Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panjaitan, Ellyzabeth Panjialita
"Skripsi ini membahas mengenai peninjauan kembali terhadap putusan peninjauan kembali yang sebelumnya telah dinyatakan tidak dapat diterima sebagaimana diatur dalam SEMA No. 4 Tahun 2014 dengan memenuhi syarat-syarat, di antara putusan peninjauan kembali pertama telah diputus dengan tidak berdasarkan SEMA No. 1 Tahun 2012 dan kewajiban terpidana atau pemohon untuk hadir dalam persidangan dikaitkan dengan menganalisis ketentuan dalam KUHAP dan Undang-Undang. Skripsi ini juga menjelaskan pertama, pengaturan peninjauan kembali terhadap peninjuan kembali yang amarnya dinyatakan tidak dapat diterima; kedua, penerapan dari putusan Peninjauan Kembali Kedua Kali No. 1 PK/Pid/2016, Putusan MA No. 17 PK/Pid/2018, dan Putusan MA No. 71/PK/Pid/2020 yang dikaitkan dengan SEMA No. 4 Tahun 2014; ketiga, konsep yang tepat atas peninjauan kembali kedua kali atas putusan peninjauan kembali yang pada amar sebelumnya telah dinyatakan tidak dapat diterima dikarenakan terpidana yang masih berada dalam tahanan sehingga tidak dapat hadir dalam persidangan peninjauan kembali. Penelitian ini adalah penelitian yuridis sosiologis yang dilakukan dengan menggunakan data baik data sekunder melalui beberapa literatur maupun data primer dari hasil wawancara, serta analisa data kualitatif yang memberikan deskriptif atas gejala yang terjadi adanya peninjauan kembali atas putusan peninjauan kembali yang dinyatakan tidak dapat diterima.

This study explains about Judicial review on a decision of the judicial review was have been declared unacceptable as stipulated in SEMA No. 4 of 2014 by fulfilling the conditions, among the first judicial review, decisions have not been decided on SEMA No. 1 of 2012. The obligation of the convict or applicant to be present at the trial is related to analyzing the provisions in the Criminal Procedure Code and the Law. This study also explains, firstly, the arrangement for reconsideration of judicial review whose verdict is declared unacceptable; second, the application of the decision of the Second Review No. 1 PK/Pid/2016, Supreme Court Decision No. 17 PK/Pid/2018, and Supreme Court Decision No. 71/PK/Pid/2020 which is associated with SEMA No. 4 of 2014; third, the correct concept of a second review of the judicial review decision which was previously declared unacceptable because the convict is still in detention and cannot attend the judicial review trial. This research is sociological juridical research conducted by using secondary data through several kinds of literature and primary data from interviews and qualitative data analysis, which provides a descriptive analysis of the symptoms that occur due to a review of the judicial review decision, which is declared unacceptable."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gardanusa SE
"Skripsi ini membahas tentang lembaga peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa yang dimintakan atas putusan peninjauan kembali yang juga merupakan hasil dari upaya hokum luar biasa juga. Lembaga Peninjauan Kembali Atas Putusan Peninjauan Kembali Didalam Perkara Pidana Studi Kasus Djoko Soegiarto Tjandra, dalam perkara pidana ini, terpidana Djoko Soegiarto Tjandra menempuh upaya hukum luar biasa Peninjauan kembaliatas putusan peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung terhadap putusan kasasi yang putusannya lepas dari segala tuntutan hokum bagi terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Peninjauan kembali hanya boleh dilakukan satu kali saja, sementara itu Jaksa Penuntut Umum telah melakukan Peninjauan Kembali, bagaimana pada kondisi tersebut, terpidana mengajukan upaya hokum luar biasa tersebut untuk yang kedua kali. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana data yang digunakan merupakan data sekunder dari beberapa literature dan data primer dari hasil wawancara, yang kemudian diolah dengan metoda analisis data yang dilakukan secara kualitatif.

