Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adil Rahmat Yulian
"Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas barang yang memiliki cacat tersembunyi berkaitan dengan kasus pada putusan Mahkamah Agung No.848 K/Pdt/2016 dan putusan Mahkamah Agung No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. Bentuk penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum normative dengan Metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur secara khusus mengenai cacat tersembunyi serta membedakan antara cacat tersembunyi yang diketahui penjual dan cacat yang tidak diketahui penjual, sedangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak membedakan hal itu melainkan atas semua produk cacat pelaku usaha wajib bertanggungjawab. Menurut KUH Perdata Pengecualian tanggung jawab untuk cacat tersembunyi dimungkinkan sepanjang telah diperjanjikan sebelumnya namun menurut UUPK hal ini tidak diperbolehkan. Dalam kasus I terdapat beberapa poin dalam putusan yang tidak sesuai menurut KUH-Perdata dan/atau UUPK, sedangkan pada kasus II Putusan telah sesuai, dari hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada setiap orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian untuk menghargai apa yang telah diperjanjikan; jika konsumen mendapatkan produk yang dimilikinya terdapat cacat tersembunyi sehingga merasa dirugikan maka tetaplah mempertahankan hak-haknya salah satunya dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

The focus of this study is the liability of business actors for products containing hidden defects related to the case of the Supreme Court's decision No. 848 K/Pdt/2016 and the Supreme Court's decision No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. The form of study in this thesis is normative legal with qualitative methods. Based on the results of the study, it can be concluded that Indonesia Civil Code specifically regulates hidden defects and distinguishes between hidden defects known to the seller and defects unknown to the seller, while the Consumer Protection Law does not distinguish this, but for all defective products of business actors must be responsible. According to the Civil Code, the exception of liability for hidden defects is possible as long as it has been previously agreed, but according to the consumer protection act, this is not allowed. In the first case, there are several points in the decision that is not in accordance with the Civil Code and/or the consumer protection law, while in the second case the decision is appropriate, from the results of this study the author suggests to everyone who binds themselves in the agreement. to honor what has been promised; if the consumer gets a product that has a hidden defect so that he feels aggrieved, then he must continue to defend his rights, one of which is by filing a lawsuit to the Court or through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Citra Asih Yunarti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas perlindungan terhadap konsumen atas cacat tersembunyi
dalam kasus antara PT Maxindo Internasional Nusantara Indah (MINI) dan
Sulistia Ratih (Konsumen). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa UUPK mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha atas produk cacat
sehingga tidak dibedakan antara cacat tersembunyi dan cacat tidak tersembunyi.
Sedangkan pada KUH Perdata, terhadap cacat tersembunyi dimungkinkan
pengecualian sepanjang diperjanjikan. Namun hal ini tetap tidak boleh sama
sekali berdasarkan UUPK. Bahwa adanya tawaran perbaikan dari Pelaku Usaha,
maka secara implisit Pelaku Usaha telah mengakui adanya cacat tersembunyi pada
Mobil Mini Cooper. Konsumen memilih mengembalikan barang dan menuntut
pengembalian harga karena tawaran perbaikan saja tidak cukup. Putusan pada
kasus ini sudah tepat karena cacat tersembunyi telah terbukti. Bentuk tanggung
jawab Pelaku Usaha yang ditetapkan juga sudah tepat karena UUPK tidak
memberikan batasan jumlah kerugian yang dipersengketakan.

