Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darrin Ananda Nugraha
"Latar belakang: Tingginya angka kegemukan pada anak di DKI Jakarta dapat menggambarkan angka kebugaran fisik yang rendah pada anak. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan asupan energi yang cukup berpengaruh positif terhadap kekuatan genggaman tangan sebagai indikator kebugaran tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran tubuh pada anak.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran fisik pada anak usia 7-12 tahun di DKI Jakarta pada tahun 2019.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitan potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian SEANUTS II Indonesia. Terdapat 67 sampel yang terpilih secara acak. Kekuatan genggaman tangan yang diukur dengan dinamometer telah terbukti akurat untuk menggambarkan kebugaran tubuh manusia. Aktivitas fisik diukur menggunakan kuisioer PAQ-C, sedangkan asupan energi diukur menggunakan kuesioner asupan 24 jam. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan batas kemaknaan p<0,05.
Hasil: Rata- rata asupan energi adalah 1430,01 ± 539,82 kcal/hari, dan rata-rata skor aktivitas fisik adalah 2,26 ± 0,65. Sedangkan, median kebugaran fisik adalah 10,6 (5-22,7) Kg. Secara statistik tidak ditemukan korelasi yang bermakna, baik antara aktivitas fisik dengan kebugaran fisik (p=0,638 r=-0,07) serta antara asupan energi dengan kebugaran fisik (p=0,572 r=-0,058).
Simpulan: Tidak ditemukan korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran fisik anak usia 7-12 tahun di DKI Jakarta.

Background: The high rate of obesity in children in DKI Jakarta can describe the low level of physical fitness in children. Research shows that adequate physical activity and energy intake have a positive effect on handgrip strength as an indicator of body fitness. This study was conducted to determine the correlation between physical activity and energy intake with physical fitness in children.
Aim: To find out the correlation physical activity and energy intake with physical fitness in children aged 7-12 at Jakarta year 2019.
Methods: This is a cross-sectional study using secondary data from SEANUTS II research in Indonesia. There are 67 samples selected by random sampling. The use of a dynamometer to measure handgrip strength has been shown to accurately describe the level of physical fitness in the human body. Physical activity was measured using the PAQ-C questionnaire, while energy intake was measured using a 24-hour food recall questionnaire. Data were analyzed using Spearman correlation methods with cut- off p-value <0.05.
Results: The average of energy intake and physical activity score is 1430.01 ± 539.82 kcal/day and 2.26 ± 0.65 respectively. Meanwhile, the median physical fitness was 10.6 (5-22.7) Kg. Statistically, there is no significant correlation between physical activity and physical fitness (p=0.638 r=-0.07), and also between energy intake and physical fitness (p=0.572 r=-0.058).
Conclusion: There is no correlation between physical activity and energy intake with the physical fitness of children aged 7-12 years in DKI Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivens Zasanovaria Adhitama
"Latar belakang. Penatalaksanaan komprehensif remaja diabetes melitus tipe-1 (DM tipe-1) meliputi terapi insulin, pengaturan nutrisi, aktivitas fisis, pemantauan gula darah, dan edukasi. Aktivitas fisis memengaruhi tingkat kebugaran fisis, melalui optimalisasi fungsi sistem kardiorespirasi, peningkatan kekuatan dan daya tahan otot, peningkatan sensitivitas insulin, perbaikan kadar hemoglobin A1c (HbA1c), serta peningkatan kualitas hidup remaja DM tipe-1. Hingga saat ini belum tersedia data mengenai hubungan aktivitas dan kebugaran fisis dengan HbA1c pada remaja DM tipe-1 di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui hubungan kebugaran fisis dengan hemoglobin A1c pada remaja DM tipe-1.
Metode Studi potong lintang dilakukan pada 68 remaja DM tipe-1 di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan pengisian kuesioner aktivitas fisis dan uji kebugaran EUROFIT fitness test battery yang dilakukan bersama divisi Kedokteran Olahraga.
