Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139254 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Aditya Dwi Julianto Putra
"Profil Perusahaan: Klinik Satelit UI (KSUI) merupakan klinik intra kampus UI yang menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi seluruh Warga UI. KSUI aktif melakukan berbagai kegiatan dan program untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental mahasiswa UI. Salah satu isu yang saat ini menjadi prioritas KSUI adalah stres. Berawal dari banyaknya keluhan mahasiswa berkaitan dengan kondisi psikis dan stres yang dialami, KSUI berusaha untuk berkontribusi mengurangi jumlah mahasiswa yang mengalami dampak buruk dari stres yang tidak tertangani dengan baik. Melalui berbagai kampanye dan program promotif agar mahasiswa dapat mendeteksi dan menangani stres dengan baik sejak dini. Meski begitu, hasil yang didapatkan dari akumulasi program KSUI dinilai belum maksimal karena belum dapat mencapai angka partisipasi yang tinggi dari mahasiswa. Hal ini membuat misi KSUI memberikan bekal manajemen stres bagi mahasiswa baru belum tercapai. Oleh karena itu, KSUI masih terus berusaha untuk merancang dan melaksanakan kegiatan promotif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi mahasiswa baru dalam memanajemen stres.
Analisis Situasi:
1. KSUI memiliki beragam pengalaman mengadakan kampanye/program kesehatan mental, baik sebagai pelaksana acara maupun sebagai narasumber acara yang diundang.
2. Kondisi keuangan KSUI cenderung stabil. KSUI juga memiliki banyak partner SDM untuk direkrut jika dirasa membutuhkan SDM lebih untuk pelaksanaan program/kampanye.
3. Belum adanya strategi komunikasi khusus untuk menyasar target khalayak mahasiswa spesifik. Hal ini menyebabkan rendahnya partisipasi target khalayak pada program/kampanye.
4. Mulai tingginya minat dan kesadaran anak muda untuk menjaga kesehatan mental secara pribadi.
5. Khalayak sasaran belum terbiasa mengikuti kegiatan/kampanye terkait penanggulangan stres.
6. Tidak tahu dan tidak terbiasa menjadi hambatan utama saat khalayak akan mempraktikkan coping stres.
7. Belum ada kepastian mengenai kuliah tatap muka pada tahun ajaran 2021.
Tujuan: Terjadinya perubahan perilaku target khalayak terhadap upaya pengelolaan stres dan dapat diukur melalui terjadinya peningkatan persentase tindakan khalayak untuk melakukan praktik coping secara rutin dari 5,9% menjadi 25% di akhir pelaksanaan program ini.
Target Khalayak :
a. Demografis: Mahasiswa Tingkat Pertama UI Program Studi Diploma 3 dan Sarjana Strata 1 berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan usia 18-23 tahun.
b. Geografis: Berdomisili di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi selama perkuliahan.
c. Psikografis: Dapat menggunakan teknologi dengan baik, khususnya Instagram dan Youtube. Memiliki ketertarikan pada isu kesehatan mental khususnya stres. Berkeinginan untuk mengubah kebiasaan hidup yang lebih baik. Terbuka pada berbagai hal baru dan dapat mengapresiasi karya seni.
Strategi: Dengan melaksanakan program pemasaran sosial Stressless Kit sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi khalayak terkait upaya pencegahan dampak buruk stres. Program ini akan disebarkan dalam kegiatan berformat online. Program Stressless Kit menargetkan pada Mahasiswa Tingkat Pertama UI program Diploma 3 dan Sarjana Strata 1 berdomisili di daerah Jabodetabek selama kuliah dengan rentang usia 18-23 tahun.

Company Profile: Klinik Satelit UI (KSUI) is an intra-campus clinic located in University of Indonesia (UI) that provides health service facilities for all UI residents. KSUI actively carries out various activities and programs to improve the physical and mental health of UI students. One of the issues that is currently considered as the priority is stress within UI students. Starting from the many student complaints related to their psychological conditions and stress, KSUI tries to contribute to reducing the number of students who experience distress as a result of their inability to handle stress properly. They attempted to combat stress through various campaigns and promotional programs in order to help the students detect and handle stress properly from an early stage. Nevertheless, the results obtained from the accumulation of the KSUI programs are considered to be not optimal since they have not been able to achieve high student participation targets. This has made KSUI's mission to provide stress management provisions for the new students unobtainable at the moment . Therefore, KSUI is still trying to design and implement promotional activities to increase the awareness and participation of new students in terms of stress management.
