Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Floryanti
"Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi dan penyebab kematian utama akibat kanker pada perempuan di dunia. Penggunaan implan payudara pasca mastektomi maupun tujuan kosmetik juga ikut meningkat. Ultrasonografi, mamografi dan MRI adalah modalitas pencitraan utama dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara. Peranan USG dalam hal tersebut masih kontroversi; sensitivitas mamografi dilaporkan menurun sementara MRI terbatas penggunaanya akibat kendala ketersediaan dan biaya pemeriksaan tinggi. Telaah sistematis ini dibuat untuk menilai akurasi diagnostik USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara. Metode: Pencarian sistematis dilakukan pada Januari 2022 untuk mengidentifikasi studi yang menilai akurasi diagnostik USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara dengan referensi baku pemeriksaan patologi anatomi dengan menggunakan data dasar Scopus, PubMed, jurnal dan riset nasional, hand searching serta grey literature. Nilai sensitivitas dan spesifisitas pada masing-masing uji indeks diekstraksi. Penilaian kualitas metodologi studi dilakukan menggunakan QUADAS-2. Hasil: Tiga belas studi diidentifikasi. Nilai sensitivitas USG terendah 62%, tertinggi 95%, spesifitas 93%. Nilai sensitivitas mamografi terendah 22%, tertinggi 80%, spesifitas 100%. Sementara itu, nilai sensitivitas MRI terendah 86%, tertinggi 100% dengan spesifisitas terendah 17%, tertinggi 75%. Sepuluh studi menunjukkan risiko bias tinggi pada salah satu domain, tiga studi di antaranya menunjukkan risiko bias tinggi pada domain yang lain. Kesimpulan: Akurasi diagnostik modalitas USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara sangat bervariasi.

Background: Breast cancer is cancer with the highest incidence and leading cause of cancer death among women worldwide. Breast implant use for post mastectomy patients and for cosmetic purposes is also increasing. Ultrasonography, mammography and MRI are imaging modalities mostly used to detect breast lesions in patients with breast implants. Ultrasound role is still unclear; mammography has been reported to have lower sensitivity while MRI availibility is still limited and highly cost. This systematic review is written to analyze diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI in detecting breast cancer in patients with breast implants. Methods: Studies contained diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI in detecting breast cancer lesions with pathological examination as reference standard were identified. Scopus, PubMed, national journals and research, hand searching and grey literatures were systematically searched through January 2022. Sensitivity and specificity value of each index tests from eligible studies is extracted. Methodological quality was assessed using QUADAS-2. Results: Thirteen studies were identified. The lowest and the highest sensitivity value are 62% and 95 % for ultrasound, 22% and 80 % for mammography, 86% and 100% for MRI while specificity value are 93% for ultrasound, 100% for mammography, the lowest and the highest of MRI 17% and 75%, respectively. Ten studies demonstrated high risks of bias in one domain with three of them also have high risk of bias in another domain. Conclusion: Diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI to detect breast cancer in patients with breast implants is varied."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dana Zakiyyah Rifai
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi tertinggi kedua di dunia pada tahun 2018. Setiap 100.000 wanita di Indonesia, 40 mengidap kanker payudara. Mortalitas pada kanker payudara paling banyak disebabkan oleh kejadian metastasis organ viseral yang dilaporkan memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan metastasis non viseral. Ekspresi reseptor hormonal (HR) dan protein
HER2 atau subtipe intrinsik molekular diindikasikan dapat memprediksi jenis atau lokasi metastasis kanker payudara. Karena itu, perlu ada penelitian tentang hubungan HR dan HER2 terhadap jenis metastasis kanker payudara, terutama pada populasi di Indonesia untuk memperkirakan perjalanan penyakit.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara reseptor hormonal dan HER2 terhadap jenis metastasis kanker payudara, viseral maupun non viseral.
