Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173513 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gega Ryani Cahya Kurnia B.P
"Anak memiliki berbagai peran yang berbeda dan beragam dalam terorisme seperti melakukan misi bunuh diri atau melakukan merakit bom dan juga dengan peran yang lebih rendah seperti sebagai kuli, juru masak atau informan. Keterlibatan dalam terorisme juga turut terjadi di Indonesia, di mana anak terliibat sebagai korban jaringan terorisme sebagai anak yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana terorisme sebagai anak pelaku, anak dari pelaku, anak korban dan anak saksi. Penanganan anak dalam terosime di berikan melalui program deradikalisasi. Penelitian ini mengangkat bagaimana perkembangan anak di jaringan terorisme dalam program deradikalisasi di indonesia yang dianalisa menggunakan teori perkembangan religositas dan Rehabilitation, Reintegration Intervention Framework (RRIF). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode case study dengan sumber primer dari Kementerian/Lembaga yang menangani isu terorisme khususnya penanganan anak dalam terorisme. Dengan data sekunder dari sumber studi kepustakaan. Hasil penelitian menemukan terdapat perkembangan positif terhadap perkembangan religioistas anak setelah mendapatkan program deradikalisasi. Anak memiliki perkembangan yang berbeda-beda karena memiliki latar belakang yang berbeda-beda karena berada dalam tahap awal yang berbeda-beda. Pelaksanaan program deradikalisasi turut mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan individu, mempromosikan dukungan keluarga, mempromosikan keberhasilan pendidikan namun terkendala dalam mempromosikan dukungan masyarakat dan memperbaiki kondisi struktural dan melindungi keselamatan publik anak. Kendala ini terjadi dalam pelaksanaan reintegrasi sosial karena kurangnya dukungan komunitas atau masyarakat dari pemerintah daerah dalam menunjang proses reintegrasi anak. Maka dalam penelitian ini memberikan saran dan rekomendasi terkait penanganan deradikalisasi yang diberikan terhadap anak khususnya mendorong peran pemerintah daerah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung anak kembali ke masyarakat dan menjauhi kelompok lamanya ataupun pemahaman radikal ekstrem kembali.

Children have many different and varied roles in terrorism such as carrying out suicide missions or carrying out bom attacks and also in lesser roles such as coolies, cooks or informants. Involvement in terrorism also occurs in Indonesia, where children are involved as victims of terrorism networks as children who experience physical, mental and or economic losses caused by criminal acts of terrorism as children of perpetrators, children of perpetrators, children of victims and children of witnesses. Handling of children in terrorism is provided through a deradicalization program. This study describe how the religiousity development of children in terrorism networks in the deradicalization program in Indonesia and analyzed using the theory of the development of religiosity and using Rehabilitation, Reintegration Intervention Framework (RRIF). This study uses a qualitative approach with a case study method with primary sources from Ministries/Institutions dealing with terrorism issues, especially the handling of children in terrorism. With secondary data from literature study sources. The results of the study found that there were positive developments in the development of children's religiosity after receiving the deradicalization program. Children have different developments because they have different backgrounds because they are in different early stages. The implementation of deradicalization programs contributes to the promotion of mental health and individual well-being, promotes family support, promotes educational success but is constrained in promoting community support and improving structural conditions and protecting children's public safety. This obstacle occurs in the implementation of social reintegration due to the lack of community or community support from the local government in supporting the child reintegration process. In this study, it provides suggestions and recommendations regarding the handling of deradicalization given to children, especially encouraging the role of local governments and the community to work together in creating an environment that supports children returning to society and staying away from their old groups or understanding extreme radicals again."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astuti
"Latar belakang: Indonesia adalah negara yang rawan terjadi bencana alam. Bencana-bencana tersebut menempatkan anak usia dini pada posisi rentan. Salah satu kebutuhan anak usia 6-24 bulan yang sulit terpenuhi pada situasi bencana adalah MPASI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberian MPASI pada situasi bencana di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan datanya menggunakan observasi, FGD (6 partisipan), dan wawancara mendalam (11 partisipan). Partisipan yang terlibat merupakan aktivis kemanusiaan, tenaga kesehatan, warga setempat yang terlibat pada pengolahan MPASI dan pengasuh utama anak. Latar belakang kejadian bencana adalah erupsi Merapi 2021 dan longsor Sumedang 2021. Analisis data yang digunakan adalah analisis tematik, data diambil dari kalimat bermakna partisipan lalu dibentuk koding, diberikan kategori hingga subtema, dan dibentuk tema. Hasil: Terdapat lima tema yang dihasilkan yaitu 1) Donasi MPASI rumahan berdasarkan kearifan lokal, 2) MPASI yang tidak adekuat, 3) Sumber daya terbatas untuk pengelolaan MPASI, 4) Kondisi bersih versus kondisi kotor, dan 5) Asa MPASI yang Terjaga di Tengah Situasi Bencana. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan beberapa program yang menyediakan MPASI rumahan berdasarkan kearifan lokal meskipun demikian makanan yang disediakan belum sepenuhnya adekuat memenuhi nutrisi anak usia 6-24 bulan. Makanan dan minuman pabrikan masif diberikan oleh para donatur. Meskipun demikian, praktik responsive feeding dan pemberian ASI masih berjalan seperti biasa.