Hasil. Sebanyak 55,9% remaja memiliki aktivitas fisis sedang. Persentase kadar lemak optimal didapatkan 73,5% dan massa otot yang baik pada 75% anak. Jenis tes hasil buruk yaitu pada sit and reach test (92,6%), hand dynamometer test (82,3%), standing broad jump (54,4%), bent arm hang test (73,5%), sit-up test (91,2%), dan shuttle run (100%). Jenis tes dengan hasil mayoritas baik yaitu plate tapping test (50%), flamingo balance test (89,6%) dan 6-minute run test (50%). Kadar HbA1c >7% memiliki hubungan dengan standing broad jump buruk (p=0,017). Tingkat aktivitas fisis yang kurang pada remaja DM tipe-1 berhubungan dengan performa uji kebugaran fisis yang kurang, yaitu persentase lemak (p=0,002), massa otot (p=0,002), standing broad jump test (p=0,009), bent arm hang test (p=<0,001), dan 6-minute run test (p=<0,001).
Kesimpulan. Mayoritas remaja DM tipe-1 memiliki aktivitas fisis sedang. Tidak ada hubungan kebugaran fisis dengan HbA1c pada remaja DM tipe-1. Tingkat aktivitas fisis yang kurang pada remaja DM tipe-1 berhubungan dengan performa uji kebugaran fisis yang kurang.

Background. The comprehensive management of adolescents with type-1 diabetes mellitus (type-1 DM) consisted of insulin therapy, nutritional management, physical activity, blood sugar monitoring, and education. Physical activity affects the level of physical fitness, which can optimize the function of the cardiorespiratory function, increase muscle strength and endurance, and insulin sensitivity, reduce hemoglobin A1c (HbA1c), and improve the quality of life. Until recently, data of the activity level and physical fitness profile in adolescents with type-1 DM has not yet available in Indonesia.
Objectives. To evaluate relationship of activity level and physical fitness with hemoglobin A1c in type-1 DM in adolescents.
Methods. This is a cross-sectional study of 68 adolescents with type-1 DM at RSCM. Study subjects were asked to fill the physical activity questionnaire and the EUROFIT fitness test battery. This study is a collaboration with the Sports Medicine Division of University of Indonesia.
Results. Physical activity with moderate results based on the questionnaire is 55.9%. The average HbA1c was 9% (7,5-11.15). The percentage of good fat results obtained was 73,5% and good results of muscle mass were as much as 75%. The majority of results were poor on the sit and reach test (92.6%), hand dynamometer (82.3%), standing broad jump (54.4%), bent arm hangs test (73.5%), sit-ups test (91.2%), and shuttle run (100%). Good results on the flamingo balance test (89.6%) and 6-minute run test (50%), and plate tapping test (50%). HbA1c levels >7% are associated with poor level of standing broad jump (p=0.017). The physical activity were poor in adolescents is associated with poor physical fitness test performance, the percentage of fat (p=0.002), muscle mass (p=0.002), standing broad jump test (p=0.009), bent arm hang test (p=<0.001), and 6-minutes run test (p=<0.001).
Conclusion. Most adolescents with type-1 DM have moderate physical. There is no relationship between physical fitness and HbA1c in type-1 diabetes in adolescents. The physical activity were poor in adolescents is associated with poor physical fitness test performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Mailani
"Kebugaran kardiorespirasi yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kebugaran kardiorespirasi berdasarkan status gizi (IMT), persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, konsumsi sarapan pagi, asupan gizi dan gizi mikro pada siswa SMAN 39 Jakarta sebelum dan sesudah dikontrol berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sebanyak 131 responden dari SMAN 39 Jakarta dari kelas 10 dan 11 dilibatkan dalam penelitian ini. Asupan makanan diukur menggunakan penarikan makanan 1x24 jam, aktivitas fisik menggunakan PAQ-A, status gizi (BMI) diukur menggunakan BIA dan konsumsi sarapan diukur dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61,8% siswa tidak layak. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BMI), persentase lemak tubuh dan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada status kebugaran kardiorespirasi pada siswa SMAN 39 Jakarta. Sementara itu, ada juga perbedaan dalam status kebugaran kardiorespirasi berdasarkan asupan Vitamin B2 pada siswa SMAN 39 Jakarta.