This study explains about judicial review as an extra ordinary remedy request on a decision of judicial review as the result of an extra ordinary remedy as well. Judicial review of a judicial review decision in the law of criminal case, case study Djoko Soegiarto Tjandra, in this case, convicted Djoko Soegiarto Tjandra submit apetitionforJudicial review as an extra ordinary remedy of a judicial reviewdecisionsubmited by Public Prosecutor to Supreme Court toward a dismissing all charges judgment in cassation phase. A petition for a judicial review may only be made once, in the mean time if a Public Prosecutor have already requested one, in that condition, convicted request for a judicial review for a second time. This research is a normative law research where the data use in this research is secondary data from some literatures and the primary data is from interview that analysed by qualitative data method analyses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hendro Santoso
"Siapapun yang mengajukan sengketa perdata ke pengadilan tentu berharap untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pemeriksaan perkara senantiasa diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belumlah selesai persoalannya. Hakim adalah manusia biasa karena itu suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Mulai dari perlawanan, banding sampai kasasi yang merupakan upaya hukum biasa sampai dengan peninjauan kembali yang merupakan upaya hukum luar biasa. Para pihak dalam perkara dapat menggunakan sarana ini, apakah itu karena alasan hukum atau bukan. Peninjauan kembali dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena merupakan upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan peninjauan kembali masih bisa menyisakan masalah apabila masih ada putusan peninjauan kembali yang bertentangan dengan putusan peninjauan kembali yang sudah ada karena obyek perkaranya sama. Untuk alasan itu Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No. 10 Tahun 2009 yang memberikan jalan keluar untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan peninjauan kembali atau permohonan peninjauan kembali yang kedua.

Whoever filing a civil suit to the court will surely expect to obtain solution or settlement. Based upon Law Number 48 Year 2009 regarding Judicial Authority, the Court shall be forbidden to refuse examining, hearing, and deciding upon a case filed on the argument that there is no rule of law or it is unclear, but on the contrary the court shall be obliged to examine and to hear it as well. The examination of a case shall be often ended with a decision, however, by handing down a decision, the problem has not been guaranteed to come to its end. In fact, a Judge is just a human being, and therefore the decision of a Judge can be wrong or erroneous, even it shall not be impossible to be one-sided. Accordingly, for the sake of truth and justice, every decision of a Judge should be re-examined in order to correct any possible error and mistake in handing down a decision. Generally, for any decision of a Judge, legal remedies have been provided namely the efforts or instruments to prevent or to correct the error in any decision, starting from resistance, appeal up to cassation which constitute ordinary legal remedies up to the judicial review which constitutes extra ordinary legal remedy. The parties in a case can take use of these legal remedies, either due to legal reason or not. The Judicial Review is called as extra ordinary legal remedy as it constitutes a legal remedy towards the decision of the court which has already had permanent legal force. The decision of Judicial Review still can leave problem behind if the decision of the Judicial Review is contrary to the existing decision of Judicial Review due to the similar object of the case. Accordingly, based on this fact, the Supreme Court has issued SEMA No. 10 Year 2009 providing the possibility to file an application for judicial review towards the decision of judicial review or the second judicial review application."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fessy Farizqoh Alwi
"Ketika Internet telah menjadi suatu media komunikasi dan teknologi yang merambah segala aspek sosial ekonomi termasuk perdagangan barang dan jasa, maka mulailah timbul berbagai persoalan-persoalan hukum yang berkaitan dengan dunia internet. Salah satunya adalah sengketa nama domain. Seringkali terdapat pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dengan merugikan orang lain terkait dengan pendaftaran nama domain. Pendaftaran nama domain menganut prinsip first come first serve, artinya siapa yang mengajukan terlebih dahulu dialah yang berhak atas nama domain tersebut. Namun demikian, terdapat kaidah¬kaidah hukum dalam pendaftaran nama domain yang menjadi pedoman hukum para pihak.
