Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138383 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Destia Anggraini Rahmawati
"ADHF (Acute decompensated heart failure) merupakan suatu kondisi gagal jantung dengan perubahan mendadak pada jantung untuk berkontraksi, sehingga mengancam nyawa dan dapat menyebabkan edema paru. Gagal jantung dapat dikategorikan menurut nilai ejeksi fraksi, salah satunya heart failure with reduce ejection fracktion (HFrEF) dengan nilai EF ≤40%. Tanda klinis ADHF salah satunya edema pada tungkai. Hal ini terjadi karena kegagalan LV untuk berkontraksi sehingga menyebabkan aliran balik dengan penumpukan cairan diparu, kemudian kembali ke RV dan keluar melalui atrium kanan ke seluruh tubuh, salah satunya ke tungkai. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi edema tungkai yaitu ankle pumping exercise. Intervensi ini dilakukan selama 3 hari dengan frekuensi 10 kali/jam, kemudian dievaluasi selama 6 jam dengan metode pitting edema. Hasil intervensi menunjukkan terdapat perubahan derajat edema tungkai dari +3/+3 menjadi +1/+2. Hasil karya ilmiah ini diharapkan menjadi salah satu alternatif intervensi untuk mengurangi edema tungkai.

ADHF (Acute decompensated heart failure) is a condition of heart failure with sudden changes in the heart to contract, so it is life threatening and can cause pulmonary edema. Heart failure can be categorized according to the value of the ejection fraction, one of which is heart failure with reduced ejection fracture (HFrEF) with an EF value of ≤40%. One of the clinical signs of ADHF is edema in the legs. This occurs due to the failure of the LV to contract causing backflow with a buildup of fluid in the lungs, then back into the RV and out through the right atrium to the rest of the body, including the legs. The intervention to treat leg edema is ankle pumping exercise. This intervention was carried out for 3 days with a frequency of 10 times/hour, then evaluated for 6 hours using the pitting edema. The results of the intervention showed that there was a change in the degree of leg edema from +3/+3 to +1/+2. The results of this scientific work are expected to be an alternative intervention to reduce leg edema."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bellinda Fitri Amara
"Acute decompensated heart failure (ADHF) mengacu pada timbulnya gejala dan/atau tanda-tanda gagal jantung yang cepat atau bertahap. Dispnea saat aktivitas adalah salah satu gejala dominan pada klien dengan gagal jantung yang menyebabkan penurunan kualitas hidup klien dengan mengurangi kemandirian/ kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penulisan ini yaitu memaparkan hasil analisis asuhan keperawatan dengan menggunakan penerapan pursed lip breathing dan posisi semi-fowler untuk mengurangi keluhan sesak, menurunkan laju pernapasan, dan meningkatkan saturasi oksigen pada klien dengan ADHF sehingga kemandirian dalam melakukan aktivitas dapat meningkat. Evaluasi dilakukan menggunakan pulse oximetry, perhitungan laju pernapasan selama satu menit, serta perasaan subjektif pada keluhan sesak yang dirasakan klien. Hasilnya, terdapat penurunan laju pernapasan, penurunan keluhan sesak dan peningkatan saturasi oksigen setelah latihan pursed lip breathing dan posisi semi-fowler diimplementasikan. Kesimpulannya, latihan pursed lip breathing dengan posisi semi-fowler terbukti efektif menurunkan laju pernapasan, meningkatkan saturasi oksigen, dan meredakan keluhan sesak napas pada klien dengan ADHF.

