Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nungky Awang Chandra
"Serangan siber yang meningkat dan bervariasi membutuhkan sebuah model yang mampu meningkatkan ketahanan dan kesadaran akan ancaman serangan bencana siber. Penelitian ini mengembangkan model cyberdisaster situation awareness yang mampu menggambarkan dua tahap proses yaitu penilaian tingkat risiko ancaman bencana siber dan kerangka pengujian kerentanan keamanan siber melalui metode audit, tabletop exercise dan penetration testing. Penelitian ini menggunakan metode risiko formal fuzzy FMEA dan temporal risk. Hasil penelitian pertama menunjukan bahwa model cyberdisaster situation awareness mampu meningkatkan ketahanan keamanan siber. Model ini menggambarkan bahwa dengan metode fuzzy FMEA didapatkan nilai tingkat risiko bencana tertinggi yaitu ancaman serangan ransomware dan gempa bumi. Dari dua nilai risiko yang tertinggi tersebut dilakukan validasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran dalam menghadapi ancaman ransomware dan gempa bumi melalui survey 152 responden. Hasil survey menunjukan bahwa keputusan respon bencana siber dipengaruhi oleh faktor kapabilitas sistem (p < 0,05), faktor pengetahuan (p < 0,05), dan faktor kesadaran akan situasi bencana (p < 0,05). Pada penelitian kedua menunjukan bahwa kerangka pengujian kerentanan keamanan siber dengan pendekatan temporal risk dapat membantu meningkatkan ketahanan dan keamanan siber. Metode pengujian audit, tabletop exercise dan penetration testing akan menghasilkan dua klasifikasi risiko yaitu risiko yang dapat diterima (tolerable risk) dan risiko yang tidak dapat diterima (intolerable risk). Penelitian ini juga menggunakan aplikasi untuk membantu mengukur tingkat risiko keamanan siber berdasarkan Annex ISO 27001:2013. Hasil pengujian penilaian risiko dengan metode audit berdasarkan annex ISO 27001:2013 ditemukan bahwa tingkat risiko yang dapat diterima adalah akuisisi, pengembangan dan pemeliharaan sistem, dengan nilai indeks kinerja pengamanan sebesar 38.29%. Untuk hasil pengujian metode tabletop exercise dihasilkan bahwa tidak ditemukan tingkat risiko tinggi atau yang tidak dapat diterima, dengan nilai indeks kinerja pengamanan sebesar 75%. Hasil pengujian dengan metode penetration testing menunjukan bahwa risiko yang tidak dapat diterima adalah pengendalian akses dan pengamanan komunikasi, dengan nilai indeks pengendalian pengamanan sebesar 16.66%. Dari temuan kerentanan ini dilakukan tindakan perbaikan melalui aplikasi untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan siber. Tindakan perbaikan ini menghasilkan kinerja pengamanan 100% memenuhi annex ISO 2700:2013. Kebaruan dari penelitian ini adalah konsep model kerangka cybersituation awareness yang mampu menilai risiko ancaman keamanan siber dan pengujian kerentanan pengendalian keamanan siber.