Low cardiorespiratory fitness is associated with an increased risk of cardiovascular disease. This study aims to examine the differences in cardiorespiratory fitness based on nutritional status (BMI), body fat percentage, physical activity, breakfast consumption, nutrient intake and micronutrients in students of SMAN 39 Jakarta before and after being controlled by sex. This study uses a cross sectional design. A total of 131 respondents from SMAN 39 Jakarta from grades 10 and 11 were included in this study. Food intake was measured using 1x24 hour food withdrawal, physical activity using PAQ-A, nutritional status (BMI) was measured using BIA and breakfast consumption was measured by questionnaire. The results showed that 61.8% of students were not eligible. The results of the bivariate analysis showed that there were significant differences between nutritional status (BMI), body fat percentage and physical activity based on sex in cardiorespiratory fitness status in students of SMAN 39 Jakarta. Meanwhile, there were also differences in cardiorespiratory fitness status based on Vitamin B2 intake in Jakarta 39 High School students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Diah Tuntian
"ABSTRAK
Latar belakang. Tingkat aktivitas fisik ringan adalah salah satu penyebab status tidak bugar yang akan berdampak terhadap kinerja dan produktivitas kerja. Perusahaan A merupakan industri vaksin dengan tingkat aktivitas fisik yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status kebugaran jasmani pada pekerja bagian pengemasan.
Metode. Disain penelitian potong lintang dengan analisis regresi logistik. Subyek berasal dari bagian pengemasan. Tingkat aktivitas fisik dinilai dengan Global Physical Activity Questionairre. Sedangkan tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan metode YMCA-3 minute step test.
Hasil. Subyek penelitian adalah 126 pekerja laki-laki bagian pengemasan dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda yang berumur antara 18 ? 40 tahun. Sebanyak 46,8% subyek mempunyai status tidak bugar. Faktor risiko yang berhubungan dengan status tidak bugar adalah umur (p=0,04). Faktor pendidikan, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, kadar lipid dan tingkat aktivitas fisik tidak terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Sedangkan faktor status gizi dan kadar haemoglobin terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Subyek yang berumur 31 ? 40 tahun mempunyai risiko 3,16 kali terhadap status tidak bugar dibandingkan dengan umur 18 ? 30 tahun (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Kesimpulan. Status kebugaran tidak berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.

ABSTRACT
Backround. Low level physical activity can caused unphysical fitness which caused to work and productivity. A company is a vaccine industry with high physical activity in difference. The objective of this study is to determine the related between physical activity level with physical fitness to the workers in packaging division.
Method. Cross sectional study with logistic regression analysis. A subject is from packaging division. Physical activity level is marked by Global Physical Activity Questionairre. While physical fitness activity is measured by using YMCA-3 minute step test method.
Result. The subject of the study is 126 men workers of packaging division with different types of work. The workers age is between 18 ? 40 years old. 46,8% subjects has unphysical fitness. Risk factors that related to low physical fitness was age (p=0,04). Education level, working period, type of work, smoking, lipid level and physical activity were not likely correlated to unphysical fitness. While the factors of nutritional status and hemoglobin levels increase the risk proved unphysical fitness. Subjects were aged 31- 40 years have 3,16 times the risk of unphysical fitness compared with age 18-30 years (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Conclusion. Physical fitness is not related to physical activity level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Setyaningrum
"Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan program pemerintah sebagai salah satu upaya mengurangi faktor risiko penyakit tidak menular yang makin meningkat. Program ini dilakukan dengan upaya peningkatan perilaku hidup sehat, diantaranya peningkatan aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas fisik diharapkan dapat mempengaruhi keseimbangan energi dan diharapkan dapat mengurangi faktor risiko kardiometabolik. Aktivitas fisik yang dilakukan sesuai kaidah kesehatan akan memberikan adaptasi metabolik, neuromuskuler dan kardiorespirasi yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran yang baik merupakan faktor protektif terhadap risiko kardiometabolik dan penyakit tidak menular. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran aktivitas fisik, kebugaran, dan faktor risiko kardiometabolik dan hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran jasmani dan faktor risiko kardiometabolik di instansi pemerintah pada era GERMAS.
Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Aktivitas fisik dinilai dengan PAL Physical Activity Level, waktu sedentary. Penilaian kebugaran jasmani meliputi komposisi tubuh, kelenturan, kekuatan otot dan daya tahan jantung paru. Faktor risiko kardiometabolik meliputi: tekanan darah, kadar kolesterol total, kadar gula darah sewaktu, dan HbA1C. Subjek penelitian adalah ASN di instansi X sebanyak 89 orang.
Hasil: Diperoleh data 23,6% subjek dengan tingkat aktivitas fisik ringan, rerata waktu sedentary 10,5 jam dan 95,5% subjek memiliki waktu sedentary ≥ 7 jam. 56,2% subjek obesitas, 87,6% fleksibilitas baik, 58,2% kekuatan otot kurang, serta 68,5% subjek memiliki daya tahan jantung paru kategori baik dan cukup. Prevalensi hipertensi 20,2%, hiperkolesterolemia 37,1%, pre diabetes 6,7% dan diabetes mellitus 1,1%. Didapati hubungan antara aktivitas fisik dengan IMT dan faktor risiko kardiometabolik.
Kesimpulan Terdapat kecenderungan subjek dengan faktor risiko kardiometabolik, berat badan berlebih dan obesitas memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih baik.

Community Healthy Life Movemement or Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) is a government program to reduce risk factors of non-communicable diseases. This program is purposed to improve healthy living behaviors, including increased physical activity. The increasing of physical activity is expected to affect balance energy and to reduce cardiometabolic risk factors. Physical activity according to health principles will enhance metabolic, neuromuscular and cardiorespiratory adaptations that can improve physical fitness. Good level of fitness is a protective factor against cardiometabolic risk and non-communicable diseases. The purpose of this study is the description of physical activity, physical fitness, cardiometabolic risk factors and the relationship between physical activity and physical fitness and cardiometabolic risk factors in one of a Ministry in the GERMAS era.
Method: Cross-sectional study using primary data. Physical activity was assessed by the PAL Physical Activity Level, sedentary time. The assessment of physical fitness includes body composition, flexibility, muscle strength and cardiorespiratory fitness. Cardiometabolic risk factors include: blood pressure, total cholesterol levels, blood sugar levels, and HbA1C. The subjects of this research were worker in Ministry X approximately 89 people.
Results: 23.6% of subjects with mild physical activity, the mean sedentary time about 10.5 hours and 95.5% of subjects had a sedentary time of jam 7 hours. 56.2% of subjects were obese, 87.6% had good flexibility, 58.2% lacked muscle strength, and 68.5% of subjects had good and sufficient pulmonary heart endurance. The prevalence of hypertension is 20.2%, hypercholesterolemia 37.1%, pre-diabetes 6.7% and diabetes mellitus 1.1%. There was an association between physical activity and BMI and cardiometabolic risk factors.