Acute decompensated heart failure (ADHF) refers to the rapid or gradual onset of symptoms and/or signs of heart failure. Dispnea on exertion is one of the dominant symptoms in patients with heart failure which causes a decrease in the patient's quality of life by reducing independence/ability to perform daily activities. The purpose of this paper is to describe the results of the analysis of nursing care using the application of pursed lip breathing and semi-Fowler's position to reduce complaints of shortness of breath, decrease respiratory rate, and increase oxygen saturation in clients with ADHF so that independence in carrying out activities can increase. Evaluation was carried out using pulse oximetry, calculating the respiratory rate for one minute, as well as subjective feelings of shortness of breath felt by the client. As a result, there is a decrease in respiratory rate, a decrease in complaints of shortness of breath and an increase in oxygen saturation after the pursed lip breathing and semi-Fowler position exercises are implemented. In conclusion, the pursed lip breathing exercise in the semi-Fowler position has been shown to be effective in reducing respiratory rate, increasing oxygen saturation, and relieving shortness of breath in clients with ADHF."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Joko Purwanto
"Self-care pasien gagal jantung merupakan fokus utama strategi non farmakologi dalam menurunkan angka morbiditas, mortalitas, rehospitalisasi dan meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan self-care pasien jantung masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengenali faktor yang berhubungan dengan kemampuan self-care pasien gagal jantung. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan 132 responden. Analisa data menggunakan analisis deskriptid, uji Chi Square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kemampuan self-care maintenance yang tidak adekuat, tetapi memiliki kemampuan self-care monitoring dan self-care management yang adekuat. Karakteristik sosisodemografik responden menunjukkan bahwa sebagian besar dewasa akhir yang berumur 46-65 tahun, laki laki, berpendidikan tinggi, penghasilan yang cukup; dan secara karakteristik klinis memiliki derajat gagal jantung kelas fungsional NYHA 2, FEVki > 50 %, lama sakit > 3 tahun dan memiliki ko-morbid ringan. Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik, efikasi diri adekuat, tidak depresi dan dukungan pelaku rawat di keluarga yang adekuat. Terdapat hubungan yang signifikan antara derajat gagal jantung, lama sakit, ko-morbid dan efikasi diri dengan kemampuan self-care maintenance, dimana derajat gagal jantung adalah faktor yang paling dominan. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat gagal jantung, ko-morbid, pengetahuan dan dukungan pelaku rawat di keluarga dengan kemampuan self-care monitoring, dimana faktor yang paling dominan adalah derajat gagal jantung. Terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dan dukungan pelaku rawat di keluarga dengan kemampuan self-care management, dimana efikasi diri adalah faktor yang paling dominan. Perlunya dilakukan intervensi keperawatan spesifik terkait gagal jantung pada pasien untuk meningkatkan kemampuan self-care.

Self-care of heart failure patients is a main focus of non-pharmacological strategies to decrease morbidity, mortality, rehospitalization, and improve quality of life. Self-care ability of heart failure patients is still low. This study aims to identify factors related to self-care ability of patients with heart failure. This is a quantitative study with a descriptive analytic design using a cross sectional approach involving 132 respondents. Data were analyzed using descriptive analytic, Chi Square and logistic regression test. The results showed that most of the respondents have inadequate self-care maintenance, but have adequate self-care monitoring and self-care management abilities. Sociodemographic characteristics indicated that most of the respondents are late adulthood aged 46-65 years, male, have a fairly high income; and clinically characterized by a degree of heart failure NYHA functional class 2, LVEF > 50%, duration of illness > 3 years and have mild co-morbidities. Most of the respondents have a good level of knowledge, adequate self-efficacy, are not depressed and have adequate support from caregivers in their families. There is a significant relationship between the degree of heart failure, duration, co-morbidities and self-efficacy with self-care maintenance ability, whereas the degree of heart failure is the most dominant factor. There is a significant relationship between the degree of heart failure, co-morbidities, knowledge and support of caregivers in the family with the self-care monitoring ability, meanwhile the most dominant factor is the degree of heart failure. There is a significant relationship between self-efficay and caregiver support in the family with self-care management ability, and self-efficacy is the most dominant factor. Specific nursing interventions related to heart failure need to be carried out to improve self-care abilities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sabillah
"Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan kondisi klinis terjadinya perburukan gagal jantung secara tiba-tiba yang terjadi pada pasien dengan riwayat gagal jantung kronik. Kondisi gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai kontraktilitas jantung, fungsi katup, pembesaran jantung, dan nilai fraksi ejeksi. Gagal jantung dengan penurunan nilai ejeksi fraksi EF <40% dan jantung mengalami disfungsi sistolik pada ventrikel kiri. Penurunan pemompaan darah oleh ventrikel kiri akan menyebabkan perubahan hemodinamik kapiler sehingga mendorong kebocoran dari kompartemen vaskular ke interstitium serta retensi air dan garam oleh sehingga menghasilkan akumulasi cairan di ekstremitas atau edema tungkai. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi edema tungkai adalah dengan ankle pumping exercise yang terdiri dari gerakan plantar fleksi dan dorsofleksi. Intervensi ini dilakukan selama 5 hari dengan frekuensi 10x/jam dengan interval 4 detik pada masing-masing gerakan, kemudian dievaluasi setelah 6 jam dengan metode pitting edema, Hasil intervensi menunjukkan adanya perubahan derajat tungkai dari +2/+2 menjadi 0/0 (tidak ada edema). Hasil karya ilmiah ini diharapkan menjadi salah satu intervensi alternatif untuk mengurangi edema tungkai.

