Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169788 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Ayu Safitri
"Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif studi potong lintang secara consecutive sampling. Mengggunakan data sekunder dari penelitian induk pada bulan Mei 2020. Subjek merupakan dokter spesialis paru dan dokter residen paru anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia wilayah Jakarta. Hasil Penelitian: Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian adalah 134 subjek yang masuk dalam kriteria inklusi, dengan 53 subjek dari kelompok spesialis paru dan 81 subjek dari kelompok residen paru .Jenis kelamin paling banyak adalah perempuan sebanyak 87 orang (65%), rerata usia 38,36 (±9,54) tahun dan paling banyak berdomisili di Jakarta timur yaitu 52 subjek (39%). Lama kerja subjek penelitian rata-rata lima jam sehari di zona merah. Kekerapan kejadian COVID-19 pada seluruh total subjek penelitian adalah 9 subjek (6,7%) dengan luaran derajat ringan. Komorbid paling banyak asma yaitu 17 subjek (13%). Ditemukan hubungan bermakna antara penggunaan alat trasportasi umum berupa taksi online dengan kejadian COVID-19 pada subjek penelitian.
Kesimpulan: Kekerapan kejadian COVID-19 pada dokter spesialis paru dan residen paru anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia wilayah Jakarta adalah sebanyak 6,7% dengan luaran mayoritas derajat ringan. Ditemukan hubungan bermakna antara penggunaan alat trasportasi umum berupa taksi online dengan kejadian COVID-19 pada subjek penelitian.

Background: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is an infection by severe acute respiratory syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV-2) with a high transmission rate in Indonesia. We concern that transmission rate of COVID-19 among healthcare worker whose contact with COVID-19 patients is high, about 3.8% occurred in China in February 2020. Data in Indonesia from the Indonesian Doctors Association recorded about 80 specialist doctors transmitted with COVID-19 from their patients in April 2020. High transmission can occur due to close contact and several other things that affecting such as variations in immunity status of each individual. Proper preventive procedures are needed in an effort to prevent COVID-19 transmission, especially among healthcare worker.
Methods: This study uses descriptive study cross-sectional methods with consecutive sampling. Using secondary data from the main study in May 2020. The subjects are pulmonologist and pulmonology resident member of The Indonesia Society of Respirology in Jakarta.
Results: The study with 134 subjects suitable with inclusion criteria, with 53 subjects from the pulmonologist group and 81 subjects from the pulmonology resident group. Women are the most common 87 subjects (65%), the mean age was 38,36 (±9,54) years and most of them live in east Jakarta 52 subjects (39%). Median of working duration in red zone was five hours in a day. The frequency of COVID-19 incidence in all total subjects was 9 subjects (6.7%) with majority mild outcome in degrees severity. Asthma is the most comorbid in 17 subjects (13%). There is a relationship between using of public transportation in the setting of online taxis and the incidence of COVID-19 in the study subjects.
Conclusion: The frequency of COVID-19 incidence in pulmonologist and pulmonology residents members of The Indonesia Society of Respirology in Jakarta is 6.7% with a majority mild outcome in degrees severity. There is a relationship between using of public transportation in the setting of online taxis and the incidence of COVID-19 in the study subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shintawati Ramdhani Zaenudin
"Latar Belakang: Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia mengakibatkan masalah psikologis, termasuk kecemasan, depresi dan distress psikologis pada tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis paru dan peserta Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS) paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalens, derajat risiko distress dan faktor-faktor yang memengaruhi derajat risiko distress psikologis pada dokter spesialis paru dan PPDS paru di Jakarta.
Metode: Peneliti menggunakan metode studi deskriptif potong lintang terhadap dokter spesialis paru dan PPDS paru di Jakarta, Indonesia secara consecutive sampling pada bulan Mei 2020. Peneliti menggunakan alat ukur yaitu Distress Thermometer (DT) dan problem list yang telah divalidasi secara transkultural dan pengisiannya dilakukan mandiri oleh subjek secara daring.