Metode: Penelitian dengan desain cross sectional ini menggunakan data dari sembilan puluh satu pasien kanker payudara dengan metastasis yang dipilih dengan cara consecutive sampling dari RSCM dan RS MRCCC Siloam. Status HR dan HER2 diambil dari pemeriksaan imunohistokimia, sedangkan jenis metastasis diambil dari hasil pemeriksaan radiologi atau patologi anatomi. Data diolah dengan
uji chi square dan disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil: Analisis bivariat antara HR dengan metastasis viseral menghasilkan nilai OR 0,549 (95% CI 0,165-1,829), dengan metastasis non viseral OR 1,533 (95% CI 0,565-4,157), dan dengan kedua metastasis viseral dan non viseral OR 0,960 (95% CI 0,351-2,624). Untuk analisis antara protein HER2 dengan metastasis viseral
menghasilkan OR 2,333 (95% CI 0,825-6,599), dengan metastasis non viseral OR 0,538 (95% CI 0,223-1,302), dan dengan kedua metastasis viseral dan non viseral OR 1,061 (95% CI 0,442-2,549). Semua analisis menghasilkan p>0,05.
Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara HR maupun HER2 terhadap jenis metastasis kanker payudara
Background: Breast cancer is a cancer with the second highest incidence in the world in 2018. For every 100,000 women in Indonesia, 40 suffer from breast cancer. Mortality in breast cancer is mostly caused by the incidence of visceral organ metastases which are reported to have a worse prognosis than non-visceral metastases. Hormonal receptor (HR) and protein expression
HER2 or molecular intrinsic subtypes are indicated to predict the type or location of breast cancer metastases. Therefore, there needs to be research on the relationship between HR and HER2 to the type of breast cancer metastases, especially in the population in Indonesia to estimate the course of the disease.
Objective: To determine the relationship between hormonal receptors and HER2 on the type of breast cancer metastasis, visceral and non-visceral.
Methods: This cross-sectional design study used data from ninety-one breast cancer patients with metastases selected by consecutive sampling from RSCM and MRCCC Siloam Hospital. HR and HER2 status were taken from immunohistochemical examination, while the type of metastasis was taken from the results of radiological examination or anatomical pathology. Data processed with chi square test and presented in tabular form.
Results: Bivariate analysis of HR with visceral metastases resulted in OR 0.549 (95% CI 0.165-1.829), with non-visceral metastases OR 1.533 (95% CI 0.565-4.157), and with both visceral and non-visceral metastases OR 0.960 (95% CI 0.351-2.624). For analysis between HER2 protein and visceral metastases resulted in an OR of 2.333 (95% CI 0.825-6.599), with non-visceral metastases OR 0.538 (95% CI 0.223-1.302), and with both visceral and non-visceral metastases OR 1.061 (95% CI 0.442-2.549). All analyzes yielded p>0.05.
Conclusion: There was no significant relationship between HR and HER2 on the type of breast cancer metastases"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Amanda Billy
"Latar belakang: Kanker payudara adalah kanker dengan insiden tertinggi dan penyebab kematian utama akibat kanker pada perempuan di dunia. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas pencitraan yang memiliki sensitivitas tinggi, tetapi spesifisitas terbatas, dalam mendeteksi kanker payudara. Diffusion weighted imaging (DWI) dan magnetic resonance spectroscopy (MRS) adalah sequence MRI fungsional yang dilaporkan memiliki spesifisitas yang lebih baik dibandingkan protokol MRI standar dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas. Telaah sistematis dan meta-analisis ini dibuat dengan tujuan membandingkan akurasi diagnostik sequence DWI dan MRS dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas. Metode: Pencarian sistematis dilakukan untuk mengidentifikasi studi yang membandingkan akurasi diagnostik antara sequence DWI dan MRS dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas yang terdeteksi lewat pemeriksaan fisik atau radiologis, dengan referensi baku pemeriksaan patologi anatomi. Pencarian dilakukan pada Maret 2021 lewat data dasar Scopus dan PubMed menggunakan kata kunci yan telah ditentukan, daftar pustaka dari artikel terpilih, dan grey literature. Temuan utama yang diekstraksi dari tiap studi adalah jumlah positif benar, positif palsu, negatif benar, dan negatif palsu untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, likelihood ratio (LR), dan diagnostic odds ratio (DOR) masing-masing uji indeks. Penilaian kualitas metodologi studi dilakukan menggunakan QUADAS-2. Penilaian kualitas bukti dilakukan menggunakan GRADE. Hasil: Delapan studi (632 perempuan, 687 lesi payudara) diidentifikasi. Proporsi lesi ganas payudara 38,2–72,4%. Tiga studi menunjukkan risiko bias yang tinggi pada salah satu domain. Empat studi menunjukkan setidaknya dua risiko bias yang tidak jelas. Sensitivitas spesifisitas, LR+, LR-, dan DOR sequence DWI secara berturutan adalah 90% (95% CI 86–93%), 83% (95% CI 67–93%), 5,4 (95% CI 2,6–11,4), 0,12 (95% CI 0,09–0,17), dan 45 (95% CI 18–109). Sensitivitas, spesifisitas, LR+, LR-, dan DOR sequence MRS secara berturutan adalah 85% (95% CI 66–94%), 85% (95% CI 76–91%), 5,7 (95% CI 3,3–10,0), 0,17 (95% CI 0,07–0,45), dan 33 (95% CI 8–131). Kualitas bukti rendah–sedang. Kesimpulan: Sequence DWI dan MRS memiliki akurasi diagnostik yang hampir sebanding dalam membedakan lesi payudara jinak dan ganas. Sequence DWI memiliki sensitivitas lebih baik, sedangkan sequence MRS memiliki spesifisitas lebih baik. Akan tetapi, penerapan temuan telaah sistematis dan meta-analisis ini terbatas karena kualitas metodologi studi dan kualitas bukti yang terbatas.

Background: Breast cancer is cancer with the highest incidence and leading cause of cancer death among women worldwide. Magnetic resonance imaging (MRI) is an imaging modality of high sensitivity, but limited specificity in detecting breast cancer. Diffusion weighted imaging (DWI) and magnetic resonance spectroscopy (MRS) are functional MRI sequences reported to have higher specificity compared to standard MRI protocol in differentiating benign and malignant breast lesions. This systematic review and meta-analysis are written to compare diagnostic accuracy of DWI and MRS sequence in differentiating benign and malignant breast lesion. Methods: Studies that compared diagnostic accuracy of DWI and MRS sequence in differentiating benign and malignant breast lesions, previously detected through physical or radiological examination, with pathological examination as reference standard were identified. Scopus and PubMed were systematically searched through March 2021. Reference lists of eligible studies and various grey literatures searches were searched additionally. Findings extracted from each eligible study included true positive, true negative, false positive, dan false negative value to estimate sensitivity, specificity, likelihood ratio (LR), and diagnostic odds ratio (DOR) of each index tests. Methodological quality was assessed using QUADAS-2. Evidence quality was summarized using GRADE. Results: Eight studies (632 women, 687 breast lesions) were identified. Proportion of malignant breast lesions were 38.2–72.4%. Three studies displayed high risks of bias in one domain. Four studies displayed at least two unclear risk