Cyber attacks that are increasing and varied require a model that is able to increase resilience and awareness of the threat of cyber-disaster attacks. This study develops a cyberdisaster situation awareness model that is able to describe two stages of the process, namely the assessment of the level of cyber disaster threat risk and a cybersecurity vulnerability testing framework through audit methods, tabletop exercise and penetration testing. This study uses a formal risk method fuzzy FMEA and temporal risk. The results of the first study showed that the cyberdisaster situation awareness model was able to increase cyber security resilience. This model illustrates that with the fuzzy FMEA method, the highest level score of disaster risk is the threat of ransomware attacks and earthquakes. From the two highest risk values, validation of the factors that affect the level of awareness in dealing with the threat of ransomware and earthquakes was carried out through a survey of 152 respondents. The survey results show that cyber disaster response decisions are influenced by factors such as system capability (p < 0.05), knowledge factor (p < 0.05), and awareness of disaster situations (p < 0.05). The second research shows that a cybersecurity vulnerability testing framework with a temporal risk approach can help improve cyber resilience and security. The audit testing method, tabletop exercise and penetration testing will produce two risk classifications, namely tolerable risk and intolerable risk. This study also uses an application to help measure the level of cybersecurity risk based on Annex ISO 27001: 2013. The results of risk assessment with testing the audit method based on annex ISO 27001:2013 found that the acceptable level of risk is the acquisition, development and maintenance of the system, with a security performance index value of 38.29%. For the results of the tabletop exercise test method, it was found that there was no high or unacceptable risk level, with a security performance index value of 75%. And for the test results using the penetration testing method, it shows that the unacceptable risk is access control and communication security, with a security control index value of 16.66%. From the findings of these vulnerabilities, corrective actions are taken through applications to increase cyber resilience and security. These corrective actions result in 100% security performance meeting the annex ISO 27001:2013. The novelty of this research is the concept of a cybersituation awareness framework model that is able to assess cybersecurity threat risks and test cybersecurity control vulnerabilities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Rahman Gymnastiar Mufti
"PT Pupuk Kujang selaku perusahaan BUMN di bidang industri pupuk dan industri kimia terus berupaya meningkatkan kualitas dari kinerja teknologi informasinya, sesuai dengan panduan penyusunan pengelolaan teknologi informasi pada BUMN yang terlampir pada peraturan menteri BUMN, yang harus berdasarkan pada suatu sistem tata kelola, yang termuat dalam sebuah master plan, dan dikembangkan secara bersinergi sesama BUMN. Dalam IT master plan PI group yang telah dirancang terdapat point peningkatan kesadaran keamanan informasi yang mengharuskan adanya pengukuran kesadaran keamanan informasi oleh pegawai perusahaan. Keamanan informasi adalah terjaganya kerahasiaan (confidentiality), keutuhan (integrity), dan ketersediaan (availability) informasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran tingkat kesadaran keamanan informasi pegawai yang bekerja di kantor PT Pupuk Kujang. Pengumpulan data pengukuran pada penelitian ini didapatkan dari hasil penyebaran kuesioner, yang dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan metode PLS-SEM dengan aplikasi SmartPLS untuk melakukan uji validitas konvergen, validitas diskriminan dan uji reliabilitas, serta pengujian inner model test terhadap variabel knowledge, attitude, dan behavior (model KAB). Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa antara variabel KAB tidak memiliki hubungan satu sama lainnya dalam memengaruhi tingkat kesadaran keamanan informasi, dan hasil dari skala tingkat kesadaran keamanan informasi di perusahaan ada pada skala “Baik”.

PT Pupuk Kujang is a Chemical and Fertilizer company, as a state-owned company (BUMN) PT Pupuk Kujang needs to continuously improve its IT performance align with the IT management and development guidelines. This is in line as well with the BUMN Ministry book of law. The IT usage and development in BUMN must be based on the masterplan that synergistically developed across the BUMNs. In the PI group IT master plan that has been designed there is a point of increasing information security awareness which requires measuring information security awareness by company employees. Information security is the maintenance of confidentiality, integrity, and availability of information.
This study aims to measure the level of information security awareness of employees who work in the office of PT Pupuk Kujang. The collection of measurement data in this study was obtained from the results of distributing questionnaires, followed by data processing using the PLS-SEM method with the SmartPLS application to test convergent validity, discriminant validity and reliability tests, as well as testing inner model tests on knowledge, attitude, and behavior variables. (KAB model). The results of this study found that the KAB variables did not have a relationship with each other in influencing the level of information security awareness, and the results of the scale of the level of information security awareness in the company were on the "Good" scale.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ressy Dwitias Sari
"Data dan informasi merupakan aset yang harus dilindungi dikarenakan aset berhubungan dengan kelangsungan bisnis perusahaan. Adanya pertumbuhan berbagai penipuan, virus, dan hackers dapat mengancam informasi bisnis manajemen dikarenakan adanya keterbukaan informasi melalui teknologi informasi modern. Dibutuhkan manajemen keamanan informasi yang dapat melindungi kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi. PT. XYZ sebagai perusahaan yang bergerak di bidang mobile solution tidak terlepas dari penggunaan teknologi informasi dalam penyimpanan, pengolahan data dan informasi milik perusahaan. Perusahaan diharuskan untuk dapat memberikan kemampuan mengakses dan menyediakan informasi secara cepat dan akurat. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan pengetahuan tentang keadaan keamanan informasi yang dimiliki saat ini, sehingga perusahaan dapat meminimalisir risiko yang akan terjadi.