Di Indonesia, terdapat kasus sengketa nama domain mustika-ratu.com. Dalam menyelesaikan sengketa nama domain, ada beberapa mekanisme yang tersedia, sementara itu pendekatan penyelesaian yang digunakan oleh PT Mustika Ratu Tbk adalah model pendekatan pidana karena terdapat unsur persaingan curang. Meskipun melalui Peninjauan Kembali kasus tersebut dinyatakan tidak terbukti, namun tidak berarti peluang menggunakan pendekatan pidana menjadi Lertutup terutama bagi kasus-kasus yang berkaitan dengan persaingan curang. Yang menjadi pokok permasalahan yang diangkat ada tiga yakni bagaimana mekanisme pendaftaran dan penyelesaian nama domain, serta putusan Peninjauan Kembali kasus sengketa nama domain mustika-ratu.com ini,apakah menutup peluang penggunaan pendekatan pidana dalam penyelesaian sengketa nama domain.
Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian preskriptif. Kasus sengketa nama domain mustika-ratu.com menjadi salah satu contoh sengketa nama domain yang diselesaikan melalui proses persidangan (in court settlement). Putusan Peninjauan Kembali majelis hakim yang memutus bebas tergugat Tjandra Sugiono atau Chandra Sugiono, bukan berarti menutup peluang untuk penyelesaian sengketa nama domain di Indonesia melalui jalur pengadilan. Pertimbangan hakim dalam memutus bebas atas Tjandra Sugiono, semata hanya karena lemahnya alat bukti ditemukan unsur persaingan curang.
Dengan demikian penyelesaian sengketa nama domain tetap dapat menggunakan pendekatan pidana terutarna untuk kasus-kasus tertentu yang memenuhi unsur persaingan curang ataupun cybersquatting. Majelis hakim baik di PN, tingkat kasasi maupun PK, seharusnya bisa membuat penemuan hukum (rechvinding) dalam putusannya (tanpa mempersalahkan lemahnya alat bukti), dengan pertimbanganan tidak terpenuhinya kaidah trust, good faith dan legitimate interest, berdasarkan data-data registran yang tertuang dalam halaman whois networksolution.com."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Suwandy
"Notaris/PPAT dituntut mematuhi peraturan perundang-undangan serta Kode Etik. Mereka harus mengetahui tanggung jawabnya dan menjaga sikap serta perilaku dalam berpraktek. Namun, kewajiban yang seharusnya diimplementasikan dalam menjalankan jabatannya ternyata tidak dibarengi dengan kenyataan di lapangan. Masih banyak terjadi pelanggaran yang membawa akibat hukum pada akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT, bahkan sampai pada gugatan di pengadilan.
Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/PPAT harus memperhatikan prosedur pembuatan akta menurut ketentuan yang berlaku, menaati Kode Etik serta mengedepankan itikad baik dan prinsip kehati-hatian. Dengan integritas moral yang mantap Notaris/PPAT dapat menghindarkan diri dari tuntutan hukum.

Notary/Official Land Deed Maker must comply with legislation and Codes of Conduct. They must know their responsibilities and keep the attitude and behavior. But the obligation that should be implemented, do not accordance with the fact. Many violations of the deed made by Notary/Official Land Deed Maker even to the lawsuit in court.