of bias. Sensitivity, specificity, LR+, LR-, and DOR of DWI sequence were 90% (95% CI 86–93%), 83% (95% CI 67–93%), 5.4 (95% CI 2.6–11.4), 0.12 (95% CI 0.09–0.17), and 45 (95% CI 18–109), respectively. Sensitivity, specificity, LR+, LR-, and DOR of MRS sequence were 85% (95% CI 66–94%), 85% (95% CI 76–91%), 5.7 (95% CI 3.3–10.0), 0.17 (95% CI 0.07–0.45), and 33 (95% CI 8–131), respectively. The quality of evidence was low to moderate. Conclusion: DWI and MRS sequence has comparable diagnostic accuracy in differentiating benign and malignant breast lesions. DWI sequence has higher sensitivity, while MRS sequence has higher specificity. However, limited methodological and evidence quality limits the application of research findings."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febian Sandra
"Latar belakang: Karsinoma papiler tiroid merupakan kanker endokrin tersering dengan angka kejadian yang terus meningkat. Agresivitas dari karsinoma papiler tiroid salah satunya dipengaruhi oleh adanya ekstensi ekstratiroid yang dapat meningkatkan risiko rekurensi, metastasis kelenjar limfe dan metastasis jauh, sehingga memerlukan tatalaksana yang lebih agresif. Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas pilihan dalam mendeteksi ekstensi ekstratiroid karena resolusi serta ketersediaan yang luas, tetapi USG memiliki operator-dependent dengan hasil false positive dan false negative yang cukup tinggi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas yang penggunaannya semakin meningkat dalam mengevaluasi kelenjar tiroid dengan keunggulan memiliki kontras jaringan lunak yang baik serta memiliki kemampuan multiplanar. Telaah sistematis dan meta-analisis ini dibuat dnegan tujuan untuk membandingkan akurasi diagnostik USG dan MRI dalam menentukan ekstensi ekstratiroid pada karsinoma papiler tiroid. Metode: Pencarian sistematis dilakukan untuk mengidentifikasi studi yang membandingkan akurasi diagnostik USG dan MRI dalam menentukan ekstensi ekstratiroid dengan referensi baku pemeriksaan histopatologi melalui basis data PubMed, Scopus, Neliti dan Sinta serta grey literature menggunakan kata kunci yang telah ditentukan. Temuan yang diektraksi dari setiap studi terpilih adalah positif benar, positif palsu, negatif benar dan negatif palsu untuk menentukan nilai sensitivitas, spesifisitas, likelihood ratio (LR), dan diagnostic odds ratio (DOR) masing-masing uji indeks. Penilaian kualitas metodologi studi dilakukan dengan metode QUADAS-2, sedangkan penilaian kualitas bukti dilakukan menggunakan GRADE. Hasil: Pencarian sistematis mengindentifikasi 8 studi. Tiga studi diantaranya memiliki risiko bias yang tinggi dan studi lain setidaknya memiliki satu risiko bias yang tidak jelas pada salah satu domain. Sensitivitas, spesifisitas, LR+, LR- dan DOR USG secara berurutan adalah 85% (95% CI, 63-95%), 80% (95% CI, 73-86%), 4,3 (95% CI 3,3-5,7), 0,19 (95% CI 0,07-0,49) dan 23 (95% CI 8-65). Sensitivitas, spesifisitas, LR+, LR- dan DOR MRI secara berurutan adalah 84% (95% CI, 77-89%), 92% (95% CI, 86-96%), 10,9 (95% CI 6,1-19,7), 0,17 (95% CI 0,12-0,25) dan 64 (95% CI 31-132). Kualitas bukti rendah. Kesimpulan: MRI dan USG memiliki performa diagnostik yang hampir sebanding dalam menentukan ekstensi ekstratiroid. USG memiliki sensitivitas yang lebih tinggi, sedangkan MRI memiliki spesifisitas yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, USG tetap disarankan menjadi modalitas awal, sedangkan MRI disarankan menjadi modalitas selanjutnya apabila temuan pada USG inkonklusif. Akan tetapi, penerapan temuan telaah sistematis dan meta-analisis ini terbatas karena keterbatasan pada kualitas metodologi dan kualitas bukti.