Tujuan penelitian ini memberikan usulan perbaikan manajemen risiko keamanan informasi dengan menggunakan standar ISO/IEC 27001:2005. Dengan menggunakan standar ISO/IEC 27001:2005, didapat kesenjangan keamanan informasi yang dimiliki oleh perusahaan. Selanjutnya, dipilih kontrol objektif yang sesuai dengan kebutuhan aset kritikal yang dimiliki oleh perusahaan. Dari kontrol objektif yang telah dipilih, selanjutnya diberikan usulan perbaikan agar perusahaan dapat menutupi kesenjangan keamanan informasi yang dimiliki. Hasil penelitian ini didapat kontrol-kontrol pengamanan informasi yang akan diimplementasikan di perusahaan dalam bentuk dokumen statemen of applicabality(SOA).

Data and Information are valuable assets that need to be protected for company's businesses. Rapid growth in fraud cases, virus, hackers could threat management business information by exposing them which is caused by modern information technology. Hence, it is required to have information security management which protects confidentiality, integrity, and availability of information. As a company who runs in mobile solution, PT. XYZ uses information technology in company's information and data storage and processing. In order to minimize the risk, current information security needs to be visible by the company.
This research is conducted to provide potential suggestions on risk management improvement of information security using standard ISO/IEC 270001:2005 standard. By using ISO/IEC 270001:2005 standard, this research is able to assess and obtain gap analysis checklist of company's information security. According to company asset needs, objective controls will be selected. Results of this study obtained information security controls to be implemented in the company in the form of statements of applicabality documents (SOA).
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Ramdhani Eryanto
"PT. Z adalah organisasi yang bergerak di bidang asuransi kecelakaan lalu lintas, pemanfaatan TI bagi PT. Z adalah untuk mempercepat proses bisnis dan meningkatkan kualitasi penyediaan pelayanan, PT. Z dalam pengelolaan TI harus dapat mengantisipasi risiko yang ada. Pengelolaan terhadap manajemen risiko yang baik bagi PT. Z adalah termasuk kedalam penerapan GCG, untuk BUMN GCG berpedoman kepada Permen BUMN No. PER-02/MBU/2013 yang di rekomendasikan untuk di ikuti oleh semua BUMN, pada GCG PER-02/MBU/2013 salah satu deliverable nya adalah mengenai kebijakan pengelolaan manajemen risiko yang dapat menghasilkan prosedur kerangka kerja pengelolaan risiko TI, selain itu PT. Z memang ingin mengadopsi standar keamanan TI.
Dalam penelitian ini, dipilih aplikasi utama dari PT. Z untuk dilakukan perancangan manajemen risiko yang sesuai, aplikasi pelayanan adalah salah satu aplikasi utaman bagi PT. Z dalam menjalankan bisnis nya. Rancangan manajemen risiko pada aplikasi ini memakai framework ISO27005 seperti penentuan konteks, kriteria dasar pengelolaan risiko, penentuan ruang lingkup, penilaian risiko, penanganan dan penerimaan risiko itu sendiri, aset utama dan aset pendukung pada aplikasi ini semua dilakukan penilaian risiko nya dan untuk menghitung nilai risiko menggunakan NIST SP 800-30, pada tahap penanganan risiko mengaplikasikan kontrol - kontrol yang ada pada ISO 27002.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 13 risiko yang akan diterima dan 48 risiko yang akan dilakukan pengurangan dengan mengaplikasikan kontrol yang di rekomendasikan berdasarkan kepada ISO 27002.