Conclusion There is a tendency for subjects with cardiometabolic risk factors, overweight and obesity to have a better level of physical activity"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Ummu Rahmatillah
"Kebugaran jasmani dan prestasi akadami dapat dipengaruhi oleh status gizi. Status gizi anak usia sekolah saat ini masih memprihatinkan baik di dunia maupun di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kebugaran jasmani dan prestasi akademik. Penelitian ini dilakukan pada anak usia sekolah di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglan. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 137 siswa sekolah dasar yang berada di kelas 4,5 dan 6. Responden diambil secara acak sederhana.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas anak memiliki status gizi normal 78,8 dengan sebagian besar anak memiliki status kebugaran yang tidak bugar yaitu 86,9 dan didaptkan juga anak yang memiliki prestasi kurang sebesar 46. Penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan anatara status gizi dengan kebugaran jasmani p value = 0,787, a = 0,05 namun ada hubungan yang signikan antara status gizi dengan prestasi akademik anak p value =0,031, a = 0,05. Oleh karena itu, pihak sekolah dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai gizi seimbang pada siswa.

Physical fitness and academic achievement can be affected by the child 39 s nutritional status. The nutritional status of children today is still very concerning both the world and Indonesia. This study aims to determine the relationship of nutritional status with physical fitness and academic achievement. This study was conducted on school age children in Banjar, Pandeglang. The number of respondents in this study were 137 elementary school students who were in grades 4,5 and 6. Respondents were taken at random simple.
The results of this study indicate that the majority of children have normal nutritional status 78.8 with most children having unhealthy fitness status of 86.9 and also children who have less achievement of 46. The study showed that there was no significant correlation between nutritional status and physical fitness p value 0,787, a 0,05 but there was a significant correlation between nutritional status and children 39s academic achievement p value 0,031, a 0,05. Therefore, the school needs to provide health education for students about balanced nutrition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy OI Santoso
"Pendahuluan : Obesitas merupakan suatu keadaan yang dapat mencetuskan berbagai penyakit kronik pada anak di masa depan. Indonesia mencatatkan angka obesitas pada anak usia sekolah sebanyak 8,8% dan tertinggi adalah di DKI Jakarta dengan angka obesitas sebanyak 14%. Tingginya angka ini diperkirakan karena tingginya perilaku sedentary pada anak. Perilaku sedentary ini dapat dipengaruhi oleh buruknya pengetahuan dan perilaku anak dalam aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan atara pengetahuan dan perilaku anak usia 10-12 tahun mengenai aktivitas fisik terhadap kesehatan yang dinilai dengan status gizi dan kebugaran pada anak.
Metode : metode yang digunakan adalah cross-sectional dengan pengkajian analitik. Data pengetahuan diperoleh dengan kuesioner yang telah divalidasi dengan realibilitas sedang (Alpha's cronbach=0,57) sedangkan data perilaku dengan kuesioner PAC-Q yang telah dimodifikasi dan divalidasi dengan nilai realibilitas tinggi (Alpha's cronbach=0.71). Status kebugaran dinilai dengan BMI dan status kebugaran dinilai denga menghitung VO2 maksimum dari PACER test.
Hasil : Hasil penelitian adalah 22,2% tergolong obesitas, 63% memiliki pengetahuan yang buruk mengenai aktivitas fisik, 63% tergolong memiliki perilaku sedentary, dan 59,3% tergolong tidak bugar. Dari uji hipotesis, diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna (p<0.05) antara perilaku aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,022) dan status kebugaran (p=0,001) namun tidak terdapat hubungan (p>0,05) antara pengetahuan dengan status gizi (p=0,5) dan kebugaran (p=0,932).
Diskusi : tidak berpengaruhnya pengetahuan anak terhadap status gizi dan kebugaran dapat disebabkan karena adanya pengaruh lingkungan yang memungkinkan anak memiliki aktivitas fisik yang lebih baik meskipun pengetahuannya buruk. Perilaku yang berhubugnan dengan status gizi dan kebugaran mengindikasikan diperlukan perbaikan perilaku aktivitas fisik pada anak sekolah.