Background: Papillary thyroid carcinoma is one of the most endocrine cancer with increasing cases over three decades. Aggressive behaviour of papillary thyroid cancer is affected by extrathyroidal extension which could increase reccurency, lymph node metastases and distant metastases, hence need more aggressive treatment. Ultrasonography (USG) has good resolution for superficial organs and are modality of choice to evaluate extrathyroidal extension, but it is operator-dependent with high false positive dan false negative value. The use of Magnetic Resonance Imaging (MRI) to evaluate thyroid gland has increase. MRI provides superior soft tissue resolution with multiplanar view. This systematic review and meta-analysis are written to compare diagnostic accuracy of USG and MRI to determine extrathyroidal extension in papillary thyroid carcinoma. Methods: Studies which compared diagnostic accuracy of USG and MRI to determine extrathyroidal extension in papillary thyroid carcinoma with histopathological examination as reference standard were identified through PubMed, Scopus, Neliti dan Sinta and other grey literature using pre-determined keywords. Findings extracted from each eligible study included true positive, true negative, false positive and false negative to obtain sensitivity, specificity, likelihood ratio (LR) and diagnostic odds ratio (DOR). Methodological quality assessed using QUADAS-2 and evidence quality decided by GRADE. Results: Systematic search identified 8 studies. Three studies indicated high risks of bias and other studies at least have one unclear risk of bias in one domain. Sensitivity, specificity, LR+, LR- and DOR of USG were 85% (95% CI, 63-95%), 80% (95% CI, 73-86%), 4,3 (95% CI 3,3-5,7), 0,19 (95% CI 0,07-0,49) and 23 (95% CI 8-65). Sensitivity, specificity, LR+, LR- and DOR of MRI were 84% (95% CI, 77-89%), 92% (95% CI, 86-96%), 10,9 (95% CI 6,1-19,7), 0,17 (95% CI 0,12-0,25) and 64 (95% CI 31-132). The quality of evidence was low. Conclusion: MRI and USG has comparable diagnostic performance. USG has higher sensitivity, while MRI has higher specificity. USG still recommended as first modality, and MRI suggested when USG are inconclusive. However, application of this systematic review and meta-analysis are limited since methodological and evidence quality are also limited."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Ica Yulianti
"Tujuan:
Memperoleh masukan untuk meningkatkan pelayanan pemeriksaan mamografi dan atau USG payudara di Departemen Radiologi FKUI/RSUPN- Cipto Mangunkusumo
Metode:
Penelitian ini studi deskriptif analitik, menggunakan data sekunder untuk menilai akurasi hasil pemeriksaan mamografi dan atau USG payudara terhadap hasil pemeriksaan histopatologis dalam mendiagnosis kelainan payudara.
Hasil dan diskusi :
Hasil uji diagnostik perbandingan hasil pemeriksaan USG payudara dengan hasil pemeriksaan histopatologis akurasi diagnostik tinggi. Hasil pemeriksaan mamografi dan pemeriksaan kombinasi dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan asumsi akurasi rendah. Hasil pemeriksaan klinis dibanding dengan hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan akurasi diagnostik yang tinggi.
Kesimpulan:
Pemeriksaan USG payudara dengan hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan akurasi diagnostik yang tinggi.

Objective:
To get The evaluated hope can be increase examination mammography and ultrasound in departemenof radiology RSUPN-Cipto Mangunkusumo.
Methods :
This study is a descriptive analytic study assessment process using secondary data to assess the accuracy of the results of the examination / expertise mammography or breast ultrasound and the results of histopathologic examination in the diagnosis of breast abnormalities.
Results :
Diagnostic test results comparing breast ultrasound examination results with the results of histopathologic examination found a high diagnostic accuracy. The results of examination of the combination of mammography and compared with histopathologic examination results obtained assuming a low accuracy. The results of the clinical examination compared with the results of histopathologic examination found a high diagnostic accuracy.
Conclusion :
Ultrasound examination of the breast with histopathologic examination found a high diagnostic accuracy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wiliam Tedja
"Mual muntah pasca kemoterapi merupakan keluhan yang sering timbul pada pasien yang menjalani kemoterapi, hal ini sering menyebabkan turunnya kualitas hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi dengan terapi konvensional. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk melihat peran akupunktur dengan menggunakan press needle dalam mengurangi mual muntah pasca kemoterapi dan memperbaiki kualitas hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol melibatkan 62 subjek kanker payudara yang menjalani kemoterapi intravena yang dibagi secara acak menjadi kelompok press needle dan medikamentosa (n=31), serta kelompok press needle sham dan medikamentosa (n=31). Tindakan akupunktur akan dilakukan 1 minggu sebelum kemoterapi dan pada hari kemoterapi sebelum obat kemoterapi diberikan. Penilaian yang digunakan adalah MAT untuk mual muntah dan FACT-G untuk kualitas hidup. Penilaian FACT-G dilakukan 1 minggu sebelum kemoterapi dan 1 minggu setelah kemoterapi. Penilaian MAT dilakukan pada hari ke-1, hari ke-4 dan hari ke-7 setelah kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadinya mual muntah pada hari ke-4 pada kelompok press needle lebih baik dibandingkan dengan kelompok press needle sham yang secara statistik bermakna dengan OR untuk muntah = 2,968(CI95%: 1,039-8,479) dan OR untuk mual = 10,435 (CI95%: 1,217-89,461). Pada kelompok press needle terjadi peningkatan kualitas hidup yang bermakna (p < 0,001), sedangkan pada kelompok press needle sham terjadi penurunan kualitas hidup yang bermakna (p = 0,001).