PT. Z is an organization which run their business for accident insurance, IT Utilization for PT. Z is to accelerate the business processes and to improve the quality of service for their customers. A proper way to managed the risk management for PT. Z is including at implementation of Good Corporate Governance (GCG), GCG at PT. Z is guided by PERMEN BUMN No. PER-02/MBU/2013 which recommended to follow and comply by all of government companies. In PER-02/MBU/2013 one of its deliverable is about the policy of risk management that can give the result of framework IT risk management, in addition PT. Z want to adopt IT security standards.
In this study, has been choosen the main application of PT. Z to do risk management plan and design that appropriate and suitable for PT. Z, one of the key application that they had is “aplikasi pelayanan” to support their main business. Risk management plan and design for this application is using ISO27005 framework for determining the risk context, risk criteria, determining the scope, risk identification, risk estimation, risk evaluation, risk treatment and risk acceptance. Risk estimation using NIST SP 800-30 framework and for risk evaluation using control from ISO27002.
Concluding from this research is that is 13 risks that will accept and 48 risks that want to do a reduction by applied control that recommended by ISO 27002.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Rizka Febrina
"Penelitian ini berfokus pada Strategi Nasional dan Kerjasama Kawasan di Sektor Siber. Studi atas 3 Negara Baltik: Lithuania, Estonia, Latvia, berdasarkan faktor-faktor dalam strategi nasional yang paling dikenal, yaitu: faktor hukum, faktor organisasi dan teknis, faktor kegiatan peningkatan kapasitas di masing-masing negara, dan faktor kerjasama tersebut di kawasan, yaitu Baltik. Dalam Studi ini juga dieksplorasi pentingnya penunjukan badan resmi untuk memimpin tugas keamanan siber di tingkat nasional dan pembentukan Tim Respons Insiden Komputer (CIRT) untuk memerangi serangan siber yang menargetkan ruang siber nasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan data kualitatif dan data kuantitatif untuk mendukung rancangan penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini digunakan Regional Security Complex Theory (RSCT) oleh Barry Buzan dan beberapa konsep, yaitu: konsep keamanan nasional, dan konsep sektor siber. Hasil penelitian literatur menunjukkan bahwa 3 Negara Baltik, yaitu Lithuania, Estonia, Latvia memiliki strategi nasional terkait sektor siber dan memiliki berbagai kerjasama di Kawasan Baltik dalam sektor siber karena ketiga negara menganggap bahwa keamanan siber sangat mendesak dan signifikan sebagai bagian dari keamanan dan ketahanan nasional dan regional baik di kawasan Baltik maupun wilayah Uni Eropa secara menyeluruh. Faktor hukum, organisasi dan teknis, kegiatan peningkatan kapasitas, dan kerjasama siber di kawasan Baltik sampai batas tertentu menjadi pembeda kesuksesan Lithuania, Estonia dan Latvia.

This research focuses on the National Strategy and Regional Cooperation in the Cyber Sector. Study of 3 Baltic Countries: Lithuania, Estonia, Latvia, based on the most recognized factors in the national strategy, namely: legal factors, organizational and technical factors, factors of capacity building activities in each country, and these cooperation factors in the region, namely the Baltic. The Study also explores the importance of appointing an official body to lead cybersecurity tasks at the national level and establishing a Computer Incident Response Team (CIRT) to combat cyberattacks targeting national cyberspace. This study uses a qualitative method by utilizing qualitative data and quantitative data to support the case study research design. In this research, the Regional Security Complex Theory (RSCT) by Barry Buzan and several concepts are used, namely: the concept of national security, and the concept of the cyber sector. The results of the literature research show that the 3 Baltic States, namely Lithuania, Estonia, Latvia have national strategies related to the cyber sector and have various collaborations in the Baltic Region in the cyber sector because the three countries consider that cybersecurity is very urgent and significant as part of national security and resilience and regionally both in the Baltic region and the European Union region as a whole. Legal, organizational and technical factors, capacity building activities, and cyber cooperation in the Baltic region are to some extent differentiating the success of Lithuania, Estonia and Latvia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andro Harjanto
