Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azzati Anindhita Ramadhanty
"Film berjudul “Das Leben der Anderen” yang disutradarai oleh Florian Henckel von Donnersmarck, merupakan film drama Jerman yang menceritakan tentang pengawasan penduduk Jerman Timur oleh Stasi dengan menampilkan ruang kota dan ruang sosial Berlin Timur di masa DDR. Kajian ini menggunakan dua teori yaitu, teori Urban Form and Function dari Jelena Živković untuk menganalisis ruang kota Berlin Timur sebagai ruang pengawasan dan teori ruang sosial dari Pierre Bourdieu untuk melihat ruang sosial penduduk Jerman Timur melalui tokoh yang diawasi dan yang mengawasi. Penelitian ini membuktikan adanya keterkaitan antara pranata politik dan ruang kota Berlin Timur dan bagaimana keterkaitan tersebut berdampak terhadap ruang sosial penduduknya.

A film called "Das Leben der Anderen" directed by Florian Henckel von Donnersmarck, is a German drama film that tells about the surveillance of the East German population by the Stasi by showing the urban and social spaces of East Berlin during the DDR era. This study uses two theories, that is, the Urban Form and Function theory by Jelena Živković to analyze East Berlin's urban space as a surveillance space and Pierre Bourdieu's social space theory to see the social space of the East German population through the characters under supervision and those who supervise. This study proves the existence of a connection between political institutions and the urban space of East Berlin and how this connection affects the social space of its population."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anjani Budaya
"Fenomena domestikasi pada ruang urban merujuk pada adaptasi dan penggunaan ruang-ruang publik perkotaan untuk memenuhi kebutuhan domestik, seperti pengasuhan anak. Dalam konteks lingkungan pemukiman padat penduduk, ruang domestik tradisional sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan aktivitas pengasuhan anak. Oleh karena itu, ibu-ibu di kawasan urban memanfaatkan ruang publik informal seperti jalan, gang, atau ruang kosong antara rumah-rumah yang padat sebagai perluasan dari ruang domestik mereka. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini mencakup observasi lapangan, wawancara berbagai narasumber, dan analisis spasial untuk memahami bagaimana ibu dan anak dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan ruang publik kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pengasuhan anak di ruang publik kota terjadi karena adanya peleburan batas antara ruang publik atau privat pada ruang kota. Kualitas ruang urban, mekanisme domestikasi pada ruang urban, serta pola penggunaan ruang publik informal adalah beberapa aspek yang dapat memengaruhi praktik pengasuhan anak yang terjadi di ruang publik kota. Penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman tentang bagaimana ruang publik dapat berfungsi sebagai perpanjangan dari ruang domestik, serta implikasinya bagi desain dan perencanaan kota yang lebih inklusif dan ramah keluarga.

The phenomenon of domestication in urban spaces refers to the adaptation and use of urban public spaces to meet domestic needs, such as childcare. In densely populated residential areas, traditional domestic spaces often fall short of meeting the needs for childcare activities. Consequently, mothers in urban areas utilize informal public spaces like streets, alleys, or empty spaces between densely packed houses as extensions of their domestic space. The methodology used in this thesis includes field observations, interviews with various sources, and spatial analysis to understand how mothers and children adapt to and interact with urban public spaces. The research findings indicate that childcare practices in urban public spaces occur due to the blurring of boundaries between public and private spaces in the city. The quality of urban spaces, mechanisms of domestication in urban areas, and patterns of informal public space usage are some aspects that can influence childcare practices in urban public spaces. This research contributes to the understanding of how public spaces can function as extensions of domestic spaces and its implications for more inclusive and family-friendly urban design and planning."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristyowati
"Disertasi ini bertujuan menelusuri interaksi dinamis antara fungsi ekologis; estetika dan budaya; serta sosial dan ekonomi dalam pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial-spasial; dari sudut pandang persepsi pengunjung, kelompok pedagang kaki lima, dan kebijakan pemerintah; melalui pendekatan campuran yang terdiri dari metode kuantitiatif survei dan metode kualitatif studi kasus. Kesetaraan sosial-spasial dalam penelitian ini akan meninjau terlebih dulu faktor aksesibilitas dan ketersediaan RTH, berupa pilot project taman-taman kantung di Jakarta. Penelitian ini kemudian mengeksplorasi fenomena sosial kehadiran RTH sebagai daya tarik ekonomi yang memberi peluang bagi Ruang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui studi kasus di Kawasan Setu Babakan. Penelitian ini menemukan bahwa baik pengunjung maupun Pedagang Kaki Lima (PKL) menyoroti perlunya akses yang adil terhadap RTH sebagai ruang publik. Studi kasus di Kawasan Setu Babakan ini menjadi spesifik karena kehadiran enam tipe apropriasi warung PKL yang secara spontan muncul di ruang interstisial antara Ruang Terbuka Hijau-Biru dan lahan yang dimiliki masyarakat. Hal ini menggarisbawahi tantangan pemerintah dalam merancang kebijakan yang mencapai aspek sosial-spasial yang legal, inklusif, dan adil. Perpaduan unik antara nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan tersebut kemudian memosisikan kembali pemahaman bagaimana RTH secara multifungsi dapat memenuhi beragam kebutuhan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga kota.