Hasil: Sebanyak 134 subjek yang masuk dalam penelitian ini diantaranya 81 orang peserta PPDS paru dan 53 orang dokter spesialis paru dengan dominasi subjek perempuan sebanyak 66,4%, rerata usia 38,36 (±9,54) tahun dan rerata lama pengalaman kerja adalah 3 (1-27) tahun. Seluruh subjek memiliki risiko distress psikologis dengan perbandingannya berturut-turut pada kelompok PPDS adalah ringan, sedang, berat (44,4%, 50,6%, 4,9%) dan pada dokter spesialis paru (47,2%, 45,3%, 7,5%). Pada analisis subgrup ditemukan bahwa kelompok dokter spesialis paru lebih banyak mengalami masalah yang memengaruhi risiko distress psikologis dibandingkan kelompok PPDS. Pada kelompok dokter spesialis paru ditemukan masalah-masalah yang memengaruhi tingkat risiko distress diantaranya adalah usia (56,0%, p=0,003), masalah mengasuh anak (50,0%, p=0,037), mengurus rumah (45,5%, p=0,040), masalah dengan kerabat (75,0%, p=0,035), depresi (100%, p=0,011), ketakutan (50,0%, p=0,040), gugup (100%, p=0,011), sedih (41,7%, p=0,010), hilang minat pada aktivitas rutin (50,0%, p=0,005), diare (100%, p=0,011), kelelahan (62,5%, p=0,037), demam (66,7%, p=0,011), gangguan pencernaan (50,0%, p=0,008), gangguan konsentrasi (37,5%, p=0,033), mual (42,9%, p=0,008), hidung kering (60%, p=0,001), kulit kering dan gatal (50,0%, p=0,004), gangguan tidur (72,7%, p=0,004) serta kesemutan (57,1%, p=0,024). Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat risiko distress pada PPDS paru diantaranya adalah depresi (80,0%, p=0,040), ketakutan (68,4%, p<0,001), gugup (62,5%, p=0,031) dan kelelahan (70,8%, p=0,023).
Kesimpulan: Prevalens risiko distress psikologis pada dokter spesialis paru dan PPDS paru saat pandemi COVID-19 di Jakarta tinggi. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat risiko distress pada dokter spesialis paru diantaranya adalah usia, masalah teknis, keluarga, emosional dan fisis, sedangkan pada PPDS paru diantaranya adalah masalah emosional dan fisis.

Background: Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pandemic in Indonesia causes psychological problems, including anxiety, depression and psychological distress in health workers, especially pulmonologist and pulmonology resident. The purpose of this study was to find out the prevalence, distress levels and factors that affect the risk psychological distress of pulmonologist and pulmonology resident in Jakarta.
Methods: Researchers used a descriptive study cross-sectional method on pulmonologist and pulmonology resident in Jakarta, Indonesia using consecutive sampling in May 2020. We used Distress Thermometer as a measurement tools and problem list that was transculturally validated and filled out online and independently by subjects.
Results: A total of 134 subjects were included in this study including 81 pulmonology residents and 53 pulmonologists dominated by women (66.4%), mean age 38.36 (± 9.54) years and median length of work was 3 (1-27) years. All subjects had a risk of psychological distress with the ratios in resident group are mild, moderate, severe (44.4%, 50.6%, 4.9%) and pulmonologist (47.2%, 45.3%, 7.5%). In subgroup analysis, it was found that the pulmonologist group experienced more problems that affect the risk of psychological distress than the resident group. In the pulmonologist group, problems that assosciated with the level of distress risk are age (56.0%, p=0.003), parenting problems (50.0%, p=0.037), house problem (45.5%, p= 0.040), problems with relatives (75.0%, p=0.035), depression (100%, p=0.011), fear (50.0%, p=0.040), nervous (100%, p=0.011), sadness (41.7%, p=0.010), loss of interest in routine activities (50.0%, p=0.005), diarrhea (100%, p=0.011), fatigue (62.5%, p=0.037), fever (66.7%, p=0.011), indigestion (50.0%, p=0.008), concentration (37.5%, p=0.033), nausea (42.9%, p=0.008), nasal dry (60%, p=0.001), dry and itchy skin (50.0%, p=0.004), sleep (72.7%, p=0.004) and tingling (57.1%, p=0.024). Factors that assosciated with the level of distress risk in residents are depression (80.0%, p=0.040), fear (68.4%, p<0.001), nervousness (62.5%, p=0.031) and fatigue (70.8%, p=0.023).
Conclusion: Prevalens psychological distress risk in pulmonologist and pulmonology resident during the COVID-19 pandemic in Jakarta is high. Factors that assosciated with the level of psychological distress risk in pulmonologist are age, technical, family, emotional and physical problems. Factors that assosciated with the level of psychological distress risk in pulmonology resident are emotional and physical problems.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Berly Tawary
"Latar belakang: Pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Cina ditemukan virus Corona baru yang menyebabkan klaster pneumonia. Coronavac (Sinovac) merupakan vaksin berisi SARS-CoV-2 inaktif yang dikembangkan di Cina. Data mengenai laporan KIPI dan kadar antibodi yang terbentuk pasca vaksinasi COVID-19 masih sangat terbatas.
Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran KIPI, demografi, komorbid dan kadar antibodi pada dokter spesialis paru dan residen paru pasca vaksinasi COVID-19 di RSUP Persahabatan.
Metode penelitian: Deskriptif dengan studi potong lintang menggunakan alat bantu kuesioner.
Hasil penelitian: Dari 79 subjek usia rerata adalah 35.32 SD7.332 terdiri dari 55.7% perempuan dan 35% laki- laki. Status gizi subjek 51% obesitas, 34% normal dan 15% gizi lebih. Komorbid subjek meliputi 13.9% asma, 8.9% diabetes mellitus, 6.3% untuk hipertensi dan dislipidemia, 2.5% bekas Tb, 1.3% untuk insufisiensi hepar, episode reflex syncope dan riwayat SVT. 45.6% subjek mengalami KIPI dengan gejala terbanyak nyeri lokal sebesar 38.9% dari total 36 subjek yang mengalami KIPI. 79 subjek mengalami serokonversi dengan median titer antibodi sebesar 29.28 dengan interquartile range 60.18.
Kesimpulan:
Kurang dari setengah subjek mengalami KIPI dari vaksinasi covid-19 dan subjek dengan KIPI hanya mengalami gejala ringan. Terjadi serokonversi pada seluruh subjek.

In late 2019 in Wuhan, China a novel Corona virus was found, causing pneumonia cluster. Coronavac (Sinovac) is an inactivated SARS-CoV-2 vaccines developed in China. AEFI data and antibody titers post Covid-19 vaccination are very limited.
Aims:
To determine AEFI incidences, demographic characteristic, comorbid and antibodi titers of pulmonologist and pulmonology resident post covid-19 vaccination at RSUP Persahabatan.
Methods:
Descriptive with cross sectional study using questionnaire.
Results:
Of 79 subjects, mean age was 35.32 SD7.332 included 55.7% female and 35% male. Nutritional status of subjects are 51% obese, 34% normal and 15% overweight. Subjects’comorbid varies as for asthma, diabetes mellitus, hypertension, dyslipidemia, post Tb, hepatic insufficiency, syncope reflex episode and history of SVT respectively 13.9%, 8.9%, 6.3%, 6.3%, 2.5%, 1.3%, 1.3%, 1.3%. 45.6% subjects experience AEFI with local pain accounts for the most symptom, 38.9% of total 36 subjects with AEFI. 79 subjects have seroconverted with antibody titers’median 29.28 and interquartile range 60.18.
Conclusions:
Less than half of the subjects experience AEFI from covid-19 vaccination and those who do only experience mild symptoms. Sercoconversion occurs in all subjects.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhruddin Alfan
"Latar belakang. Pandemi COVID-19 telah membawa banyak tantangan baru bagi dunia kesehatan di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Tingkat kelelahan kerja yang tinggi ditemukan diantara petugas kesehatan, terutama di lingkungan unit perawatan darurat dan intensif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelelahan dan faktor yang memengaruhi kelelahan peserta Program pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI yang bekerja di RSCM di era pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif pada peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi intensif tahap magang, mandiri, dan paripurna. Kelelahan dinilai dengan menggunakan Fatigue Severity Scale yang sudah divalidasi sebagai data kuantitatif dan 10 subjek dari responden dirandomisasi terstratifikasi untuk mengikuti Focus Group Discussion (FGD) yang isinya membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kelelahan peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif pada masa pandemi sebagai data kualitatitf. Sebanyak 61% peserta pendidikan mengalami kelelahan dengan median dari nilai FSS pada seluruh subjek yang diteliti yaitu 43,5 dengan IQR (22). Peningkatan kelelahan ditemukan bermakna pada responden dengan lama jam kerja ≥ 60 jam perminggu dan lama jam tidur <6 jam perhari. Berdasarkan FGD faktor yang meningkatkan kelelahan yaitu perubahan metode pembelajaran menjadi dalam bentuk daring, peningkatan rasa cemas akibat kurangnya pencapaian kompetensi, penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam jangka waktu yang lama, dan penutupan tempat hiburan terkait aturan pembatasan sosial berskala besar, sedangkan faktor yang menurunkan kelelahan yaitu perubahan jadwal jaga, jaminan ketersediaan APD, perlindungan terhadap kesehatan fisik dan mental PPDS, kompensasi pemerintah terhadap kinerja PPDS. Simpulan. Sebanyak 61% Peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSCM yang bertugas pada masa COVID-19 mengalami kelelahan, yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal yang terjadi selama pandemi COVID 19. 