"Manajemen Layanan TI (ITSM) memainkan peran penting dalam mengelola lingkungan yang berkelanjutan dengan menyediakan pendekatan terstruktur untuk mengelola layanan TI, menyelarasinya dengan tujuan bisnis, dan memastikan keamanan siber yang kuat. Horangi, sebuah startup perangkat lunak keamanan siber yang didirikan pada tahun 2016, menyadari pentingnya ITSM dan telah menginisiasi rencana untuk menerapkan kerangka kerja guna membentuk pedoman dan dasar yang kokoh, terutama karena tim TI baru saja dibentuk pada tahun 2021. Penelitian ini berfokus pada pengelolaan alur kerja Incident dan Service Request karena merupakan tugas yang paling dasar dan penting. ITIL 4, versi terbaru dari kerangka kerja ITIL, dianggap cocok karena pengakuan dan penggunaannya yang luas, selaras dengan tren manajemen TI saat ini seperti Agile dan DevOps. Model Continual Service Improvement dan Service Value Chain akan digunakan untuk menciptakan pedoman dan rekomendasi, dengan tujuan mengidentifikasi kelemahan dan meningkatkan proses yang ada. Model-model ini dipilih karena kemampuannya dalam menyediakan standardisasi, konsistensi, dan pendekatan holistik terhadap kepatuhan peraturan, sambil juga memungkinkan perbaikan berkelanjutan untuk beradaptasi dengan lanskap TI yang selalu berubah. Pengumpulan data dengan wawancara, dokumentasi perusahaan, studi literatur dari penelitian sebelumnya serta buku pedoman membantu dalam melakukan kajian kondisi layanan saat ini dan mencari peningkatan. Hasil dari penelitian ini berupa rekomendasi dan fondasi dalam pembentukan panduan serta alur kerja pada area Incident and Service Request Management. Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak bisa dilakukan sampai implementasi rekomendasi sehingga disarankan pada penelitian terkait adalah bisa sampai dengan proses implementasi agar dapat mendapatkan hasil evaluasi yang lebih optimal.

IT Service Management (ITSM) plays a crucial role in managing a sustainable environment by providing a structured approach to managing IT services, aligning them with business objectives, and ensuring robust cybersecurity. Horangi, a cybersecurity software startup founded in 2016, recognizes the importance of ITSM and has initiated plans to implement a framework to establish solid guidelines and foundations, especially since the IT team was recently formed in 2021. This research focuses on the management of Incident and Service Request workflows as they are among the most fundamental and critical tasks. ITIL 4, the latest version of the ITIL framework, is considered suitable due to its widespread recognition and usage, aligning with current IT management trends such as Agile and DevOps. The models of Continual Service Improvement and Service Value Chain will be utilized to create guidelines and recommendations, aiming to identify weaknesses and enhance the current processes. These models are chosen for their ability to provide standardization, consistency, and a holistic approach to regulatory compliance, while also enabling continuous improvement to adapt to the ever-changing IT landscape. Data collection through interviews, company documentation, literature review from previous research, and guidebooks will assist in assessing the current service conditions and seeking improvements. The outcomes of this research will provide recommendations and a foundation for developing guidelines and workflows in Incident and Service Request Management. The limitation of this research is that it could not be carried out until the implementation of recommendations, therefore it is suggested that future related research should include the implementation process to obtain more optimal evaluation results."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alsmadi, Izzat
"This textbook is for courses in cyber security education that follow National Initiative for Cybersecurity Education (NICE) KSAs work roles and framework, that adopt the Competency-Based Education (CBE) method. The book follows the CBT (KSA) general framework, meaning each chapter contains three sections, knowledge and questions, and skills/labs for Skills and Abilities. The author makes an explicit balance between knowledge and skills material in information security, giving readers immediate applicable skills. The book is divided into seven parts: Securely Provision; Operate and Maintain; Oversee and Govern; Protect and Defend; Analysis; Operate and Collect; Investigate. All classroom materials (in the book an ancillary) adhere to the NICE framework.