This dissertation explores the dynamic interactions between ecology; aesthetics and culture, and social and economic aspects in the use of Green Open Space (GOS). This research uses a social-spatial approach; from the perspective of visitors, street vendors, and government policy; through a mixed methods of quantitative survey and qualitative case study. Socio-spatial analysis will review the accessibility and availability of GOS in the form of pilot projects for pocket parks in Jakarta; then explores the social phenomenon of GOS presence as an economic attraction that provides opportunities for Micro, Small and Medium Enterprises through a case study in the Setu Babakan area. This research found that both visitors and street vendors highlighted the need for equal access to GOS. The case study in the Setu Babakan area is specific because of the presence of six types of street vendor’s appropriation spontaneously appear in the interstitial space between the Blue-Green Open Space and private land. This underlines the government's challenge in designing policies that achieve socio-spatial aspects that are legal, inclusive and equal. The combination of cultural, social and environmental values repositions the understanding of how multifunctional GOS can meet various needs while improving the welfare of citizen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiqamah
"Paska konflik dan tsunami Kota Banda Aceh mengalami pembangunan masif dalam upaya merepresentasikan keislaman. Pemerintah kota Banda Aceh telah melakukan renovasi Masjid Raya Baiturrahman dengan memasang 12 unit payung elektrik. Kota Banda Aceh mencoba meniru rancangan kota lain yang dianggap lebih sukses dalam merepresentasikan keislaman, dalam hal ini adalah Masjid Nabawi di Madinah. Fenomena ini merupakan fenomena Inter-referencing. Persoalan dari praktek inter-referencing dalam merepresentasikan keislaman adalah pembangunan akan bersifat diskursif, mengabaikan aktivitas masyarakat setempat sebagai pengguna ruang publik perkotaan.Tujuan dari penelitian perancangan ini adalah memberikan alternatif rancangan perkotaan Banda Aceh dalam upaya merepresentasikan keislaman yang tidak beranjak dari pembangunan fisik, namun dengan melibatkan aktivitas masyarakat. Membentuk dan menemukan kembali hubungan antara Islam dengan kehidupan perkotaan di Banda Aceh. Penelitian perancangan ini menggunakan peta mental 50 warga kota Banda Aceh dari berbagai usia yang tinggal di 10 desa sekeliling pusat kota. Peta mental saya gunakan sebagai alat untuk membaca aktivitas keseharian masyarakat dan menentukan teritori perkotaan yang akrab dengan masyarakat. Hasil kajian peta mental masyarakat digunakan untuk menghubungkan kehidupan perkotaan dengan Masjid Raya Baiturrahman. Menjadikan kawasan Masjid Raya Baiturrahman sebagai generator untuk membentuk komunitas muslim dan menghadirkan aktivitas masyarakat dalam upaya merepresentasikan keislaman di ruang perkotaan. Kata Kunci: Kota Banda Aceh, Representasi Keislaman, Inter-referencing, Diskursif, Peta Mental.
In post of conflict and tsunami Banda Aceh has done a massive development in the effort of islamic representation. The government of Banda Aceh renovated Baiturrahman Grand Mosque by installing 12 units of electric umbrellas. Banda Aceh tries to imitate design of another city that is considered more successful in islamic representation, in this case is the Nabawi Mosque in Medina. This phenomenon is called inter referencing. The problem of inter referencing in the practice of representation is that development is often discursive, ignoring community activities in the public spaces.The aim of this research design is to provide an urban design alternative of Banda Aceh in the effort of islamic representation which is not only come from physical development, but also sustain from non physical development. Involving community activities and rediscovering the relationship between Islam and urban life in Banda Aceh. This research design collected mental maps from 50 inhabitants of Banda Aceh from various ages living in 10 villages around the center of Banda Aceh City. Mental maps used to read and identify some places that become the center of everyday community activities. These centers will be used to connecting urban life with the Baiturrahman Grand Mosque. Keywords Banda Aceh City, Islamic Representation, Inter referencing, Discursive, Mental Maps."