Situation Analysis:
1. KSUI has many different experiences towards a campaign/mental health program, both as an organizer and as a resource executor event invited.
2. KSUI’s financial conditions tend to be stable. KSUI is also able to recruit volunteers from university students of UI to help with their campaigns and programs if deemed necessary.
3. The absence of a specific communication strategy to target a specific target audience of students. This leads to low participation of the target audience in the program/campaign.
4. Young people are becoming more aware and interested in maintaining mental health in private.
5. The target audience is inexperienced in following the activities / campaigns related to stress reduction.
6. Lack of information and lack of experience is a major obstacle when the target audience attempts to practice coping with stress.
7. There is no certainty regarding face-to-face lectures in the 2021 academic year.
Goal: The change in the target audience behavior towards stress management. It will be deemed successful if there is an increase in the percentage of public action to stress-coping practices on a regular basis from 5.9% to 25% at the end of the implementation of this program.
Target Audience:
a. Demographics: Men and women who are first-year undergraduate students aged 18-23 years.
b. Geographics: Men and women who lived in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi.
c. Psychographics: Can use technology well, especially Instagram and Youtube. Have an interest in mental health issues, especially stress. Desire to change better life habits. Be open to new things and be able to appreciate works of art.
Strategy: By implementing the social marketing program Stressless Kit as an effort to increase public participation related to distress prevention.. This program will be distributed in online activities. Stressless Kit program targets first year undergraduate students who live around Jabodetabek aged 18-23 years.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Suryaningtiyas
"Penelitian ini membahas tentang pemicu stres dan strategi coping pada mompreneur dalam meningkatkan keberfungsian sosialnya sebagai ibu dan wirausahawan. Penelitian ini dilakukan pada masa pandemi COVID-19 dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini melibatkan 4 orang mompreneur pada rentang usia 28-35 tahun yang memiliki anak usia 0-8 tahun. Dalam mengintegrasikan ranah pekerjaan dan keluarga melalui kegiatan wirausaha, mompreneur kerap menjumpai berbagai pemicu stres yang ditimbulkan dari perannya sebagai ibu sekaligus pemilik bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemicu stres yang paling banyak ditemukan pada mompreneur yakni dalam bentuk ketegangan kronis (chronic strains), yang meliputi adanya tuntutan peran yang saling bertentangan, menjadikan rumah sebagai tempat kerja, dan juga memulai bisnis dengan kurangnya pengetahuan. Selain mengalami pemicu stres dalam bentuk ketegangan kronis, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mompreneur mengalami pemicu stres yang bersumber dari peristiwa kehidupan (life events) dan permasalahan sehari-hari (daily hassles). Meskipun mompreneur menghadapi berbagai macam pemicu stres dalam kehidupannya, namun mompreneur memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan mompreneur untuk meminimalisasi pemicu stres adalah dengan menggunakan strategi coping dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Strategi coping yang dilakukan oleh mompreneur terdiri dari dua jenis strategi coping, yakni coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) dan coping yang berfokus pada pengendalian emosi (emotion-focused coping). Dengan melakukan coping, mompreneur dapat meningkatkan keberfungsian sosialnya sehingga dapat menjalankan kedua perannya secara lebih optimal.

