Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rio Armandaru
"Revolusi komunis pada tahun 1975 di Laos memaksa sekitar 400.000 warga Laos pada pengungsian. Mereka tersebar di negara-negara barat dan negara-negara tetangga di Asia tenggara tak terkecuali di Indonesia. Gelombang pengungsian ini turut melibatkan generasi lanjutan untuk memulai kembali kehidupan di negara tujuan pengungsian. Ketercabutan generasi lanjutan warga pengungsi asal Laos pada negara asalnya (Laos) menjadi suatu isu dalam penentuan jati diri atau identitas ketika kembali ke tanah air. Melalui serangkaian pengalaman nostalgia saat ada pada pengungsian di Indonesia, para generasi lanjutan dari warga ex-migran Laos memaknai mereka sebagai Indonesia. Namun, ketika kembali ke tanah air (Laos) pemaknaan jati diri atau identitas mereka harus dinegosiasikan kembali. Melalui kajian Cultural Studies dengan etnografi, penelitian ini akan mengkaji bagaimana identitas dari generasi lanjutan warga ex-migran Laos dimaknai melalui serangkaian pengalaman mobilisasi yang mereka lakukan. Penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana jati diri atau identitas dimaknai sebagai suatu struktur perasaan dan pembentukan multiple identity pada generasi lanjutan ex-migran Laos dengan mengkaitkan pengalaman mobilisasi mereka.

The communist revolution in 1975 in Laos forced about 400,000 Lao citizens into exile. They are scattered in western countries and neighboring countries in Southeast Asia, including Indonesia. This wave of refugees also involves the next generation to restart life in the refugee destination country. The uprooting of the next generation of refugees from Laos back to their home country (Laos) has become an issue in determining their identity when returning to their homeland. Through a series of nostalgic experiences when they were in exile in Indonesia, the next generation of ex-migrants from Laos interpreted them as Indonesians. However, when they return to their homeland (Laos), the meaning of their identity or identity must be renegotiated. Through the study of Cultural Studies with ethnography, this research will examine how the identity of the next generation of ex-migrant Lao citizens is interpreted through a series of mobilization experiences that they carry out. This study will provide an overview of how identity is interpreted as a structure of feeling and the formation of multiple identities in the next generation of Lao ex-migrants by relating their mobilization experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padel Muhamad Rallie Rivaldy
"Sejak 9/11, persoalan identitas dan pemaknaan rumah (home) pada masyarakat Muslim global menjadi salah satu isu yang banyak dikaji para sarjana. Terlebih, dengan munculnya fenomena Negara Islam Irak dan Syam, prasangka terhadap Muslim sebagai kelompok yang identik terorisme menjadi arus utama dalam sebagian masyarakat Barat yang Islamofobik. Dengan menggunakan teori identitas Hall (1990), Hasrat Merumah (Homing Desire) oleh Brah (1996), dan Yang Tak Akrab (Unhomely) oleh Bhabha (1992, 1994), analisis tekstual melalui pembacaan dekat ini mengkaji bagaimana komunitas diaspora Muslim Pakistan membentuk identitas seiring pemaknaan mereka atas rumah dalam dua novel. Hasil analisis menunjukkan baik Home Fire maupun Exit West merepresentasikan kemajemukan dalam pembentukan identitas dan pemaknaan rumah pada diaspora Muslim. Kemudian, melalui representasi-representasi ini, kedua novel memproblematisasi istilah radikalisme, mengaburkan oposisi biner Timur/Barat, menekankan pengetahuan (knowledge) tentang keanekaan dalam dunia Islam, dan menawarkan zona kontak transkultural inklusif sebagai gagasan berbangsa.

