensi menjadi objek eksploitasi dari suatu iklan endorsement akibat kepercayaan yang mereka berikan kepada penganjur (endorser). Hal ini tentu berdampak pada bahaya laten terhadap pelanggaran hak-hak konsumen yang dijamin menurut hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan bahan hukum utamanya adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Etika Pariwara Indonesia Amendemen 2020, hukum perjanjian pemberian kuasa, teori pertanggungjawaban produk, teori pertanggungjawaban profesional, serta teori lainnya untuk menjawab permasalahan yang telah diungkapkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kegiatan endorsement merupakan praktik periklanan yang didasari oleh hubungan hukum perjanjian pemberian kuasa sehingga pengiklan dan perusahaan periklanan bertanggungjawab terhadap konsumen. Pengiklan bertanggung jawab berdasarkan tanggung jawab produk, sedangkan perusahaan periklanan bertanggung jawab berdasarkan tanggung jawab profesional. Oleh karena itu, baik pengiklan maupun perusahaan periklanan harus berhati-hati dan mematuhi hukum perlindungan konsumen dalam melaksanakan kegiatan endorsement. Adapun teori hubungan perjanjian pemberian kuasa tersebut harus diuji di pengadilan oleh konsumen dan pemerintah diharapkan segera memperbaharui UUPK untuk memperjelas ketentuan kegiatan endorsement di Indonesia.

The practice of endorsement business in Indonesia has grown rapidly along with the widespread use of social media. However, the provisions of positive law in Indonesia have not clearly regulated and limited the practice of endorsement. Regulations in Indonesia have not regulated the legal relationship that underlies endorsement activities and the burden of responsibility among advertising business actors. The implication that occurs is that consumers are in a weak position because of the lack of information that they can get on an endorsement content that is broadcast. Consumers have the potential to become the object of exploitation of an endorsement advertisement due to the trust they give to the endorser. This certainly has an impact on the latent danger of violating consumer rights which are guaranteed according to consumer protection law. This study uses a normative juridical method with the main legal material being the provisions of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK), Indonesian Advertising Ethics Amendment of 2020, law of power of attorney agreement, product liability theory, professional responsibility theory, and other theories to answer the problems that have been raised. The conclusion of this study is that endorsement activities are advertising practices based on the legal relationship of power of attorney agreement so that advertisers and advertising companies are responsible for consumers. Advertisers are responsible under product liability, while advertising companies are held accountable under professional liability. Therefore, both advertisers and advertising companies must be careful and comply with consumer protection laws in carrying out endorsement activities. The theory of the relationship between the power of attorney agreement must be tested in court by consumers and the government is expected to immediately update the UUPK to clarify the provisions for endorsement activities in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adil Rahmat Yulian
"Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas barang yang memiliki cacat tersembunyi berkaitan dengan kasus pada putusan Mahkamah Agung No.848 K/Pdt/2016 dan putusan Mahkamah Agung No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. Bentuk penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum normative dengan Metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur secara khusus mengenai cacat tersembunyi serta membedakan antara cacat tersembunyi yang diketahui penjual dan cacat yang tidak diketahui penjual, sedangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak membedakan hal itu melainkan atas semua produk cacat pelaku usaha wajib bertanggungjawab. Menurut KUH Perdata Pengecualian tanggung jawab untuk cacat tersembunyi dimungkinkan sepanjang telah diperjanjikan sebelumnya namun menurut UUPK hal ini tidak diperbolehkan. Dalam kasus I terdapat beberapa poin dalam putusan yang tidak sesuai menurut KUH-Perdata dan/atau UUPK, sedangkan pada kasus II Putusan telah sesuai, dari hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada setiap orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian untuk menghargai apa yang telah diperjanjikan; jika konsumen mendapatkan produk yang dimilikinya terdapat cacat tersembunyi sehingga merasa dirugikan maka tetaplah mempertahankan hak-haknya salah satunya dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

