Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166563 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Nuraini
"Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan jaringan (otot, hati, dan jaringan adiposa) untuk merespon insulin yang bersirkulasi secara normal dalam darah yang berisiko berkembang menjadi penyakit diabetes melitus tipe 2. Rasio tinggi asupan asam lemak omega-6/omega-3 diduga berperan dalam menurunkan sensitivitas insulin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio asupan omega-6/omega-3 dan HOMA-IR pada perempuan usia reproduktif. Studi potong lintang ini dilakukan di Jakarta, pada bulan Juli sampai Oktober 2021. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling dan diperoleh 79 subjek perempuan yang memenuhi kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara 24-hours food recall sebanyak 3 kali, pengukuran antropometri untuk menilai status gizi, dan pengambilan serum untuk mengukur kadar glukosa darah puasa dan insulin. Rerata asupan omega-6 pada subjek adalah 9.43 ± 3.69 gram/hari, median asupan omega-3 pada subjek adalah 0.79 (0.23–3.53) gram/hari, dan rerata rasio asupan omega-6/omega-3 adalah 12.32 ± 4.32. Rerata HOMA-IR pada subjek adalah 3.04 ± 1.24. Terdapat korelasi positif lemah antara rasio asupan omega-6/omega-3 dan HOMA-IR, namun tidak signifikan (r=0.161, p=0.157). Ditemukan hubungan signifikan antara DHA dan HOMA-IR setelah mengontrol faktor perancu (p=0.014). Tidak ada hubungan antara rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 dan HOMA-IR pada perempuan usia reproduktif. Namun, ditemukan hubungan antara asupan DHA dan HOMA-IR yang menunjukkan bahwa peningkatan asupan asam lemak tidak jenuh dapat mencegah terjadinya resistensi insulin.

Insulin resistance is a decrease in the ability of tissues (muscle, liver, and adipose tissue) to respond to insulin that circulates normally in the blood which is at risk of developing type 2 diabetes mellitus. A high ratio of omega-6/omega-3 fatty acid intake is thought to play a role in reducing insulin sensitivity. This study aims to determine the association between the ratio of omega-6/omega-3 intake and HOMA-IR in reproductive-aged women. This cross-sectional study was conducted in Jakarta, from July to October 2021. Sampling used the consecutive sampling method and obtained 79 women subjects who met the research criteria. Data was collected through 24-hour food recall interviews 3 times, anthropometric measurements to assess nutritional status, and serum sampling to measure fasting blood glucose and insulin levels. The mean omega-6 intake in the subjects was 9.43 ± 3.69 grams/day, the median omega-3 intake in the subjects was 0.79 (0.23–3.53) grams/day, and the mean ratio of omega-6/omega-3 intake was 12.32 ± 4.32. The mean HOMA-IR in the subjects was 3.04 ± 1.24. There was weak positive correlation between the ratio of omega-6/omega-3 intake and HOMA-IR, but not significant (r=0.161, p=0.157). A significant relationship was found between DHA and HOMA-IR after adjusted confounding factors (p=0.014). There was no association between the ratio of omega-6/omega-3 fatty acid intake and HOMA-IR in reproductive-aged women. However, it was found that there was a assocation between DHA intake and HOMA-IR which indicated that increasing intake of unsaturated fatty acids could prevent insulin resistance"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gery Dala Prima Baso
"Latar Belakang: Keadaan resistensi insulin dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah inflamasi kronik yakni periodontitis. Hubungan antara periodontitis dengan resistensi insulin yang dinilai dengan HOMA-IR telah dilaporkan sebelumnya, namun belum ada data hubungan antara derajat periodontitis dengan resistensi insulin pada populasi umum, khususnya di Indonesia. Tujuan: Mendapatkan perbandingan nilai HOMA-IR pada berbagai derajat periodontitis pada populasi umum Metode: Studi potong-lintang dilakukan pada 68 pasien Periodontitis di Poliklinik Periodontologi RSUPN CiptoMangunkusumo dan RSGM FKG-Universitas Indonesia, pada bulan April-Desember 2017. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan gigi dilakukan berdasarkan kriteria dan standar pelayanan medik. Pemeriksaan resistensi insulin dilakukan dengan metode pemeriksaan HOMA-IR. Analisis komparatif tidak berpasangan dilakukan untuk menemukan beda rerata pada berbagai derajat periodontitis.