Acute decompensated heart failure (ADHF) is a clinical condition of sudden worsening of heart failure that occurs in patients with a history of chronic heart failure. In conditions of heart failure, echocardiography can be performed to assess heart contractility, valve function, heart enlargement and ejection fraction values. Heart failure with a decrease in ejection fraction EF <40% and the heart experiences systolic dysfunction in the left ventricle. Decreased blood pumping by the left ventricle will cause changes in capillary hemodynamics, thereby encouraging leakage from the vascular compartment into the interstitium as well as water and salt retention thereby resulting in fluid accumulation in the extremities or leg edema. The intervention carried out to overcome leg edema is ankle pumping exercise which consists of plantar flexion and dorsiflexion movements. This intervention was carried out for 5 days with a frequency of 10x/hour with an interval of 4 seconds for each movement, then evaluated after 6 hours using the pitting edema method. The results of the intervention showed a change in leg grade from +2/+2 to 0/0 (no there is edema). It is hoped that the results of this scientific work will become an alternative intervention to reduce leg edema.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pina Pudiyanti
"Pada pasien gagal jantung konsumsi garam harian dibatasi untuk mencegah penumpukan cairan dan memperburuk gejala penyakitnya. Kepatuhan dan pengetahuan pasien terhadap diet rendah garam dapat ditumbuhkan melalui pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan pendidikan kesehatan yang dilakukan perawat dengan tingkat kepatuhan dan pengetahuan pasien gagal jantung tentang diet rendah garam yang dipersepsikan perawat. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, teknik non probability sampling, menggunakan uji chi square dan regresi logistik pada 152 perawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan yang dilakukan perawat dengan tingkat kepatuhan dan pengetahuan pasien gagal jantung tentang diet rendah garam yang dipersepsikan perawat (p value 0,000; α < 0,005). Kepatuhan dan pengetahuan pasien tentang diet rendah garam akan meningkat dengan diberikannya pendidikan kesehatan yang baik oleh perawat agar pasien dapat meningkatkan kesehatan yang optimal.

In patients with heart failure, daily salt intake is limited to prevent fluid buildup and worsen the symptoms of the disease. Patient adherence and knowledge to a low salt diet can be grown through health education provided by nurses. The purpose of this study was to identify the relationship between nurses' health education and the level of compliance and knowledge of heart failure patients about the low salt diet perceived by nurses. The research design used cross sectional, non-probability sampling technique, using chi square test and logistic regression on 152 nurses at Harapan Kita Heart and Blood Vessel Hospital, Jakarta. The results showed that there was a significant relationship between health education performed by nurses with the level of compliance and knowledge of heart failure patients about the low salt diet perceived by nurses (p value 0.000; α <0.005). Patient compliance and knowledge about a low-salt diet will increase with the provision of good health education by nurses so that patients can improve their optimal health."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Escana
"Pembatasan cairan sebagai salah satu intervensi pada pasien gagal jantung masih menjadi kontroversi terkait manfaat yang diperoleh. Karya ilmiah ini merupakan studi kasus yang dilakukan selama lima hari terhadap pasien gagal jantung akut dekompensasi di salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pembatasan dan pemantauan cairan pada pasien gagal jantung yang mengalami kongesti. Hasil yang didapat yaitu terjadi penurunan berat badan, lingkar perut, klinis kongesti dan persepsi rasa haus setelah dilakukan pembatasan dan pemantauan cairan. Karya ilmiah ini menyarankan bahwa pembatasan cairan perlu dilakukan pada pasien gagal jantung yang mengalami kongesti untuk mengurangi beban kerja jantung dan pemantauan cairan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam perawatan mandiri guna mencegah kejadian rawat inap berulang sehingga dapat terjadi peningkatan kualitas hidup pasien gagal jantung di area perkotaan.