ABSTRACT
This thesis discusses about the consumer protection of hidden defect by the seller
on case between PT MINI and Sulistia Ratih. Based on the research results, it can
be concluded that Law No. 8 Year 1999 regulated about seller’s remedies of
defected product whether its contained hidden defect or not. But, based on
Indonesian Civil Code there is possibility for the seller to be released from
remedies of hidden defect as long as there is no promised. But, this is still can’t be
done according to UUPK. Since there was service offered from the Seller, the
Seller implied the hidden defect of Mini Cooper’s car as a dispute object. Sulistia
Ratih (Consumer) choose to return the car and entitled to receive back the money
which has been paid because the service offered by the Seller was not enough.
The Judge’ Decision was correct because the hidden defect has been proved. The
remedies which has been stipulated by the Decision was also correct. It’s because
Law No. 8 Year 1999 has not regulated the border of the amount of remedies
which is conflicted."
2015
S58489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Bachtiar
"Di dalam transaksi bisnis, produsen biasanya adalah pihak yang lebih kuat dimana konsumen adalah pihak yang lebih lemah. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa produsen memiliki pengetahuan dan kekuasaan lebih banyak atas produk yang diproduksinya dibandingkan konsumen. Atas dasar fakta tersebut, konsumen memerlukan perlindungan yang memadai. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa produsen harus bertanggungjawab atas segala kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari mengkonsumsi produk yang telah dibelinya dari produsen. Tanggung jawab itu dinamakan tanggung jawab produk (product liability).
Thesis ini menyoroti perihal klausula baku yang biasanya digunakan oleh produsen yang merupakan badan hukum, khususnya perseroan terbatas dalam menjual produk-produknya. Secara spesifik, analisis terhadap permasalahan ini berhubungan dengan tanggung jawab produk dari perusahaan produsen tersebut, dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham dan direksi, dan penggunaan klausula baku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
Bahanbahan untuk penelitian ini dikumpulkan melalui sumber kepustakaan, menggunakan metodologi penelitian hukum dengan tujuan menemukan hukum objektif pada awalnya, untuk kemudian diikuti dengan menemukan hukum subjektif dalam prosesnya. Hukum subjektif ini akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan hukum normatif. Sebagai tambahan, penelitian ini juga menggunakan analisis kualitatif karena tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk menguji kualitas dari substansi hukum normatif.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab produk dari produsen?perseroan terbatas memiliki sifat terbatas sehingga konsumen harus cerdik dalam menjamin ganti kerugian yang bisa diperolehnya dari semua kerugian yang dideritanya sebagai akibat mengkonsumsi produk yang telah dibelinya dari produsen. Juga dapat disimpulkan bahwa peraturan-peraturan tentang klausula baku di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 masih perlu diperiksa dan ditinjau ulang, khususnya, yang berkaitan dengan prinsip misbruik van omstandigheden, dan korelasi antara pencantuman klausula baku tersebut dengan syaratsyarat sahnya perjanjian. Juga diperlukan pengamatan lebih jelas akan beberapa kondisi dalam pertanggungjawaban direksi perseroan terbatas, dalam artian kajian ulang akan seberapa kuat perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap hartanya mempengaruhi tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga dan tanggung jawabnya sebagai direksi terhadap status perlindungan harta pemegang saham yang terbatas.

In a business transaction, the producer is normally the stronger party while the consumer is the weaker one. This is due to the fact that the producer has more knowledge and power over his products compared to the consumer. For this reason, the consumer needs protection. Law Number 8 Year 1999 concerning Consumer Protection provides that a producer shall be liable to any damages suffered by a consumer as the result of consuming the product he has bought from the producer. That liability is called product liability. And the focus of this thesis is on the product liability of standard clauses by legal entity producer, particularly limited liability company in regards to its board of directors as a representative party.
This thesis focuses on the standard clauses which are normally used by a limited liability company producer in selling its products. Specifically, the analysis relates to the product liability of such company producer, the extent of such liability vis-à-vis the limited liability of its shareholders and board of directors, and the use of standard clauses as provided in Law Number 8 Year 1999.
Materials for this study are collected by means of literature technique, using normative law research methodology for purposes of finding the objective law first, and then, from the relevant legal issues found in that process, finding the subjective law. This subjective law is subsequently analyzed by using legal science approaches, namely statute approach and principle approach. In addition, a qualitative analysis is also made because the target of this study is to test the quality of the legal norm substance.
The study reveals that the product liability is absorbed by the liability of the company which is limited in nature to the effect that the consumer needs to be smart enough to ensure that he would get the indemnity for any damages he has suffered from the product. It can also be concluded that the provisions on standard clauses in Law Number 8 Year 1999 need to be reviewed and revised, particularly, regarding misbruik van omstandigheden and the effect of the use of such standard clauses on the conditions for validity of a contract. As to the liability of the board of directors, it also needs to be reviewed in order to know how effective the legal protection granted to it by Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Company affects its liability to third parties and the limited liability of the shareholders of the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29239
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Astrid Margareth
"PT PLN (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang ketenagalistrikan. Dalam menjalin hubungannya dengan konsumen, PLN haruslah tunduk pada hukum yang ada. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Ketenagalistrikan telah memberikan perlindungan kepada konsumen tenaga listrik yang salah satunya dalam hal pencantuman klausula baku yang dibuat oleh Pelaku Usaha. Namun, sangat disayangkan klausula baku yang ada dalam Pernyataan Kontrak Penyambungan dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik masih terdapat klausula eksonerasi dan klausula inkorporasi yang merupakan klausula baku yang dilarang menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen. Untuk itu diperlukan peran Pemerintah untuk melakukan kontrol atas klausula baku agar kepentingan konsumen tidak dirugikan.