Hasil: Didapatkan juga bahwa nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis berat lebih tinggi secara bermakna dibanding periodontitis tidak berat [2,85 (1,1-9) vs. 1,94 (0,4-8), p=0,038). Nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis menyeluruh juga lebih tinggi secara klinis dibanding kelompok yang mengalami periodontitis lokal [2,9 (0,4-9) vs. 2,15 (0,4-7,6), p=0,51) meskipun secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan: Nilai HOMA-IR lebih tinggi secara bermakna pada periodontitis berat dibandingkan dengan periodontitis tidak berat. Nilai HOMA-IR tidak memberikan perbedaan nilai secara bermakna pada periodontitis lokal dibandingkan dengan periodontitis menyeluruh.

Background: Insulin resistance induced by various factors, including chronic inflammation such as periodontitis. The correlation between periodontitis and insulin resistance assessed with HOMA-IR has been reported before, but data about the correlation between degree of periodontitis with insulin resistance in general population, especially in Indonesia. Objective: To compare HOMA-IR score in various degree of periodontitis in general population.
Method: A cross-sectional study was performed on 68 periodontitis patients at Periodontology Clinic of Cipto Mangunkusumo National General Hospital and Dental Hospital of Faculty of Dentistry University of Indonesia during April-December 2017. Anamnesis, physical examination, and dental examination were done according to medical service criteria and standards. Insulin resistance examination was done using HOMA-IR method. Unpaired comparative analysis was done to find the mean difference among various degree of periodontitis.
Result: It was also found that the median HOMA-IR score of severe periodontitis group is significantly higher that non-severe periodontitis group [2.85 (1.1-9) vs. 1.94 (0.4-8), p=0.038). Median HOMA-IR score in general periodontitis group is also clinically higher compared to local periodontitis group [2.9 (0.4-9) vs. 2.15 (0.4-7.6), p=0.51) although not statistically significant.
Conclusion: HOMA-IR score is significantly higher in severe periodontitis compared to-severe periodontitis. HOMA-IR score is not significantly different between general and local periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lydwina Juvanni Callestya
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah salah satu kelainan endokrin yang paling umum terjadi pada wanita usia reproduktif. Patogenenesis SOPK berhubungan langsung dengan resistensi insulin. Beberapa studi menyimpulkan bahwa akupunktur dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki gejala SOPK. Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 44 penderita SOPK yang dibagi secara acak ke dalam dua kelompok, yakni kelompok elektroakupunktur kombinasi medikamentosa (n=22) dan kelompok elektroakupunktur sham kombinasi medikamentosa (n=22). Elektroakupunktur dilakukan 3 kal seminggu, sebanyak 12 kali, selama 4 minggu, pada titik CV3 Zhongji, CV4 Guanyuan, CV6 Qihai, ST25 Tianshu, ST28 Shuidao, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, dan BL57 Chengsan. Pemeriksaan gula darah puasa dan insulin puasa dilakukan untuk mengukur indeks HOMA-IR sebagai luaran primer. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Median indeks HOMA-IR pada kelompok elektroakupunktur kombinasi medikamentosa sebelum dan sesudah terapi menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (p=0,014). Sedangkan median indeks HOMA-IR pada kelompok elektroakupunktur sham kombinasi medikamentosa sebelum dan sesudah terapi tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,592). Kesimpulan penelitian ini elektroakupunktur kombinasi medikamentosa efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

Polycystic ovary syndrome (SOPK) is one of the most common endocrine disorders in women of reproductive age. The pathogenesis of SOPK is directly related to insulin resistance. Several studies have concluded that acupuncture can increase insulin sensitivity to improve symptoms of PCOS. Double-blind randomized clinical trials were performed on 44 patients with SOPK who were randomly divided into two groups, the electroacupuncture with medication group (n=22) and the electroacupuncture sham with medication group (n=22). Electroacupuncture was given 3 times a week, 12 times, for 4 weeks, at the point of CV3 Zhongji, CV4 Guanyuan, CV6 Qihai, ST25 Tianshu, ST28 Shuidao, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, and BL57 Chengsan. Fasting blood glucose and fasting insulin were performed to measure the HOMA-IR index as the primary outcome. The results showed a significant difference. The median HOMA-IR index in the electroacupuncture with medication group before and after therapy showed statistically significant differences (p = 0.014). While median HOMA-IR index in electroacupuncture sham with medication group before and after therapy there was no significant difference (p = 0.592). The conclusion of this study electroacupuncture combination with medication is effective to improve insulin sensitivity. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nita