Since the wake of 9/11, identity proposition and the meaning of home toward global Muslim societies become one of prominent issues among scholars. Moreover, with the rising of Islamic State of Iraq and Levant phenomenon, prejudice toward Muslim as group that is synonymous with terrorism become mainstream on partial Islamophobic Western societies. Drawing upon Halls theory of identity (1990), Brahs Homing Desire (1996), dan Bhabhas Unhomely (1992, 1994), this close-textual analysis investigates how Pakistani Muslim diasporic community construct their identities and the meaning of home within two novels. Research findings show both Home Fire and Exit West represent heterogeneity within home and identity construction of Muslim diaspora. Then, through these representations, both novels problematize the notion of radicalism, blurring East/West binarism, underscore knowledge on multifariousness within Islamic world, and offer inclusive transcultural contact zone as the concept of nation.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Insyirah Wijaya
"Fenomena Arab Spring telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun dan berdampak pada beberapa revolusi di negara-negara Timur Tengah lainnya, termasuk Suriah. Karena konflik berkepanjangan di Suriah, kondisi ekonomi dan sosialnya pun ikut terdampak, menciptakan krisis pangan dan hilangnya rasa aman. Warga yang terkena dampak berat harus bermigrasi, baik secara paksa maupun sukarela, agar dapat hidup lebih aman. Migrasi ini mempengaruhi para migran, terutama remaja muda, pada pembentukan konsep identitas dan kepemilikan mereka. Menggunakan novel fiksi berlatar konflik Suriah berjudul Other Words for Home (2019), artikel ini menerapkan konsep ruang dan identitas untuk menganalisis cara tokoh utama dalam mendefinisikan identitasnya di ruang yang bervariasi. Artikel ini juga menggunakan metode penelitian Wee (2019) yang menggunakan tiga skala spasial, yaitu ruang publik, ruang institusional, dan ruang kamar, untuk menganalisis bagaimana imigran berinteraksi dan membangun identitasnya di setiap ruang. Hipotesis dari artikel ini adalah bahwa hubungan ruang dan identitas saling mempengaruhi satu sama lain dalam konteks konstruksi identitas imigran muda. Temuan artikel menunjukkan bahwa konstruksi identitas imigran muda terjadi sesuai dengan situasi spasial yang ada, karena cara imigran berinteraksi di setiap ruang berbeda satu sama lain.

The Arab Spring phenomenon has been going on for more than 10 years and has had an impact on several revolutions in other Middle East countries, including Syria. Due to the prolonging conflict in Syria, the economic and social situations are affected, creating food crisis and the loss of security. The citizens who are heavily affected have to migrate, whether it is forcibly or voluntarily, in order to live more securely. This migration affected the migrants, especially the young adolescent, on their concept of identity and belonging. Using a fiction novel set in the Syrian conflict, titled Other Words for Home (2019), this article uses the concept of the space and identity to analyze the main character‟s way in defining her identity in the moving spaces. The article also models Wee (2019)‟s research by using the three spatial scales, which are public spaces, institutional spaces, and room spaces, in order to analyze how the immigrant interact and construct her identity on each space. The hypothesis of the article is that space and identity relation are mutually reciprocated in the context of young immigrants' identity construction. The finding of the article suggests that identity construction of young immigrants is spatially situated, as the immigrant‟s way of interacting in each space differs from one to another."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmalita Ervianda Utami
"ABSTRAK
Tulisan ini mencoba untuk menganalisis film yang berjudulLion 2016 tentang pengertian lsquo;rumah rsquo; dari sudut pandang seseorang yang berlatar belakang diaspora. Tulisan ini meneliti arti kata lsquo;rumah rsquo; sebagai konsep yang rumit dan tidak jelas, dimana pengartiannya berbeda-beda dari satu orang kelainnya. Penyebab dari keinginan karakter utama yang ingin kembali pulang juga akan di jelaskan lebih dalam lagi di dalam tulisan ini. Munculnya kenangan-kenangan masa lalu, perubahan identitas, dan pencampuran dari banyak budaya memiliki peran yang penting didalam proses penentuan arti kata lsquo;rumah rsquo; untuk pemeran utama pada film, yaitu Saroo. Di dalam tulisan ini juga akan ada penjelasan tentang perbedaan jenis identitas dan hubungannya bagaimana hal tersebut dapat membantu seseorang menentukan apa yang mereka maksud sebagai rumah. Pada akhirnya, saya membuktikan bahwa banyak aspek dari budaya, bahasa, kenangan, dan asal-usul sejarah dan leluhur adalah aspek-aspek yang bertanggung jawab di dalam pembentukan identitas Saroo. Analisis ini sangat berharga dan penting untuk membantu mengklarifikasi pengertian rumah dan penemuan identitas bagi orang yang memiliki latar belakang diaspora.

