Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Priyo Anggoro
"Pandemi Covid-19 menyebabkan terhambatnya pasien Program Rujuk Balik (PRB)
untuk melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan. Salah satu solusi pelayanan kesehatan
untuk pasien PRB dalam situasi pandemi Covid-19 adalah dengan mengadopsi layanan
telemedicine. Namun, sebagian besar peserta PRB merupakan pasien berusia lanjut dan
tidak terlalu mahir dalam menggunakan perangkat elektronik. Sehingga, apakah
memungkinkan layanan telemedicine dapat dikembangkan untuk pasien PRB? Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memetakan permasalahan dan kebutuhan pengembangan
telemedicine bagi peserta PRB dan menyusun prototype telemedicine untuk peserta PRB.
Metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berupa telaah regulasi dan wawancara
mendalam. Penelitian ini menunjukkan bahwa telemedicine untuk pasien PRB dapat
dikembangkan untuk menghindari penularan Covid-19 pada pasien kronis yang berisiko
tinggi dan pelayanan telemedicine berpotensi untuk dapat terus dimanfaatkan setelah
pandemi berakhir karena penggunaan telemedicine akan sangat membantu bagi pasien yang
jauh dari fasilitas kesehatan atau pasien yang memiliki keterbatasan waktu untuk mengakses
fasilitas kesehatan. Permasalahan utama dalam pengembangan layanan telemedicine pasien
PRB yang dirasakan oleh user adalah pelaksanaan pemeriksaan fisik dan penunjang serta
memastikan hasil pemeriksaan akurat, validasi data dokter dan pasien, pencatatan rekam
medis secara online dan penyimpanan data yang aman, mekanisme penjelasan obat secara
detail ke pasien dan mekanisme pemberian obat sehingga pasien tidak perlu datang ke
faskes, monitoring kondisi pasien kronis secara berkala, pasien lansia yang tidak familiar
dengan teknologi terkinidan hilangnya aspek sentuhan dan interaksi manusia dalam
pelayanan telemedicine. Solusi terhadap permasalahan tersebut, menjadi dasar
pengembangan desain prototype telemedicine pasien PRB, yaitu menambahkan fitur voice
& video call untuk mempermudah dokter melakukan pemeriksaan fisik secara virtual
disertakan dengan petunjuk pemeriksaan fisik secara virtual, proses validasi data dokter dan
pasien saat mengakses layanan telemedicine dan menampilkan STR & SIP dokter dalam
aplikasi telemedicine yang dilengkapi dengan link validasi data di Konsil Kedokteran
Indonesia, sistem telemedicine yang berbasis pada fasilitas kesehatan, sehingga data rekam
medis pasien tersimpan di faskes, resep obat dilengkapi dengan penjelasan cara penggunaan
obat dan fitur pengantaran obat ke rumah dengan bekerjasama dengan jasa penagntaran,
menambahkan fitur monitoring kondisi pasien secara berkala, menyederhanakan fitur
telemedicine dengan langkah-langkah yang mudah dipahami dan mengadakan admin
asistensi untuk mengarahkan pasien lansia., menambahkan fitur voice& video call dalam
telemedicine disertai dengan SOP bagi dokter untuk memastikan aspek humanisme menjadi
sentral dalam pelayanan telemedicine. Berdasarkan hasil uji kelayakan aplikasi didapatkan
bahwa user pasien dan dokter menganggap bahwa desain aplikasi menarik, mudah untuk
diingat, terhindar dari kesahalan dan aman digunakan, mudah untuk dioperasikan, efisien
dalam memberikan dan mendapatkan pelayanan kesehatan dan user puas dengan aplikasi
telemedicine.