This study discusses stressors and coping strategies on mompreneurs in enhancing their social functioning as a mom and entrepreneur. This research was conducted during the COVID-19 pandemic and used a qualitative approach with a descriptive research type. This research involved 4 mompreneurs aged 28-35 years who had children aged 0-8 years. In integrating the realm of work and family through entrepreneurship, mompreneurs often encounter various stressors which arising from their role as a mother and business owner. The results showed that the most common stressors found in mompreneurs was in the form of chronic strains, including the demands of conflicting roles, creating home as a workplace, and also starting business with lack of knowledge. Apart from experiencing stressors in the form of chronis strains, the result showed that mompreneurs also encounter stressors that come from life events and daily hassles. Although mompreneur faced various stressors in their journey of being a mompreneur, results showed that mompreneurs have the ability to help themselves. The effort made by mompreneurs to minimize various stressors were by using coping strategies and utilizing available resources. The coping strategies that used by mompreneurs consist of two types coping strategies, problem-centered forms of coping (problem-focused coping) and coping that focuses on controlling emotions (emotion-focused coping). By doing a coping strategies, mompreneurs could enhance their social functioning so that they can perform both roles more optimally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyanto
"Salat fardu, sebagai ekspresi spiritual pasien Muslim, merupakan kewajiban perawat untuk membantunya. Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya model Laras Fardu; menemukan masalah dan harapan perawat serta pasien dalam membantu memenuhi ibadah salat fardu pasien; serta mengidentifikasi efektifitas model tersebut kepada pasien DM tipe 2 dirawat dirumah sakit. Penelitian ini termasuk operational research, dilakukan tiga tahap. Tahap I menggunakan pendekatan fenomenologi kepada 8 partisipan perawat pelaksana, 4 menejer rumah sakit, dan 9 partisipan pasien DM tipe 2. Tahap II pengembangan model berdasar studi literatur, hasil tahap I dan konsultasi pakar. Tahap III adalah tahap persamaan standar dan validasi model dengan penelitian pre-posttest control group design, dengan consequtive sampling. Jumlah sampel 22 Perawat, diberikan sosialisasi dan pemberian modul, sebanyak 23 perawat diberikan modul saja dan sebanyak 23 perawat sebagai kelompok kontrol. Jumlah sampel validasi model adalah 81 pasien dilakukan asuhan keperawatan kelompok perawat kompetensi standar plus dan 82 pasien dilakukan asuhan keperawatan kelompok perawat kompetensi standar.
Hasil penelitian tahap I ditemukan tema 1 Ketidaktahuan; 2 Ketidakmampuan; dan 3 Ketidakmauan, sebagai masalah pasien, dan tema Harapan Pasien; tema : 1 Kompetensi layanan keperawatan ibadah salat fardu; 2 Ketersediaan fasilitas; 3 Persepsi kendala; dan 4 Keterbatasan dukungan sebagai kendala perawat serta tema Layanan Keperawatan Islami sebagai harapan perawat. Telah diperoleh Model Laras Fardu beserta kelengkapannya. Pemberian sosialisasi dan modul layanan keperawatan ibadah salat fardu, atau modul saja efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam layanan keperawatan ibadah salat fardu, namun tidak efektif meningkatkan motivasi perawat. Asuhan keperawatan oleh kelompok perawat kompetensi standar plus meningkatkan self-tarnscendence, kesejahteraan spiritual dan menurunkan persepsi stress pasien DM tipe 2 dirawat di rumah sakit, namun tidak memiliki efek terhadap kadar glukosa darah. Model ini terbukti efektif untuk meningkatkan self-transcendence, kesejahteraan spiritual dan menurunkan stress pasien, namun tidak efektif untuk perbaikan glukosa darah.

Nurses are obligated to help fardu prayer as a spiritual expression of Muslim patients. The purpose of this research was to obtain the model of Laras Fardu find the problems and expectation of nurse and patient in helping to fulfill fardu prayer of the patients as well as to identify the effectiveness of the model to patients with type 2 diabetes treated in the hospital. This research was an operational research, conducted in three stages. Stage I used phenomenology approach to 8 participating nurses, 4 hospital managers, and 9 participants of type 2 DM patients. Stage II was a model development based on literature study, stage I result, and expert consultation. Stage III was the standard equation and model validation stage with pre post test control group design study, with consecutive sampling. Sample size was 22 nurses who received socialization and module, as many as 23 nurses received only module and 23 nurses as control group. The number of model validation samples was 81 patients who received nursing care from the nursing group with standard plus competencies and 82 patients received nursing care from a group of nurses with standard competence.
Stage I research found the following themes 1 Ignorance 2 Inability and 3 Unwillingness, as the patients 39 problem, and the Patient 39 s Hope theme. Themes 1 The competence of nursing care in helping fardu prayer 2 Availability of facilities 3 Perception of constraints and 4 Limitations of support as nurse constraints, as well as the theme of Islamic Nursing Services as nurse expectations. We have obtained the Fardu Laras Model and its accessories. Providing socialization and nursing care module to help fardu prayer, or module only, effectively improved nurse 39 s knowledge and attitude in nursing care to help fardu prayer, but not effective to increase nurse motivation. Nursing care by a group of nurses with standard plus competence improved self transcendence, spiritual well being, and lowered the perceived of stress in patients with type 2 diabetes treated in the hospital, but had no effect on the improvement of blood glucose levels. This model proves to be effective for improving self transcendence, spiritual well being and stress reducing patients, but not effective for the improvement of blood glucose.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
D2395
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briere, John N.