ABSTRACT
The paper tries to analyze the notion of home from the perspective of a diaspora in the movie Lion 2016 . It opens up the word lsquo;home rsquo; as a complicated and unclear concept, which understanding differs from one people to another. The main character rsquo;s desire to return home is also going to be discussed further. The presence of past memories, identity change, and mixture cultures play an important role in the process of defining what is home for Saroo, the main character in the movie. In this paper, there will also be an explanation about a different kind of identity and the connection about how identity can help defining a person rsquo;s home. Finally, I argue that many aspects of cultures, languages, memories, historical backgrounds and their ancestry are ultimately responsible in shaping Saroo rsquo;s identity. This analysis is valuable and essential in the clarification of finding home and identity in people who has a diaspora background."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Suryana Priyatna
"Tesis ini membahas kontestasi pemaknaan atas FPI dalam hubungannya dengan wacana radikalisme Islam dan konstruksi identitas Islam di ruang maya. Dengan melakukan analisis pada argumentasi-argumentasi tekstual dan visual situs FPI (fpi.or.id), pemberitaan aksi FPI dan komentar pengunjung di tiga situs berita online: vivanews.com, tempo.co, dan detik.com, tesis ini menggali konstruksi identitas dan kompleksitas wacana yang berkembang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana radikalisme Islam dan keberadaan FPI di ruang publik Indonesia adalah wacana yang kompleks. Kompleksitas ini tidak bisa dilepaskan dari kontestasi pemaknaan antara identitas bangsa dengan identitas Islam. Kompleksitas ini berlangsung dalam ranah offline maupun ruang Maya.

This thesis analyses the contestation of signifying practices surrounding FPI in its relation to the discourse of Islamic radicalism and the construction of Islamic identity. Analysing the textual and visual argumentations on fpi.or.id, the articles and comments on three online media: vivanews.com, tempo.co, and detik.com, this thesis explores identity construction and discourse complexity.
The result shows that the discourse of Islamic radicalism and the existence of FPI in Indonesian public space are complex. The complexity is related to the contestation between national identity and Islamic identity. This complexity occurs both in offline and online context.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T30724
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Natalia Rialucky
"Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara sistem internasional dan proses konstruksi identitas individu dalam kasus Homegrown Terrorism di Amerika Serikat pada tahun 2001 ? 2009. Bergerak dari latar belakang tragedi 11 September 2001 yang memulai kebijakan war on terror di Amerika Serikat, fenomena homegrown terrorism dimana warganegara Amerika teradikalisasi dan melakukan aksi teror menyerang negaranya menjadi sebuah anomali dan menarik untuk diteliti. Penulis menganalisis 26 studi kasus homegrown terrorists di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi apakah ada pengaruh dari sistem internasional dalam self-narrating process pada saat individu tersebut mengkonstruksi identitasnya menjadi radikal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tragedi 11 September 2001 telah menciptakan konteks baru bagi individu dalam menkonstruksikan identitasnya, dimana sistem internasional yang direpresentasikan oleh; kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang represif terhadap kaum Muslim, kesuksesan strategi propaganda Al-Qaeda untuk mempersuasi kaum Muslim di Amerika menjadi radikal dan transformasi karakter media mendorong individu untuk mengadopsi identitas Islam radikal.