The Covid-19 pandemic hampered Program Rujuk Balik (PRB) patients from
making visits to health services. One of the healthcare solutions for PRB patients in a
Covid-19 pandemic era is telemedicine services. However, most of the PRB patients were
elderly and were not very adept at using electronic devices. So, is it possible for
telemedicine services to be developed for PRB patients? The purpose of this research is to
map the problems and needs of developing telemedicine for PRB patients and to compile a
telemedicine prototype for PRB patients. This research method is qualitative research in the
form of regulations review and in-depth interviews. This study shows that telemedicine for
PRB patients can be developed to avoid transmission of Covid-19 in high-risk chronic
patients and that telemedicine services can continue to be utilized after the pandemic ends
because the use of telemedicine will be very helpful for patients who are far from health
facilities or patients who have limitations. Time to access health facilities. The main
problem in developing telemedicine services for PRB patients that users perceiveis the
implementation of physical and supporting examinations and ensuring accurate examination
results, validation of doctor and patient data, cloud storage of medical records and data
safety, explaining drugs in detail to patients, monitoring the patient's condition periodically,
elderly patients who are not familiar with the latest technology, medicines deliver yso that
patients do not need to come to health facilities and the loss of human touch and interaction
in telemedicine services. The solution to this problem forthe basis of telemedicine prototype
design development for PRB patients are adding voice & video callfeatures, the process of
validating doctor and patient data when accessing telemedicine and displaying the doctor's
STR in the telemedicine application, a telemedicine system based on health facilities, so
that patient’s medical record is stored in th ehealth facility, the prescription is equipped with
an explanation of how to use the drug, simplifies the telemedicine feature with easy-toapply
steps and adds drug delivery options to the patient's home. Based on the results of the
application feasibility test, it was found that patient and doctor users consider the
application design to be attractive, easy to operate and efficient in providing and obtaining
health services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Syuryani
"Penelitian ini menggunakan metode literature review yang membahas mengenai pelaksanaan Program Rujuk Balik (PRB) pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program rujuk balik peserta BPJS Kesehatan di puskesmas. Dalam mendapatkan artikel yang diinginkan, penelitian ini menggunakan 5 database yaitu Google Scholar, GARUDA (Garba Rujukan Digital), Microsoft Academic, ProQuest, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kemudian untuk mendapatkan literatur yang layak uji, dilakukan peninjauan literatur menggunakan pedoman PRISMA. Hasil peninjauan literatur didapatkan 9 artikel penelitian dan dalam penelitian tersebut metode yang digunakan adalah metode kualitatif maupun kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan program rujuk balik peserta Jaminan Kesehatan Nasional di puskemas dibutuhkan kesiapan dan pengetahuan petugas rujuk balik yang baik, ketersediaan obat rujuk balik yang harus selalu sesuai dan terpenuhi, prosedur dan proses pelaksanaan program rujuk balik yang harus sesuai dengan mekanisme buku panduan program rujuk balik BPJS Kesehatan serta pengendalian pelaksanaan rujuk balik dibutuhkan koordinasi antara puskesmas, rumah sakit, apotek dan BPJS Kesehatan.

This research uses a literature review method that discusses the implementation of the Referral Program (PRB) for Jaminan Kesehatan Nasional participants at the Health Center. The purpose of this paper is to find out how the BPJS Kesehatan participant referral program is implemented at the health center. In obtaining the desired journal, this research uses 5 databases, namely Google Scholar, GARUDA, Microsoft Academic, ProQuest, and the National Library of the Republic of Indonesia. Then to get the literature that was fit for testing, a literature review was carried out using the PRISMA guidelines. The results of the literature review obtained 9 studies and in this study, the methods used were qualitative methods and quantitative methods. The results of this research are that the implementation of the Jaminan Kesehatan Nasional participant referral program at the health center requires the readiness and knowledge of good return referral officers, the availability of back-referral drugs that must always be appropriate and fulfilled, the procedures and processes for implementing a referral program that must be by the program guidebook mechanism referral back BPJS Kesehatan and controlling the implementation of back referrals require coordination between health centers, hospitals, pharmacies and BPJS Kesehatan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Prakoso