This thesis use juridical normative research methods with qualitative data analysis technique. From the analysis it can be concluded that Notary/Official Land Deed Maker should pay attention to the procedure of making deed under the applicable provisions, adhere to the Codes of Conduct, priority to good faith and the precautionary principle. With good moral integrity, Notary/Official Land Deed Maker can avoid from lawsuit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Kumolosari
"Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.;Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Utami
"Pengaturan pengampuan saat ini tidak hanya diatur melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun juga undang-undang lain seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Putusan Banding No. 75/PDT/2018/PT.JMB, Majelis Hakim telah mengabulkan pembatalan penetapan pengampuan yang diajukan oleh Terampu. Penyusunan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan kualitatif untuk meneliti kasus berdasarkan dengan undang-undang berlaku perihal pengampuan, dengan fokus terhadap kedudukan Terampu sebagai pengaju pembatalan dari pengampuan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Terampu memiliki kedudukan sebagai pengaju pembatalan pengampuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini memiliki beberapa pasal yang mengatur mengenai pengampuan dan menjadi suatu pelengkap dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terutama terkait Pembatalan Pengampuan. Walaupun demikian, terdapat beberapa substansi berbeda dalam aspek sifat pengampuan dan kriteria pengampu. Putusan Banding No. 75/PDT/2018/PT.JMB telah mencerminkan substansi dari undang-undang tersebut, namun undang-undang ini belum menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara penyandang disabilitas pada kasus pembatalan pengampuan tersebut.

Conservatorship is regulated through the Civil Code and other laws such as Law No. 8/2016 on Persons with Disabilities. In Appeal Decision No. 75/PDT/2018/PT.JMB, the Panel of Judges granted the annulment of the conservatorship order filed by the Respondent. This research is a normative juridical research that uses a qualitative approach to examine cases based on the applicable laws regarding conservatorship, with a focus on the position of the Curandus as the applicant for the annulment of conservatorship. The results of this study show that Curandus has a position as a conservatorship annulment applicant based on Law No. 8/2016 on Persons with Disabilities. This law has several articles regulating conservatorship and complements the Civil Code, especially regarding the annulment of conservatorship. However, there are some substantial differences in the nature of conservatorship and the criteria for the conservator. Appeal Decision No. 75/PDT/2018/PT.JMB reflects the substance of the law, but this law has not been taken into consideration by the Judges in deciding cases involving persons with disabilities in cases of conservatorship annulment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fenny Kusumaningtyas
"Koperasi menjadi bagian dari tata susunan ekonomi, yang berarti dalam kegiatannya koperasi turut mengambil bagian bagi terwujudnya kehidupan ekonomi yang sejahtera baik bagi orang-orang yang menjadi anggotanya itu sendiri atau pun masyarakat sekitarnya. Koperasi memiliki peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari masyarakat yang perekonomiannya terbatas. Dalam rangka memajukan perekonomian masyarakat yang terbatas, Pemerintah Indonesia memperhatikan perkumpulan koperasi, apalagi sejak adanya Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum koperasi semakin diperhatikan.               Sejak saat itu koperasi di Indonesia mulai bermunculan dan dilatarbelakangi oleh upaya agar terciptanya kesejahteraan rakyat khususnya dalam sektor perekonomian. Meski pun aturan-aturan mengenai Koperasi telah diatur secara rinci, namun tetap saja banyak terdapat penyimpangan-penyimpangan, terlebih terkait dengan penghimpunan dan penyaluran dana serta tidak adanya perlindungan bagi nasabah penyimpan dana di Koperasi Simpan Pinjam menjadikan potensi terjadinya penyimpangan, seperti dalam Putusan PN No. 30/pdt.G/2014/PN Sbr di mana putusan PN Sumber dianggap keliru dalam menafsirkan Pasal 1367 KUHPerdata yang mengikutsertakan sebuah koperasi turut bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh mitra kerjanya dan terdapat perbedaan penafsiran oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali yang justru membebaskan koperasi tersebut dari tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh mitra kerjanya