Nausea vomiting post-chemotherapy is a frequent complaint in patients undergoing chemotherapy, this often leads to a decline in the quality of life of cancer patients undergoing chemotherapy with conventional therapy. The purpose of this study was to see the role of acupuncture by using press needle in reducing post-chemotherapy nausea vomiting and improving the quality of life of cancer patients undergoing chemotherapy. A single blinded, randomized clinical trial involving 62 breast cancer subjects who underwent intravenous chemotherapy were randomly assigned to the press needle and medicinal group (n=31), as well as the press needle sham and medicament groups (n=31). Acupuncture action will be done 1 week before chemotherapy and on the day of chemotherapy before chemotherapy drugs are given. Assessment used is MAT for nausea vomiting and FACT-G for quality of life. FACT-G assessment was performed 1 week before chemotherapy and 1 week after chemotherapy. MAT assessment performed on day 1, day 4 and day 7 after chemotherapy. The results showed no occurrence of nausea of ??vomiting on day 4 in the press needle group better than the press needle sham group which was statistically significant with OR for vomiting = 2.968(CI95:1.039-8.479) and OR for nausea = 10,435 (CI95:1,217-89,461). In the press needle group there was a significant improvement in quality of life p (p<0.001>, whereas in the press needle sham group there was a significant decrease in the quality of life (p=0.001>."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Frizka Salsabila Zafri
"Kemoterapi merupakan salah satu modalitas terapi kanker payudara. Kombinasi dari 5-fluorourasil, doksorubisin, dan siklofosfamid (FAC) adalah protokol kemoterapi yang paling banyak digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi FAC di Rumah Sakit Kanker Dharmais dalam periode Juli-Desember 2019. Penelitian dilakukan menggunakan metode observasional deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross-sectional) menggunakan data restropektif. Masalah terkait obat yang diidentifikasi pada penelitian ini, meliputi dosis dan interaksi obat.
Hasil penelitian menunjukkan insiden kanker payudara tertinggi pada kelompok umur 44-54 tahun (43,70%) dan penggunaan obat penunjang tertinggi terdapat pada ondansetron (27,17%). Masalah terkait obat dengan dosis yang tidak sesuai sebesar 9,24%, di mana 7,56% dosis terlalu rendah dan 1,68% dosis terlalu tinggi, dan interaksi obat sebesar 9,24%, dimana 25% kategori mayor, 69,44% kategori moderat, dan 5,56% kategori minor. Penatatalaksana kemoterapi FAC pada pasien kanker payudara berpotensi menyebabkan masalah terkaitobat. Oleh karena itu, perlu pemantauan terapi obat pada pasien agar masalah terkait obat dapat diminimalisasi sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai.

Chemotherapy is one of the modalities of breast cancer therapy. The combination of 5-fluorouracil, doxorubicin and cyclophosphamide (FAC) is the most widely use chemotherapy protocol. This study aims to identify drug-related problems in breast cancer patients undergoing FAC chemotherapy at Dharmais Cancer Hospital in the period July-December 2019. The study was conducted using descriptive observational methods with cross-sectional research designs using restropective data. Drug-related problems identified in this study included dosage and drug interactions.