Introduction : Obesity is a condition that can trigger many chronic diseases in children in the future. Indonesia recorded a prevalence of childhood obesity as much as 8.8% and the highest number is Jakarta with rates of obesity is 14%. This high number is expected because of the sedentary behavior in children. This behavior can be affected by poor knowledge and behavior among children in physical activity. This study aims to determine the relationship between knowledge and behavior of children aged 10-12 years old about physical activity with fitness and nutritional status.
Methods: This study was cross-sectional. Knowledge data obtained by a validated questionnaire with moderate reliability, while behavioral data with PAC-Q questionnaire that has been modified and validated with a high value of reliability. Fitness status was assessed by BMI and fitness status assessed by the maximum VO2 from PACER test.
Results: This study showed that 22.2% of children classified as obese, 63% had poor knowledge, 63% classified as sedentary behavior, and 59.3% classified as unfit. From the hypothesis test, it is known that there was a significant relationship (p <0.05) between behavior with nutritional and fitness status but there was no correlation (p> 0.05) between knowledge with the nutritional and fitness status.
Discussion: the non-significant relationship between knowledge of physical activity with nutritional status and fitness may be due to the influence of the environment that allows children to have a better physical activity despite bad knowledge. The significant relationship between behavior with fitness and nutritional status indicates a required improvement of physical activity behavior in school-aged children
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lola Annisya
"Kebugaran merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa merasakan kelelahan yang berlebihan. Kebugaran dapat dinilai dari Nilai VO2max yaitu tingkat maksimum dimana oksigen dapat dimanfaatkan oleh tubuh selama aktivitas maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan nilai VO2max (kebugaran) yang diukur menggunakan Queen’s College Step Test. Desain studi penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan pada 156 siswa laki-laki kelas X, XI, dan XII di SMAN 7 Mataram. Variabel dependen dari penelitian ini yaitu nilai VO2max dan variabel independen terdiri dari status gizi (IMT), aktivitas fisik, frekuensi asupan gizi makro, konsumsi sumber kafein, kualitas tidur, tingkat stress, perilaku merokok, dan COVID-19. Status kebugaran didapatkan melalui klasifikasi nilai VO2max yang selanjutnya dibagi menjadi kategori tidak bugar dan bugar, status gizi diukur menggunakan antropometri, aktivitas fisik diukur menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), frekuensi asupan gizi makro diukur menggunakan Food Frequenty Questionnaire (FFQ), konsumsi sumber kafein diukur menggunakan kuesioner, kualitas tidur diukur menggunakan Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI), tingkat stres diukur menggunakan Perceived Stress Scale (PSS), dan perilaku merokok serta COVID-19 diukur menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 34,6% siswa yang tidak bugar. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kebugaran berdasarkan nilai VO2max dengan IMT (p-value = 0,012), dan perilaku merokok (p-value = 0,037). Peneliti menyarankan agar siswa tetap mempertahankan kebugaran dengan meningkatkan aktivitas fisik terutama untuk menjaga kesehatan selama pandemi.