This research explores the relationship between international system and the process of individual identity construction in the case of Homegrown Terrorism in the United States of America (2001 ? 2009). The 11th September 2001 tragedy has become a landmark on the initiation of the war on terror by the government of the United States of America. However the case of homegrown terrorism, where American born citizens became radicalized and attacked their own country, stood as an anomali when the government expected the citizens to be in line with the country?s policy. The author analyzed 26 study cases of homegrown terrorists and identify through their direct speech act on whether or not the international system influence their decisions to be self-radicalized. The research presents that the 11 September 2001 tragedy has posed a new context for Moslems in America in constructing their identity, where the perceptions of the international system, as represented by the American represive policy towards Moslems, Al-Qaeda?s propaganda and media transformation, results in the selfradicalization process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Satrya Utama
"ABSTRAK
Nasionalisme dapat tumbuh melalui beragam cara dan media, salah satunya melalui media olahraga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara rinci bahwa identitas nasional dan identitas kelompok dapat terbentuk melalui aspek olahraga, khususnya olahraga sepakbola. Unit analisis dalam penelitian ini adalah para pemerhati sepakbola di tingkat nasional dan komunitas Bobotoh serta Viking sebagai pendukung setia Persib Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan observasi dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data utama. Hasil penelitian memperlihatkan tiga hal, pertama bahwa sepakbola di tingkat lokal dapat menumbuhkan perasaan in-group yang didasari kearifan lokal seperti bahasa, ritual dan simbol-simbol yang didukung pembentukannya oleh media sosial. Kedua kehadiran tim nasional sepakbola Indonesia di sisi lain dapat membentuk komunitas imajiner serta identitas nasional dengan persepsi akan sejarah, simbol, ritual, bahasa, serta media massa dan ketiga, nasionalisme yang terbentuk cenderung bersifat banal sebagai platform utama yang menyambungkan rasa kekerabatan dan nasionalisme.

ABSTRACT
Nationalism is a concept that can be developed through any media. This study aims to explain in detail that national identity and group identity can be formed through aspects of sport, such as football. This study uses a qualitative approach with observation and in depth interviews as the main data retrieval technique with the fans of Persib Bandung Viking and Indonesia men rsquo s national football team as the unit of analysis. The results of this study show that football at the local level can establish in group feelings based on local wisdom such as language, rituals and symbols that supported by using social media as the basic. The presence of Indonesia 39 s national football team on the other hand can form an imagined community and national identity with perceptions of history, symbols, rituals, languages, and mass media and other things that tend to be banal as the main platform that connects the sense of kinship And nationalism."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Muhammad Akmal Alwee
"Monumen Nasional adalah sebuah monumen yang merepresentasikan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda, Monumen ini dibangun di masa presiden soekarno yang mana pada saat itu ditujukan untuk menyatukan bangsa Indonesia, agar rakyat Indonesia mempunyai satu kebanggaan yang sama. Monumen ini terletak di Kota Jakarta yang menjadi ibu kota Indonesia, secara tidak langsung Monas menjadi identitas Indonesia dan Kota Jakarta dengan statusnya sebagai bangunan cagar budaya Nasional. Penggunaan Monas saat ini sesuai dengan tujuan awal yaitu, menceritakan tentang bangsa Indonesia itu tersebut. Namun belakangan ini muncul sebuah gagasan bahwa area Monas dan jalan Medan Merdeka akan digunakan sebagai area sirkuit untuk ajang balapan Formula E yang mana peserta akan mamacu mobil elektrik nya dengan kecepatan tinggi dan memberikan kampanye mobil listrik ramah lingkungan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan apakah Monas layak untuk menyelenggarakan event yang sangat berbeda dari tujuan awal fungsi monas. Tujuan tulisan akademik ini adalah untuk mengamati dan membahas mengenai isu apropriasi Monas yang akan digunakan untuk event balapan mobil tersebut. Hasil dari bahasan mengenai isu appropriasi ini akan menjadi sebuah saran, seberapa layak monas digunakan untuk ajang balapan mobil tersebut.