The results showed the highest breast cancer incident showed in the age group 44-54 years old (43.70%) and the highest use of supportive therapy was found in ondansetron (27.17%). Percentage of inappropriate doses was 9.24% with 7.56% doses too low and 1.68% doses too high, and drug interactions by 9.24%, where 25% the major category, 69.44% the moderate category, and 5.56% the minor category. Management of FAC chemotherapy in breast cancer patients has the potential to cause drug-related problems. Therefore, it is necessary to monitor drug therapy in patients so that drug-related problems can be minimized andtherapeutic success can be achieved.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aswin Hardi
"Perilaku kekerasan merupakan salah satu manifestasi dari gangguan jiwa berat akibat perubahan cara pandang penderitanya melihat diri dan lingkungannya. Tanda dan gejala pasien dengan risiko perilaku kekerasan memerlukan penatalaksanaan yang komprehensif pada tingkat individu, kelompok dan keluarga. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir spesialis ini adalah memberikan gambaran penerapan dari tindakan keperawatan generalis individu, Assertiveness Training (AT), Terapi Aktifitas Kelompok (TAK), Terapi Suportif (TS) dan Family Psychoeducation (FPE). Penulisan karya ilmiah ini menggunakan pendekatan metode case report. Pasien berjumlah 15 orang yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 pasien sesuai kriteria inklusi. Kelompok pertama adalah pasien risiko perilaku kekerasan yang diberikan terapi generalis individu dan AT, kelompok kedua adalah pasien yang diberikan terapi generalis individu, AT, TAK dan TS, dan kelompok ketiga adalah pasien yang diberikan secara komprehensif yaitu terapi generalis individu, AT, TAK, TS dan FPE. Hasil menunjukkan bahwa pada tiap kelompok terjadi penurunan tanda dan gejala secara signifikan, dan yang paling signifikan adalah kelompok 3 yang diberikan terapi individu, kelompok dan keluarga. Tindakan keperawatan yang diberikan secara komprehensif sangat direkomendasikan untuk dilakukan di rumah sakit jiwa untuk menghasilkan penurunan tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang lebih optimal.

Violent behavior is one of the manifestations of severe mental disorders due to changes in the way sufferers see themselves and their environment. Signs and symptoms of patients at risk of violent behavior require comprehensive management at the individual, group and family levels. The purpose of writing this specialist final scientific paper is to provide an overview of the application of individual generalist nursing actions, Assertiveness Training (AT), Group Activity Therapy (GAT), Supportive Therapy (ST) and Family Psychoeducation (FPE). The writing of this scientific work uses a case report method approach. There were 15 patients divided into 3 groups, each consisting of 5 patients according to the inclusion criteria. The first group is patients at risk of violent behavior who are given individual generalist therapy and AT, the second group is patients who are given individual generalist therapy, AT, GAT and ST, and the third group is patients who are given comprehensively, namely individual generalist therapy, AT, GAT, ST and FPE. The results showed that in each group there was a significant decrease in signs and symptoms, and the most significant was group 3 which was given individual, group and family therapy. Nursing actions provided comprehensively are highly recommended to be carried out in psychiatric hospitals to produce a more optimal reduction in signs and symptoms of risk of violent behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Abdi Kurniawan
"Otitis Media Efusi OME adalah suatu penyakit dimana kavum telinga tengah terisi oleh cairan peradangan tanpa adanya tanda dan gejala infeksi. Mayoritas kejadian Otitis Media Efusi OME pada anak mengalami remisi spontan. Terapi konvensional yang digunakan saat ini adalah dekongestan selama 3 bulan, namun demikian apabila tidak ditangani dengan tepat, Otitis Media Efusi OME dapat menimbulkan berbagai komplikasi, yang harus dilakukan pemasangan tuba timpanostomi pipa grommet . Salah satu modalitas terapi yang saat ini sedang berkembang dan memiliki efektifitas yang tinggi adalah laserpunktur yang menggunakan sinar laser dengan intensitas rendah atau disebut juga low-level laser therapy di titik akupunktur, yang dapat memicu terjadinya reaksi foto biostimulasi sel dan jaringan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menyediakan alternatif metode penanganan Otitis Media Efusi OME pada anak yang minimally invasive sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan Otitis Media Efusi OME . Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian lain yang turut menunjang upaya penanganan Otitis Media Efusi OME pada anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi laserpunktur pada titik TE21 Ermen, SI19 Tinggong, GB2 Tinghui dan TE17 Yifeng dan dekongestan dapat memberikan perbaikan terhadap timpanogram Otitis Media Efusi p