Background: Indonesia regularly faces many natural disasters. As one of vulnerable groups, young children aged 6-24 months had the challenges to get the complementary foods properly during the disaster situation. The aim of this study was to analyze the practice of complementary feeding in Indonesian disaster situations. Methods: This research was a case study qualitative research. The data was collected using observation, FGD (6 participants), and in-depth interviews (11 participants). The participants were humanitarian activists/health workers/the residents who were involved in the process of making complementary foods and the primary caregivers of children aged 6-24 months. The background of the disaster is the Merapi eruption in 2021 and the Sumedang landslide in 2021. The data analysis used is thematic analysis that data is taken from meaningful sentences of the participants and then the coding is formed, given categories to sub-themes, and formed themes. Results: There were five themes resulting from data analysis. The themes were 1) The donation of home-based complementary foods based on local wisdom, 2) Inadequate complementary feeding, 3) Limited resources for complementary foods management, 4) The clean conditions versus the dirty ones, and 5) A glimpse of hope of complementary feeding practices. Conclusion: This research shows that several programs provide home-based complementary foods based on local wisdom, although the food provided is not fully adequate to meet the nutrition of children aged 6-24 months. Massive manufactured food and beverages were provided by the NGOs. Nevertheless, the practice of responsive feeding and breastfeeding are continued.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sunarto
"Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh terapi kelompok terapeutik (TKT) anak sekolah pada anak, orang tua dan guru terhadap peningkatan pengetahuan, psikomotor dan perkembangan industri. Desain penelitian ?quasi experimental pre-post test with control group? melibatkan 117 anak sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pengetahuan, psikomotor dan perkembangan industri meningkat secara bermakna setelah terapi kelompok terapeutik pada kelompok anak, orang tua dan guru dan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pada kelompok anak (pvalue ≤ 0.05). TKT anak sekolah pada anak, orang tua dan guru direkomendasikan pada anak usia sekolah untuk meningkatkan perkembangan industry anak lebih optimal.

This research aimed to determine the effect of therapeutic group therapy (TGT) in elementary school children, parents and teachers on increase their cognitif, psychomotor and industrial development. Using "quasi experimental pre-post test with control group" involving 117 school children.
Results show an increase in cognitif, psychomotor and industrial development increased significantly after therapeutic group therapy of children, parents and teachers, significantly higher than in TGT groups of children (pvalue ≤ 0.05). School children TGT in children, parents and teachers are recommended to improve children's industrial development."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Lubbna
"Masa batita adalah masa emas dan kritis yang perlu dioptimalkan dalam melakukan stimulasi perkembangan agar keterlambatan perkembangan dapat dicegah, terutama oleh ibu yang secara emosional lebih dekat dengan anak. Fenomena keterlambatan perkembangan anak di Indonesia masih terjadi karena kurangnya stimulasi saat usia batita, terutama anak di daerah pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stimulasi perkembangan batita oleh ibu. Desain penelitian ini deskriptif sederhana dengan metode consecutive sampling terhadap 92 ibu di Desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun, Cirebon. Hasilnya, lebih banyak ibu yang sering melakukan stimulasi perkembangan pada aspek bicara dan bahasa serta sosialisasi kemandirian (51,1 % dan 51,1 %) daripada aspek motorik kasar dan motorik halus (43,5 % dan 44,6 %), dan berdasarkan keseluruhan aspek perkembangan, lebih banyak ibu yang jarang melakukan stimulasi (51,1 %) dibandingkan ibu yang sering melakukan stimulasi (48,9 %). Disarankan bagi tenaga kesehatan terutama perawat anak agar mengoptimalkan edukasi mengenai stimulasi perkembangan anak pada ibu-ibu di pedesaan.