"This is a book on modern treatment of psychological trauma that is both comprehensive in scope yet highly practical in application"
Singapore: Sage Publications, 2013
616.852 1 BRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Anindita Putri
"Latar belakang: Stres merupakan respons fisiologis terhadap situasi yang dianggap mengancam dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi terutama menstruasi pada wanita. Studi menyatakan bahwa secara umum mahasiswa mengalami stres selama menjalankan proses pendidikan dan semakin meningkat selama pandemi COVID-19. Hal ini menjadi perhatian, terutama bagi mahasiswa kedokteran yang sering mengalami stres akademik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara stres dengan kejadian gangguan menstruasi. Maka dari itu, perlu diteliti mengenai hubungan tingkat stres dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang analitik dengan subyek mahasiswa preklinik FKUI yang didapat melalui metode consecutive sampling. Data demografi dan menstruasi diambil menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi. Data tingkat stres diambil menggunakan kuesioner Perceived Stress Scale-10 (PSS-10). Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi-Square atau Fisher Exact melalui perangkat lunak SPSS versi 26.0.
Hasil: Data yang didapat dari 100 mahasiswa preklinik FKUI semester 1 hingga 7 menunjukkan tingkat stres ringan-sedang dialami oleh 95% mahasiswa dan stres berat dialami oleh 5% mahasiswa. Prevalensi gangguan menstruasi sebesar 91% yang meliputi gangguan frekuensi (12%), durasi menstruasi berkepanjangan (9%), pola menstruasi ireguler (26%), volume menstruasi banyak (40%), dan nyeri sedang-berat (71%). Analisis hubungan tingkat stres dengan gangguan menstruasi menunjukkan nilai p = 1,000.
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan bermakna antara tingkat stres dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa preklinik FKUI.

Introduction: Stress is a physiological response to a threatening situation and one of factor that affects reproduction health especially menstruation on women. Studies show that in general, students experience stress during study process and that stress is increasing during COVID-19 pandemic. This thing become great concern for medical students which often experience academic stress. Several studies show that there is a correlation between stress and menstrual disorders. Therefore, the correlation between stress level and menstrual disorders on preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia needs to be investigated.
Objective: This study is aimed to discover correlation between stress level and menstrual disorders among preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
Methods: This is a cross-sectional analytic study with preclinical students as a subject that was obtained through consecutive sampling method. Demographic and menstruation profile are obtained through validated questionnaire. Stress level is obtained through Perceived Stress Scale-10 (PSS-10). Variables are analyzed using Chi-Square or Fisher Exact test with SPSS software version 26.0.
Results: Data from 100 preclinical students of FKUI on first semester until seventh semester shows 95% of students experience mild-moderate stress and 5% of heavy stress. Prevalence of menstrual disorders is 91% which include frequency disorder (12%), prolonged duration (9%), irregular pattern (26%), heavy volume (40%), and moderate-severe pain (71%). Bivariate analysis between stress level and menstrual disorders shows p value of 1.000.
Conclusion: There is no significant correlation between stress level and the incidence of menstrual disorders on preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulana Wildani
"Gangguan menstruasi terjadi akibat disregulasi hormon yang terjadi dalam tubuh dan memberikan dampak pada wanita usia produktif, termasuk mahasiswi kedokteran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi, dan stress psikologis merupakan salah satu penyebabnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa mahasiswi kedokteran rentan mengalami tingkat stress yang tinggi, dan hal tersebut berhubungan dengan kejadian gangguan menstruasi. Terdapat sedikit studi yang membahas mengenai hubungan antara gangguan menstruasi dengan tingkat stress pada populasi mahasiswi kedokteran di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mencari prevalensi gangguan menstruasi pada mahasiswi kedokteran dan hubungannya dengan tingkat stress. Kuesioner dibagikan untuk mengumpulkan data cross-sectional dari subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek dibagi menjadi populasi klinik dan preklinik, dan data akan dibagi menjadi data karakteristik subjek, parameter menstruasi, dan juga parameter nyeri haid. Terdapat proporsi yang besar terhadap tingkat pendarahan abnormal (59.0%) dan nyeri haid (67.0%). Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress dan tingkat kehilangan darah (p = 0.049). Studi analisis data menunjukkan hubungan bermakna antara stress psikologis dengan gangguan menstruasi yang ditandai dengan tingkat pendarahan abnormal.