"

Penurunan massa otot pada usia lanjut menimbulkan sarkopenia,salah satu penyebabnya adalah proses inflamasi. Rasio asam lemak omega-3/omega-6 dapat memengaruhi proses inflamasi, namun hubungannya dengan massa otot masih menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengeksplorasi korelasi rasio asupan asam lemak omega-3/omega-6 dan kadar asam lemak omega-3 dengan massa otot pada usia lanjut di lima panti wreda yang terdaftar di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini melibatkan 101 usila yang didapatkan menggunakan proportional random sampling. Rasio asupan asam lemak omega-3 dan omega-6 dinilai menggunakan food record 3x24 jam dan food frequency questionnaire semikuantitatif, kadar asam lemak omega-3 membran eritrosit diukur menggunakan gas chromatography-mass spectrometry, dan pemeriksaan massa otot menggunakan bioelectrical impedance analysis. Analisis korelasi menggunakan uji Spearman. Didapatkan rerata usia subjek adalah 75.5 ± 7.6 tahun dengan 73.3% subjek adalah perempuan. Rasio asupan asam lemak omega-3/omega-6 subjek menggunakan food record adalah 0,09 (0,05-0,22) dan 0,08 (0,05-0,23) menggunakan FFQ semikuantitatif. Nilai tengah kadar asam lemak omega-3 membran eritrosit subjek untuk ALA=10,06 (4,9-24,9) µg/mL, EPA=14,6 (5,06-81,02) µg/mL, DHA=115,5 (20,6-275,09) µg/mL, dan total omega-3=144,1 (89,3-332,1) µg/mL. Nilai tengah massa otot subjek adalah 35,5 (22,8-63,5) kg. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antara rasio asupan asam lemak omega-3/omega-6 dengan massa otot baik menggunakan food record (r = -0.2, p = 0.07), maupun FFQ semikuantitatif (r = 0.01, p = 0.9), dan tidak terdapat korelasi antara kadar ALA, EPA, DHA, total asam lemak omega-3 membran eritrosit dengan massa otot berturut-turut (r = -0.03, p = 0.8; r = 0.01, p = 0.9; r = -0.06, p = 0.5; dan r = -0.02, p = 0.8).


The phenomenon of muscle mass deterioration appeared in the elderly called sarcopenia, one of the reasons was the inflammatory process. The ratio of omega-3 and omega-6 fatty acids are known to influence the inflammatory process. However, the relationship of this ratio with muscle mass are still conflicting. This cross-sectional study aimed to explore the correlations of omega-3/omega-6 fatty acids intake ratio and omega-3 fatty acids erythrocyte membrane levels with muscle mass among the elderly in five registered nursing homes in South Tangerang City. This study involved 101 elderly from the proportional random sampling method. The ratio of omega-3 and omega-6 fatty acids intake was assessed using 3-days food records and semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ). Moreover, omega-3 fatty acid erythrocyte membrane levels were measured using gas chromatography-mass spectrometry and muscle mass were examined using bioelectrical impedance analysis. We used Spearman analysis to investigate the correlation. The mean age of the participants was 75.5 ± 7.6 years and most of the participants were female (73.3%). Furthermore, the median value of omega-3 and omega-6 fatty acid intake ratio was 0.09 (0.05 – 0.22) using 3-days food records and 0.08 (0.05 – 0.23) using SQ-FFQ, the median value of omega-3 erythrocyte membrane levels for ALA = 10.06 (4.9-24.9) µg/mL, EPA = 14.6 (5.06 – 81.02) µg/mL, DHA = 115.5 (20.6 – 275.09) µg/mL, total omega-3 = 144.1 (89.3 – 332.1) µg/mL, and the median value of muscle mass were 35.5 (22.8 – 63.5) kg. We did not find strong correlation between omega-3/omega-6 fatty acids intake ratio and muscle mass using either 3-days food records (r = -0.2, p = 0.07), or SQ-FFQ (r = 0.01, p = 0.9), and no strong correlations found between ALA, EPA, DHA, total omega-3 fatty acids erythrocyte membrane levels and muscle mass (r = -0.03, p = 0.8; r = 0.01, p = 0.9; r = -0.06, p = 0.5; and r = -0.02, p = 0.8), respectively.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gery Dala Prima Baso