Analysis of Nursing Care in Patient Acute Decompensated Heart Failure and Intervention of Fluid Restriction and Monitoring. Fluid restriction is one of heart failure nursing intervention still controversy regarding the benefits of these interventions. This scientific paper is a case study conducted for five days on acute decompensated heart failure patients in a hospital in Jakarta. This case study aims to determine the effectiveness of fluid restriction and monitoring in congestive heart failure patients. The results showed there a decrease in body weight, abdominal circumference, clinical congestion and perception of thirst after restriction and monitoring of fluids. This scientific paper suggests that fluid restriction needs to be applied in heart failure patients who have congestion to reduce cardiac workload and fluid monitoring also needs to be done to improve the ability of patients in self-care to prevent rehospitalizations so there is an enhancement quality of life in heart failure patients in urban society"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azlan Sain
"Latar belakang: Pasien gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi memiliki angka readmisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi ejeksi normal, dan angka readmisi paling tinggi pada 30-hari pertama pascakeluar admisi sebelumnya. Sekitar 30% pasien dengan gagal jantung juga mengalami Diabetes Melitus (DM) Tipe-2. Sejauh ini, belum ada prediktor kejadian readmisi dalam 30-hari pada pasien dengan populasi tersebut di RSJPDHK, khususnya prediktor dari sisi klinis dan metabolik.
Tujuan: Mengetahui prediktor klinis dan metabolik terhadap kejadian readmisi dalam 30-hari pada pasien Gagal Jantung Dekompensasi Akut (GJDA) dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe-2.
Metode: Studi dilakukan secara kohort retrospektif, data diambil dari rekam medis berdasarkan admisi pasien yang memenuhi kriteria inklusi antara Januari 2016-Januari 2021. Luaran klinis terbagi menjadi kelompok readmisi dan kelompok non-readmisi. Luaran klinis yang dinilai adalah kejadian readmisi akibat perburukan kondisi gagal jantung pada 30-hari pascaadmisi terakhir di RSJPDHK. Dilakukan analisis multivariat untuk menentukan prediktor yang bermakna menentukan readmisi dalam 30-hari
Hasil: Dari total 747 subjek penelitian, 179 subjek termasuk ke dalam kelompok readmisi, dan 568 subjek termasuk ke dalam kelompok non-readmisi (angka readmisi 24%). Analisis regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian readmisi dalam 30-hari adalah: irama fibrilasi atrium (OR 2.616; 95% IK: 1.604-4.267; p 0.000), serta denyut jantung saat pulang rawat (OR 1.022; 95% IK: 1.005-1.039; p 0.010). Kadar gula darah post-prandial < 140 mg/dL menjadi prediktor protektif untuk kejadian readmisi dalam 30-hari (OR 0.528; 95% IK: 0.348-0.802; p 0.003).
Kesimpulan: Dua faktor klinis yaitu irama fibrilasi atrium dan denyut jantung saat akhir masa rawat menjadi prediktor readmisi yang bermakna terhadap kejadian readmisi dalam 30-hari akibat perburukan kondisi gagal jantung, sedangkan kadar gula darah post-prandial < 140 mg/dL menjadi faktor protektif untuk kejadian readmisi 30-hari pada populasi pasien gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe-2.