The National Monument is a monument that represents the struggle of the Indonesian people against Dutch colonialism. This monument was built during the Soekarno era, which at that time was intended to unite the Indonesian people. This monument is located in the city of Jakarta, which is the capital of Indonesia. Indirectly Monas becomes the identity of Indonesia and the City of Jakarta with its status as a National cultural heritage building. The current use of Monas is in accordance with the original purpose, namely, to talk about the Indonesian nation. However, recently an idea emerged that the Monas area and the Medan Merdeka road would be used as a circuit area for the Formula E race where participants would drive their electric cars at high speed and provide an environmentally friendly electric car campaign for the Indonesian people. This raises a question whether Monas is appropriate to hold events that are very different from the original purpose of the Monas function. This academic paper aims to observe and discuss the issue of Monas appropriation to be used for the car race event. The results of this discussion on the issue of appropriation will be a suggestion, how appropriate Monas is used for the car racing event."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rony Agustino
"Disertasi ini mengeksplorasi praktik digital ibu stay-at-home yang menciptakan performa identitas di media sosial, seperti contohnya dalam praktik sharenting di Instagram, dalam kerangka mengkaji dinamika konstruksi identitas di ruang digital terkait kompleksitas identifikasi perempuan sebagai ibu. Secara historis identitas ibu stay-at-home merujuk kepada peran domestik ibu tradisional dan subjektivitas perempuan kelas menengah urban sebagai ibu kontemporer yang memiliki pergumulan transisi menjadi ibu yang dilematis, konflik identitas diri perempuan, dan ambivalensi pengasuhan. Dengan pendekatan teori performativitas terhadap konstruksi identitas dalam praktik keseharian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan normativitas peran gender dan keragaman performativitas ibu yang diciptakan oleh praktik komunikatif di ruang digital dalam konteks pengasuhan sebagai praktik budaya dan situasi perempuan di Indonesia. Dalam kerangka teoritis tersebut penelitian ini membangun model konstruksi identitas ibu kontemporer yang memaknai ulang norma konvensional tentang ranah domestik dan mendefinisikan ulang konsep identifikasi dari formasi identitas yang cenderung statis kepada performa identitas yang dinamis. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi digital tentang subkultur ibu digital di Instagram yang disebut “Instamom” yang terdiri dari subjek ibu milenial kelas menengah urban. Secara metodologis ranah kehidupan personal perempuan dan praktik digital tiap subjek dalam penelitian ini merupakan kasus individual dalam budaya konvergensi di media sosial. Penelitian ini menemukan bahwa praktik digital keseharian ibu milenial tersebut mengakselerasi transisi menjadi ibu yang transformatif dan menciptakan performa subjek femininitas keibuan kontemporer yang menegosiasikan peran ibu tradisional. Subjektivitas perempuan yang mengkomodifikasi identitas ibu melalui konstruksi identitas diri ibu berjejaring pada akun Instagram menghasilkan beragam pencapaian performa ibu digital yang mengkontekstualisasikan peran strategis ibu di era neoliberlisme. Hasil penelitian tersebut mengimplikasikan bahwa identitas ibu secara normatif terkait gender tidak sepenuhnya berlaku di ruang digital, karena pada saat yang sama performa ibu digital mengkonstruksi subjektivitas dalam konfigurasi femininitas keibuan yang baru.