Toddler period was golden and critical age which needed to be optimized by parents to stimulate their child developments so that developmental delay could be prevented, especially by mother who has closer emotional bound with children. Children developmental delay phenomena in Indonesia, especially in rural area, was still exist caused by lack of development stimulation when they were in toddler age. The aim of this descriptive study is to describe development stimulation of toddler age children by mother. This study with consecutive sampling method is included 92 mothers in Jungjang Village, Arjawinangun, Cirebon. The results were mothers who often give stimulation of talking, language, socialization and autonomy aspects (51,1 % and 51,1 %) were more than gross motoric and fine motoric aspects (43,5 % and 44,6 %), and according to whole aspects of development, mothers who rarely give stimulation (51,1 %) is more than mothers who often give stimulation (48,9 %). It’s recommended for health services and pediatric nurses, especially in rural area, to educate the mothers about the importance of stimulating their children in toddler age."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Santy Ercelina
"Prosedur fontan merupakan tahap akhir bedah paliatif untuk cacat jantung bawaan pada anak-anak dengan ventrikel tunggal. Meskipun prosedur fontan dilakukan untuk meningkatkan harapan hidup pasien, namun proses ini masih menimbulkan masalah klinis yang kompleks. Oleh karena itu, peran dan fungsi caregiver utama sangat dibutuhkan sepanjang kehidupan populasi ini. Penelitian ini dilakukan untuk menggali makna yang dalam terhadap pengalaman pengasuh selama merawat anak pasca operasi fontan di rumah. Desain kualitatif fenomenologi deskriptif digunakan untuk melihat makna dari pengalaman 10 orang partisipan yang direkrut menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan proses perekaman yang dilanjutkan dengan membuat verbatim. Verbatim diolah menggunakan protokol Moustakas hingga dihasilkan tiga tema yaitu: (1) caregiver utama, (2) proses perjalanan menuju resiliensi, dan (3) masih membatasi aktivitas anak. Pengalaman menjadi caregiver utama selama merawat anak pasca operasi fontan dilalui penuh dengan perjuangan. Kebutuhan akan dukungan dari berbagai pihak baik internal maupun eksternal menjadi hal terpenting dalam pencapaian kesejahteraan pemberian pengasuhan. Hasil penelitian ini direkomendasikan menjadi panduan dalam pelaksanaan discharge planning dan perawatan paliatif pada kasus fontan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan caregiver dalam upaya peningkatan kualitas asuhan keperawatan

Fontan procedures are the final stage of palliative surgery for congenital heart defects in children with single ventricles. Even though fontaning procedures are performed to increase the patient's life expectancy, this procedure still creates complex clinical problems. Therefore, the role and function of the main caregiver is needed throughout the life of this population. This research was conducted to explore the deep meaning of caregivers' experiences while caring for children after fontanel surgery at home. A descriptive phenomenological qualitative design was used to see the meaning of the experiences of 10 participants who were recruited using a purposive sampling technique. Data collection techniques were carried out by in-depth interviews and the recording process followed by making verbatim. Verbatim was processed using the Moustakas protocol to produce three themes, namely: (1) the main caregiver, (2) the journey towards resilience, and (3) still limiting children's activities. The experience of being the main caregiver while caring for children after fontan surgery was full of struggles. The need for support from various parties, both internal and external, is the most important thing in achieving welfare in providing care. The results of this study are recommended to be used as a guide in the implementation of discharge planning and palliative care in fontanel cases to increase caregiver knowledge and skills in an effort to improve the quality of nursing care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Fransiska
"Jumlah penderita diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Makasar mengalami kenaikan dari tahun 2014 sampai 2016. Kelurahan Kebon Pala menjadi penyumbang terbanyak dari keseluruhan kasus diare. Jumlah penderita diare balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Kebon Pala tahun 2014 sebesar 182 kasus kemudian naik tahun 2015 sebesar 251 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2016 sebesar 238 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Kebon Pala. Disain penelitian yaitu case control, kasus adalah penderita diare yang tercatat dalam register puskesmas selama 14 hari terakhir waktu penelitian berlangsung dan kontrol adalah tetangga kasus. Jumlah sampel masing-masing kontrol dan kasus 60 responden. Pengumpulan data dengan wawancara langsung dan observasi menggunakan kuesioner. Kuesioner berisikan pertanyaan perilaku cuci tangan pakai sabun, pemberian ASI eksklusif, sumber air bersih, sarana jamban dan sarana pembuangan sampah. Penelitian ini didapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara perilaku cuci tangan pakai sabun nilai p 0.005; OR 5,107 , pemberian ASI eksklusif nilai p 0,005; OR 4,030 , sarana jamban nilai p 0,022; OR 2,993 dan sarana pembuangan sampah niali p 0,003; OR 3,406 dengan kejadian diare pada balita.