"Dunia sedang dilanda pandemi virus COVID-19. Pemerintah di berbagai negara menetapkan protokol pembatasan untuk menghambat penyebaran virus COVID-19. Protokol tersebut membatasi akses ke pelayanan kesehatan, sistem pelayanan tatap muka di minimalisir. Hal tersebut memberikan dampak pada anak dengan autisme. Menurut Kaplan, pada anak dengan autisme gejala inti tidak bisa diobati dengan obat medis, akan tetapi dengan edukasi dan intervensi perilaku. Akan tetapi, sebelum pandemi, edukasi dan intervensi umumnya dilaksanakan dengan sistem tatap muka. Solusi dari masalah tersebut adalah penggunaan layanan kesehatan jarak jauh atau telehealth. Penelitian ini adalah penelitian yang membahas bagaimana penggunaan telehealth-telemedicine untuk intervensi pada kasus anak dengan autisme di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan menggunakan database Pubmed, Proquest, Sage Journal, dan Portal Garuda yang menghasilkan 9 artikel terinklusi. Penelitian terinklusi dilaksanakan pada rentang waktu dinyatakannya COVID-19 sebagai pandemi, yaitu tanggal 11 Maret 2020 hingga 1 Mei 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi menghasilkan dampak pada anak dengan autisme berupa pengurangan perilaku yang ditargetkan, dan meningkatnya keterampilan. Selain itu pada cargeiver dijumpai peningkatan kepuasan dan persepsi mengenai pelayanan telehealth. Bagi penyedia layanan telehealth, dijumpai artikel yang menjelaskan tentang persepsi mengenai layanan telehealth tersebut. Berdasarkan temuan yang didapat, pelayanan telehealth di rekomendasikan bagi anak dengan autisme, para caregiver baik orang tua ataupun  bukan, penyedia jasa layanan juga di rekomendasikan jika ingin menyelenggarakan layanan telehealth berdasarkan temuan berupa tingkat kepuasan dan perkembangan yang muncul setelah intervensi. Sedangkan bagi pemerintah diharapkan mengembangkan kebijakan dan program terkait dengan telehealth terutama di masa pandemi, sehingga masyarakat yang membutuhkan tetap mendapat pelayanan yang dibutuhkan.

The world is being hit by the COVID-19 pandemic. Governments in various countries set protocols for the spread of the COVID-19 virus. The protocol limits access to health services, the face-to-face service system is minimized. This has an impact on children with autism. According to Kaplan, children with autism symptoms cannot be treated with medical drugs, but with education and behavioral interventions. However, before the pandemic, education and intervention were generally carried out face-to-face. The solution to this problem is the use of remote health services or telehealth. This study is a study that discusses how telehealth is used for intervention in cases of children with autism during the COVID-19 pandemic. This study uses a literature review method using the Pubmed, Proquest, Sage Journal, and Garuda Portal databases which produces 9 included articles. Inclusive research was carried out during the time period that COVID-19 was declared a pandemic, namely March 11, 2020 to May 1, 2022. The results showed that the intervention had an impact on children with autism in the form of a reduction in targeted behavior and skills. In addition to the carrier, increased satisfaction and perception of telehealth services. For telehealth service providers, article explain the perception of the telehealth service. Based on the findings obtained, telehealth services are recommended for children with autism, caregivers, whether parents or not. Service providers are also recommended if they want to provide telehealth services based on the findings about the level of satisfaction and development that appears after the intervention. Meanwhile, the government is expected to develop policies and programs related to telehealth, especially during the pandemic, so that people in need can still receive the services they need."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armeityansyah Wahyudiputra
"Peserta PBPU nonaktif per Juli 2021 mencapai 16,6 juta, 3,3 juta lebih banyak dari pada Desember 2019. Data Laporan Pengelolaan Program Tahun 2020 menunjukkan pada tahun 2019 BPJS Kesehatan memiliki 224.149.019 peserta terdaftar JKN sedangkan pada 2020 berkurang sebesar 1.687.113 peserta. Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran JKN di masa pandemi Covid-19. Penelitian ini berbentuk narrative unsystematic review dengan pendekatan kualitatif. Pencarian artikel menggunakan basis data GARUDA Kemdikbud dan Google Scholar. Hasil pencarian ditemukan 7 artikel terseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini ditemukan bahwa tingkat kepatuhan peserta berkisar antara 25,9-69%. Dari ketujuh artikel tersebut didapatkan bahwa peserta yang patuh membayar iuran JKN adalah peserta yang memiliki pendidikan tinggi, pendapatan tinggi, persepsi positif terhadap pelayanan kesehatan, bekerja, berpengetahuan cukup, berkemauan membayar tinggi, dan memiliki kecenderungan tinggi untuk mengimitasi kelompok rujukan. Pengetahuan menjadi faktor signifikan yang berhubungan dengan kepatuhan membayar iuran JKN. BPJS Kesehatan diharapkan untuk dapat lebih massif melakukan berbagai upaya edukasi melalui media sosial dengan melibatkan influencer sebagai brand ambassador untuk meningkatkan pengetahuan peserta JKN akan pentingnya kepatuhan membayar iuran JKN.