The focus of this study is the liability of business actors for products containing hidden defects related to the case of the Supreme Court's decision No. 848 K/Pdt/2016 and the Supreme Court's decision No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. The form of study in this thesis is normative legal with qualitative methods. Based on the results of the study, it can be concluded that Indonesia Civil Code specifically regulates hidden defects and distinguishes between hidden defects known to the seller and defects unknown to the seller, while the Consumer Protection Law does not distinguish this, but for all defective products of business actors must be responsible. According to the Civil Code, the exception of liability for hidden defects is possible as long as it has been previously agreed, but according to the consumer protection act, this is not allowed. In the first case, there are several points in the decision that is not in accordance with the Civil Code and/or the consumer protection law, while in the second case the decision is appropriate, from the results of this study the author suggests to everyone who binds themselves in the agreement. to honor what has been promised; if the consumer gets a product that has a hidden defect so that he feels aggrieved, then he must continue to defend his rights, one of which is by filing a lawsuit to the Court or through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifinno Akbari
"Internet saat ini tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Berkat kemajuan teknologi, akses internet pun menjadi semakin terjangkau. Akan tetapi di balik kemajuan tersebut, akses pornografi juga semakin meningkat. Sebagai konsumen, pelanggan dan/atau pemakai layanan internet merasa haknya kenyamanan dan keamanan dalam meggunakan layanan internet menjadi terganggu. Sebagai pelaku usaha, PJI bertanggung jawab menyediakan akses internet yang sehat dengan cara melakukan penyaringan pornografi. Tanggung jawab tersebut berasal dari peraturan perundang-undangan yang terkait pornografi. Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang berbasis pada analisis norma hukum dan bersifat deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini berupa analisis dan saran mengenai proporsionalitas perlindungan pelanggan dan/atau pengguna jasa internet sebagai konsumen dan juga PJI sebagai pelaku usaha yang beritikad baik dikaitkan dengan tanggung jawab penyaringan pornografi yang dibebankan kepada PJI ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Nowadays internet is inseparable from people's daily life. Thank to the progress in technology, internet becomes more and more accessible. On the other hand, access to pornography is also getting easier and easier. As consumers, internet subscribers and/or users feel that their rights for comfort and security in accessing the internet have been violated. As an enterprise, internet provider has the responsibility to provide an ethical internet access that is by filtering pornography. The responsibility is originated from the regulations concerning pornography. This is a normative legal research based on legal norm analysis and is descriptive in nature based on reference study.
The result of this research is an analysis and suggestion on proportional protection for internet subscribers and/or users as consumers as well as for internet provider as an enterprise with goodwill related to its responsibility to filter pornography which is bound to it based on regulation no.8 year 1999 on consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43446
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Sevira Rachmah
"Tesis ini menganalisis kerangka hukum seputar kegiatan pariwisata berisiko tinggi di Indonesia, membandingkannya dengan kerangka hukum di Tiongkok, dan menentukan sejauh mana tanggung jawab yang ditanggung oleh pengusaha pariwisata Indonesia dan Cina dalam insiden kegiatan pariwisata berisiko tinggi. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Dalam praktiknya, Indonesia masih belum memiliki kategorisasi dan standarisasi yang akurat mengenai kegiatan pariwisata berisiko tinggi serta ketentuan mengenai kewajiban dan tanggung jawab pengusaha pariwisata yang membuat mereka dapat sepenuhnya bertanggung jawab dalam insiden kegiatan pariwisata berisiko tinggi. Dengan berkaca pada LPCRI dan UU Kepariwisataan Cina, untuk menjunjung tinggi keselamatan wisatawan, Indonesia hendaknya tidak terlalu bergantung pada peraturan pelaksana, melainkan menyediakan ketentuan keselamatan yang bersifat teknis terkait kegiatan pariwisata berisiko tinggi di UU No. 10 tahun 2009. Kemudian, di kedua negara, sanksi yang diberikan kepada pengusaha pariwisata dapat berupa kompensasi atau ganti rugi, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi administratif.