Background. COVID-19 pandemic has brought many new challenges to the world of health in various countries around the world, including Indonesia. High level of fatigue was found among health workers. This study was conducted to determine the level of fatigue and the factors that affect fatigue of Anesthesiology and Intensive Care resident from Universitas Indonesia who worked at RSCM during the COVID-19 pandemic era. Methods. This was a cross-sectional study on 77 subjects who participated in Anesthesiology and Intensive Care resident from Universitas Indonesia in plenary, independent, and internship stages during the research period. Fatigue was assessed using the Fatigue Severity Scale (FSS) which had been validated as cuantitative data and 10 subjects from respondents were randomized to participate in a Focus Group Discussion (FGD) which discussed the factors that affect the fatigue of Anesthesiology and Intensive Care resident from Universitas Indonesia during pandemic as cualitative data. Results. 61% of residents experienced fatigue with the median FSS value was 43.5, with an IQR (27.8 - 49.8). Increased fatigue was found in respondents with long working hours ≥60 hours per week and sleeping hours <6 hours per day. Based on the FGDs, several factors that increased fatigue are changing learning methods to online form, increasing anxiety due to lack of competence achievement, using personal protective equipment for a long time, and closure of entertainment venues related to large scale social restriction policy. And several factors that decreasing of fatigue are modifying of shift scheduled, guaranteeeing the availability of personal protective equipment, protecting the physical and mental health of resident, and government compensation for resident. Conclusion. Anesthesiology and Intensive Care resident from Universitas Indonesia who were on duty during the COVID-19 pandemic experienced fatigue. Based on FGD, various factors that affect fatigue among resident were found COVID-19 pandemic, Fatigue, Residents."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Pratiwi
"Latar Belakang: Anestesiologis adalah profesi yang rentan mengalami kelelahan. Gangguan tidur adalah keluhan yang sering dialami oleh anestesiologis. Penelitian ini menggunakan kuesioner PSQI Pittsburgh Sleep Quality Index untuk menilai kualitas tidur dan kuesioner ESS Epworth Sleepines Scale untuk menilai skala kantuk berlebih.
Metode: Penelitian observasional ini menggunakan rancangan potong lintang. Setelah disetujui komite etik didapatkan 114 peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI RSUPN Cipto Mangunkusumo menggunakan total sampling selama April - Mei 2016. Formulir penelitian meliputi penilaian kualitas tidur menggunakan PSQI dan skala kantuk menggunakan ESS. Analisis deskriptif meliputi data gangguan kualitas tidur, skala kantuk, distribusi karakteristik dan jam kerja. Analisis bivariat menilai kriteria terkait nilai PSQI ? 5 kualitas tidur kurang dan ESS ?10 skala kantuk berlebih . Analisis multivariat dengan regresi logistik biner untuk melihat hubungan variabel paling dominan dengan variabel dependen. Setelah itu, dilakukan perbandingan antara data kualitas tidur dengan skala kantuk berlebih.
Hasil: Faktor durasi tidur, keluhan tidur dan skala kantuk berlebih adalah faktor penyebab kualitas tidur kurang

Background: Anesthesiologists is a profession prone to fatigue. Sleep disorder is a common complaint suffered by the anesthesiologist. This study used a questionnaire PSQI Pittsburgh Sleep Quality Index to assess the quality of sleep and ESS Epworth Sleepines Scale to assess the scale of excessive sleepiness.
Methods: This observational study used cross sectional design. After approval from ethics committee we obtained 114 resident of Anesthesiology and Intensive Therapy at Cipto Mangunkusumo Hospital using total sampling during April May 2016. The research form contained PSQI questionnaire to asses sleep quality and ESS to asses sleepiness scale. Data of sleep quality disorder, sleepiness scale, characteristics distribution and working hours presented by descriptive analysis. The bivariate analysis measured the relevant criteria PSQI score 5 sleep disorder and ESS 10 excessive sleepiness scale. Multivariate analysis by binary logistic regression used to see the most significant variable from the dependent variable. After that, comparison between data quality of sleep with excessive sleepiness scale was done.