Background: Patients Heart Failure with reduced Ejection Fraction (HFrEF) had higher readmission rates than normal ejection fractions, and readmission rates were highest in the first 30-days post-admission. About 30% of patients with heart failure also have Type-2 Diabetes Mellitus (DM). So far, there is no predictors for the incidence of 30-days readmission in patients with this kind of population in National Cardiovascular Centre Harapan Kita (NCCHK).
Objective: To determine the clinical and metabolic predictors of 30-days readmission in patients with Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) with reduced ejection fraction and type-2 DM.
Methods: The study was conducted in a retrospective-cohort, data were taken from medical records based on admissions of patients who met the inclusion criteria between January 2016-January 2021. The clinical outcomes were divided into readmission and non-readmission groups. The clinical outcome assessed was the incidence of readmission due to worsening of the condition of heart failure at 30-days after the last admission at NCCHK. Multivariate analysis was performed to determine significant predictors for 30-day readmission.
Result: Of the total 747 research subjects, 179 subjects were included in the readmission group, and 568 subjects included in the non-readmission group (readmission rate 24%). Multivariate logistic regression analysis showed that the factors associated at 30-days readmission were: atrial fibrillation rhythm (OR 2.616; 95% CI: 1.604-4,267; p 0.000), heart rate at discharge (OR 1.022; 95% CI: 1.005-1.039; p 0.010). Post-prandial blood glucose level < 140 mg/dL was a protective predictor for 30-day readmission (OR 0.528; 95% CI: 0.348-0.802; p 0.003).
Conclusions: Two clinical factors, namely atrial fibrillation and heart rate at the end of hospitalization, were significant predictors of readmission in 30 days due to worsening of heart failure, while postprandial blood sugar levels < 140 mg/dL were protective factors for 30-days readmission in population of heart failure with reduced ejection fraction and type-2 DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Halimi
"Latar belakang: Pasien gagal jantung sering mengalami readmisi dengan tingkat mortalitas yang tinggi sehingga diperlukan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat untuk memperbaiki prognosis. Resiko rawat inap akibat gagal jantung bahkan lebih meningkat pada pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2, yaitu 1.5x lebih tinggi. Menggunakan kecerdasan buatan, dapat dilakukan integrasi antara data klinis dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG dan rontgen thorax. Selain itu, kecerdasan buatan juga dapat membantu diagnosis di bidang kardiovaskular tanpa adanya variabilitas antar pengamat, serta meningkatkan efisiensi waktu dan biaya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan kecerdasan buatan dengan statistik konvensional dalam memprediksi luaran klinis lama rawat, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan pada pasien gagal jantung dekompensasi akut (GJDA) dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2.
Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien GJDA dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2 pada periode Januari 2018 – Maret 2023. Dilakukan analisis data menggunakan statistik konvensional dengan analisis bivariat dan multivariat, dimana hasilnya kemudian dibandingkan dengan analisis menggunakan algoritme kecerdasan buatan, yaitu Balanced Random Forest.
Hasil: Melalui rekam medis, didapatkan 292 subjek penelitian dengan persentase lama rawat >5 hari, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan yang diobservasi adalah 39.7%, 14.0%, 10.6%, dan 21.2% berturut-turut. Kemampuan diskriminasi kecerdasan buatan lebih baik dibandingkan statistik konvensional untuk keempat luaran, dengan AUC lama rawat >5 hari adalah 0.800 vs 0.775, readmisi 0.790 vs 0.732, mortalitas 0.794 vs 0.785, dan luaran gabungan 0.628 vs 0.596.
Kesimpulan: Kecerdasan buatan lebih baik dibandingkan statistik konvensional untuk memprediksi luaran klinis berupa lama rawat, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan pada pasien GJDA dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2.

Background: Heart failure patients often experience readmissions with a high mortality rate, therefore early detection and appropriate management are required to improve the prognosis. The risk of hospitalization due to heart failure is increased 1.5x in type 2 diabetes mellitus (DM) patients. Using artificial intelligence, clinical data can be integrated with supporting examinations such as ECG and chest X-ray. Artificial intelligence can also help diagnoses in the cardiovascular field without inter-observer variability, as well as increasing time and cost efficiency.
Objective: This study aims to compare the ability of conventional statistics with artificial intelligence in predicting clinical outcomes, namely length of stay, 30-day readmission, 180- day mortality, and composite outcome in acute decompensated heart failure (ADHF) patients with reduced ejection fraction and type 2 DM.
Methods: A retrospective cohort study was conducted on 292 ADHF patients with reduced ejection fraction and type 2 DM in the period January 2018 – March 2023. Data analysis was carried out using conventional statistics with bivariate and multivariate analysis, where the results were then compared with analysis using artificial intelligence algorithm, namely Balanced Random Forest.
Results: The percentages of outcomes observed for length of stay >5 days, 30 day readmission, 180 day mortality, and composite outcome were 39.7%, 14.0%, 10.6%, and 21.2% respectively. The discrimination ability of artificial intelligence was better than conventional statistics for all four outcomes, with the AUC of length of stay >5 days were 0.800 vs 0.775, readmission 0.790 vs 0.732, mortality 0.794 vs 0.785, and combined outcome 0.628 vs 0.596.
Conclusion: Artificial intelligence is better than conventional statistics in predicting clinical outcomes in the form of length of stay, 30-day readmission, 180-day mortality, and composite outcome in ADHF patients with reduced ejection fraction and type 2 DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Julianto
"