Inactive PBPU participants as of July 2021 reached 16.6 million, 3.3 million more than in December 2019. Data for the 2020 Program Management Report shows that in 2019 BPJS Kesehatan had 224,149,019 registered JKN participants, while in 2020 it was reduced by 1,687,113 participants. This study identifies the factors that affect the compliance of independent participants in paying JKN contributions during the COVID-19 pandemic. This research is in the form of a narrative unsystematic review with a qualitative approach. Search for articles using the GARUDA Kemdikbud database and Google Scholar. The search results found 7 selected articles based on inclusion and exclusion criteria. In this study, it was found that the compliance level of participants ranged from 25.9–69%. From the seven articles, it was found that participants who obediently pay JKN contributions are participants who have a higher education, a high income, a positive perception of health services, work, have sufficient knowledge, are willing to pay high, and have a high tendency to imitate referral groups. Knowledge is a significant factor related to compliance with paying JKN contributions. BPJS Kesehatan is expected to be able to more massively carry out various educational efforts through social media by involving influencers as brand ambassadors to increase the knowledge of JKN participants about the importance of compliance with paying JKN contributions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Dahlia
"Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan sistem kendali mutu dan kendali biaya. Peserta JKN diberi identitas tunggal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan dalam pelaksanaannya dilakukan dengan sistem rujukan berjenjang. Tingginya rujukan dapat menyebabkan penumpukan pasien di rumah sakit sehingga menyebabkan lamanya waktu tunggu. Guna dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan dilakukan dengan optimalisasi Program Rujukan Balik (PRB) pasien kronis ke fasilitas layanan primer.
Belum optimalnya implementasi PRB di RSUD Sanjiwani maka penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang berhubungan dengan optimalisasi implementasi PRB di RSUD Sanjiwani, yaitu faktor-faktor penentu yang bersumber dari pasien, penyedia layanan serta penyedia pembiayaan dan kebijakan. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan metode analisa yang digunakan yakni konten analisis berdasarkan triangulasi metode, triangulasi sumber data dan triangulasi teori. Data diperoleh dengan mewawancarai pasien, sumber dari RSUD, dokter Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan serta apotek jejaring BPJS.
Hasil penelitian ini bahwa pemahaman dokter spesialis/sub spesialis tentang PRB belum maksimal, belum ada komunikasi antara RSUD dengan FKTP dan apotik jejaring BPJS, sosialisasi dari BPJS belum melibatkan semua petugas, serta masih kurangnya pengetahuan pasien tentang PRB.

The Indonesian Government has responsible for implementation of community health insurance through National Health Insurance (NHI). Health service in NHI program is given stages, effectively and efficiently with carry quality and cost control. Insurance participants are given a single identity by The Social Security Agency (BPJS) of Health and followed stages referral system. The ineffective implementation of stages referral system resulting in the highest refferal which can be seen in accumulation of the patients in the hospital. Accumulation of patients can lead to increased waiting time and reduced of time for consultation which decrease quality of heath services. Referral Back Program (RBP) to Primary Health Services in is needed to control this accumulation of patients and make healt services become better. RBP must be done to patient with chronic dissease if the patient already stabilized.
The aims to know identification of determinants factor optimizing the implementation of RBP in Sanjiwani Hospital. This study is used a qualitative approach with the method of analysis used content analysis based on triangulation method, triangulation of data sources, and triangulation theory. Data is got by interviewing people who associated with RBP which are specialist who threat in poly. Directur of Sanjiwani Hospital, Primary care Services, BPJS, Pharmacist, Head of Health Departement in Gianyar and patients whit cronic desiases.