Results: Factor of sleep duration, sleep complaints and excessive sleepiness scale were causative factor of sleep quality disorder p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lucyana
"ABSTRAK
Pendahuluan: Ensefalitis pada anak lebih sering dijumpai daripada dewasa dan luaran buruk terjadi pada 60% subjek yang terkena. Hingga saat ini belum ada data mengenai profil dan luaran pasien ensefalitis anak di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui profil dan luaran pasien ensefalitis akut pada anak
Metode: Penelitian retrospektif ini menggunakan data rekam medis tahun 2014- 2018 di 3 rumah sakit pendidikan (RSCM, RSU Tangerang, RSUP Fatmawati). Gejala klinis awal, pleositosis CSS, abnormalitas neuroimaging, abnormalitas elektrofisiologis (EEG) dicatat dan luaran dinilai saat pasien pulang/meninggal dan dinyatakan sebagai luaran baik atau buruk.
Hasil: Terdapat 657 pasien yang memenuhi kriteria ICD X sesuai kriteria inklusi dari 3 rumah sakit, dan data dari 190 subjek dianalisis dalam penelitian ini. Subjek penelitian didominasi oleh anak usia > 1 tahun (83%). Kejang didapatkan pada 87% subjek yang diteliti dan 80%nya merupakan kejang umum. Defisit neurologis fokal terdapat pada 47% subjek (90 pasien). Pemeriksaan penunjang yang menunjukkan abnormalitas tertinggi adalah EEG (90%). Kriteria diagnostik probable terpenuhi pada 62% subjek. Mortalitas didapatkan pada 23% subjek, dengan proporsi terbanyak berasal dari RSU Tangerang. Kejang fokal dan usia > 1 tahun merupakan faktor risiko yang berperan meningkatkan luaran buruk saat pulang 3 kali lipat (p: 0,006 dan p: 0,03).
Simpulan: Profil ensefalitis akut pada anak lebih banyak dijumpai pada usia > 1 tahun, dengan gejala yang sering dijumpai saat awal adalah demam, dan kejang. Pemeriksaan penunjang EEG adalah pemeriksaan tertinggi yang menunjukkan hasil positif pada pasien dugaan ensefalitis. Kejang fokal dan usia > 1 tahun merupakan faktor risiko luaran buruk.

ABSTRACT
Introduction: Encephalitis in pediatric population is more frequent than adult. The outcome has been reported to have poor prognosis in 60% of cases. No data of peidatric encephalitis in Indonesia has been reported yet.
Objectives: Evaluate pediatric acute encephalitis profile and factors that influence its outcome.
Methods: This retrospective research used medical records data from year 2014- 2018 in 3 teaching hospitals (RSCM, RSU Tangerang, RSUP Fatmawati). We documented clinical presentation at admission, pleocytosis CSF, neuroimaging abnormality, electrophysiologic abnormality (EEG), and outcome at discharge which classified as good vs. poor outcome.
Results: Among 657 patients identified using ICD X in all 3 hospitals, there were a total of 190 subjects included in this study. Eighty three percent of subjects aged > 1 years. Seizure was present in 87% subjects, and 80% of those subjects experienced generalized seizure. Focal neurological deficits was shown in 47% subjects (90 patients). Among investigation, EEG shown positive results in 90% examined subjects, while CT scan were the most prevalent. We found probable diagnostic criteria in majority of subjects (62%). Mortality was 23%, and RSU Tangerang was the major contributor. Focal seizure and age > 1 year were the risk factors associated with 3 times increased risk of poor outcome (p: 0,006 and p: 0,03).
Conclusions: Age > 1 year is more prevalent in pediatric acute encephalitis. Among most common clinical presentation are fever and seizure. Abnormal EEG finding in suspected encephalitis cases give the most positive result. Focal seizure and age > 1 year were the risk factors for poor outcome
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firhat Idrus
"Latar Belakang: Post-acute sequelae of COVID-19 (PASC) atau long covid merupakan kondisi dengan gejala jangka panjang yang dialami pasien yang telah pulih pasca infeksi COVID-19 yang bervariasi selama beberapa minggu hingga lebih dari 6 bulan. Kondisi ini dilaporkan terjadi pada 7-91% pasien dengan pasca infeksi akut SARS-CoV-2. Beberapa mekanisme diajukan yang berkontribusi terhadap patogenesis PASC gejala gastrointestinal diajukan di antaranya persistensi virus, disbiosis mikrobial, dan perubahan interaksi neuroimun. Saat ini pandemi COVID-19 sudah dinyatakan sebagai endemi di Indonesia dengan menurunnya jumlah pasien dan pelonggaran protokol kesehatan. Sehingga pada penelitian ini fokus terhadap gejala pasca COVID-19 khususnya gejala gastrointestinal (GI) dengan faktor-faktor yang memengaruhinya.Background: Post-acute sequelae of COVID-19 (PASC), also known as long COVID, is a condition characterized by long-term symptoms experienced by patients who have recovered from a COVID-19 infection, lasting for several weeks to over 6 months. This condition has been reported to occur in 7-91% of patients following acute SARS-CoV-2 infection. Several proposed mechanisms contribute to the pathogenesis of PASC gastrointestinal symptoms, including persistent viral presence, microbial dysbiosis, and altered neuroimmune interactions. Currently, the COVID-19 pandemic is declared as endemic in Indonesia with decreasing numbers of patients. Therefore, this study focuses on post-COVID-19 symptoms, specifically GI symptoms, and the factors influencing them.