2017
T48406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This study looks to understand more on the possibility of improving the quality of housing environment based on community initiative that sustain residents' effort to accomodate changes or their surroundings, by observing housing-rnvironment at jalan gagak-Bandung as an area for case study...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Nadilla
"Ruang kota selalu menjadi minat bagi siapa saja yang ingin memasuki dan beraktivitas didalamnya. Hal tersebut menyebabkan banyak ruang di kota yang dimodifikasi dan beralih fungsi menjadi tidak semestinya memungkinkan adanya kegiatan dari sektor informal. Pedagang Kaki lima merupakan salah satu pelaku sektor informal yang membawa permasalahan pada ruang kota dengan melakukan modifikasi atau yang sering kita sebut Apropriasi. Oleh karena itu saya mencoba untuk mencari tahu apa yang dilakukan pedagang kaki lima terhadap ruang kota dengan teori dasar apropriasi suatu ruang public di ruang kota. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk melihat bagaimana pedagang kaki lima memanfaatkan, membentuk, mengalterasi, dan mengapropriasi suatu ruang urban secara temporer dibalik "ketakutan" atas legalitas kegiatan yang mereka lakukan. Metode yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan kajian literatur tentang teori apropriasi ruang public, sejarah fenomena pedagang kaki lima di ebberapa negara, keterkaitan & kontribusi pedagang kaki lima sebagai sektor informal terhadap kota, serta identifikasi karakteristik pedagang kaki lima. Hasil kajian literatur dan studi kasus yang dilakukan menunjukkan bagaimana bentuk fenomena apropriasi dari informalitas tersebut berpengaruh pada pola penataan ruang kota.

Urban spaces has always been an interest for anyone who wants to enter and have activities in it. This causes a lot of space in the urban modified and changed functions to be inappropriate, allowing activities from the informal sector. Street vendors are one of the informal sector actors who bring problems to urban spaces by making modifications or what we often call “spaces appropriations”. Therefore, I tried to find out what street vendors did to urban space with the basic theory of appropriating a public space in urban space. The purpose of writing this thesis is to see how street vendors use, shape, alter, and adapt an urban space temporarily behind the "fear" of the legality of their activities. The method used in writing this thesis is by reviewing literature on the theory of appropriation of public space, the history of the phenomenon of street vendors in several countries, the relationship and contribution of street vendors as the informal sector to the urban, as well as identifying the characteristics of street vendors. The results of the literature review and case studies conducted show how the form of the appropriation phenomenon of informality affects the pattern of urban spatial planning."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erza Rahma Hajaty
"Penelitian ini mengenai neighborhood dan ruang interaksi imajiner. Neighborhood sebagai hubungan psikis antar penghuni yang bermukim dan bertempat tinggal menetap pada lingkungan permukiman yang sama, idealnya selalu berinteraksi khususnya menggunakan ruang-ruang yang dirancang sebagai ruang berkumpul. Penelitian menunjukkan adanya fenomena individualisme di perumahan formal, namun di sisi lain terbentuk ruang-ruang interaksi lain pada ruang-ruang yang tidak diperuntukkan sebagai ruang berkumpul yang seringkali digunakan sebagai tempat berinteraksi oleh kelompok-kelompok kecil neighborhood, di tempat yang sama, sehingga terbentuk citra ruang interaksi, yaitu ruang interaksi imajiner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana neighborhood membentuk ruang interaksi imajiner dengan metode kualitatif menggunakan pendekatan grounded theory. Keseharian dalam melaksanakan tanggung jawab, melakukan aktivitas yang disukai dan berkumpul bersama anggota neighborhood membentuk realisasi rasa, realisasi kehendak, kecocokan, dan pemahaman bersama di dalam neighborhood, sehingga melahirkan hubungan psikis yang ‘enjoyable’, menikmati interaksi yang terjadi hingga seakan-akan berada di dalam ‘sphere’, dan tanpa disadari ‘lupa’ akan fungsi ruang yang sebenarnya. Kebebasan mengkonsumsi waktu dan ruang, kebebasan berekspresi dan beraktivitas bersama menghadirkan ‘free’ pada ruang. Maka “free-spheretopia” sebagai kontinuitas kebebasan dalam hubungan yang enjoyable, sebagai perantara antara ruang nyata dengan ruang yang dibayangkan, bersifat mental dan absolut, melatarbelakangi terbentuknya ruang interaksi imajiner.