Menstrual disorder happens as hormonal dysregulation occurred inside the body and it affects women in productive age, including medical students. There are many factors that influence the occurrence, and psychological stress is one of them. Studies shows that medical students are prone to high level of stress, and it correlates with the occurrence of menstrual disorder. There are few researches that discuss correlation between menstrual disorder and level of stress on Indonesian medical students’ population. This study aims to find the prevalence of menstrual disorder among female medical student and its correlation with psychological stress. Questionnaire were distributed to collect cross-sectional data from subjects who had fulfilled inclusion and exclusion criteria. Subjects will be divided into clinical and preclinical population and the data will be classified into subjects’ characteristics, menstruation parameters, and dysmenorrhea parameters. There are large proportions of subjects who experienced abnormal blood loss (59.0%) and dysmenorrhea (67.0%). There was significant association between level of stress and amount of blood loss (p = 0.049). Study data analysis showed statistically significant association of psychological stress with menstrual disorder that is marked by abnormal blood loss."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Gunawan
"Stres merupakan salah satu reaksi psikologis yang menyertai mahasiswa selama pandemic COVID-19. Tingkat stres dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis mahasiswa. Terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang menemukan hubungan antara regulasi emosi dengan stres maupun kesejahteraan psikologis, dimana tingkat stress yang tinggi akan menurunkan kesejahteraan psikologis dan regulasi emosi mampu mengurangi stress serta menjaga kesejahteraan psikologis individu. Strategi regulasi emosi expressive suppression dan cognitive reappraisal diartikan sebagai cara individu dalam mempengaruhi, merasakan, serta mengekspresikan emosi yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek strategi regulasi emosi expressive suppression dan cognitive reappraisal sebagai moderator antara stres dan kesejahteraan psikologis. Sebanyak 119 mahasiswa baru Universitas Indonesia 2020 terlibat dalam penelitian ini. Stres diukur menggunakan Perceived Stres Scale-10 for COVID-19 (PSS-10-C); strategi regulasi emosi diukur menggunakan Emotion Regulation Questionnaire (ERQ); dan kesejahteraan psikologis diukur menggunakan Ryff’s Scales of Psychological Well-being (RPWB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) stres dapat menjadi prediktor kesejahteraan psikologis secara signifikan; (2) strategi regulasi emosi expressive suppression signifikan dalam memperkuat hubungan negatif antara stres dan kesejahteraan psikologis; (3) strategi regulasi emosi cognitive reappraisal signifikan dalam memperlemah hubungan negatif antara stres dan kesejahteraan psikologis.

Stress is one of psychological reactions that has been experienced by college students during the COVID-19 pandemic. The level of stress can be affecting their psychological well-being. Previous studies show there is a significant relationship between emotional regulation and stress, also psychological well-being. A high level of stress will be declining psychological well-being. On the other hand, emotional regulation has proven to be reducing stress level as well as maintaining the condition of psychological well-being. Emotional regulation strategies are defined as the way individuals influence, feel, and express their emotions. The strategies divided into two which are cognitive reappraisal and expressive suppression. This study aims to examine the effects of expressive suppression and cognitive reappraisal regulatory strategies as a moderator between stres and psychological well-being. A total of 119 first-year students of Universitas Indonesia in 2020 were involved in this research. Stres was measured using the Perceived Stress Scale-10 for COVID-19 (PSS-10-C); Emotion regulation strategies were measured using the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ); and psychological well-being was measured using Ryff's Scales of Psychological Well-being (RPWB). The results showed that (1) stress can be a significant predictor of psychological well-being; (2) expressive suppression as an emotional regulatory strategy is significant in strengthening the negative relationship between stress and psychological well-being; (3) on the other side, cognitive reappraisal strategy is significant in weakening the negative relationship between stress and psychological well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marco Raditya
"Introduksi: Burnout stress adalah sebuah masalah yang sedang berkembang di antara mahasiswa kedokteran, dengan prevalensi saat ini berjenjang dari 45-71%. Kondisi ini berpengaruh terhadap keadaan psikologis dan fisiologis, dan berdampak negatif pada kesehatan dan produktivitas. Studi terkini menunjukkan bahwa aktivitas fisik berpotensi mengurangi burnout. Dengaan begitu, studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat burnout dan tingkat aktivitas fisik, terutama pada mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia. 