This dissertation explores the digital practices of stay-at-home mothers who create identity performance on social media, for example in the practice of sharenting on Instagram, in order to examine the dynamics of identity construction in the digital space related to the complexity of women's identification as mothers. Historically, the identity of stay-at-home mothers refers to the traditional domestic role of mothers and the subjectivity of urban middle-class women as contemporary mothers who have struggles with the transition to motherhood, contested identities, and ambivalence in parenting. With a performativity theory approach to identity construction in everyday life’s practices, this research aims to analyze the changing normativity of gender roles and the diversity of maternal performativity created by communicative practices in digital spaces in the context of parenting as a cultural practice and women’s situatedness in Indonesia. Within this theoretical framework, this research builds a model of contemporary maternal identity construction that reinterprets conventional norms about the domestic sphere and redefines the concept of identification from identity formation that tends to be static to dynamic identity performance. This research uses a digital ethnography approach on the digital mother subculture on Instagram called "Instamom" which consists of urban middle-class millennial mother subjects. Methodologically, the realm of women's personal lives and digital practices of each subject in this study is an individual case in a convergence culture on social media. This study found that the millennial mothers' everyday digital practices accelerate the transition to transformative motherhood and create a performance of contemporary maternal subject that negotiates traditional motherhood. Women's subjectivities that commodify maternal identities through the construction of networked maternal self-identities on Instagram accounts produce a variety of digital performativity accomplisments that contextualize the strategic role of mothers in the era of neoliberalism. The results of the study imply that normative gender-related maternal identities do not fully apply in the digital space, because at the same time digital mother performance constructs subjectivity in a new configuration of maternal femininity.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lin, Tang
"Hubungan persahabatan antara Tiongkok dan Myanmar dapat ditelusuri kembali hingga dua ribu tahun yang lalu. Sejak abad kedua Masehi, pedagang Tiongkok sudah mulai berlayar melalui lembah Sungai Nujiang dan Sungai Irrawaddy menuju Myanmar untuk melakukan perdagangan sutra, serta bertukar barang berharga seperti giok dan zamrud. Pada masa dinasti Han dan Tang di Tiongkok, hubungan persahabatan antara kedua negara semakin kuat. Negara Shan di Myanmar dan kemudian Kerajaan Pyu mengirim utusan berkali-kali ke dinasti Han dan Tang untuk melakukan pertukaran politik, ekonomi, dan budaya. Pada tahun 1940 hingga 1942, Jalan Raya Yunnan-Myanmar yang dibangun oleh kedua negara menjadi satu-satunya jalur perdagangan dan transportasi Tiongkok pada saat itu. Sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, persahabatan antara rakyat Tiongkok dan Myanmar semakin meningkat. Pada tanggal 8 Juni 1950, Myanmar menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok, menjadi negara kelima yang membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, seiring dengan Tiongkok dan Laos fokus pada pembangunan ekonomi dan keterbukaan terhadap dunia luar, pemerintah Tiongkok mulai mengendurkan pembatasan terhadap imigran asing. Nilai pasar besar dan potensi pengembangan Laos menarik semakin banyak imigran baru Tiongkok yang datang ke Laos. Saat ini, Laos menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan imigran baru Tiongkok tercepat, di mana mayoritas imigran baru tersebut berasal dari provinsi Yunnan. Kedatangan imigran baru dari Yunnan memiliki dampak besar terhadap perkembangan ekonomi dan pertukaran budaya antara Tiongkok dan Laos, dan komunitas Tionghoa di Yunnan memainkan peran tak tergantikan dalam hubungan politik, ekonomi, dan budaya antara Tiongkok dan Laos.

The friendship between China and Myanmar can be traced back to two thousand years ago. Since the 2nd century AD, Chinese traders began sailing through the Nujiang River and Irrawaddy River valleys to Myanmar for silk trade and the exchange of valuable items such as jade and emeralds. During the Han and Tang dynasties in China, the friendship between the two countries strengthened. The Shan state in Myanmar and later the Pyu Kingdom sent envoys multiple times to the Han and Tang dynasties for political, economic, and cultural exchanges. From 1940 to 1942, the Yunnan-Myanmar Highway built by both countries became the sole trade and transportation route for China at that time. Since the establishment of the People's Republic of China, the friendship between the Chinese people and Myanmar has grown. On June 8, 1950, Myanmar established diplomatic relations with China, becoming the fifth country to do so. In the 1970s and 1980s, as China and Laos focused on economic development and opening up to the outside world, the Chinese government began to relax restrictions on foreign immigrants. The large market value and development potential of Laos attracted an increasing number of new Chinese immigrants. Currently, Laos is one of the countries with the fastest-growing influx of new Chinese immigrants, with the majority coming from Yunnan province. The arrival of new immigrants from Yunnan has had a significant impact on the economic development and cultural exchange between China and Laos. The Chinese community in Yunnan plays an indispensable role in the political, economic, and cultural relations between China and Laos."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>