This research is about neighborhood and imaginary interaction space. Neighborhood as a psychological relationship between residents who live and reside in the same residential environment, ideally always interact, especially using spaces designed as gathering spaces. Research shows that there is a phenomenon of individualism in formal housing, but on the other hand, other interaction spaces are formed in spaces that are not designated as gathering spaces which are often used as places of interaction by small groups of neighborhoods, in the same place, so that an image of interaction space is formed, namely imaginary interaction space. This research aims to find out how neighborhoods form imaginary interaction spaces with a qualitative method using a grounded theory approach. Everyday life in carrying out responsibilities, doing preferred activities and gathering with neighborhood members forms a realization of feelings, realization of will, compatibility, and mutual understanding in the neighborhood, giving birth to an 'enjoyable' psychological relationship, enjoying the interactions that occur until it seems to be in the 'sphere', and unwittingly 'forgetting' the actual function of space. The freedom to consume time and space, the freedom of expression and joint activities bring 'free' to the space. Thus, "free-spheretopia" as a continuity of freedom in enjoyable relationships, as an intermediary between real space and imagined space, mental and absolute, underlies the formation of imaginary interaction spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roma Anggiadini
"Dalam perancangan ruang kota terdapat elemen yang perlu saling terhubung untuk menciptakan lingkungan yang dapat mendukung aktivitas penggunanya. Elemen tersebut lebih dari sekadar hubungan fisik tetapi juga relasi yang melibatkan waktu, lokasi, sosial dan pola spasial. Dalam perancangan tersebut, aspek indra visual berperan penting karena memengaruhi estetika hingga fungsi perkotaan. Namun, dalam prosesnya, perkembangan modern seringkali menitikberatkan pada visual tanpa melibatkan indra lain, seperti penciuman dan pendengaran. Padahal indra penciuman dalam proses perancangannya memiliki kontribusi terhadap identitas perkotaan hingga menjadi referensi geografis. Selain itu, indra pendengaran juga memiliki kontribusi dalam proses perancangannya seperti kualitas hidup hingga kenyamanan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengeksplorasi persepsi pengguna ruang kota menggunakan sense (visual, penciuman dan pendengaran) yang timbul dari relasi-relasi ruang kota tersebut dengan menggunakan metode kualitatif dengan metode analisis deskriptif dimana mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mendapatkan dokumentasi visual serta audiovisual hasil wawancara terbuka dari persepsi pengalaman visual, penciuman dan pendengaran pengguna ruang kota. Hasilnya adalah persepsi dari pengalaman multi-indra visual, penciuman dan pendengaran timbul dari relasi-relasi ruang kota yang berkaitan serta memiliki kaitan antar persepsi itu sendiri. Relasi tersebut memberikan intervensi terhadap kebutuhan ruang bagi para penggunanya untuk memahami bagaimana relasi ruang kota yang dapat mengakomodasi kebutuhan penggunanya. Oleh karena itu, perencana dan perancang kota dapat menggunakan persepsi dari pengalaman multi-indra pengguna ruang kota untuk memahami ruang kota yang dapat mendukung aktivitas penggunanya.