Cooperatives are part of the economic structure, which means that in their activities they take part in the realization of a prosperous economic life for both the people who are members themselves and the surrounding community. Cooperatives have a considerable role in structuring joint ventures among communities whose economies are limited. In order to advance the limited economy of the community, the Government of Indonesia pays attention to cooperative associations, especially since the existence of Article 33 of the 1945 Constitution, which emphasizes that cooperatives are the "soko guru" of the Indonesian economy. The legal position of cooperatives has become increasingly considered since the existence of Article 33. Since then, cooperatives in Indonesia have begun to emerge and are motivated by efforts to create people's welfare, especially in the economic sector. Although the rules regarding cooperatives have been regulated in detail, there are still many deviations, especially related to the collection and distribution of funds and the absence of protection for customers of fund storage in savings and loan cooperatives, making potential deviations, as in PN Decision No. 30 / pdt. G/2014/PN Sbr, where the decision of PN Sumber is considered to be erroneous in interpreting Article 1367 of the Civil Code, which includes that a cooperative is also responsible for unlawful acts committed by its partners, and there are differences in interpretation by the Panel of Review Judges, which actually releases the cooperative from responsibility for actions committed by its partners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsaad Wirasah
"Pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa penuntut umum, dan penerimaan pengajuan tersebut oleh Mahkamah Agung telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, ada yang berpendapat bahwa putusan-putusan tersebut telah mencederai asas kepastian hukum dan ada juga yang berpendapat bahwa putusan-putusan tersebut merupakan putusan yang tepat sekaligus sebagai wujud penerapan asas persamaan di hadapan hukum yang terdapat di dalam hukum acara pidana. Atas kondisi ini Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 33/PUU-XIV/2016 berusaha mengakhiri pro dan kontra yang ada. Namun apakah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut telah memenuhi asas kepastian hukum dan asas persamaan di hadapan hukum yang terdapat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan metode yuridis normatif dan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber, penelitian ini hendak membahas 2 (dua) pertanyaan penelitian: Pertama, mengenai keterkaitan antara kepentingan korban dan kepentingan umum dengan peran dan wewenang jaksa dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Kedua, mengenai bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XVI/2016 terhadap pemenuhan asas kepastian hukum dan asas persamaan di hadapan hukum. Penelitian ini menunjukkan bahwa jaksa penuntut umum berperan mewakili kepentingan korban dan kepentingan umum dengan tujuan utama untuk memperjuangkan rasa keadilan yang diharapkan oleh masyarakat. Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUUXVI/ 2016 telah memberikan kepastian kepada terpidana atau ahli warisnya dan jaksa penuntut umum bahwa mereka dapat mengajukan peninjauan kembali selama terdapat ketentuan tertulis yang dapat memberikan hak dan kewenangan itu. Walau demikian, ternyata putusan tersebut tidak dapat memenuhi asas persamaan di hadapan hukum karena tidak mempersamakan kedudukan antara jaksa penuntut umum dengan terpidana dan ahli warisnya.

Judicial review by the public prosecutor, and acceptance of these submissions by the Supreme Court have generated pros and cons in the community, some argue that these decisions have violated the principle of legal certainty and some are of the opinion that these decisions are correct decisions at the same time as a form of application of the principle of equality before the law contained in the criminal procedure law. Due to this condition, the Constitutional Court through decision number 33/PUU-XIV/2016 tried to end the existing pros and cons. However, whether the decision of the Constitutional Court has fulfilled the principle of legal certainty and the principle of equality before the law contained in the criminal justice system in Indonesia. Using the normative method and conducting interviews with several sources, this study intends to discuss 2 (two) research questions: First, regarding the relationship between the interests of victims and the public interest with the role and authority of prosecutors in the criminal justice system in Indonesia. Second, regarding how the decision of the Constitutional Court No. 33 / PUUXVI / 2016 regarding the fulfillment of the principle of legal certainty and the principle of equality before the law. This thesis observes that the public prosecutor has a role to represent the interests of victims and the public interest with the main objective of fighting for the sense of justice that is expected by society. In addition, the decision of the Constitutional Court No. 33 / PUU-XVI / 2016 has provided assurance to the convicted person or their heirs and the public prosecutor that they can submit a review as long as there are written provisions that can provide such rights and powers. However, it turns out that this decision does not fulfill the principle of equality before the law because it does not equalize the position of the public prosecutor and the convict and his heirs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>