"Latar Belakang: Keadaan resistensi insulin dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah inflamasi kronik yakni periodontitis. Hubungan antara periodontitis dengan resistensi insulin yang dinilai dengan HOMA-IR telah dilaporkan sebelumnya, namun belum ada data hubungan antara derajat periodontitis dengan resistensi insulin pada populasi umum, khususnya di Indonesia.Tujuan: Mendapatkan perbandingan nilai HOMA-IR pada berbagai derajat periodontitis pada populasi umumMetode: Studi potong-lintang dilakukan pada 68 pasien Periodontitis di Poliklinik Periodontologi RSUPN CiptoMangunkusumo dan RSGM FKG-Universitas Indonesia, pada bulan April-Desember 2017. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan gigi dilakukan berdasarkan kriteria dan standar pelayanan medik. Pemeriksaan resistensi insulin dilakukan dengan metode pemeriksaan HOMA-IR. Analisis komparatif tidak berpasangan dilakukan untuk menemukan beda rerata pada berbagai derajat periodontitis..Hasil: Didapatkan bahwa nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis berat lebih tinggi secara bermakna dibanding periodontitis tidak berat [2,85 1,1 ndash; 9 vs. 1,94 0,4-8 , p=0,038 ]. Nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis menyeluruh juga lebih tinggi secara klinis dibanding kelompok yang mengalami periodontitis lokal [2,9 0,4 ndash; 9 vs. 2,15 0,4-7,6 , p=0,51] meskipun secara statistik tidak bermakna.Kesimpulan: Nilai HOMA-IR lebih tinggi secara bermakna pada periodontitis berat dibandingkan dengan periodontitis tidak berat. Nilai HOMA-IR tidak memberikan perbedaan nilai secara bermakna pada periodontitis lokal dibandingkan dengan periodontitis menyeluruh.
Background Insulin resistance induced by various factors, including chronic inflammation such as periodontitis. The correlation between periodontitis and insulin resistance assessed with HOMA IR has been reported before, but data about the correlation between degree of periodontitis with insulin resistance in general population, especially in Indonesia.Objective To compare HOMA IR score in various degree of periodontitis in general populationMethod A cross sectional study was performed on 68 periodontitis patients at Periodontology Clinic of Cipto Mangunkusumo National General Hospital and Dental Hospital of Faculty of Dentistry University of Indonesia during April December 2017. Anamnesis, physical examination, and dental examination were done according to medical service criteria and standards. Insulin resistance examination was done using HOMA IR method. Unpaired comparative analysis was done to find the mean difference among various degree of periodontitis.Result It was found that the median HOMA IR score of severe periodontitis group is significantly higher that non severe periodontitis group 2.85 1.1 ndash 9 vs. 1.94 0.4 8 , p 0.038 . Median HOMA IR score in general periodontitis group is also clinically higher compared to local periodontitis group 2.9 0.4 ndash 9 vs. 2.15 0.4 7.6 , p 0.51 although not statistically significant.Conclusion HOMA IR score is significantly higher in severe periodontitis compared to severe periodontitis. HOMA IR score is not significantly different between general and local periodontitis."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Yudith Priskila
"Perubahan pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan low grade inflammation dan berkontribusi terhadap resistensi insulin. Namun, penelitian tentang efek peradangan yang disebabkan oleh diet masih tidak konsisten. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara potensi kadar inflamasi pada makanan yang diukur dengan Dietary Inflammatory Score (DII) dan kadar serum TNF-alfa. Tesis ini merupakan studi potong lintang pebandingan yang dilakukan pada 210 orang dewasa usia 18-55 tahun kelompok status gizi normal (normoweight) dan obesitas. Rerata dari skor DII pada kelompok normoweight (n=76) adalah -0,20±2,20 sedangkan pada kelompok obes (n=134) adalah 0,05±1,99 (p=0,407) dari nilai maksimal skor DII 6,35 dan nilai skor DII minimal adalah -,55. Analisa pada 72 subsample menunjukkan bahwa skor DII tidak berhubungan dengan serum TNF-α setelah penyesuaian untuk kovariat (ß = 0,001, p = 0,895). Namun, jika skor DII diklasifikasikan ke dalam kelompok status gizi normal dan kelompok obesitas, skor DII pada normoweight (n=34) berhubungan signifikan dengan serum TNF-α setelah penyesuaian kovariat (ß = 0,013, p = 0,036), tetapi tidak pada kelompok obesitas. Kesimpulannya, Skor DII secara keseluruhan tidak berhubungan dengan kadar TNF-α serum tetapi hubungan positif terlihat pada kelompok dengan status gizi normal menunjukkan adanya potensi inflamasi dari diet yang terukur dengan skor DII dan berhubungan peningkatan inflamasi jaringan adiposa lebih terlihat pada kelompok status gizi normal. Program promotif dan preventif perlu ditingkatkan dengan sedini mungkin untuk meningkatkan kualitas diet dan kesehatan individu dan masyarakat.