Mirrors classes set up by the National Initiative for Cybersecurity Education (NICE)
Adopts the Competency-Based Education (CBE) method of teaching, used by universities, corporations, and in government training
Includes content and ancillaries that provide skill-based instruction on compliance laws, information security standards, risk response and recovery, and more
"
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20509570
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Today, when a security incident happens, the top three questions a cyber operation center would ask are: What has happened? Why did it happen? What should I do? Answers to the first two questions form the core of Cyber Situation Awareness (SA). Whether the last question can be satisfactorily addressed is largely dependent upon the cyber situation awareness capability of an enterprise. The goal of this book is to present a summary of recent research advances in the development of highly desirable Cyber Situation Awareness capabilities. The 8 invited full papers presented in this volume are organized around the following topics: computer-aided human centric cyber situation awareness; computer and information science aspects of the recent advances in cyber situation awareness; learning and decision making aspects of the recent advances in cyber situation awareness; cognitive science aspects of the recent advances in cyber situation awareness."
Cham, Switzerland: Springer, 2017
005.8 THE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Febita
"Banyak pihak yang berusaha memanfaatkan kerentanan dari jaringan WLAN sehingga dibutuhkan suatu WIDS yang user friendly dapat mendeteksi adanya serangan dalam jaringan ini. Implementasi WIDS menggunakan Kismet sebagai aplikasi WIDS, Sagan sebagai penghubung Kismet dengan Snorby, dan Snorby sebagai frontend. Metode pengujian menggunakan functionality test untuk spoofed AP, brute force WPS, dan de-authentication flood dan response time untuk de-authentication flood saja. Pengujian de-authentication flood akan dilakukan 10 kali untuk membandingkan nilai alert, frame, dan response time berdasarkan banyaknya serangan dan peletakan sensor terhadap penyerang.
Untuk penyerang1 pada banyaknya serangan, pada 1, 2, dan 3 serangan, rata-rata alert adalah 12 alert, 3,8 alert, dan 2,3 alert, persentase false negative frame deotentikasi yang mengacu kepada 1 serangan adalah 28,43% (2 serangan) dan 44,47% (3 serangan), dan response time adalah 0,015 detik, 0,056 detik, dan 0,087 detik. Untuk peletakan sensor, pada ruang yang sama (ruang 1), ruang yang berbeda 1 ruangan (ruang 2), dan ruang yang berbeda 2 ruangan (ruang 3) dari penyerang, rata-rata alert-nya adalah 10,6 alert, 7,9 alert, dan 7,8 alert, persentase false negative frame de-otentikasi yang mengacu kepada frame de-otentikasi yang terdeteksi pada ruang 1 adalah 72,48% dan 77,17%, dan rata-rata response time adalah 0,018 detik, 0,046 detik, dan 0,111 detik.
Seiring bertambahnya serangan dan semakin banyak dinding pembatas, alert penyerang1 semakin sedikit, dan false negative frame de-otentikasi dan response time penyerang1 semakin banyak. Oleh karena itu, banyaknya trafik dan peletakan sensor berpengaruh terhadap kinerja WIDS. WIDS dapat bekerja optimal jika berada dalam 1 ruangan dengan AP yang ingin dimonitor dan tidak terlalu banyak trafik. Hal ini untuk menghindari adanya interferensi dan terlalu banyaknya frame yang lalu lalang di udara.

Many people that try to exploit the vulnerability of WLAN so it is needed a user friendly WIDS that can detect attacks in these networks. WIDS implementation is using Kismet as WIDS application, Sagan which connects Kismet and Snorby, and Snorby as a frontend. Method of testing for functionality test is using spoofed AP, WPS brute force, and de-authentication flood and the response time for the de-authentication flood. De-authentication flood testing will be performed 10 times to compare the value of alerts, frames, and response time based on the number of attacks and the laying of the sensor against the attacker.
For attacker1 on the number of attacks, at 1, 2, and 3 attacks, the average alert is 12 alerts, 3,8 alerts, and 2,3 alerts, the percentage of de-authentication frame false negative that refers to 1 attack is 28,43 % (2 attacks) and 44,47% (3 attacks), and response time is 0,015 seconds, 0,056 seconds and 0,087 seconds. For sensor placement, in the same room (room 1), a different 1 room (room 2), and different 2 rooms (room 3) from the attacker, the average alert is 10,6 alert, 7, 9 alerts, and 7,8 alerts, the percentage of de-authentication frame false negative are referring to the de-authentication frame that are detected in the room 1 is 72,48% and 77,17%, and the average response time is 0,018 seconds, 0,046 seconds and 0,111 seconds.