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan tingkat mortalitas dan morbiditas tinggi di Indonesia. Pemberian asuhan keperawatan yang tepat melalui intervensi keperawatan non farmakologi memiliki peran dalam mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas yang banyak ditemui pada pasien CHF. Latihan fisik active range of motion adalah salah satu dari banyak intervensi keperawatan yang dapat diterapkan. Tujuan dari pelaksanaan latihan aktif ROM ini adalah untuk mengatasi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen tubuh. Dengan memperhatikan kondisi klien sebelum dilakukannya intervensi dan waktu pelaksanaan setelah pemberian terapi farmakologi antihipertensi, maka dapat dianalisis melalui evaluasi setelah dilakukan selama empat hari dalam waktu 20 menit setiap kali intervensi dilakukan. Hasil evaluasi tersebut secara subjektif klien tidak melaporkan adanya keluhan dan klien menunjukkan parameter tanda-tanda vital dan hemodinamik dalam batas normal sebagai bagian dari aspek penilaian dari capaian tujuan masalah keperawatan penurunan curah jantung.


Congestive Heart Failure (CHF) are progressive health problems with high mortality and morbidity in Indonesia. The provision of appropriate nursing care through non-pharmacological nursing interventions has a role in overcoming the nursing problem of activity intolerance as the major problem of CHF. Active range of motion is one of many nursing interventions that can be applied. The purpose of performing active ROM exercises is to overcome the imbalance between the bodys oxygen supply and demand. By paying attention to the clients condition before the intervention and the time of implementation after the administration of antihypertensive pharmacological therapy, evaluation of the evaluation can be carried out for four days within 20 minutes of each intervention. The results of the subjective evaluation that the client did not report complaints and the client showed vital signs and hemodynamic parameters within normal limits as part of the report on nursing goals that determine the reduction in cardiac output.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kapriana Tanty Natalia
"Gagal jantung fraksi ejeksi rendah merupakan salah satu permasalahan kardiovaskular yang memiliki prognosis buruk dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Permasalahan yang dihadapi pasien gagal jantung fraksi ejeksi rendah diantaranya adalah gangguan tidur dan stres. Perawatan diri merupakan faktor kunci untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rehospitalisasi dan menurunkan angka kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat stres dan kualitas tidur dengan perawatan diri pada pasien gagal jantung fraksi ejeksi rendah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross-sectional melibatkan 110 responden yang direkrut menggunakan flyer rekrutmen responden sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Instrumen untuk mengukur tingkat stres, kualitas tidur dan perawatan diri digunakan dalam penelitian ini. Analisis data menggunakan analisis deskriptif, uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki, berkisar pada usia 59 tahun, memiliki pendidikan tinggi, penghasilan berkisar 3,5 juta rupiah, menderita gagal jantung 3 tahun atau lebih, dan memiliki komorbid. Sebagian besar responden memiliki tingkat stres rendah, kualitas tidur buruk dan perawatan diri adekuat. Tidak terdapat hubungan antara tingkat stres dengan perawatan diri. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan perawatan diri dengan variabel kovariatnya adalah pendidikan. Namun, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengeksplor variabel lain yang memengaruhi perawatan diri pasien gagal jantung fraksi ejeksi rendah. 

Heart Failure reduced Ejection Fraction (HFrEF) is a cardiovascular problem that has a poor prognosis and can affect the patient's quality of life. Issues of patients with heart failure reduced ejection fraction include sleep disorder and stress. Self-care is a key to improved quality of life, reduced rehospitalitation rates, and reduced deaths. This study aimed to identify the correlation between stress levels and sleep quality with self-care in heart failure reduced ejection fraction. This study is quantitative research used a cross-sectional design involved 110 respondents who were recruited using a respondent recriutment flyer in accordance with the inclusion criteria that have been set. Stress level, sleep quality and slf-care were used in this study. Data analysis used descriptive analysis, chi-square test and logistic regression. The result showed that the majority of respondents were male, aged 59 years, had higher education, had an income of around 3.5 million rupiahs, had suffered from heart heart failure for 3 years or more, had NYHA functional calss II, and had comorbidities. Most respondent had low stress levels, poor sleep quality and adequate self-care. There was a significant relationship between sleep quality and self-care with the covariate variable being education. However, future research is needed to explore other variables that affect the self-care of patients with heart failure reduced ejection fraction."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>