Accumulating evidence identifies dietary intake may triggers chronic low-grade inflammation as potential mechanisms contributing to insulin resistance. However, studies regarding dietary inflammatory were inconsistent. The study aimed to observe the relationship between the inflammatory potential in foods as measured by the Dietary Inflammatory Score (DII) and TNF-alpha serum levels among the normal body mass index (normoweight) and obese adults. A cross-sectional comparative study was conducted involving adults aged 18-55 years. The mean DII score in the normoweight group (n=76) was -0.20 ± 2.20, while in the obese group (n=134) was 0.05 ± 1.99 (p = 0.407). Our of maximum DII score was 6,35 and minimum DII score was -7,55. Analysis of 72 subsample showed that the overall DII score was not associated with serum TNF-α after adjustment for covariates (ß = 0.001, p = 0.895). However, if the DII score was classified into the normoweight and the obese group, the DII score in the normoweight group (n=34) was significantly associated with serum TNF-α after covariate adjustment (ß = 0.013, p = 0.036), but not in the obese group. In conclusion, overall DII score was not associated with serum TNF-α level. However, the positive association suggesting the inflammatory nature of diet in regulating adipose tissue inflammation was observed and more suitable in normal nutritional state. Promotive dan preventive program should be encouraged as earliest possible to improve individual and community diet quality and health status.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Untuk meneliti korelasi antara penanda biokimia Angptl3, FABP4 dan HOMA-IR pada populasi pria Indonesia dengan kondisi obesitas sentral non diabetes. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada 133 individu pria dengan obesitas sentral non diabetes (dengan kriteria lingkar pinggang > 90 cm; konsentrasi glukosa darah puasa < 126 mg/dL; dan tidak adanya keluhan khas diabetes) usia 30-60 tahun yang dilakukan di Jakarta, Indonesia. Penanda biokimia yang ditentukan meliputi Angptl3, FABP4, FFA, insulin puasa, dan glukosa puasa. Di samping itu dilakukan penentuan berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang (LP), tekanan darah sistolik (TDS), dan tekanan darah diastolik (TDD). Hubungan antara berbagai penanda biokimia didapatkan melalui uji korelasi Pearson dan Spearman. Hasil: Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara Angptl3 dan FABP4 (r = 0,319; P = 0,000), Angptl3 dan FFA (r = 0,171; P = 0,049), FABP4 dan HOMA-IR (r = 0,202; P = 0,019), FFA dan FABP4 (r = 0,506; P = 0,000), LP dan HOMA-IR (r = 0,323; P = 0,000), LP dan FABP4 (r = 0,387; P = 0,000), Indeks Massa Tubuh (IMT) dan HOMA-IR (r = 0,270; P = 0,002), serta IMT dan FABP4 (r = 0,362; P = 0,000). Kesimpulan: Adanya korelasi positif yang bermakna antara Angptl3-FABP4, Angptl3-FFA, FFA-FABP4 serta FABP4-HOMA-IR menimbulkan dugaan bahwa Angptl3 memicu lipolisis dalam jaringan adiposa melalui hubungannya dengan FABP4 serta berhubungan dengan peningkatan resistensi insulin pada individu pria obes non diabetes.