The result from interviewing patient knowledge about RBP is low understanding of RBP by medical praktitioner does not been maximal, no communication between Sanjiwani Hospital with Primary Health Services and pharmacy network BPJS. The Conclusion In Sanjiwani Hospital, RBP implementation is not optimal From National Health Insurance's role all patient with chronic disease in stable condition must did referral back to primary health care service. The recommendation is given to optimize the implementation of the RBP in Sanjiwani Hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Diyanti
"Kebijakan telemedicine dalam memberdayakan start-up teknologi kesehatan merupakan solusi yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk membantu menurunkan angka kesakitan ketika pandemik COVID-19. Berdasarkan sejarah kesehatan dunia, ancaman non militer pandemik seperti ini diprediksi akan selalu terjadi pada suatu waktu. Dalam kajian ketahanan nasional ancaman yang berdimensi keselamatan umum dapat mengganggu stabilitas suatu bangsa, maka kebijakan telemedicine ini perlu dianalisis dalam rangka adaptasi masa paska pandemik COVID-19. Dengan menggunakan pendekatan tindakan partisipatif, penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif, termasuk tinjauan pustaka, diskusi kelompok terfokus untuk mengembangkan model regulatory sandbox dalam mendukung kebijakan telemedicine di era disruptif pada 16 start-up yang tercatat. Studi ini mengungkapkan bahwa pengembangan regulatory sandbox pada bidang kesehatan masih terbatas, dimana start-up belum mengadaptasi dengan baik pada kebijakan data pribadi, keamanan, integrasi dan standar teknologi layanan kesehatan, serta inklusifitas. Adaptasi telah dilakukan terkait keberterimaan produk dari start-up telemedicine. Adaptasi rekomendasi kebijakan melalui regulatory sandbox berpotensi dalam memfasilitasi adopsi perkembangan teknologi kesehatan di era disruptif. Adaptasi kebijakan telemedicine paska pandemik COVID-19 melalui rekomendasi regulatory sandbox mencakup kesiapan penyedia penyelenggara telemedicine, kemitraan PSE dengan fasilitas kesehatan terkait standar pelayanan klinis yang akan digunakan, manajemen keamanan informasi, serta perlindungan data.

The telemedicine policy in empowering health technology start-ups is a solution implemented by the Indonesian government to help reduce morbidity rates during the COVID-19 pandemic. Based on world health history, it is predicted that non-military pandemic threats like this will always occur at some time. In studying national resilience, threats with a public safety dimension can disrupt the stability of a nation; this telemedicine policy needs to be analyzed in the context of adaptation to the post-COVID-19 pandemic period. Using a participatory action approach, this research was conducted using qualitative descriptive methods, including a literature review and focus group discussions to develop a regulatory sandbox model to support telemedicine policies in a disruptive era on 16 recorded start-ups. This study reveals that the development of regulatory sandboxes in the health sector is still limited, and start-ups still need to adapt well to personal data policies, security, integration and health service technology standards, and inclusiveness. Adaptations have been made regarding product acceptance from telemedicine start-ups. Adapting policy recommendations through a regulatory sandbox has the potential to facilitate the adoption of health technology developments in a disruptive era. Adaptation of post-COVID-19 pandemic telemedicine policy through regulatory sandbox."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudya Veronica Febriana Najoan
"Teknologi dalam bidang kesehatan sudah ada sejak lama. Salah satu pemanfaatannya yaitu telemedicine atau pengobatan jarak jauh. Terjadi peningkatan penggunaan telemedicine di negara maju maupun negara berkembang saat pandemi COVID-19 karena mengharuskan masyarakat untuk dibatasi secara social. Peningkatan penggunaan telemedicine ini, berjalan beriringan dengan tantangan-tantangan di dalamnya, khususnya pada negara berkembang, yang belum terbiasa dengan pelayanan ini. Untuk dapat mengatasi tantangan tersebut, maka diperlukan peningkatan kualitas pelayanan. Salah satunya dengan cara menilai aspek-aspek kepuasan pasien pengguna telemedicine dan mencari tahu faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran nilai kepuasan pasien pengguna telemedicine saat masa pandemi COVID-19 dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien di beberapa negara berkembang. Informasi penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil penelusuran website dan jurnal yang telah di publikasikan dengan bantuan akses online database seperti ScienceDirect, SAGE Journals, ProQuest, dan PubMed. Terdapat 10 studi yang termasuk dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien dari berbagai negara berkembang dengan deskripsi klinik yang berbeda memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap telemedicine secara keseluruhan dengan aspek penilaian berdasarkan TAM dan teori kepuasan pasien. Pada negara berkembang aspek yang paling berpengaruh yaitu usefulness, privacy, waktu dan biaya, dan willingness to use again. Sedangkan, pada aspek trust, klinik kesehatan mental dari negara berbeda, sama-sama memiliki tingkat kepuasan yang rendah. Faktor gender, usia, dan edukasi tidak terlalu mempengaruhi kepuasan pasien. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa diabaikan supaya penyedia layanan dapat menyesuaikan kebutuhan pasien sesuai dengn faktor-faktor tersebut atau memberikan pelayanan patient centered. Selain itu, diperlukan edukasi kepada masyarakat tentang telemedicine supaya teknologi ini bisa tepat guna. Rekomendasi lainnya untuk negara berkembang yaitu melaksanakan survei kepuasan bukan hanya di beberapa klinik penyedia layanan tetapi lebih luas lagi, supaya dapat menghasilkan hasil evaluasi yang mewakili seluruh pengguna telemedicine di negara tersebut.

Technology in the health sector has existed for a long time. One of its uses is telemedicine or distance medicine. increasing use of telemedicine in developed and developing countries during the COVID-19 pandemic because people must be socially restricted. This increase in the use of telemedicine goes hand in hand with challenges in it, especially in developing countries, which are not yet familiar with this service. To be able to overcome these challenges, it is necessary to improve the quality of service. One of them is by assessing aspects of patient satisfaction using telemedicine and finding out the factors that influence patient satisfaction. The purpose of this study was to determine the description of patient satisfaction using telemedicine during the COVID-19 pandemic and the factors that affect patient satisfaction in several developing countries. This research information was obtained based on the results of searching websites and journals that have been published with the help of online database access such as ScienceDirect, SAGE Journals, ProQuest, and PubMed. There are 10 studies included in this study. The results showed that the majority of patients from various backgrounds developed with clinical descriptions that had a high level of satisfaction with telemedicine as a whole with aspects based on TAM and patient satisfaction theory. In developing countries the most influential aspects are usability, privacy, time and cost, and willingness to reuse. Meanwhile, on the aspect of trust, mental health clinics from different countries both have low levels of satisfaction. Gender, age, and education factors did not significantly affect patient satisfaction. However, these factors cannot be ignored so that service providers can adjust patient needs according to these factors or provide patient-centred services. In addition, it is necessary to educate the public about telemedicine so that this technology can be effective. Another recommendation for developing countries is to carry out a satisfaction survey not only in a number of service provider clinics but more broadly, so that it can produce evaluation results that are representative of all telemedicine users in the country."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Putri Salsabila
"Pandemi COVID-19 membuat pelayanan kesehatan non-COVID-19 terganggu, salah satunya adalah perawatan untuk penyakit kronis. Kanker merupakan salah satu penyakit kronis dengan tingkat mordibitas dan mortalitas tertinggi di dunia. Pengobatan kanker memberikan dampak yang cukup luas dari sisi fisik, psikologis, sosial, finansial, hingga spiritual. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak yang ditimbulkan oleh pengobatan kanker adalah dengan melakukan perawatan paliatif. Selama pandemi COVID-19, akibat adanya kebijakan pembatasan sosial, perawatan paliatif dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yaitu dengan telemedis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas telemedis dalam untuk perawatan paliatif bagi pasien kanker selama pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode literature review. Pencarian studi dilakukan melalui online database, seperti PubMed, ScienceDirect dan SpringerLink dengan kata kunci “telemedicine” OR “telehealth” OR “digital health” AND “cancer palliative care” OR “cancer supportive care” AND “COVID-19 Pandemic” OR “Pandemic” OR “COVID-19”. Setelah itu, ditemukan 7 studi terinklusi. Efektivitas dinilai dari perubahan nyata pada hasil. Terdapat 3 studi yang menyatakan bahwa penggunaan telemedis dalam perawatan paliatif bagi pasien kanker selama pandemi COVID-19 teruji efektif terlihat dari kepuasan pasien dan keluarga atau pengasuh mereka yang mendorong mereka untuk terus melakukan perawatan, 2 studi yang menunjukan adanya peningkatan Quality of Life score pada pasien, dan 2 studi lainnya yang memberikan kesimpulan faktor- faktor yang mempengaruhi pengimplementasian telemedis untuk perawatan paliatif pasien kanker selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan telemedis efektif untuk perawatan paliatif bagi pasien kanker selama pandemi COVID-19.