PT PLN (Persero) is a state owned company that runs electricity business. In a relationship with consumer, PLN must obey the existing law. Civil Code, Law concerning Consumer Protection, and Law concerning Electricity have given protection for electricity consumer, one of which in terms of inclusion of standard form clause that Seller made. However, it is unfortunate that standard form clause in Statement of Contract Connection and Electricity Power Purchase Agreement found exemption clause and incorporation clause that are forbidden clauses according to Law concerning Consumer Protection. For that required the role of government to control standard form clause so the interest of consumers not harmed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdiani
"Klausula baku merupakan hal yang lazim digunakan dalam dunia usaha, biasanya klausula baku dibuat secara sepihak dan telah ditentukan terlebih dahulu oleh pelaku usaha sehingga konsumen yang ingin memanfaatkan barang atau jasa tersebut hanya memiliki pilihan menyetujui atau tidak menyetujui hal yang termuat dalam klausula tersebut atau dalam istilah disebut take it or leave it, penggunaan klasula baku dibutuhkan dalam dunia bisnis karena bentuk transaksi seperti ini dinilai mempermudah dalam praktik perdagangan, sewa menyewa, asuransi, jasa sektor keuangan dan berbagai bentuk hubungan hukum lainnya. Namun kemudahan transaksi menggunakan klausula baku sering merugikan konsumen, seperti klausula tambahan yang menyatakan bahwa konsumen harus setuju atau tunduk pada perubahan yang akan ada dikemudian hari, perubahan tersebut tidak diketahui perihalnya bahkan dalam beberapa kasus seringnya perubahan tersebut tidak diberitahukan kepada konsumen, oleh karenanya konsumen merasa dirugikan. Undang-undang perlindungan konsumen menyatakan aturan tambahan dalam klausula baku tersebut merupakan klausula yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 huruf (g), pelaku usaha yang memuat ketentuan mengenai klausula tambahan dalam perjanjian baku tersebut dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18 ayat (3) artinya perjanjian tersebut tidak mengikat. Selain itu klausula tambahan tersebut merupakan pelanggaran penerapan asas itikad dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalam penelitian ini diuraikan mengenai kasus dan putusan yang memuat klausula tambahan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan analisis pendekatan undang-undang atau statute approach. Hasil penelitian ini yakni klausula tambahan tersebut merupakan hal yang dilarang oleh undang-undang perlindungan konsumen dan dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen namun hal ini masih kurang melindungi konsumen karena putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak dapat dilaksanakan dan beberapa putusan dibatalkan oleh pengadilan, alternatif lainnya konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

Standard contract is a common practice in business, it is a practice where the contract is made unilaterally by the business actors so that the consumers would not have a choice but to agree with the contract, or it is commonly known with term "take it or leave it". The use of standard clause is important in the business since it is considered to make trade and transaction easier, as well as leasing, insurance, and financial sector services. However, standard clause often harms consumers, such as an additional clauses where the consumers must agree and submit to changes that will occur in the future. In some cases, such changes are not notified to consumers, therefore it inflicts a financial loss to consumers. According to the Consumer Protection Act of Indonesia, the additional rules in the standard clause are prohibited in article 18 (1) (g), business actors that contain provisions regarding additional clauses in the standard clause are declared null and void as contained in Article 18 (3) which means that the agreement is not binding. In addition, the additional clause is also a violation of the application of the Good Faith principle and it is a tort.
In this research described the cases and decisions that contain these additional clauses. This research was conducted by literature study with statute approach analysis. By this research, author draws a conclusion that additional clause is something that is prohibited by Consumer Protection Art of Indonesia and declared null and void as regulated in Article 18, and consumers who feel aggrieved can file a lawsuit to the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). However, in practice the decision issued by the BPSK can not be implemented and several decisions are canceled by the District Court. The alternative customers can take is to submit a lawsuit to the District Court with a lawsuit against the law or tort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufaldi Tri Pambudi
"[ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk Mengetahui pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen dalam kaitannya untuk menyeimbangkan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen atas itikad baik dan sikap jujur pelaku usaha dalam menjalankan tanggung jawab usahanya, mengetahui bagaimana bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha yang dapat dilaksanakan kepada konsumen yang mengalami kerugian terhadap produk yang memiliki cacat tersembunyi dan mencari solusi terhadap bentuk tanggung jawab pelaku usaha yang seharusnya dalam penegakan asas keseimbangan pelaku usaha dan konsumen dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung yang telah keluar dan berkekuatan hukum tetap. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan penggunaan data-data sekunder, antara lain peraturan perundang-undangan dan buku-buku. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan BPSK tersebut terdapat berbagai ketidak cermatan dalam pengambilan putusannya dimana banyak hak-hak pelaku usaha yang disimpangi.