Physical fitness is a person's ability to carry out daily physical activities without feeling fatigue. Physical fitness can be assessed from the VO2max value, which is the maximum level of oxygen can be utilized by the body during maximum activity. The purpose of this study was to determine several factors related to the value of VO2max (fitness) which was measured using the Queen’s College Step Test. The study design of this research was cross sectional which was conducted on 156 male students in grades X, XI, and XII of SMAN 7 Mataram. The dependent variable of this study is VO2max value and the independent variables consist of nutritional status (BMI), physical activity, frequency of macronutrient intake, caffeine source consumption, sleep quality, stress level, smoking behavior, and COVID-19. The status was obtained through the classification of VO2max values which were further categorized into unfit and fit categories, nutritional status measured using anthropometry, physical activity measured using the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), frequency of macronutrient intake measured using the Food Frequency Questionnaire (FFQ), caffeine source consumption. measured using a questionnaire, sleep quality using the Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI), stress levels measured using the Perceived Stress Scale (PSS), and smoking and COVID-19 behavior measured using a questionnaire. The results showed that there were 34.6% of students who were not fit. The results of the analysis showed that there was a significant relationship between fitness based on VO2max value and BMI (p-value = 0.012), and smoking behavior (p-value = 0.037). Researchers suggest that they maintain fitness by increasing physical activity, especially to maintain health during the pandemic."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fani Widiartha
"Kebugaran kardiorespiratori terbukti memiliki hubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Berbagai penelitian di dunia menemukan bahwa tingkat kebugaran pada anak masih berada pada level rendah. Nilai VO2max sebagai indikator kebugaran kardiorespiratori seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan status gizi, aktivitas fisik dan asupan gizi dengan nilai VO2max. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di Jakarta terhadap 131 responden terdiri atas 54 laki-laki dan 77 perempuan berusia 11 - 14 tahun. Nilai VO2max diukur dengan menggunakan metode pengukuran 20 meter shuttle run test, status gizi diperoleh dari nilai IMT/U dan persen lemak tubuh, aktivitas fisik diukur dengan menggunakan modifikasi PAQ-C, dan asupan gizi diperoleh dengan pengisian kuesioner food records 2 x 24 jam. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa rata-rata nilai VO2max laki-laki (43,94 ml/kg/menit) lebih tinggi daripada nilai VO2max perempuan (38,38 ml/kg/menit). Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi menurut IMT/U, persen lemak tubuh, aktivitas fisik, asupan zat besi, dan kalsium dengan nilai VO2max. Status gizi normal, aktivitas fisik secara teratur, dan asupan zat besi dan kalsium yang cukup diperlukan untuk memiliki kebugaran kardiorespiratori yang baik.

Cardiorespiratory fitness evidently had a relationship with cardiovascular disease. Various research in the world found that most children had a low fitness level. Cardiorespiratory fitness (VO2max) infected by several factors. This study aimed to determine the relationship of nutrition, physical activity and nutritional intake with VO2max. This research was a quantitative research using crosssectional research design. The study was conducted in Jakarta on 131 respondents consisted of 54 men and 77 women aged 11-14 years. VO2max values measured using the method of measuring 20 meters shuttle run test, nutritional status was obtained from the value of BAZ and percent body fat, physical activity was measured using a modified PAQ-C, and nutrient intake obtained by filling food records 2 x 24 hours questionnaire. The unvaried test results showed that the average VO2max of men (43.94 ml/kg/min) was higher than the value of VO2max women (38.38 ml/kg/min). The results of bivariate test used correlation test showed that there was a relationship between nutritional status according to BAZ, percent body fat, physical activity, intake of iron, and calcium with VO2max. Normal nutritional status, moderate physical activity, and adequate intake of iron and calcium are required for having a good cardio respiratory fitness."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hahn, Fredrick
"All parents want their children to be healthy, fit, and more active, but there is a pervasive myth that keeps many kids from reaching their full potential. A popular miscon cep - tion is that young athletes shouldn't engage in strength train ing because it is harmful. However, current research, including a recent study from the Mayo Clinic, indicates that nothing could be further from the truth. Strength training is the single most effective exercise method for reversing adolescent obesity and can dramatically alter and improve a child's body composition. With his blockbuster book The Slow Burn(t) Fitness Revolution, renowned personal trainer Fredrick Hahn revealed the secret to strengthening muscles, enhancing flexibility, burning fat and improving performance in just 30 minutes a week. Now, in Strong Kids, Healthy Kids, he shows parents, caregivers, teachers, and doctors how his fitness program can change the lives of children and teens everywhere, no matter what their athletic ability. Whether a child is inactive or a competitive athlete looking to take his performance to the next level, he can become much stronger and fitter. As the founder of the Mighty Tykes and Teens(t) program, Hahn is an expert on child fitness. With this proven program, all children can build their selfesteem, improve their performance, and lead healthier lives.
"
New York: American Management Association;, 2009
e20447895
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>