This thesis analyzes the legal framework surrounding high-risk tourism activities in Indonesia, compares them with those of China, and determines the extent of liabilities that tourism entrepreneurs of Indonesia and China bear in high-risk tourism activity incidents. This study employs normative juridical research. In practice, Indonesia still lacks accurate categorization and standardization of high-risk tourism activities as well as provisions on tourism entrepreneurs’ obligations and liabilities that can hold them fully accountable for high-risk tourism activity incidents. By reflecting on China’s LPCRI and Tourism Law, in regard to upholding the safety of tourists, Indonesia should not heavily rely on implementing regulations but instead provide technical safety provisions related to high-risk tourism activities in the primary governing law, which is Law No. 10 of 2009. Lastly, in both countries, tourism entrepreneurs’ can be in the form of compensation or indemnity, criminal liability, and administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Kirana
"Permasalahan pada tesis ini dibagi menjadi 3 (tiga) hal yakni bagaimana tingkat pengetahuan konsumen mengenai perlindungan konsumen terkait Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial, bagaimana kesesuaian isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dengan ketentuan peraturan yang ada dan yang terakhir apa saja kendala dan solusi untuk memberikan perlindungan konsumen terhadap Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif-empiris. Kesimpulan yang dapat diberikan adalah tingkat pengetahuan konsumen mengenai perlindungan konsumen terkait Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dianggap cukup baik, walaupun masih memiliki kelemahan. Lalu tidak adanya kesesuaian isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dengan ketentuan peraturan yang ada. Perlindungan konsumen terhadap isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial harus mampu mengatur mengenai aspek transparansi atau akuntabilitas. Lalu juga harus mampu mencerdaskan konsumen dengan cara pemberian edukasi, literasi dan sosialisasi kepada konsumen mengenai Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial. Kendala yang dihadapi di sini juga berkaitan dengan pelaku usaha yang belum memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, domain dari pengawasan klausula baku, tidak adanya badan usaha jejaring sosial di Indonesia dan kerja sama internasional yang belum tentu sesuai dengan ketentuan peraturan di Indonesia. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan disahkannya RUU PDP dan penyegaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

The three major issue of this thesis are: the level of consumer’s knowledge about consumer protection related to Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks, the suitability of the contents of Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks with the existing regulations, the constraints and it solutions for consumer’s protection against Privacy Policy on Terms and Conditions on the social networks. This thesis is using normative-empirical legal research method. The conclusion: the consumer’s knowledge level about consumer protection related to Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks is considered quite good, although it still has weaknesses. There is no correlation between contents Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks with the existing regulations. Consumer’s protection to the contents Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks must be able to regulate aspects of transparency or accountability. Then also must be able to educate consumers by providing literacy and socialization to consumers about Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks. The emerging constraints that can be described are business actors who have not complied with Government Regulation No. 71 of 2019, the domain of standard clause supervision, the absence of social networking business entities in Indonesia, international cooperation which are not necessarily suit with rules in Indonesia. The solution that can be given is by passing the PDP Bill and refreshing Law No. 8 of 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaya, Robertus Maylando
"Skripsi ini membahas tentang Helm sebagai salah satu perlengkapan keselamatan saat berkendara. Produk helm harus dibuat berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sesuai peraturan yang dikeluarkan BSN. Tidak semua helm berlogo SNI berkualitas sesuai standar. Banyak helm SNI palsu beredar, tetapi masyarakat tidak tahu, karena tidak bisa membedakan yang asli dengan yang palsu. Produsen yang memproduksi dapat dikenakan sanksi menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 20/M-Dag/Per/5/2009 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pengawasan Barang Dan/Atau Jasa. Pemerintah sudah melakukan pengawasan di pasar dengan memantau keadaan produk dengan melakukan pengamatan, pengujian, penelitian dan survei terhadap helm-helm yang beredar di pasaran.

This thesis discusses about Helmet as one of safety equipment while riding. Helmets should be made based on Indonesian National Standard (SNI) in accordance with regulations issued by BSN. Not all helmets bearing the ISO quality standard. Many circulate false SNI helmet, but people cannot distinguish the original with a fake. Manufacturers that produce may be imposed by Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia No. 20/M-Dag/Per/5/2009 About Terms and Procedure of Supervision of Goods and/or Services. The Government has been doing surveillance on the market by giving authority to the Directorate of Supply of Goods and Services Directorate General of Domestic Trade Ministry of Commerce to monitor the state of the product by making observations, testing, research and surveys of helmets on the market."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43060
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aninta Sagitaria
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan pengaturan hukum terkait tanggung jawab pelaku usaha yang diberikan oleh pemerintah Indonesia serta bentuk pertanggungjawaban kerugian yang diberikan kepada konsumen atas produk cacat tersembunyi oleh pelaku usaha. Selain itu, penelitian ini akan menganalisa kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. dengan hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan dua tahapan, yaitu mengkaji hukum normatif yang berlaku dan melihat kesesuaian antara hukum normatif yang dikaji dengan suatu peristiwa atau obyek penelitian tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji UU Perlindungan Konsumen dan melihat kesesuaian antara UU Perlindungan Konsumen dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. yang berkaitan dengan kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan produk mobil BMW dengan cacat tersembunyi dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. yang berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh konsumen ketika menggunakan produk mobil Nissan Navara 2018. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat gugatan penggantian kerugian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. yang seharusnya dikabulkan menurut Hukum Perlindungan Konsumen namun tidak dikabulkan dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. sudah sesuai dengan Hukum Perlindungan Konsumen.