ABSTRACT
, This Mini Thesis aims for understanding the implementation of Consumer Protection Law in relation with Balancing the position of Entrepreneur and Consumer on principle of good faith and the honesty to do its liability, to know how the form of entrepreneur liability on the consumer loss which caused by product that has a hidden defect and to find the best solution on entrepreneur liability to enforce the principle of balanced position in associated with Supreme Court which has come out and legally binding. Research method has been used for this mini-thesis is normative juridicial by using primary data which is informant interview and secondary data, such as legislations and books. The conclusion based on the research that the Supreme Court verdict which reinforce the BPSK verdict has lack of thorough in the decision making which result of many entrepreneur right ignored. On this matter should the entrepreneur and consumer aware against the right and duty which has been asigned by the agreement beetween them and the law.
]
"
2015
S58315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Theresia Rimta Wahyuni
"[ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum yang diberikan bagi masyarakat yang dirugikan dalam kasus penyuntikan isi tabung LPG yang dilakukan oleh pelaku usaha. Kedudukan masyarakat ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pembahasan ini merupakan hal penting karena LPG merupakan kebutuhan bagi masyarakat. Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pengguna gas LPG dapat menuntut perlindungan hukum apabila terjadi kecelakaan akibat penyuntikan LPG dan diberikan sanksi administrasi ataupun sanksi pidana kepada pelaku usaha. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum deskriptif yaitu penelitian terhadap aturan-aturan dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Hasil dari penelitian ini bahwa masyarakatberhak atas ganti rugi dalam hal adanya penyuntikan tabung gas LPG oleh pelaku usaha.

ABSTRACT
, This thesis discusses the legal protection given to people who are disadvantaged in the fraud case of LPG’s injection committed by business actor in terms of Law on Consumer Protection. This topic is important because nowadays LPG become important in society. With the Law on Consumer Protection, LPG users can demand legal protection in case of an accident and was given administrative penalties or criminal sanctions to businesses. The research in this paper uses the method of descriptive legal research is a study of the rules by using a literature study and interviews. The results of this study is that the community needs to get compensation in the presence of LPG’s injection.
]
"
2015
S57854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Intan Dianita
"Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box PT Bank Internasional Indonesia Tbk. merupakan perjanjian yang mengatur mengenai jasa penyewaan kotak dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang atau surat berharga untuk jangka waktu tertentu di bank. Barang yang dapat disimpan berupa efek-efek, dokumendokumen, surat-surat berharga, perhiasan, logam mulia, dan barang berharga lainnya. Tujuan disediakannya Safe Deposit Box adalah menghindari musnahnya dokumen atau barang berharga dari bahaya kebakaran dan menghindari hilangnya perhiasan atau barang berharga lainnya dari bahaya kecurian atau perampokan. Akan tetapi pada kenyataannya, resiko atas hilang, musnah, susut atau berubah wujudnya barang-banrang yang disimpan dalam Safe Deposit Box ditanggung oleh nasabah. Apabila dilihat dari perbandingan karakteristik antara perjanjian sewa menyewa dengan penitipan barang, maka yang lebih tepat untuk dipergunakan adalah perjanjian penitipan barang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang berupa penelitian bahan pustaka, dan data yang dipergunakan adalah data sekunder. Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada dasarnya telah memenuhi ketentuan di dalam KUH Perdata. Akan tetapi dalam prakteknya, pihak bank mempergunakan klausula eksonerasi agar terlepas dari tanggung jawab jika terjadi resiko sehingga tidak sesuai dengan pengaturan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu sebaiknya dalam membuat perjanjian, bank mencantumkan klausul-klausul yang tegas agar mudah dipahami konsumen dan memperhatikan kedudukan kedua belah pihak.