Objective: To determine the clinical profile of post-COVID-19 gastrointestinal outcomes and the associated factors (age, gender, non-gastrointestinal comorbidities, vaccination status of COVID-19, severity of COVID-19, comorbidities of gastrointestinal diseases, history of COVID-19 complications, nasopharyngeal swab CT-value, neutrophil-to-lymphocyte ratio, SGOT, and SGPT).
Methods: This prospective cohort study included 134 subjects diagnosed with confirmed COVID-19 based on nasopharyngeal PCR swab, who received outpatient and inpatient care at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from October 2022 to March 2023. Statistical analysis was performed using SPSS version 25, with a significance level of p<0.05.
Results: Out of 134 study subjects, subjects experienced PASC gastrointestinal symptoms in the first month, and 70 subjects in the third month. The most common manifestations of PASC gastrointestinal symptoms in the first month were constipation and nausea/vomiting in 21 (15.7%) and 10 (7.5%) subjects, respectively, while nausea/vomiting was the most common symptom in the third month. Bivariate analysis revealed significant associations between non-gastrointestinal comorbidities (p=0.011) and CT-value ≥25 (p=0.028) as risk factors for PASC gastrointestinal symptoms in the first month, as well as comorbidities (p=0.022) in the third month. Multivariate analysis found that non-gastrointestinal comorbidities had the most significant influence on PASC gastrointestinal symptoms in both the first and third months, with a relative risk (RR) of 1.608 times (95% CI 1.140 – 2.260; p=0.007) and 2.089 times (95% CI 1.093 – 3.990; p=0.014), respectively.
Conclusion: There is a significant association between non-gastrointestinal comorbidities and the occurrence of PASC gastrointestinal manifestations in the first and third months, as well as a CT-value of COVID-19 >25.0 and the occurrence of PASC gastrointestinal manifestations in the first month.
Tujuan: Mengetahui profil luaran klinis gastrointestinal pasca COVID-19 dan faktor-faktor yang memengaruhi (usia, jenis kelamin, status vaksinasi COVID-19, komorbiditas non-gastrointestinal, derajat COVID-19, komorbiditas penyakit gastrointestinal, riwayat komedikasi COVID-19, CT-value swab nasofaring, neutrophil-to-lymphocyte ratio, SGOT, dan SGPT)
Metode: Desain penelitian berupa studi kohort prospektif pada 134 subjek yang didiagnosis terkonfirmasi COVID-19 dari swab PCR nasofaring yang di rawat jalan dan rawat inap RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Oktober 2022 sampai dengan Maret 2023. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 25, nilai p<0.05 menunjukkan kemaknaan secara statistik.
Hasil: Sebanyak 134 subjek penelitian, 64 subjek mengalami gejala gastrointestinal PASC pada bulan ke-1 dan 70 subjek pada bulan ke-3. Manifestasi gejala gastrointestinal PASC terbanyak pada bulan ke-1 yaitu konstipasi dan mual-muntah sebanyak 21 (15,7%) subjek dan mual-muntah 10 (7,5%) pada bulan ke-3. Pada analisis bivariat terdapat hubungan yang bermakna pada subjek dengan riwayat komorbitas (p=0,011) dan CT-value ≥25 (p=0,028) sebagai faktor risiko gejala gastrointestinal PASC pada bulan ke-1 serta subjek dengan komorbiditas non-gastrointestinal (p=0,022) pada bulan ke-3. Analisis multivariat menemukan riwayat komorbiditas non-gastrointestinal paling memengaruhi gejala gastrointestinal PASC pada bulan ke-1 dan ke-3 dengan relative risk (RR) 1,608 kali (IK 95% 1,140 – 2,260; p= 0,007) dan 2,089 kali (IK 95% 1,093– 3,990; p = 0,014).
Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikan antara riwayat komorbiditas non-gastrointestinal terhadap kejadian manifestasi gastrointestinal PASC bulan ke-1 dan ke-3 serta nilai CT-value COVID-19 >25,0 terhadap kejadian manifestasi gastrointestinal PASC pada bulan ke-1.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahimatul Fikri
"Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi perekonomian di seluruh dunia termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi diprediksi negatif dan resesi terjadi, mulai dari kuartal ketiga tahun 2020. Sebaliknya, kegiatan sosial Islam termasuk sedekah menunjukkan perkembangan yang signifikan selama periode Covid-19 karena dana zakat, infak, sedekah dan wakaf yang terkumpul menjadi yang tertinggi. Studi ini menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku bersedekah selama pandemi Covid-19. Meski roda perekonomian sangat terguncang oleh situasi pandemi, mayoritas masyarakat masih bersemangat untuk bersedekah dalam menerapkan nilai-nilai Islam yaitu persaudaraan dan saling membantu, terutama di masa sulit ini. Regresi logistik digunakan sebagai metode untuk melihat faktor dominan yang mempengaruhi masyarakat cenderung bersedekah di tengah pandemi. Pendapatan, pendidikan dan religiusitas ternyata berpengaruh signifikan terhadap perilaku sedekah di masa pandemi Covid-19, sementara variabel kepuasan, umur, gender, status perkawinan, porsi belanja, porsi hutang, porsi investasi, sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku bersedekah masyarakat selama pandemic Covid-19.

The COVID-19 pandemic has affected the economies throughout the globe including countries in ASEAN region. In Indonesia, economic growth is predicted to be negative and recession is happening, starting from the third quarter of 2020. In contrast, Islamic social activities including charity giving has shown an encouraging development during the COVID-19. This study analyzes the factors that affect charity behavior during the Covid-19 pandemic. Although the economy is badly affected by the pandemic situation, people are still eagerly giving charity to implement Islamic values of brotherhood and helping each other, especially during this difficult period. Regression logistics is used as a method to see the dominant factors that affect people who tend to give charity in the midst of a pandemic. Income, education and religion have a significant effect on alms behavior during the pandemic. While satisfaction, age, marital status, gender, shopping portion, debt portion, investment portion, attitude, subjective norm and perceived behavioral control have negative effect on alms behavior during the pandemic."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Spadini Putri
"Pendahuluan Industri hulu minyak dan gas bumi adalah industri yang esensial dimana proses aktivitas di industri ini tidak dapat berhenti. Langkah-langkah pengaturan tanpa mengurangi target produksi dan pencegahan penyebaran infeksi Covid-19 di tempat kerja sudah dilakukan, namun kasus Covid-19 pada pekerja terus bertambah.
Objektif Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Covid-19 bergejala pada pekerja industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia.
Metode Studi cross sectional dengan pengumpulan data sekunder dari hasil pencatatan di tempat kerja. Data dari responden yang berhasil menyelesaikan prosedur penelitian dengan mengisi kuesioner secara lengkap sejumlah 616 termasuk didalamnya adalah data demografi pekerja, area kerja, paparan Covid-19, jenis pemeriksaan dan upaya pencegahan. Uji statistik yang digunakan dalam analisis univariat dan multivariat adalah uji regresi logistik. Uji statistik yang digunakan dalam korelasi antar variabel adalah dengan menggunakan chi-square. Hasil total data responden yang didapat sebanyak 616 pekerja. 65.3 % pekerja tidak mengalami gejala dan 34.7% pekerja mengalami gejala ringan sampai berat. Didapatkan bahwa sumber penularan di tempat kerja berhubungan signifikan dengan kejadian infeksi COVID-19 yang bergejala pada pekerja KKKS (p<0,001) dengan risiko bergejala 3,4 kali lebih tinggi, sedangkan antara usia dan karakteristik infeksi bergejala (p=0,019), dimana pekerja dengan usia diatas 39 tahun memiliki 1.5 kali risiko lebih besar untuk mengalami infeksi yang bergejala dibandingkan dengan pekerja usia ≤39 tahun dan pada pekerja laki-laki didapatkan 2 kali lebih tidak beresiko untuk bergejala jika terinfeksi COVID-19 (p=0,027) dibanding perempuan.
Kesimpulan faktor- faktor yang dapat meningkatkan risiko Covid-19 bergejala pada pekerja KKKS adalah sumber penularan di tempat kerja, usia pekerja yang lebih tua dan pekerja dengan jenis kelamin perempuan. Didapatkan risiko penularan tertinggi di tempat kerja adalah pada saat melakukan pekerjaan bersama, menggunakan fasilitas umum bersama dan makan bersama.