This study aims to explain the legal arrangements related to the responsibilities of producers given by the Indonesian Government and the forms of liability provided by producers for losses given to consumers for hidden defective products. In addition, this study will analyze the suitability of the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. with Consumer Protection Law in Indonesia. This study uses normative juridical research method using two stages, namely examining the applicable normative law and seeing the conformity between the normative law and a particular event or object of research. In this study, researcher examine the Consumer Protection Law and see its compatibility with the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. relating to the losses suffered by consumers due to the use of BMW car products with hidden defects and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. relating to the losses suffered by consumers due to the use of Nissan Navara 2018 car products with hidden defects. The results of this study indicate that there is a claim for compensation for the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. which should have been granted according to the Consumer Protection Law but was not granted and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. is already aligned with Consumer Protection Law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akbar Hariadi
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 UU Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Namun sayangnya klausula baku di dalam perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha, terutama klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha klausula eksonerasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen cenderung dianggap sebagai buah dari itikad tidak baik pelaku usaha dalam mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan posisi tawar konsumen yang rendah. Pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah ldquo;bagaimana perbandingan konsep pengalihan tanggung jawab pelaku usaha antara pendapat ahli, UU Perlindungan konsumen dan putusan pengadilan dalam sengketa perlindungan konsumen rdquo;. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pembatasan dari pemaknaan klausula eksonerasi baik dari pendapat ahli, UU Perlindungan Konsumen sendiri ataupun penafsiran makna Majelis Hakim Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

ABSTRACT
Based on Article 1 Paragraph 10 of the Consumer Protection Law in Indonesia, Standard Clause are rules or provisions and conditions which have been prepared and determined first unilaterally by a supplier in a document and or agreement binding and must be fulfilled by the consumer. Unfortunately, the standard clause in the standarized agreement issued by the supplier, usually transfering the responsibility of supplier exoneration clause as stated in Article 18 Paragraph 1 of the Consumer Protection Law. The standard clause tends to be regarded as the result of bad faith of business actor rsquo s on seeking maximum profit, including from the weakness of consumer position. Article 18 Paragraph 1 of the Consumer Protection Law formulate the subject matter on this thesis is how to compare the concept of transfer of business actors 39 responsibility between expert opinion, Consumer Protection Law in Indonesia and court decision in consumer protection dispute . To answer the question the authors use normative juridical research methods with library data collection techniques, and related documents. The result of this thesis shows that there is no restriction on the meaning of exoneration clause either from expert opinion, Consumer Protection Law in Indonesia itself or interpretation of Judges of Badan Penyelesaian Sengketa Kosnsumen. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Yurisditya Angie Prabatha
"Penjualan rumah susun baik dalam bentuk apartemen maupun kondominium hotel yang belum jadi dengan menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), sekarang ini marak dilakukan oleh Pelaku Usaha dan pada dasarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun memperbolehkan hal tersebut. PPJB merupakan upaya pengikatan para pihak, bahwa pada suatu waktu yang ditentukan akan diadakan jual beli sesungguhnya yang berdasarkan Akta Jual Beli (AJB). Masalah yang sering terjadi dari hal tersebut adalah konsumen selaku pembeli yang berdasarkan PPJB seringkali mengalami kerugian, dimana kewajiban pelunasan telah dilakukan oleh konsumen namun pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya seperti tidak mengalihkan status kepemilikan unit kondominium hotel dari PPJB menjadi AJB dan diperparah dengan status pelaku usaha yang dinyatakan pailit. Konsumen banyak yang tidak memahami bagaimana kedudukannya secara hukum dan upaya hukum apa yang harus ditempuh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yurisdis-normatif yaitu penelitian yang menekankan dalam penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Dengan menggunakan metode penelitian tersebut, diambil kesimpulan bahwa dalam situasi pailitnya pelaku usaha, para konsumen yang membeli unit kondominium hotel merupakan kreditor konkuren yang kemungkinan besar tidak mendapatkan ganti rugi yang cukup karena kurangnya harta debitor, oleh karena itu terdapat juga beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh para konsumen salah satunya meminta Kurator melanjutkan PPJB ke tahap AJB. Untuk kedepannya Penulis menyarankan, pemerintah maupun seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan suatu properti, perlu terlibat dan mencarikan solusi nyata terhadap permasalahan serupa. Harapannya, pengembangan dan pembangunan properti di Indonesia dapat terus berlanjut dengan hak-hak para konsumen selaku pembeli tetap terlindungi.