As we get more and more attacks and the dividing wall, the less alert from attacker1, and de-authentication frames's false negative and response time from attacker1 is bigger than before. Therefore, the amount of traffic and the placement of the sensors affect the performance of WIDS. WIDS can work optimally if it is in a room with the AP would like to be monitored and not too much traffic. This is to avoid interference and that too many frames passing through the air.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42956
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Eriza Aminanto
"Pandemi COVID-19 sejak tahun 2020 menyebabkan transofrmasi digital secara masif yang terjadi, Tantangan keamanan yang perlu diatasi berasal dari sifat keterbukaan media nirkabel yang menjadi media komunikasi utama di IoT. Hal tersebut menyebabkan besarnya kerugian yang disebabkan kejahatan siber. Kepolisian Republik Indonesia lewat Direktorat Tindak Pidana Siber diharapkan memiliki peran pencegahan dalam melakukan giat pengawasan terhadap serangan-serangan ini, dimana Dittipidsiber belum memiliki fungsi pencegahan serangan siber. Sistem Pendeteksi Intrusi (Intrusion Detection System) atau lebih dikenal sebagai IDS, merupakan salah satu sistem yang dapat memantau serang siber ini, di mana memanfaatkan kecerdasan buatan untuk dapat memisahkan antara serangan siber dan bukan serangan. Pada penelitian ini, akan dihasilkan model pemolisian berbasis machine learning untuk pendeteksian serangan siber pada jaringan Wi-fi dan IoT. Model tersebut melakukan perekaman data jaringan, kemudian data tersebut dilakukan analisa IDS sehingga dapat ditampilkan di command room, yang kemudian ketika adanya indikasi serangan dapat dilakukan penindakan dengan cepat. Dilakukan simulasi dan analisis terhadap berbagai metode seleksi fitur dan model klasifikasi untuk menghasilkan IDS yang baik. Penelitian ini menggunakan dataset publik berisi serangan siber terhadap jaringan Wi-Fi. Dari hasil eksperimen, didapatkan bahwa metode terbaik untuk pengurangan fitur adalah mutual information dengan fitur berjumlah 20, dan metode untuk klasifikasi serangan adalah Neural Network, menghasilkan F-Score sebesar 94% dengan waktu yang dibuthkan 95 detik. Hasil ini menunjukkan IDS yang diusulkan memiliki kemampuan untuk mendeteksi serangan dengan cepat dan hasil deteksi yang sama bagus dengan penelitian sebelumnya.

Since 2020, the Covid-19 pandemic has caused massive digital transformation. Security challenges needed to be overcome is based on the nature of wireless media which is the main communication medium in IoT (Internet of Things). Such condition generates huge loss caused by cybercrime attacks. Indonesian National Police through Directorate of Cyber Crime (Dittipidsiber) is expected to have preventive roles in supervising these attacks, where Dittipidsiber has not had a cyber-attack prevention function. The Intrusion Detection System (IDS) is a system that can identify these cyber-attacks, utilizing artificial intelligence to be able to separate between cyber-attacks and non-attacks. In this study, a machine learning-based policing model will be generated for detecting cyber-attacks on Wi-Fi and IoT networks. The model records network data that will be analysed by IDS so that it can be displayed in the command room. After that, any indications of attacks can be identified quickly. The author performs the simulations and analyses various feature selection methods and classification models in order to produce a good IDS. The study employs a public dataset containing cyber-attacks against Wi-Fi networks. Based the experimental results, it is found that the best method for reducing features is mutual information using twenty features and the method for classifying attacks is Neural Network, resulting F-Score of 94% with a time required of 95 seconds. These results indicate that the proposed IDS have the ability to detect attacks quickly and the detection results are the same as previous studies."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>