Metode: Sebuah studi potong lintang dilakukan kepada 318 mahasiswa yang dipilih secara stratified random sampling. Maslach Burnout Inventory General Survey (MBI-GS) digunakan untuk mengukur burnout, dan International Physical Activity Questionnaire Short Form (IPAQ-SF) untuk aktivitas fisik. Tes korelasi dan regresi multipel dilaksanakan untuk menentukan hubungan antara seluruh variabel. 
Hasil: Mayoritas mahasiswa memiliki burnout tingkat sedang secara keseluruhan dan aktivitas fisik tingkat sedang. Uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi positif antara burnout aspek pencapaian individu dengan aktivitas fisik intensitas sedang (r=0.127, p=0.024), dan aktivitas fisik total (r=0.113, p=0.045). Namun, korelasi dengan depersonalisasi dan kelelahan emosional tidak dapat disimpulkan karena tidak signifikan secara statistik. Lalu, ditemukan asosiasi signfikan secara statistic antara aspek depersonalisasi dengan jenis kelamin (r=-2.411, p=0.016) dan program studi (r=1.007, p=0.001). Sementara itu, ditemukan bahwa minimal 40% mahasiswa mengalami burnout tingkat tinggi pada setidaknya satu aspek dan 25,7% memiliki tingkat aktivitas fisik rendah walaupun mayoritas mahasiswa memiliki tingkat sedang di keduanya. Selain itu, kondisi terberat dari kedua variabel dapat ditemukan pada mahasiswa tingkat 3.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara burnout stress bagian pencapaian individu dengan aktivitas fisik.

Introduction: Burnout stress is an emerging problem among medical students, with the current prevalence ranging from 45-71%. This condition affects both psychologically and physiologically, lowering health and productivity. Current studies suggest physical activity as a plausible mechanism to reduce burnout stress. Thus, this study is conducted to identify the relationship between burnout stress level and physical activity level, especially in preclinical medical students of Universitas Indonesia.
Methods: A cross-sectional study is done on 318 students selected through stratified random sampling. The Maslach Burnout Inventory General Survey (MBI-GS) is used to measure burnout stress, along with the International Physical Activity Questionnaire Short Form (IPAQ-SF) for physical activity. Correlation and multiple regression test are conducted to determine relationship between all variables.
Results: Most students have an overall moderate burnout stress level and moderate physical activity level. Spearman correlation show statistically significant association between personal achievement with moderate-intensity (r=0.127, p=0.024), and total physical activity (r=0.113, p=0.045). Meanwhile, correlation on depersonalisation and emotional exhaustion are inconclusive due to statistically insignificance. On the other hand, statistically significant association between depersonalisation with both gender (r=-2.411, p=0.016) and study program (r=1.007, p=0.001) is present. Additionally, a minimum of 40% students have severe burnout on at least one aspect, while 25.7% have low physical activity level in spite of the moderate majority. In addition, both conditions are most severe among grade III students.
Conclusion: In conclusion, association between burnout stress and physical activity is present on personal accomplishment aspect.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Aryani Hokardi
"Mayoritas penelitian menemukan hubungan periodontitis dengan stres, namun hubungannya dengan hormon kortisol pada cairan krevikular gingiva belum diteliti. Tujuan: Mengevaluasi pengaruh stres pada mahasiswa program akademik FKGUI terhadap kondisi periodontal dan kadar kortisol dalam CKG. Pemeriksaan Dental Environtmental Stress, indeks periodontal (OHIS, BOP, PPD, CAL), dan kadar kortisol terhadap 39 subjek, ditemukan perbedaan OHIS (p=0,023), BOP (p=0,000), PPD (p=0,004), dan CAL (p=0,004), namun tidak ada perbedaan kadar kortisol (p=0,456) diantara tingkatan stres. Tidak ada perbedaan kadar kortisol pada OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), dan CAL (p=0,863). Tidak ada perbedaan bermakna antara stres akademik dan kadar kortisol, dengan kondisi periodontal.

Majority of investigations associating chronic periodontitis with stress found positive correlation, but no investigations correlating with cortisol in gingival crevicular fluid. Purpose: To evaluate the relationship between stress experienced by academic students FKGUI, periodontium, and cortisol. Survey using Dental Environtmental Stress (DES), clinical examinations (OHIS, BOP, PPD, and CAL), and cortisol level. 39 subjects show differences in OHIS (p=0.023), BOP (p=0.000), PPD (p=0,004), and CAL (p=0,004) between stress level and no differences in cortisol level (p=0,456). No differences in cortisol level between OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), and CAL (p=0,863). No significant differences between stress, cortisol level and periodontium.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>