The lease agreement of PT Bank Internasional Indonesia Tbk.'s Safe Deposit Box regulates lease service of a particular-sized box to store goods or valuable documents for a certain period of time in the bank. Stored items can be in form of effects, documents, marketable securities, jewelry, gold, and other valuables. The purposes of Safe Deposit Box are to avoid the disappearance of documents or valuables caused by fire and to avoid jewelry or other valuables from being stolen or robbed. However, in reality, the valuables risks for any disappearance, destroyed, shrunk, or changed of shape become the customer's burden. Comparing the lease agreement than the custodian characteristic, it is easily seen that the custodian agreement is more suitable.
This is the normative research based on divining manual with secondary data. The lease agreement of Safe Deposit Box itself has completed all the basic rules in Indonesian Civil Law while in the actual case the bank used exclusion clause to be free from all the responsibilities if risk happened that is contrary with Law No. 8 Year 1999 on consumer protection. It is recommended for the agreement that Bank makes the precise clauses to be easily understood by consumer and concern each parties involved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21519
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Perpetua Graciana Kanta
"Skripsi ini membahas mengenai hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi immateriil. Permasalahan yang diteliti dan dibahas dalam skripsi ini adalah ketentuan Pasal 19 UUPK mengenai tanggung jawab pelaku usaha apakah mencakup bentuk ganti rugi immateriil bagi konsumen atau tidak dan mekanisme agar konsumen dapat mengajukan ganti kerugian immateriil. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, Undang-Undang, Putusan BPSK dan Pengadilan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan Pasal 19 UUPK mengakui semua kerugian termasuk kerugian immateriil merupakan hak konsumen. Pasal 19 mengatur pula kerugian immateriil yakni dalam bentuk santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Santunan dalam hal ini termasuk kerugian immateriil karena merupakan tanggung jawab moril pelaku usaha yang bukan merupakan kerugian nyata tetapi jumlahnya diatur oleh peraturan perundang-undangan. Konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui BPSK atau Peradilan namun kerugian immateriil tidak dapat dikabulkan oleh BPSK karena BPSK hanya mengabulkan kerugian materiil saja dan tujuan utama pembentukan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen secara singkat, sederhana dan murah. Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlu merubah UUPK dengan menambahkan ketentuan bahwa pengajuan tuntutan kerugian immateriil kepada Pengadilan Negeri. Konsumen yang ingin mendapatkan ganti kerugian immateriil lebih tepat mengajukan gugatan melalui Peradilan agar BPSK tetap melaksanakan tugas penyelesaian sengketa secara cepat, singkat, dan murah.

This study focuses on the consumer's right for granting immaterial loss compensation. The research discusses about whether Article 19 of Consumer Protection Law CPL regulates immaterial loss compensation as well as the mechanism to file a claim for immaterial loss compensation. The method used in this study is juridical normative study by using secondary data, primary legal material, secondary and tertiary such as, CPL, verdict of BPSK and court decisions. The research finds that Article 19 of CPL recognizes all types of consumer's loss including immaterial loss. Article 19 of CPL regulates immaterial loss in the form of sympathetic care santunan in accordance with the regulations. Sympathetic care in this case belongs to immaterial loss as it is a moral responsibility of the business actors which is not a real loss yet the amount of the loss is regulated by the laws. The consumer is able to file claims for his her compensation through BPSK as the alternatives dispute resolution or court. However, BPSK is not able to grant the consumer's immaterial loss since BPSK only grants the consumer's material loss. That is because primarily BPSK is established to dispute resolution in a quick, simple, and low cost way. Furthermore, this study recommends the revision of CPL by putting stipulation to file the claim for immaterial loss compensation to the Court. That stipulation is a guarantee to the consumer's right of protection for immaterial loss. Any consumer who wants to file claim for immaterial loss compensation may go through the Court. Therefore, BPSK as an institution still runs its function to dispute resolution in a quick, simple, and low cost mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>