Otitis Media Effusion OME is defined as the persistence of nonpurulent serous or mucoid middle ear effusion in the absence of signs and symptoms of infection. The majority of occurrences of Otitis Media Effusion OME in child is spontaneous remission. Nowadays, conventional treatment use decongestan for 3 months, however, if Otitis Media Effusion OME did not treated properly, it can cause complications, and have to be treated by ventilation tube grommet insertion. One of the modalities currently developing and having high effectiveness is laserpuncture that use low intensity laser beams or also called low level laser therapy at the acupuncture point, which can stimulate photo reactions of cell and tissue biostimulation. Hopefully the result of this research can provide an alternative method of treatment of Otitis Media Efusi OME in child. This study is expected to be the basic of other studies that also support efforts to manage Otitis Media Effusion OME in child. The result of this research shows laserpuncture could improve the value of tympanogram for Otitis Media Effusion in children p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Arianto
"Mukopolisakaridosis tipe II (MPS II) merupakan penyakit kelainan lisosomal langka yang disebabkan oleh mutasi pada gen iduronat 2-sulfatase (IDS) dapat menyebabkan disfungsi dari enzim I2S yang dihasilkan sehingga molekul heparan sulfat (HS) dan dermatan sulfat (DS) terakumulasi pada jaringan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan kadar HS dan DS urin dengan jenis mutasi gen IDS pada penderita MPS II di Indonesia. Data susunan nukleotida gen IDS dari tujuh pasien MPS II dianalisis untuk melihat jenis mutasi dan dibuat model 3D proteinnya. Analisis 3D protein akan dikorelasikan dengan kadar HS dan DS urin pasien tersebut yang diukur menggunakan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil analisis mutasi ditemukan beberapa jenis mutasi, seperti mutasi nonsense (1/7), delesi (2/7), insersi (1/7), dan missense (3/7). Dari ketujuh pasien tersebut, tiga diantaranya (P2, P6, P7) telah menjalani terapi ERT. Kadar HS urin dari ketujuh pasien menunjukkan peningkatan yang beragam dibandingkan dengan kadar HS normal. Berbeda dengan HS, kadar DS urin sampel pasien ada yang mengalami sedikit peningkatan (P1, P2, P7) dan ada pula yang tetap berada pada rentang kadar DS normal (P3, P4, P5, P6). Keragaman kadar HS dan DS sampel pasien tersebut sangat dipengaruhi oleh letak mutasi, jenis mutasi, diagnosis dan prognosis yang ditegakkan sedini mungkin, terapi ERT yang telah dilakukan pasie, durasi ERT, dan respon masing-masing pasien terhadap pengobatan yang telah diberikan.

Mucopolysaccharidosis type II (MPS II) is a rare lysosomal disorder caused by mutations in the iduronat 2-sulfatase (IDS) gene that can cause dysfunction of I2S enzyme so that the heparan sulfate (HS) and dermatan sulfate (DS) molecules accumulate in the tissue. This study was conducted to determine and analyze the relationship of urinary HS and DS levels with the type of IDS gene mutation in MPS II patients in Indonesia. The nucleotide of IDS genes sequences from seven MPS II patients were analyzed to see the type of mutation and the 3D protein model was made. 3D protein analysis will be correlated with urinary HS and DS levels of the patients measured by using the Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) method. Results of mutation analysis results found several types of mutations, such as nonsense mutations (1/7), deletions (2/7), insertions (1/7), and missense (3/7). From the seven patients, three of them (P2, P6, P7) had undergone ERT therapy. The urine HS level of the seven patients showed a varied increase compared to normal HS levels. In contrast to HS, the urine DS level of the sample of patients had a slight increase (P1, P2, P7) and some remained in the normal DS level range (P3, P4, P5, P6). The diversity of HS and DS levels of the patient's samples is strongly influenced by the location of the mutation, type of mutation, diagnosis and prognosis that is enforced as early as possible, ERT therapy has been carried out, ERT duration, and each patient's response to the treatment given."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>