Abstract
Aim: To reveal the correlation between Angptl3, FABP4 and HOMA-IR among Indonesian obese non diabetic males. Methods: This is a cross sectional study with 133 obese non diabetic males volunteers (characterized by waist circumference > 90 cm; fasting blood glucose < 126 mg/dL; and no diabetic specific symptoms) age between 30-60 years which was done in Jakarta, Indonesia. We measured biochemical markers such as Angptl3, FABP4, FFA, fasting insulin and fasting glucose. We also measured weight, height, waist circumference (WC), systolic blood pressure (SBP) and diastolic blood pressure (DBP). Correlation between each marker was measured using Pearson and Spearman?s analysis. Results: Pearson and Spearman?s correlation analysis showed significant positive correlation between Angptl3 and FABP4 (r = 0.319; P = 0.000), Angptl3 and FFA (r = 0.171; r = 0.049), FABP4 and HOMA-IR (r = 0.202; P = 0.019), FFA and FABP4 (r = 0.506; P = 0.000), WC and HOMA-IR (r = 0.323; P = 0.000), WC and FABP4 (r = 0.387; P = 0.000), Body Mass Index (BMI) and HOMA-IR (r = 0.270; P = 0.002), BMI and FABP4 (r = 0.362; P = 0.000). Conclusion: This study showed positive significant correlations between Angptl3-FABP4, Angptl3-FFA, FFA-FABP4 and FABP4-HOMA-IR. We suggest that Angptl3 can activate lipolysis in adipose tissue (through its correlation with FABP4), and Angptl3 concentration is related to insulin resistance risk among Indonesian obese non diabetic males."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin. Fakultas Kedokteran], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Fawzia
"Pendahuluan: Depresi mempengaruhi 45,19% pasien tuberkulosis paru (TB) dalam kepatuhan terhadap pengobatan, yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan kematian, resistensi obat yang meningkat, serta penularan penyakit yang terus berlanjut. Usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status gizi, komorbiditas, fase terapi, dan status HIV adalah faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap depresi pada pasien TB. Infeksi Mycobacterium tuberculosis menyebabkan peradangan sistemik, mengubah respons pusat sistem kekebalan tubuh di sistem saraf pusat, mengaktifkan sumsum tulang belakang-hipotalamus-kelenjar adrenal (HPA) dan saraf simpatis, serta berkontribusi terhadap masalah psikiatri. Komposisi asam lemak, termasuk jumlah tinggi EPA dan DHA, mempengaruhi fungsi sel dengan memodifikasi pola produksi eikosanoid, resolvin, dan protektin. Selain itu, fluiditas membran sel yang meningkat dengan peningkatan asam lemak omega-3 dibandingkan dengan asam lemak omega-6 mempengaruhi kejadian depresi.
Metode: Studi ini merupakan studi potong lintang terhadap 99 orang dengan TB paru. Data dikumpulkan menggunakan Semi-Kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ), pengukuran antropometri, dan Beck Depression Inventory-II (BDI-II).
Hasil: Analisis korelasi menggunakan uji Spearman menunjukkan rasio asupan omega-6/omega-3 PUFA sebesar 7,78 ± 1,13, dengan nilai median skor depresi sebesar 9 (10-36). Tidak ada korelasi antara asupan omega-6/omega-3 PUFA dan skor depresi (r=0,063; p = 0,534).
Kesimpulan: Tidak ada korelasi antara rasio asupan omega-6/omega-3 PUFA dan skor depresi pada pasien TB paru. 

Introduction: Depression affects 45.19% of pulmonary tuberculosis (TB) patients in their adherence to treatment, leading to increased morbidity, mortality, drug resistance, and disease transmission. Factors like age, gender, education, income, nutrition, comorbidities, therapy phase, and HIV status contribute to TB-related depression. Mycobacterium tuberculosis infection induces systemic inflammation, alters the immune response in the central nervous system, activates the hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis and sympathetic nerves, and influences psychiatric issues. Fatty acid composition, particularly high levels of EPA and DHA, modifies cellular function by affecting eicosanoid, resolvin, and protectin production. The greater cell membrane fluidity with omega-3 fatty acids compared to omega-6 fatty acids affects depression occurrence.
Methods: A cross-sectional study of 99 individuals with pulmonary TB was conducted. Data was collected using the Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ), anthropometric measurements, and Beck Depression Inventory-II (BDI-II).
Results: Spearman correlation analysis revealed an omega-6/omega-3 PUFA intake ratio of 7.78 ± 1.13, with a median depression score of 9 (10-36). No correlation was found between omega-6/omega-3 PUFA intake and depression score (r=0.063; p = 0.534).