COVID-19 pandemic has disrupted the other health care services, one of them is the treatment for chronic diseases. Cancer is one of the chronic diseases with the highest mordibity and mortality rate in the world. Cancer treatment has a wide impact for the patients and their families in terms of physical, psychological, social, financial, and spiritual. In need to control the effects of cancer treatment, health care providers need to provide a palliative care for the patients. During the COVID-19, due to the social restriction policy, palliative care can be carried out by utilizing the development of information and communication technology, namely by telemedicine. This study aims to determine the effectiveness of telemedicine on palliative care for cancer patients during COVID-19 pandemic. This study used a literature review method. Study searches were conducted through online database, such as PubMed, ScienceDirect, and SpringerLink with the keywords “telemedicine” OR “telehealth” OR “digital health” AND “cancer palliative care” OR “cancer supportive care” AND “COVID-19 Pandemic” OR “Pandemic” OR “COVID-19”. There are 7 included studies founded. Effectiveness is determined by the apparent change in results. A total of 3 studies showed a high satisfaction of the services from the patients and their families or caregivers, which leads them to continue the care, 2 studies showed a significant improvement in patient’s Quality of Life score, and 2 other studies explain some factors that influence the cancer patients to use telemedicine for palliative care during COVID-19 pandemic. It can be concluded that the use of telemedicine is effective on palliative care for cancer patients during the COVID-19 pandemic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fery Rahman
"ABSTRAK
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 88,1
juta, 75 juta diantaranya adalah pengguna smart-phone. Adanya fitur aplikasi
memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi serta pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Perkembangan yang sangat pesat dibidang teknologi informasi tentu
saja berdampak terhadap dunia kesehatan, Telemedis merupakan metode baru
dalam pelayanan kesehatan. Telemedis adalah penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi yang digabungkan dengan kepakaran medis untuk memberikan
layanan kesehatan, mulai dari konsultasi, diagnosa sementara dan perencanaan
tindakan medis, tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan dari jarak jauh, sistem ini
membutuhkan teknologi komunikasi yang memungkinkan transfer data berupa
video, suara, dan gambar secara interaktif yang dilakukan secara real time.
Telemedis sangat bermanfaat bagi masyarakat, diantaranya selain dapat langsung
berkonsultasi secara online juga menghemat waktu, efisiensi biaya transportasi
dan operasional. Manfaat telemedis sangat dirasakan bagi masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan. Telemedis juga
bermanfaat dakam mengurangi angka rujukan maupun penanganan langsung oleh
dokter spesialis, sehingga penanganan pertama bisa dilakukan oleh dokter umum
sebagai gate-keeper pelayanan kesehatan. Namun ada permasalahan hukum dari
telemedis ini, yakni belum adanya regulasi permenkes yang mengatur pelayanan
serta standarisasi pelaksanaannya. Informed consent, kerahasiaan data pasien, dan
rekam medis menjadi hal yang sangat serius diperhatikan dalam pelayanan
Telemedis sesuai acuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
adanya telemedis, harapannya mutu pelayanan kesehatan lebih baik dikarenakan
telemedis bukanlah upaya kuratif yang menegakkan diagnosa maupun sebagai
upaya pemberian resep (tele-prescription) namun Telemedis memperkuat upaya
konsultasi, edukatif, promotif dan preventif kesehatan seseorang, sehingga
seseorang akan mendapatkan umpan balik self-care dan follow up-care

ABSTRACT
Internet users in Indonesia in 2014 was reported as 88.1 million, 75 million of
them are smart-phone users. Their application feature allows people to access
information and the fulfillment of their daily needs. The rapid development of
information technology in the field of course affect the health of the world,
Telemedicine method is new in health care. Telemedicine is the use of
information and communication technologies combined with the expertise of
medical staff to provide health services, start from consultation, suspect diagnosis
and how to planning of medical action, without being confined space or
conducted remotely, the system requires a communication technology that enables
the transfer of data such as video, voice and images interactively performed in real
time. Telemedicine may have beneficial for the community, including in addition
to directly online consultation and also saves much time, transportation costs are
cheaper and the operational being more efficiency. Telemedicine have many
benefits, such as for the people who live at remote areas which so far from health
facilities. Telemedicine is also very useful in reducing the number of reference
and handling of directly by specialist doctors, so the first treatment can be
performed by a general practitioner as the gate-keeper of health services.