In urban space design, there are elements that need to be connected to each other to create an environment that can support user activities. These elements are more than just physical relationships but also linkage that involve time, location, social and spatial patterns. In this design, visual sense aspects play an important role because they influence aesthetics and urban function. However, in the process, modern developments often focus on visual aspects without involving multi-sensories, such as smell and hearing. In fact, the olfactory sense in the design process contributes to urban identity and becomes a geographical reference. Apart from that, auditory sense also has a contribution to the design process, such as quality of life and comfort for residents. This research aims to see and explore the perceptions of urban space users using sense (visual, olfactory and auditory) arising from urban spatial linkages using qualitative methods with descriptive analysis methods which collect data through observation, interviews and documentation. Observations were carried out to obtain visual and audiovisual documentation of the results of open interviews regarding the perceptions of the visual, olfactory and auditory experiences of urban space users. The result is that the perception of multi-sensory visual, olfactory and auditory experiences arises from related urban space linkages and has a connection between the perceptions themselves. These relationships provide interventions into the space needs of its users to understand how urban space relationships can accommodate the needs of its users. Therefore, urban planners and designers can use perceptions from the multi-sensory experiences of urban space users to understand urban spaces that can support user activities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Widya Pratama
"ABSTRAK
Kota Lama Semarang adalah kawasan historis yang penuh dengan nilai sejarah, arsitektur, budaya dengan bangunan-banagunan era kolonial yang masih berdiri seja era kolonial. Dalam perkembangannya, kawasan ini telah mengalami perubahan citra dari kota yang terkesan hidup menjadi kota yang terksesan mati pada era setelah kemerdekaan. Lalu kawasan ini mulai terasa mulai hidup lagi sejak sekitar tahun 2010. Perubahan citra disebabkan terjadinya kekosongan serta kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk mengonservasikannya. Namun pada tahun 2010 kawasan ini mulai diperhatikan dengan dipugarnya beberapa bangunan seperti Gereja Blenduk. Langkah selanjutnya yang dibutuhkan yaitu adalah untuk melestarikan kawasan ini dari aspek nonfisiknya. Salah satu pendekatannya yaitu melalui studi simbolisme ruang urban. Beberapa cara untuk menganalisis simbolisme ruang urban yaitu dengan menganalisis perkembangan kota lama semarang melalui aspek sejarah, lalu menganalisis karakteristik aspek-aspek fisik ruang urbannya, dan menganalisis kedua poin tersebut dengan cara menganalisis tingkatan pemaknaan yang terjadi di sana. Diharapkan, pada akhirnya masyarakat dan pemerintah semarang dapat mengetahui bahwa dengan mengetahui urban simbolisme kota lama semarang dapat menjadikan kota lama semarang sebagai kawasan dengan yang dapat disadari dan mudah diterima oleh manusianya sehingga tidak terkesan mati lagi dan dapat bersaing dengan kawasan lainnya.

ABSTRACT<>br>
The Old City of Semarang is a historical area full of historical, architectural, cultural values with colonial era buildings still standing there until nowadays. In its development, the district has undergone a change of image from a city that impressed live into a deadly city in the post independence era. Then the district began to feel started to live again since around the year 2010. Image changes due to the vacancy of the buildings and lack of public awareness and the government to conserve it. But in 2010 this area began to be noticed by conserving some buildings such as Blenduk Church. The next step required is to preserve this area from its nonphysical aspect. One approach is through the study of urban space symbolism. Some ways to analyze the symbolism of urban space is to analyze the development of the old city through the aspect of history, then analyze the characteristics of the physical aspects of urban space and analyze those two points by analyzing the level of meaning that occurred there. Hopefully, by understanding the urban symbolism, Old City Semarang will be conserved better and can be a district which can be perceived, remembered and accepted by people so that does not seem dead again and can compete with anther region. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rina Paramitha
"Program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Kota Administrasi Jakarta Timur mulai dilaksanakan pada tahun 2015 dengan RPTRA Cililitan sebagai RPTRA pertama. Program ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal. Namun setelah hampir tiga tahun berjalan, terdapat beberapa masalah seperti fasilitas RPTRA yang dianggap minim di beberapa lokasi. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Kota Administrasi Jakarta Timur studi kasus RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, dan Permata Intan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi dan studi literatur. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi, peneliti menggunakan teori Edward III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam implementasi Program RPTRA di Kota Administrasi Jakarta Timur studi kasus RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, dan Permata Intan. Namun terdapat faktor yang tidak berpengaruh, seperti belum terdapatnya Buku Pedoman Pengelolaan di beberapa RPTRA di Jakarta Timur, termasuk Cililitan dan Permata Intan, dan belum terdapatnya Standard Operational Procedurs SOP yang baku di Program RPTRA.

The Child Friendly Integrated Public Space Program RPTRA in East Jakarta Administrative City was started in 2015 with RPTRA Cililitan as the first one. This program aims to guarantee the fulfillment of children 39 s rights so that children can live, grow, develop, and participate optimally. But after almost three years running, there are some problems such as RPTRA with minimal facilities in some locations. Based on these problems, this study aims to explain the factors that affect the implementation of Child Friendly Integrated Public Space Program RPTRA in East Jakarta Administration City Case of RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, and Permata Intan.
This research uses post positivist approach with qualitative data collection technique through in depth interview, observation and literature study. In analyzing the, the researcher uses Edward III theory. The results showed that there are two factors that significantly affect the implementation of RPTRA Program in East Jakarta Administration City case study RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, and Permata Intan. However, there are no influential factors, such as the absence of Management Manual in some RPTRA in East Jakarta, including Cililitan and Permata Intan, and the absence of Standard Operational Procedures SOP in this Program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>