Sales of unfinished flats in the form of apartments or hotel condominiums using a Sale and Purchase Agreement recently is in large quantity done by developer and fundamentally based on Law Number 20 Year 2011 about Strata Title it is allowed to do. The problem in question now a days is the apartment buyers who carry their legitimational action only based on Sale and Purchase Binding Agreement experience disadvantages. In which in one side, the buyers have paid the buying price totally, but in other hand, the sellers do not switching the ownership status and exacerbated by the status of bankrupt business actors. Many consumers do not understand what their legal position is and what legal remedies must be taken. The research method used is the juridical-normative research, a research that emphasizes the use of legal norms in writing. By using this research method, it is concluded that in the bankruptcy situation of business actors, consumers who buy condominium hotel units are unsecured creditors who are most likely not to receive adequate compensation due to the debtor's lack of assets. Therefore, there are also several legal remedies that consumers can take, one of which is asking the Curator to continue Sale and Purchase Agreement to the Sale and Purchase Deed stage. The author suggests that the government and all stakeholders in the development of a property need to be involved and find real solutions to similar problems. Hopefully the property development and construction in Indonesia can continue with the rights of consumers as buyers being protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Anggreani Masjur
"Konsep sistem penjualan skema piramida hampir menyerupai konsep sistem penjualan multi level marketing (MLM), sehingga dapat menjadi celah bagi perusahaan untuk menjalankan prakrek skema piramida dengan menamakan dirinya sebagai perusahaan multi level marketing agar terkesan legal. Skema piramida dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan adalah kegiatan usaha yang bukan dari hasil penjualan barang. Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk senantiasa beriktikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini bermaksud mengarahkan pelaku usaha menyukseskan pembangunan ekonomi nasional, khususnya dibidang usaha. Pelaku usaha PT. Wandermind dalam konsep distribusi telah menerapkan sistem skema piramida karena telah melakukan kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan barang dan kegiatan penjualan account tersebut memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha/member untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama biaya pertisipasi orang lain/member baru yang bergabung. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif. Diterapkannya product libility dalam UUPK terhadap para pelaku usaha yang memproduksi barang dan kemudian ternyata barang tersebut menimbulkan kerusakan, pemcemaran, dan/atau kerugian pada badan, jiwa dan barang milik konsumen, maka konsekuensi diterapkannya product libility pelaku usaha dapat dikenakan sanksi perdata berdasarkan Pasal 19 UUPK, pelaku usaha (hal ini produsen) yang produknya merugikan konsumen, harus memberikan ganti rugi, ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang yang sejenis atau yang setara nilainya, perawatan kesehatan, pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

The concept of a pyramid scheme sales system almost resembles the concept of a multi-level marketing (MLM) sales system, therefore, it can be a gap for companies to run a pyramid pre-manufacturing scheme by considering themselves as a multi-level marketing company to be impressed legally. According to the constitution article 9, No 7 of 2014 concerning the trade is that the trade is a business activity that is not about selling the goods. The businessmen have an obligation to always have good intentions in carrying out their business activities. Moreover, the consumer protection provisions are intended directly the businessmen to succeed in national economic development particularly in the field of business. Thus, PT. Wandermind in terms of the distribution concept has implemented a pyramid scheme system because it has carried out business activities that are not from the results of goods activities. Furthermore, the account sales activities take advantage of opportunities for the participation of business partners or members to get compensation or income particularly the participation of both other and new members who join the business. This current research is a normative study. By applying the product libility in UUPK to the businessmen who are producing goods and if it turns out that the item causes damage, pollution, and or get lost of the consumers property, as the consequence of the application of product libility, the businessmen can be the subjects to civil sanctions referring to the law in article 19 of UUPK, the businessmen (as the producers) whose products harm consumers, must provide the compensation. It is in the form of refunds, replacement of similar or equivalent goods, health care, compensation in accordance with the provisions of applicable laws and regulations. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>