However, there are legal issues of this telemedicine, that telemedicine does not
have any regulations and standardized implementation services. Informed consent,
confidentiality of patient data and medical records into a very serious thing to be
considered in accordance reference Telemedicine service regulations and
legislation in force. With the telemedicine, hopefully more better quality of health
care, because it is not curative that can give the absolutely diagnosis and attempt
prescribing (tele-prescription). But Telemedicine can be strengthen the efforts of
consultation, education for patients, promotive and preventive health, that person
will get feedback like self- care and follow-up care;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Salsabila Katya
"Kehadiran pandemi Covid-19 secara tidak langsung telah membawa dampak bagi sektor UMKM di seluruh wilayah Indonesia. Tidak terkecuali di Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia, dimana dengan adanya kebijakan pembatasan ruang gerak masyarakat mendorong perubahan pada pola perilaku masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial-ekonomi. Akibat dari hal tersebut banyak sektor UMKM yang mengalami penutupan usaha karena tidak mampu mentransformasikan usaha mereka ke dalam ekosistem digital. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu upaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui program JakPreneur dalam menangani urgensi untuk mendigitalisasikan UMKM. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses kolaboratif dan faktor-faktor yang memengaruhi collaborative governance itu sendiri dengan menggunakan konsep collaborative governance yang dikemukakan oleh Ansell & Gash (2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode wawancara mendalam sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan sebagai sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi yang terjalin pada program JakPreneur untuk mendigitalisasikan UMKM telah memenuhi semua dimensi dari teori yang dikemukakan oleh Ansell & Gash (2008). Dalam hal ini, program JakPreneur tidak hanya memfasilitasi proses digitalisasi UMKM, melainkan turut membina pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha mereka. Namun demikian, terdapat temuan peneliti yang menjadi hambatan, seperti adanya potensi miskomunikasi, sosialisasi program belum optimal, hingga tingkat penyerapan informasi dari pelaku UMKM yang tergolong rendah.

The presence of the Covid-19 pandemic has indirectly had an impact on the MSME sector throughout Indonesia. The DKI Jakarta Province is no exception, as the center of the Indonesian economy, where the policy of restricting people's movement space encourages changes in people's behavior patterns in carrying out socio-economic activities. As a result of this, many MSME sectors experienced business closures because they were unable to transform their businesses into a digital ecosystem. Cross-sector collaboration is one of the efforts of the DKI Jakarta Provincial Government through the JakPreneur program in dealing with the urgency to digitize MSMEs. This study aims to analyze the collaborative process and the factors that influence collaborative governance itself by using the concept collaborative governance proposed by Ansell & Gash (2008). This study used post-positivist approach with in-depth interviews as the primary data source and literature study as a secondary data source. The results showed that the collaboration that exists in the JakPreneur program to digitize MSMEs has fulfilled all the dimensions of the theory proposed by Ansell & Gash (2008). In this case, the JakPreneur program not only facilitates the process of digitizing MSMEs, but also helps develop MSME actors to increase the added value of their businesses. However, there are research findings that become obstacles, such as the potential for miscommunication, program socialization is not optimal, also the level of absorption of information from MSME actors is relatively low."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>