Conclusion: No correlation exists between the omega-6/omega-3 PUFA intake ratio and depression scores in pulmonary TB patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianti
"

Studi diagnostik ini bertujuan untuk menghasilkan kuesioner skor risiko resistensi insulin, yang merupakan alat skrining untuk membedakan seseorang dengan dan tanpa risiko resistensi insulin. Alat skrining diperlukan untuk pencegahan dini diabetes mellitus tipe 2. Model prediksi resistensi insulin ini dikembangkan melalui analisis regresi logistik multivariat menggunakan indikator diet dan non-diet untuk memprediksi kejadian resistensi insulin yang didefinisikan sebagai HOMA-IR ≥ 0.97. Asupan rata-rata harian dari nasi, telur, ikan dan udang, ayam, bersama dengan indeks massa tubuh (IMT) dipilih sebagai komponen model prediksi terbaik untuk menghitung risiko resistensi insulin. Skor risiko dari penelitian ini memiliki validitas yang baik untuk membedakan orang dengan resistensi insulin, Area Under Curve (AUC) 0.779 (0.721-0.838), sensitivitas 0.806, dan spesifisitas 0.577.


This diagnostic study aimed to generate an insulin resistance risk score questionnaire, which was a screening tool to discriminate someone with and without insulin resistance risk. The screening tool was needed for early prevention of type 2 diabetes mellitus. Insulin resistance prediction models were developed from multivariate logistic regression analysis using dietary and non dietary indicators to predict insulin resistance incidence defined as HOMA-IR ≥ 0.97.  Daily average intake of steamed rice, egg, fish and shrimp, chicken, together with body mass index (BMI), were selected as the components of the best prediction model to calculate insulin resistance risk. The risk score from this study had good validity to discriminate people with insulin resistance, with  Area Under Curve (AUC) of  0.779  (0.721-0.838), sensitivity of 0.806 dan specivicity of 0.577.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Rachmat Kurniawan
"Kekuatan otot adalah salah satu tanda vital yang dapat menentukan risiko fungsi fisik serta risiko mortalitas. Laju penurunan kekuatan otot terjadi lebih cepat dibandingkan dengan laju penurunan massa otot. Kami menghubungkan salah satu faktor yang dapat memengaruhi penurunan kekuatan otot dengan fase awal diabetes, yang juga terkait dengan resistensi insulin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan nilai HOMA-IR dengan kekuatan relatif genggaman tangan pada wanita dewasa di Jakarta. Kami menggunakan metode cross sectional dan diperoleh 68 subjek. Data diperoleh melalui handgrip dynamometry, sampel darah, food recall 3 x 24 jam, pengukuran antropometri, dan kuesioner aktivitas fisik. Median nilai HOMA-IR 2,765 (0,62 – 6,12). Rerata kekuatan absolut genggaman tangan 25,32 ± 2,27 kg. Hasil kekuatan relatif genggaman tangan melalui perhitungan kekuatan absolut genggaman tangan dibagi berat badan diperoleh median 0,39 (0,22 – 0,61). Hasil uji statistik regresi linier dengan metode Enter menunjukkan tidak ada asosiasi yang signifikan antara HOMA-IR dengan kekuatan relatif genggaman tangan setelah dikontrol dengan IMT sebagai faktor perancu.

Muscle strength is one of the vital signs that can determine the risk of physical function and overall mortality. The rate of decline in muscle strength occurs faster than the rate of decline in muscle mass. We relate one of the factors that can influence the decrease in muscle strength to the early phase of diabetes, which is also associated with insulin resistance. We aim to determine the association between HOMA-IR value and relative hand grip strength in adult women in Jakarta. We used a cross-sectional method and obtained 68 subjects. Data were obtained through handgrip dynamometry, blood samples, 3 x 24 hours food recall, anthropometric measurements, and IPAQ-SF questionnaires. The HOMA-IR value was obtained with a median of 2.765 (0.62 - 6.12). An average of 25.32 ± 2.27 kg resulted from absolute hand grip strength. While the results of the relative handgrip strength are dividing the absolute handgrip strength by body weight, a median of 0.39 (0.22 - 0.61) was obtained. The linear regression statistical test using the Enter method showed no significant relationship between HOMA-IR and relative hand grip strength after controlling for BMI as a confounding factor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>