The number of diarrhea sufferers in under five children in the working area of Puskesmas Kecamatan Makasar increased from 2014 to 2016. Kebon Pala village became the biggest contributor of all diarrhea cases. The number of diarrhea sufferers in the work area of Kebon Pala Public Health Center in 2014 amounted to 182 cases and then increased in 2015 by 251 cases and decreased in 2016 by 238 cases. This study aims to determine the risk factors of diarrhea occurrence in infants in the working area of Kebon Pala Public Health Center. The case study design was case control. The case was diarrhea sufferer recorded in the puskesmas register for the last 14 days while the study took place and the control was neighboring case. The number of samples of each control and case are 60 respondents. Data was collected by direct interview and observation using questionnaire. The questionnaire contains questions on handwashing behavior with soap, exclusive breastfeeding, clean water sources, toilet facilities and garbage disposal facilities. The results of this study showed that there was a significant relationship between handwashing with soap p 0.005, OR 5,107 , exclusive breastfeeding p value 0.005, OR 4.030 , toilet facilities p value 0.022, OR 2,993 and garbage disposal facilities Niali p 0,003 OR 3,406 with the incidence of diarrhea in infants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Motorik halus merupakan gerakan yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu yang kurang memerlukan tenaga, namun lebih memerlukan koordinasi dan kerjasama pada gerakan jari kaki dan tangan serta anggota tubuh yang lain. Penguasaan kemampuan motorik halus 80% tercapai pada usia toddler (0 — 3 tahun) dan mencapai perkembangan yang optimal pada usia balita (0 — 5 tahun). Penguasaan kemampuan motorik halus ini akan lebih cepat dicapai, bila anak balita mendapat stimulasi. Stimulasi dini yang tepat dan diberikan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak, mampu mengoptimalkan kemampuan motorik halus yang dimiliki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat perkembangan anak usia balita terhadap kemampuan motorik halus . Penelitian ini dilakukan di tempat penitipan anak (TPA) Wahana Bina Balita RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 33 orang. Usia responden berkisar antara 0 — 5 tahun. Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 57,6% sedangkan untuk laki-lakinya berjumlah 42,4%. Kuesioner dikembangkan mengacu pada Denver Development Screening Test (DDST), Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita yang diterbitkan oIeh Depkessos RI. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa dari 33 responden yang memiliki kategori balita awal (0 — 3 tanun) dan balita akhir (4 — 5 tahun), terdapat sejumiah 22,2% kategori balita awal tidak mampu untuk menguasai ketrampilan motorik halus, sedangkan pada balita akhir 100% mampu menguasainya. Kemudian dari responden yang sama, peneliti mengkatagorikan kedalam jenis kelaminnya, laki-laki dan perempuan, ditemukan 14,3% balita laki-laki tidak mampu menguasai motorik halus, sedangkan balita perempuan 10,5% yang tidak mampu menguasainya. Namun demikian, berdasarkan uji statistik, perbedaan hasil yang diperoleh terkait dengan usia balita dan jenis kelamin tersebut, kurang memiliki nilai yang bermakna bagi penelitian ini. "
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5334
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sena Rian Rizardi
"Pekerja operator pesawat angkut merupakan pekerjaan yang sangat berisiko terjadi dehidrasi dan penurunan fungsi ginjal karena sebagian besar pekerja di PT X pada waktu istirahat lebih memilih untuk bertahan di dalam kabin pesawat angkut daripada beristirahat di base camp serta banyak pekerja yang tidak membawa minum saat bekerja. Penyakit ginjal kronis memberikan efek terhadap biaya kesehatan yang sangat besar dan penurunan tingkat produktivitas. Oleh karena itu, diadakan program hidrasi di PT X. Program hidrasi dilakukan dengan cara pekerja dianjurkan mengkonsumsi air 2,5 L saat bekerja. Program hidrasi dilaksanakan selama 1 tahun. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain kohort retrospektif. Untuk membandingkan perubahan nilai GFR menggunakan uji perbandingan rerata (untuk data numerik) serta Uji McNemar (untuk data kategorik). Untuk menilai faktor yang berhubungan terhadap perubahan GFR digunakan analisis regresi logistik. Hasil: Fungsi ginjal pada operator pesawat angkut setelah program hidrasi antara 2019 dan 2021 mengalami perbaikan (mc nemar p< 0,001).