BACKGROUND. The upstream oil and gas industry was essential to operating continuously during the covid-19 pandemic. Preventive and management guidelines had been implemented, but cases were increasing.
OBJECTIVES. To find the factors affecting symptomatic Covid-19 in Special Task Force for Upstream Oil and Gas Industry - KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) workers in Indonesia.
METHODS A cross-sectional study was done using secondary data about covid-19 infection in SKK MIGAS and KKKS environment. Six hundred sixteen respondents were included in this study. Data about demographic characteristics, working area, covid-19 status and exposure, and examination and management before were also recorded. Univariate analysis and Multivariate analysis were done using a logistic regression test. Correlation between variables was found using chi-square.RESULTS From 616 eligible respondents 65.3% were asymptomatic, and 34.7% were symptomatic infections ranging from mild to severe symptoms. Working sites possessed a higher transmission risk as workers did the activity together. We found a correlation between a working site as a source of infection with symptomatic covid-19 (p<0.001) with a risk 3.4 times higher, age and symptomatic covid-19 (p=0.019) and female workers with symptomatic covid-19 disease (p=0.027).
CONCLUSION Some factors that increased the risk of covid-19 in KKKS workers were working site transmission, older age, and female workers. Other factors found influenced symptomatic covid-19 infection were doing the activity together, public facility usage, and eating together.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adianto Dwi Prasetio Zailani
"Latar belakang: Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit baru. Infeksi saluran napas akibat virus yang disertai infeksi bakteri akan meningkatkan derajat keparahan dan angka mortalitas. Insidens ventilator associated pneumonia (VAP) pada kelompok COVID-19 yaitu 21-64%. Kasus VAP dapat menjadi penyebab tingginya mortalitas pada pasien COVID-19 terintubasi.
Metode penelitian : Penelitian ini adalah penelitian retrospektif di RS Persahabatan. Seluruh sampel yang digunakan adalah kelompok pasien COVID- 19 terintubasi >48 jam dalam periode tahun 2020-2022 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian : Penelitian ini meliputi 196 data penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Proporsi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dan hanya 29% adalah populasi usia lanjut. Proporsi VAP pada COVID-19 terintubasi pada tahun 2020-2022 mencapai 60% dengan VAP rates 92,56. Terdapat dua faktor bermakna terhadap VAP pada pasien COVID-19 terintubasi yaitu penggunaan azitromisin (OR 2,92; IK95% 1,29-6,65; nilai-p 0,01) dan komorbid penyakit jantung. (OR 0.38; IK95% 0,17-0,87; nilai-p 0,023). Proporsi terbesar biakan mikroorganisme aspirat endotrakeal adalah Acinetobacter baumannii (44%), Klebsiella pneumoniae (23%), Escherichia coli (9%).
Kesimpulan : Proporsi VAP pada COVID-19 terintubasi adalah 60%. Terdapat hubungan bermakna pada penggunaan azitromisin dan komorbid penyakit jantung sedangkan usia lanjut dan penggunaan steroid tidak memiliki hubungan bermakna terhadap VAP pada pasien COVID-19 terintubasi.

Background : Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a novel disease. Viral respiratory infection following bacterial infection could increase the severity and mortality of the disease. The incidence of Ventilator (VAP) in COVID-19 group is 21-64%. VAP might be the leading cause of high mortality in intubated COVID-19 patient.
Methods : This research is a retrospective study at Persahabatan hospital. The collected samples is a group of COVID-19 patient intubated for >48 hours in the period of 2020 to 2022 that meet the inclusion and exclusion criteria.
Results : This study consist of 196 data fulfilling the inclusion criteria. Male proportion much greater than female and only 29% is an elderly population. The proportion of VAP in the period of 2020-2022 is 60% with the VAP rates 92,56. There are two factors significantly affected VAP in intubated COVID-19 patient which are the usage of azitromisin (OR 2,92; CI95% 1,29-6,65; p-value 0,01) and cardiovascular disease comorbidity(OR 0.38; CI95% 0,17-0,87; p-value 0,023). The most abundance proportion of endotracheal aspirate microorganism culture are Acinetobacter baumannii (44%), Klebsiella pneumoniae (23%), and Eschrichia coli (9%).
Conclusion : The proportion of VAP in intubated COVID-19 is 60%. There are significant association of azitromicin usage and cardiovascular comorbidity while elderly and the usage of steroid are not significantly associated to VAP in intubated COVID-19 patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>