Analisis bivariat menunjukkan bahwa factor individu yang berpengaruh terhadap perubahan fungsi ginjal adalah obesitas. Kesimpulan: Terdapat peningkatan fungsi ginjal pada operator pesawat angkut setelah kebijakan program hidrasi antara 2019 dan 2021.
Program hidrasi dengan 2,5 L air selama 1 tahun dapat memperbaiki status dehidrasi pada pekerja dan berbeda bermakna pada pekerja non obes.

Crane operator workers are very risky for dehydration and decreased kidney function. Most of the workers in PT X during their break prefer to stay in the cabin of the transport plane rather than rest at the base camp, and many workers do not bring a drink to work. Chronic kidney disease affects enormous health costs and reduced productivity levels. Therefore, a hydration program was held at PT X. The hydration program is carried out so that workers are advised to consume 2.5 L of water while working. The hydration program is implemented for one year. Methods: The study was conducted with a retrospective cohort design. We compared changes in the value of GFR before and after the hydration program using the mean comparison test (for numerical data) and McNemar's test (for categorical data). A logistic regression test was performed to assess the factors associated with changes in GFR. Results: Kidney function in crane operator workers after the hydration program policy between 2019 and 2021 were improved (McNemar p <0.001). Bivariate analysis shows that the individual factors affecting kidney function changes were obesity. Conclusion: There was improved kidney function in crane operator workers after the hydration program policy between 2019 and 2021. A hydration program with 2.5 L of water for one year can enhance the status of dehydration in workers and significantly different in non-obese workers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mei Sarah Nurkhalizah
"Rencana strategis bidang kesehatan menargetkan indikator cakupan imunisasi dasar
lengkap dapat mencapai 93% tahun 2019. Tetapi, berdasarkan SDKI 2017 cakupannya
masih rendah, yaitu 59%, terutama cakupan vaksin multidosis seperti vaksin pentavalen
dan polio. Padahal, imunisasi dinilai sebagai salah satu upaya kesehatan yang costeffective
karena dapat mencegah beberapa penyakit infeksi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status
imunisasi dasar lengkap berdasarkan SDKI 2017. Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional dan menganalisis sampel 3376 anak hidup umur 12-23 bulan di
Indonesia tahun 2017 yang terpilih dalam SDKI 2017. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah univariat, bivariat dengan uji chi-square, dan regresi logistik.
Temuan dari studi ini adalah cakupan imunisasi dasar lengkap sebesar 44,3%. Faktorfaktor
yang berhubungan secara statistik dengan imunisasi dasar lengkap adalah
kunjungan ANC (OR=1,74), tempat persalinan (OR=2,43), kepemilikan kartu imunisasi
(OR=1,85), umur ibu (OR=1,73), status pernikahan (OR=1,69), pekerjaan ibu
(OR=1,30), indeks kekayaan (OR=1,27), dan jumlah anak hidup (OR=1,35). Peneliti
menyarankan kepada tenaga kesehatan untuk menguatkan sistem pencatatan riwayat
imunisasi anak dan memberikan edukasi terkait imunisasi melalui layanan maternal
seperti kunjugan ANC dan pascapersalinan.

The strategic plan of the health sector targets the complete basic immunization coverage
indicator to reach 93% by 2019. However, based on the 2017 IDHS, the coverage is still
low, which is 59%, especially in mutidose vaccines such as pentavalent and polio
vaccine. In fact, immunization is considered as one of the a cost-effective public health
intervention because it can prevent some infectious diseases. This study aims to
determine coverage and factors associated with complete basic immunization based on
the 2017 IDHS. This study use a cross-sectional study design and analyzed 3376 sample
of living children aged 12—23 months in Indonesia. The analyses used in this study was
univariate, bivariate with chi-square test, and logistic regression. The findings of this
study is complete basic immunization coverage was 44,3%. Factors associated with
complete basic immunization were ANC visits (OR=1,74), place of birth (OR=2,43),
possession of immunization cards (OR=1,85), maternal age (OR=1,73), marital status
(OR=1,69), wealth index (OR=1,30), maternal occupation status (OR=1,27), and
number of living children (OR=1,35). Researcher suggest to health workers to
strengthen the system of recording children’s immunization history and provide
education related to immunization through maternal services such as ANC and
postpartum visits
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>